Topik: kereta cepat Jakarta Bandung

  • China Buka Suara Soal Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Bilang Ini

    China Buka Suara Soal Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Bilang Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah China melalui Kementerian Luar Negerinya secara terbuka angkat bicara mengenai polemik utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. China menegaskan bahwa proyek tersebut berjalan dengan baik dan membawa manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, di tengah desakan dalam negeri untuk restrukturisasi pembiayaan.

    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menanggapi laporan media yang menyebut Pemerintah Indonesia sedang menegosiasikan restrukturisasi utang dengan China karena proyek tersebut mengalami kesulitan keuangan.

    “Sudah dua tahun sejak kereta cepat Jakarta-Bandung secara resmi beroperasi. Selama dua tahun terakhir, kereta api telah mempertahankan operasi yang aman, tidak terhambat, dan tertib,” kata Guo Jiakun dalam konferensi pers reguler, Senin (20/10/2025).

    Guo menekankan bahwa proyek ini telah melayani lebih dari 11,71 juta penumpang, dengan arus penumpang yang terus meningkat. Hal ini telah membawa manfaat yang baik bagi warga.

    “Manfaat ekonomi dan sosialnya terus dilepaskan, menciptakan sejumlah besar lapangan kerja bagi masyarakat lokal dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sepanjang jalur. Ini telah diakui dan disambut baik oleh berbagai sektor di Indonesia,” ujarnya.

    Guo juga menekankan bahwa penilaian proyek kereta cepat tidak boleh hanya didasarkan pada angka-angka keuangan semata, tetapi juga harus mempertimbangkan manfaat publik dan hasil komprehensifnya. Dalam hal ini, China menyatakan kesiapan penuh untuk bekerja sama dengan Indonesia.

    “China siap bekerja sama dengan Indonesia untuk terus memfasilitasi operasi kereta cepat Jakarta-Bandung yang berkualitas tinggi sehingga proyek tersebut akan memainkan peran yang lebih besar dalam mendorong pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia serta meningkatkan konektivitas di kawasan,” tutup Guo.

    Masalah beban utang proyek ini terus menjadi sorotan serius. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi tokoh sentral yang menolak keras penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menalangi utang proyek yang menelan total biaya sekitar US$ 7,26 miliar (sekitar Rp 119,79 triliun) ini.

    Purbaya berulang kali menegaskan bahwa utang Kereta Cepat adalah urusan BