Topik: ketahanan pangan nasional

  • Menata peran strategis instrumen pangan negara

    Menata peran strategis instrumen pangan negara

    Foto udara petani mengoperasikan mesin potong padi modern saat panen padi di areal persawahan Sambutan, Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (10/9/2024). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/Spt.

    Menata peran strategis instrumen pangan negara
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Sabtu, 19 Juli 2025 – 07:45 WIB

    Elshinta.com – Diskusi mengenai eksistensi Perum Bulog sebagai lembaga parastatal di negara berkembang memunculkan pertanyaan penting tentang bagaimana posisi ideal Bulog dalam ekosistem ketahanan pangan nasional?. Sebagaimana diketahui, lembaga parastatal merupakan institusi yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, beroperasi layaknya perusahaan swasta, namun tetap berada dalam pengawasan negara.

    Maka, pertanyaan mendasarnya adalah model manakah yang paling sesuai untuk Bulog sebagai lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK), seperti pada era Orde Baru, atau sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti saat ini?. Perdebatan ini masih terus berlangsung, khususnya di kalangan yang pernah menyaksikan langsung kiprah Bulog dalam dua peran tersebut.

    Sebagian kalangan berpendapat, Bulog idealnya kembali menjadi “instrumen negara” dalam bentuk LPNK. Di sisi lain, ada pula yang menilai status BUMN lebih sesuai untuk menjawab tantangan zaman. Perum Bulog sendiri resmi berdiri pada 21 Januari 2003 melalui PP Nomor 7 Tahun 2003, yang kemudian diperbarui dengan PP Nomor 13 Tahun 2016.

    Transformasi ini merupakan bentuk perubahan status hukum dari lembaga pemerintah non-departemen (LPND) menjadi BUMN berbentuk perusahaan umum. Konsekuensinya, koordinasi vertikal Bulog yang sebelumnya langsung kepada Presiden, kini berada di bawah Kementerian BUMN dan kementerian teknis lainnya.

    Seiring dengan itu, kehadiran Badan Pangan Nasional (Bapanas) melalui Perpres Nomor 66 Tahun 2021 turut memperkaya dinamika ini. Di satu sisi, kedua lembaga memiliki perbedaan struktur dan dasar hukum dengan Bulog berbasis peraturan pemerintah, sementara Bapanas berbasis peraturan presiden.

    Pada sisi yang lain, terdapat irisan tugas yang cukup signifikan, khususnya terkait pengelolaan cadangan pangan dan stabilisasi harga. Sesuai Perpres Nomor 66 Tahun 2021 Pasal 29, kewenangan penugasan Perum Bulog dalam pelaksanaan kebijakan pangan nasional, kini berada di tangan kepala Bapanas, atas pelimpahan dari Menteri BUMN.

    Ini menandai pergeseran penting dalam tata kelola pangan nasional yang perlu dijalankan dengan kehati-hatian, konsistensi, dan semangat sinergi antarlembaga. Masa transisi pembentukan Bapanas, sebagaimana diatur dalam ketentuan peralihan perpres tersebut, diberikan waktu maksimal satu tahun. Harapannya, proses ini dapat berjalan tertib dan tepat waktu.

    Semua pihak tentu berharap pengalaman panjang dalam penantian lahirnya Perpres 66/2021 tidak kembali terulang. Bapanas hadir bukan sekadar sebagai struktur baru, tetapi sebagai kebutuhan nyata untuk memperkuat kedaulatan pangan bangsa. Selama Bapanas belum sepenuhnya beroperasi penuh, Bulog diharapkan tetap menjalankan fungsinya dengan optimal.

    Sebagai BUMN, sekaligus pelaksana tugas pelayanan publik (PSO), Bulog memikul amanah ganda yang harus efisien secara korporasi dan tetap berpihak kepada petani dan masyarakat. Menyeimbangkan dua kepentingan ini memang bukan tugas yang ringan, apalagi jika di tengah jalan masih menghadapi tantangan, seperti defisit keuangan akibat penugasan yang belum dibayar pemerintah.

    Stabilitas harga

    Bulog memiliki sejarah panjang sebagai pilar ketahanan pangan nasional. Peranannya dalam menjaga stabilitas harga beras melalui kebijakan harga dasar dan harga atap pernah menjadi simbol keberpihakan negara kepada petani dan konsumen. Saat harga jatuh di bawah harga dasar, Bulog hadir membeli hasil petani. Ketika harga di pasar melambung di atas harga atap, Bulog juga hadir melalui operasi pasar untuk menjaga daya beli masyarakat.

    Namun, sejak kebijakan tersebut diganti dengan harga pembelian pemerintah (HPP), orientasi keberpihakan menjadi kurang terasa. HPP, yang tidak bersifat wajib serap, memang masih mampu menjaga harga gabah relatif stabil, tetapi menimbulkan pertanyaan tentang apakah ini instrumen yang paling tepat untuk menjamin stabilisasi harga dan melindungi produsen sekaligus konsumen?

    Pertanyaan lain yang tidak kalah penting adalah apakah status Bulog sebagai BUMN masih memungkinkan untuk menjadi garda terdepan pembela petani dan penjaga stabilitas harga pangan? Bagaimana pula tanggung jawab keuangan ketika Bulog mengalami kerugian akibat pelaksanaan PSO yang belum terbayarkan?

    Contohnya, hingga kini tercatat pemerintah masih memiliki kewajiban kepada Bulog sekitar Rp4 triliun. Ini termasuk biaya akibat disposal beras turun mutu, penyaluran beras untuk bantuan bencana, program PPKM, dan pengadaan gula untuk cadangan stabilisasi harga. Beban ini tentu sangat berat, mengingat bunga pinjaman berjalan dan biaya perawatan beras yang semakin mahal dari waktu ke waktu.

    Dalam situasi seperti ini, para petani sangat berharap Bulog tetap dapat menjadi mitra terbaik mereka. Di masa panen raya, misalnya, Bulog diharapkan hadir menyerap gabah dengan harga layak, memberikan kepastian pasar, dan menjaga semangat petani untuk terus berproduksi.

    Namun, untuk menjalankan peran ini dengan baik, Bulog juga membutuhkan dukungan baik dari sisi regulasi, kelembagaan, maupun pembiayaan. Momentum pasca-pandemi menjadi refleksi penting. Ketahanan pangan harus dibangun, bukan hanya melalui produksi, tetapi juga manajemen cadangan dan distribusi yang andal.

    Dalam hal ini, Bulog terbukti memiliki pengalaman dan infrastruktur logistik yang kuat melalui pelaksanaan program Raskin dan Rastra selama bertahun-tahun. Kepercayaan publik terhadap Bulog sebagai operator distribusi pangan strategis masih sangat tinggi, dan ini modal penting untuk peran ke depan.

    Karena itu, keputusan tentang format kelembagaan Bulog ke depan, apakah tetap sebagai BUMN, kembali menjadi LPNK, atau kombinasi keduanya, memerlukan pertimbangan komprehensif. Hal yang terpenting bukan bentuk hukumnya, melainkan kemampuannya untuk tampil lebih tangguh, kredibel, dan siap menjawab kebutuhan pangan nasional dengan lebih efektif.

    Saat Badan Pangan Nasional tengah memperkuat fondasinya, Bulog dituntut untuk tetap gesit dan adaptif. Sinergi kedua lembaga ini, jika dikelola dengan baik, bisa menjadi kekuatan besar dalam mewujudkan sistem pangan nasional yang kokoh, berkeadilan, dan berkelanjutan.

    Bulog, dengan pengalaman dan sejarah panjangnya, tetap memiliki tempat istimewa dalam perjalanan kemandirian pangan Indonesia. Hal yang perlu dijaga, kini adalah kepercayaan, ketulusan, dan keberanian untuk terus berbenah.

    Sumber : Antara

  • Krisis petani jadi ancaman ketahanan pangan di tengah perang dagang global 

    Krisis petani jadi ancaman ketahanan pangan di tengah perang dagang global 

    Sumber foto: Sutini/elshinta.com.

    Krisis petani jadi ancaman ketahanan pangan di tengah perang dagang global 
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 18 Juli 2025 – 16:49 WIB

    Elshinta.com – Ketahanan pangan nasional dan tantangannya di era perang dagang global menjadi isu yang sangat penting. Hal ini menjadi tema kuliah umum Program Studi Agribisnis Universitas Muria Kudus (UMK)Kamis (17/07), bertempat di Ruang Seminar Lantai 4 Gedung Rektorat dengan narasumber, Zuhud Rozaki seorang pakar Agribisnis.

    Zuhud menyampaikan bahwa ketahanan pangan bukan hanya menyangkut persoalan produksi semata. Ia menekankan pentingnya memahami tiga pilar utama ketahanan pangan, yakni ketersediaan (availability), aksesibilitas (access), dan pemanfaatan (utilization). Ketiga aspek ini harus diperkuat secara bersamaan untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh di tengah tekanan global dan domestik.

    “Ketahanan pangan harus dilihat sebagai sistem yang menyeluruh. Ketersediaannya harus stabil, akses masyarakat harus mudah, dan yang tak kalah penting adalah bagaimana pangan tersebut memiliki kebermanfaatan,” ujarnya.

    Ia menyoroti urgensi ketahanan pangan sebagai isu strategis nasional, terlebih di tengah ancaman krisis iklim dan eskalasi perang dagang global. Zuhud menjelaskan bahwa Provinsi Jawa Tengah, sebagai salah satu lumbung pangan nasional, menghadapi tantangan besar dalam menjaga ketersediaan beras menjelang tahun 2045, seiring dengan proyeksi jumlah penduduk yang mencapai 42 juta jiwa.

    Dijelaskan pula bahwa sebagian besar petani di Jawa Tengah saat ini berusia lanjut, sementara lahan produktif terus menyusut akibat konversi menjadi pemukiman dan kawasan industri. Situasi ini diperparah oleh dampak perubahan iklim yang menyebabkan terganggunya pola tanam serta meningkatnya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang makin sulit dikendalikan. Dalam menghadapi situasi ini, Zuhud menekankan bahwa pendekatan inovatif dan inklusif menjadi kunci utama.

    Sebagai solusi, ia menawarkan sejumlah strategi, mulai dari penguatan regenerasi petani melalui edukasi dan pelibatan generasi muda, peningkatan indeks pertanaman (IP), serta penerapan pertanian berkelanjutan berbasis organik. Menurutnya, integrasi lintas sektor antara pemerintah, swasta, akademisi, dan petani menjadi hal mutlak dalam merancang kebijakan pangan jangka panjang yang berdaya tahan.

    Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, Zuhud menekankan pentingnya strategi intervensi terpadu yang melibatkan pemerintah, petani, dan sektor swasta. Ia menyampaikan bahwa pemenuhan kebutuhan beras pada tahun 2045 tidak akan tercapai tanpa kolaborasi konkret antar pemangku kepentingan yang saling mendukung.

    Sebagai bentuk nyata dari strategi intervensi tersebut, Zuhud mencontohkan aksi grebeg pasar yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memantau harga pangan secara langsung di pasar. Langkah ini dinilai penting guna menjaga stabilitas harga dan memastikan distribusi pangan berjalan dengan baik. Selain itu, pendekatan ini juga membuka ruang dialog langsung antara pemerintah, pedagang, dan konsumen sebagai bagian dari pengawasan pasar yang partisipatif.

    “Salah satu contoh sederhana tapi berdampak besar adalah grebeg pasar. Ini bukan sekadar sidak harga, tetapi bentuk kehadiran pemerintah dalam rantai distribusi pangan,” ungkapnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Sutini, Jumat (18/7). 

    Lebih lanjut, Zuhud juga menyoroti pentingnya peran Badan Urusan Logistik (BULOG) dalam sistem ketahanan pangan. BULOG berperan dalam menjaga stabilitas pasokan dan cadangan beras nasional, serta menjadi penghubung antara hasil produksi dalam negeri dengan kebutuhan konsumsi masyarakat melalui mekanisme pengadaan dan distribusi yang adil dan efisien. BULOG juga dapat membantu mengontrol harga dasar pangan dengan memberikan subsidi atau membeli hasil panen langsung dari petani.

    Tak hanya dari sisi kelembagaan, Zuhud juga mengajak para mahasiswa dan akademisi untuk berperan aktif dalam menyumbangkan gagasan, riset, dan inovasi yang dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan publik. Ia menegaskan bahwa kampus memiliki posisi strategis sebagai pusat riset dan advokasi dalam pembangunan ketahanan pangan nasional.

    “UMK dan perguruan tinggi lain memiliki peran vital sebagai motor riset dan advokasi pangan. Kolaborasi ilmu, data, dan kebijakan harus menjadi budaya baru jika kita ingin mewujudkan ketahanan pangan yang sejati,” pungkasnya. 

    Sumber : Radio Elshinta

  • Soal Beras Oplosan, Legislator Rajiv Minta Pemerintah Jaga Stabilitas Harga

    Soal Beras Oplosan, Legislator Rajiv Minta Pemerintah Jaga Stabilitas Harga

    Jakarta

    Anggota Komisi IV DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat II, Rajiv mengapresiasi pemerintah dan aparat penegak hukum yang membongkar praktik beras oplosan di sejumlah daerah. Sebab, beras oplosan tidak hanya merugikan secara ekonomi tapi juga kesehatan.

    Namun, Rajiv mengingatkan pemerintah juga harus tetap menjaga agar pasokan beras medium tetap aman dan harganya terkendali. Jangan sampai, kata dia, masyarakat kesulitan mendapat beras lantaran harganya mahal.

    “Tentu, penegakan hukum harus kita dukung agar ada efek jera bagi para produsen maupun distributor beras yang nakal. Tapi, pemerintah juga harus perhatikan jangan sampai harganya jadi mahal sehingga masyarakat sulit dapatkan beras,” kata Rajiv dalam keterangan tertulis, Kamis (17/7/2025).

    Menurut dia, kelangkaan atau gejolak harga beras bisa saja dimanfaatkan oleh oknum untuk mencari keuntungan dengan cara curang. Makanya, ia menekankan pentingnya pengawasan ketat di lapangan, mulai dari gudang penyimpanan hingga distribusi beras.

    “Pemerintah harus hadir memastikan distribusi beras berjalan lancar dan harga tetap stabil. Jangan sampai masyarakat menjadi korban dua kali, baik dari sisi kualitas maupun harga. Jadi negara harus hadir, pengawasan publik juga penting. Harus ada sistem pengawasan konsisten dan berbasis teknologi, seperti digitalisasi logistik dan sertifikasi mutu yang transparan hingga ke pengecer,” ujarnya.

    Kata dia, praktik pengoplosan beras ini adalah bentuk penipuan terhadap konsumen serta ancaman terhadap ketahanan pangan nasional. Makanya, lanjut Rajiv, harus ada tindakan tegas apabila terbukti ada pihak yang melanggar aturan.

    Di samping itu, Anggota Fraksi Partai NasDem ini mengapresiasi kinerja pemerintah dan aparat penegak hukum yang menindaklanjuti temuan beras oplosan di sejumlah daerah, baik Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional dan Satgas Pangan mengingat potensi kerugiannya mencapai Rp99 triliun.

    “Kami mengapresiasi Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional bersama Satgas Pangan, karena telah mengambil langkah tegas atas temuan investigasi beras oplosan di sejumlah daerah. Sebab, potensi menimbulkan kerugian negaranya cukup besar,” pungkasnya.

    (akd/akd)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Wementan Sudaryono tegaskan praktik pupuk palsu diberantas

    Wementan Sudaryono tegaskan praktik pupuk palsu diberantas

    ini bukan hanya menipu soal kandungan nutrisi, tetapi juga menghancurkan harapan dan kerja keras petani selama satu musim

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan pemalsuan pupuk merugikan petani dan mengganggu ketahanan pangan, sehingga harus diberantas melalui pengawasan ketat serta penegakan hukum yang tegas dan menyeluruh.

    “Memalsukan pupuk itu zalim. Sangat zalim! Karena ini bukan hanya menipu soal kandungan nutrisi, tetapi juga menghancurkan harapan dan kerja keras petani selama satu musim,” kata Wamentan Sudaryono di Jakarta, Kamis.

    Wamentan Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar ini menyatakan tindakan tersebut harus diberantas hingga ke akarnya karena berdampak serius terhadap kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional.

    “Jahat terhadap orang susah itu kejahatan kemanusiaan. Di era Presiden Prabowo, hal seperti ini tidak akan dibiarkan,” lanjutnya.

    Wamentan menekankan kerugian akibat pemalsuan pupuk sangat besar. Menurut dia, kerugian tersebut akan menjadi beban para petani, bahkan program prioritas Presiden Prabowo, yakni swasembada pangan.

    “Jika ada ribuan atau bahkan jutaan petani yang menjadi korban, kerugiannya bisa mencapai triliunan rupiah dan mengancam ketahanan pangan kita,” tambahnya.

    Wamentan Sudaryono yang juga merupakan anak seorang petani ini juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada jajaran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang telah proaktif menindaklanjuti kasus-kasus pemalsuan pupuk.

    “Terima kasih jajaran Polri sudah menindaklanjuti. Ini adalah langkah krusial untuk melindungi petani dan memastikan bahwa mereka dapat bekerja dengan tenang tanpa kekhawatiran akan pupuk palsu,” bebernya.

    Menurut dia, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) akan terus bersinergi dengan aparat penegak hukum dan seluruh pemangku kepentingan untuk memberantas praktik pemalsuan pupuk demi terwujudnya pertanian yang maju, mandiri dan modern.

    “Demi kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan,” kata Wamentan.

    Sebelumnya Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan, pihaknya menemukan lima jenis pupuk palsu yang beredar di pasaran dan menyebabkan potensi kerugian petani mencapai Rp3,2 triliun secara nasional.

    Amran menyebutkan pupuk palsu tersebut sangat merugikan petani karena sebagian besar menggunakan dana pinjaman program Kredit Usaha Rakyat (KUR), sehingga jika gagal panen, mereka bisa bangkrut akibat ulah pelaku kejahatan pupuk.

    “Bayangkan kalau pupuk palsu, itu kerugian petani baru kita temukan lima pupuk palsu, (potensi kerugian petani) Rp3,2 triliun, tapi bukan Rp3,2 triliunnya, petani langsung bangkrut, ini pinjaman, pinjaman KUR,” kata Mentan di Makassar, Sabtu (12/7).

    Meskipun belum menjelaskan secara rinci lokasi dan jenis pupuk yang ditemukan, Mentan menegaskan akan menindak tegas pelaku pemalsuan sesuai aturan hukum yang berlaku dan tidak memberi toleransi.

    Ia menyayangkan masih adanya pihak-pihak yang tega menipu petani dengan menjual pupuk palsu, menyebut tindakan itu tidak etis dan harus segera dibersihkan dari sektor pertanian Indonesia.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bulog masifkan penyaluran beras SPHP dengan pengawasan terpadu

    Bulog masifkan penyaluran beras SPHP dengan pengawasan terpadu

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Bulog masifkan penyaluran beras SPHP dengan pengawasan terpadu
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 16 Juli 2025 – 23:11 WIB

    Elshinta.com – Perum Bulog menggencarkan penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) secara masif ke seluruh wilayah Indonesia dengan pengawasan terpadu sehingga tepat sasaran.

    Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto mengatakan penyaluran beras SPHP merupakan upaya konkret Pemerintah dalam menjaga stabilitas harga serta ketersediaan beras bagi masyarakat.

    “Penyaluran dilakukan dengan pengawasan lintas instansi guna memastikan distribusi tepat sasaran dan sesuai ketentuan,” kata Suyamto dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

    Dia menyatakan Bulog saat ini mengintensifkan penyaluran beras SPHP melalui berbagai jalur distribusi resmi.

    “Kami berkomitmen menjaga keterjangkauan beras di masyarakat serta memperkuat stabilitas harga pangan nasional,” ujarnya.

    Penyaluran beras SPHP dilakukan melalui pasar tradisional, Kios Pangan binaan pemerintah, program Gerakan Pangan Murah (GPM) bersama pemerintah daerah, serta melalui Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang turut memperluas jangkauan distribusi ke lapisan masyarakat.

    Dia menyebutkan masyarakat dapat memperoleh beras SPHP sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp12.500/kilogram (kg) untuk Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB dan Sulawesi.

    Kemudian Rp13.100/kg untuk Sumatera kecuali Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan; serta Rp13.500/kg untuk Maluku dan Papua.

    “Setiap konsumen dapat membeli beras SPHP maksimal sebanyak 2 pak, atau 10 kilogram, dengan harapan beras SPHP dapat dirasakan bersama dan merata oleh seluruh masyarakat Indonesia,” tambah Suyamto.

    Untuk mencegah penyalahgunaan, pengawasan intensif dilakukan bersama Babinsa, Babinkamtibmas dan Satgas Pangan Polri daerah/wilayah setempat serta instansi terkait lainnya.

    Tindakan tegas akan diambil terhadap pelanggaran seperti penjualan di atas HET atau kegiatan mengoplos beras.

    “SPHP menjadi alternatif bagi masyarakat yang membutuhkan akses beras dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang terjaga,” beber Suyamto.

    Tak hanya harga dan distribusi, Bulog juga memastikan kualitas beras SPHP yang disalurkan dalam kondisi bersih, baik, dan layak konsumsi. Pengendalian mutu dilakukan secara ketat mulai dari penyimpanan, pengemasan, hingga distribusi agar tetap sesuai standar yang berlaku.

    Bulog mengimbau masyarakat agar tidak khawatir terhadap ketersediaan beras. Saat ini, stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dalam kondisi aman dan mencukupi. Penyaluran SPHP menjadi bagian dari peran aktif Bulog dalam menjaga ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan.

    Perum Bulog siap menyalurkan 1,3 juta ton beras untuk melaksanakan program beras SPHP selama Juli hingga Desember 2025, seusai menerima penugasan dari pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas).

    Sumber : Antara

  • Ombudsman: Lapas Sukamiskin jadi model pembinaan WBP bagi lapas lain

    Ombudsman: Lapas Sukamiskin jadi model pembinaan WBP bagi lapas lain

    terdapat berbagai program pembinaan yang dijalankan Lapas Sukamiskin, khususnya di bidang budidaya pertanian dan pangan serta program inovatif berupa pembuatan perahu nelayan, dengan capaian hingga 12 unit perahu yang telah selesai dibuat

    Jakarta (ANTARA) – Ombudsman melihat bahwa keberhasilan Lapas Sukamiskin dalam membina warga binaan pemasyarakatan (WBP) melalui berbagai program produktif dapat menjadi model bagi lembaga pemasyarakatan lainnya di Indonesia.

    Dalam kunjungan ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat (14/7), Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan terdapat berbagai program pembinaan yang dijalankan Lapas Sukamiskin, khususnya di bidang budidaya pertanian dan pangan serta program inovatif berupa pembuatan perahu nelayan, dengan capaian hingga 12 unit perahu yang telah selesai dibuat.

    “Pembinaan yang dilakukan Lapas Sukamiskin ini tidak hanya berfokus pada rehabilitasi individu, tetapi juga memiliki potensi nyata dalam mendukung ketahanan pangan nasional,” ujar Yeka saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

    Dengan demikian, ia menuturkan bahwa hal tersebut merupakan praktik baik yang patut mendapat perhatian dan dukungan lintas sektor.

    Adapun dalam pembinaan di bidang budidaya pertanian dan pangan, Yeka menyampaikan bahwa berbagai komoditas yang dibudidayakan meliputi melon, cabai, ikan lele, bebek, ayam petelor, serta program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Saat meninjau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Program MBG yang berada di Lapas Sukamiskin, ia tidak menemukan kendala dalam pencairan anggaran dari pemerintah pusat.

    Sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang, dia menjelaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan publik yang layak kepada seluruh warga negara, termasuk WBP.

    Oleh karenanya dikatakan bahwa lapas, sebagai bagian dari sistem pemasyarakatan, memainkan peran strategis dalam memberikan pembinaan dan bimbingan yang berdampak positif bagi proses reintegrasi sosial para warga binaan.

    “Untuk itu, keberlanjutan program ini memerlukan dukungan yang lebih kuat dari pemerintah, baik melalui pendampingan, pembiayaan, hingga penyelarasan kebijakan lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah,” tuturnya.

    Yeka mengungkapkan bahwa hasil dari kunjungan tersebut akan menjadi masukan strategis Ombudsman dalam menyusun saran kebijakan kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, serta Presiden RI terkait penguatan layanan publik di sektor pemasyarakatan yang mendukung ketahanan pangan nasional.

    Kunjungan Ombudsman ke Lapas Sukamiskin Bandung sebagai bagian dari penguatan fungsi pelayanan publik, khususnya terhadap program pembinaan bagi WBP.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Andra Soni Resmikan Pabrik Bahan Pestisida, Yakin Tingkatkan Ekonomi Banten

    Andra Soni Resmikan Pabrik Bahan Pestisida, Yakin Tingkatkan Ekonomi Banten

    Serang

    Gubernur Banten Andra Soni meresmikan pabrik bahan baku pestisida atau pabrik karbamasi di Cikande, Serang. Dia meyakini pabrik tersebut bermanfaat bagi pertanian di Indonesia.

    “Keberadaan pabrik-pabrik agroteknologi seperti ini sekarang langsung berkontribusi pada peningkatan produktifitas pertanian salah satunya adalah pupuk, baik yang bersubsidi maupun nonsubsidi. Provinsi Banten adalah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi di bidang pertanian melimpah dan dapat dimanfaatkan untuk mendorong perekonomian di Banten,” kata Andra Soni di Serang, Rabu (16/7/2025).

    Pabrik milik PT Delta Giri Wacana (DGW) ini akan memproduksi bahan aktif berbasis karbamat dengan kapasitas awal 2.000 metrik ton per tahun atau sekitar 5.000 metrik ton per tahun dalam produk pestisida jadi. Pembangunan fasilitas ini dimulai sejak November 2023 dengan investasi senilai kurang lebih USD 20 juta.

    Andra mengatakan 5,72% produk domestik regional bruto (PDRB) di Banten berasal dari pertanian. Andra meyakini keberadaan industri pertanian dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional selaras dengan program Presiden Prabowo Subianto.

    “Potensi pertanian dapat dimanfaatkan untuk peningkatan perekonomian di Banten. Data BPS menunjukkan bahwa sektor pertanian menyumbang 5,72% PDRB di Banten. Karena itu, sektor pertanian diharapkan dapat mewujudkan ketahanan pangan di Banten,” ujarnya.

    President Director PT DGW Group, David Yaory, mengatakan potensi pasar industri bahan pestisida di Indonesia sangat besar. Dia menyebut konsumsi pestisida nasional mencapai Rp 16,4 triliun dan terus tumbuh.

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kementan: Kolaborasi pemerintah-swasta penting untuk swasembada susu

    Kementan: Kolaborasi pemerintah-swasta penting untuk swasembada susu

    Kami memiliki komitmen investasi terhadap sapi perah sebanyak 998.565 ekor pada tahun 2025-2029….

    Probolinggo, Jawa Timur (ANTARA) – Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan kolaborasi pemerintah dan swasta penting untuk mencapai swasembada susu.

    “Kami sangat mengapresiasi inisiatif JAPFA dan Greenfields yang mendukung peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah nasional. Kami memiliki komitmen investasi terhadap sapi perah sebanyak 998.565 ekor pada tahun 2025-2029,” ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda, di Probolinggo, Jawa Timur, Selasa.

    Agung mengatakan kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah seperti ini sangat penting untuk mempercepat pencapaian target swasembada susu, sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak lokal.

    Dalam rangka mendukung percepatan swasembada susu nasional, JAPFA melalui anak usahanya PT Santosa Agrindo Lestari (Santori) bekerjasama dengan PT Greenfields Dairy Indonesia (Greenfields), mendistribusikan sapi perah bunting ke 120 peternak lokal. Para peternak ini merupakan mitra binaan yang berada di bawah naungan program Kemitraan Sapi Perah Greenfields (KSG) yang tersebar di Kabupaten Malang, Blitar, Pasuruan dan Kota Batu, Jawa Timur.

    Distribusi ini merupakan tindak lanjut dari keberhasilan JAPFA dalam memfasilitasi impor lebih dari seribu ekor sapi perah berkualitas dari Australia, setelah sebelumnya bekerja sama dengan Greenfields melakukan proses seleksi sapi secara saksama sebelum dikirimkan.

    Sapi-sapi tersebut merupakan hasil persilangan ras Holstein dan Jersey (crossbreed), yang dikenal unggul dalam produktivitas susu dan ketahanan iklim tropis.

    Selain menerima sapi, para peternak mitra juga mendapatkan pendampingan teknis, pelatihan pengelolaan peternakan, layanan kesehatan hewan, serta jaminan penyerapan hasil produksi susu.

    Upaya yang akan didampingi oleh Greenfields melalui program KSG (Kemitraan Sapi Perah Greenfields) ini merupakan sebuah kolaborasi yang dirancang untuk memperkuat mata rantai produksi susu nasional dari hulu ke hilir, sekaligus meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan peternak rakyat.

    Direktur Corporate Affairs JAPFA Rachmat Indrajaya menyampaikan inisiatif ini merupakan wujud nyata komitmen para pihak untuk mendukung ketahanan pangan nasional dari sisi hulu.

    “Dengan menyediakan sapi perah berkualitas dan pendampingan berkelanjutan, kami ingin mendorong pertumbuhan industri susu lokal sekaligus memperkuat kesiapan dalam menghadapi lonjakan permintaan di masa depan,” kata Rachmat.

    Peningkatan konsumsi susu menjadi salah satu tantangan utama dalam industri peternakan nasional. Berdasarkan data Kementerian Pertanian RI tahun 2023, Indonesia hanya mampu memenuhi sekitar 20 persen kebutuhan susu nasional, sementara sisanya masih bergantung pada impor. Hal ini disebabkan oleh rendahnya produktivitas peternakan, kualitas susu yang bervariasi, serta keterbatasan infrastruktur dan teknologi.

    Melalui langkah ini, JAPFA dan Greenfields berharap dapat memperkuat fondasi industri susu nasional sekaligus menciptakan ekosistem peternakan rakyat yang produktif, mandiri, dan berkelanjutan.

    CEO Greenfields Akhil Chandra mengatakan program ini akan semakin menambah jumlah mitra peternak lokal di bawah program KSG yang telah digagas Greenfields sejak tahun 2007, dan hingga kini telah bermitra dengan lebih dari 2.000 peternak sapi perah.

    “Setelah sapi didistribusikan, kami akan terus mendampingi para mitra peternak dengan berbagai dukungan, agar pengelolaan ternak dapat berjalan optimal dan manfaatnya dapat dirasakan secara berkelanjutan,” ujar Akhil Chandra.

    Pada akhirnya, diharapkan usaha peternakan rakyat dapat semakin berkontribusi pada upaya peningkatan produksi Susu Segar Dalam Negeri.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bea Masuk Turun 2,8%, Pemerintah Kurangi Impor Pangan

    Bea Masuk Turun 2,8%, Pemerintah Kurangi Impor Pangan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Djaka Budhi mengungkapkan bahwa penerimaan bea masuk hingga semester pertama tahun 2025 mengalami penurunan meskipun nilai impor bahan baku dan barang modal menunjukkan kenaikan.

    Realisasi bea masuk tercatat Rp 23,6 triliun atau 44,6% dari target bea masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, angka ini turun 2,8%.

    Djaka menjelaskan bahwa penurunan ini salah satunya disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

    “Akibat kebijakan untuk mendukung ketahanan pangan domestik sejalan dengan upaya swasembada pangan yaitu dengan tidak adanya impor bahan beras, jagung,” dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI, Senin (14/7/2025).

    Sementara dari bea keluar, hingga akhir Juni penerimaan mencapai Rp 14 triliun atau meningkat 81,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini ditopang oleh kenaikan harga CPO dan kebijakan realisasi ekspor konsentrat tembaga.

    Dari sisi capaian cukai, penerimaan sampai dengan semester pertama tahun 2025 mencapai Rp109,2 triliun meningkat 7,3% dibanding tahun sebelumnya.

    “Di sisi lain produksi hasil tembakau tetap menunjukkan tren yang terkendali. Meskipun pada tahun 2025 tidak direncanakan adanya penyesuaian tarif cukai fenomena downtrading khususnya pergeseran konsumsi dari sigaret kretek mesin ke sigaret kretek tangan atau jenis rokok dengan harga lebih terjangkau turut menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika tersebut,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Berkah Cuan dari CPO, Setoran Bea Keluar Tembus Rp14 T

    Berkah Cuan dari CPO, Setoran Bea Keluar Tembus Rp14 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatatkan pertumbuhan dalam sisi penerimaan bea keluar. Tercatat penerimaan mencapai Rp 14 triliun sepanjang semester pertama tahun 2025.

    Dirjen Bea dan Cukai, Djaka Budhi mengatakan penerimaan tersebut meningkat 81,1% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Lonjakan ini ditopang oleh dua faktor utama, yakni naiknya harga crude palm oil (CPO) di pasar global dan kebijakan realisasi ekspor konsentrat tembaga.

    “Capaian Rp14 triliun pertumbuhan ini ditopang oleh kenaikan harga CPO dan kebijakan relaksasi ekspor konsentrat tembaga,” ujar Djaka dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI, Senin (14/7/2025).

    Berdasarkan data Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menunjukkan BK dari ekspor produk sawit pada Januari-April 2025 menembus Rp 9,38triliun. Nilai tersebut melesat 767,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Setoran terbesar datang dari turunan CPO yakni Rp 7,77 triliun atau melesat 1.997% atau hampir 2.000%.

    Lonjakan BK dipengaruhi oleh tingginya harga sawit. Merujuk data Kementerian Perdagangan, harga acuan CPO April naik US$ 7,03 per ton menjadi US$ 961,54 per ton.

    Kendati demikian, bea masuk hingga semester pertama tahun 2025 mengalami penurunan meskipun nilai impor bahan baku dan barang modal menunjukkan kenaikan.

    Realisasi bea masuk tercatat Rp 23,6 triliun atau 44,6% dari target bea masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, angka ini turun 2,8%.

    Djaka menjelaskan bahwa penurunan ini salah satunya disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

    “Akibat kebijakan untuk mendukung ketahanan pangan domestik sejalan dengan upaya swasembada pangan yaitu dengan tidak adanya impor bahan beras, jagung,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]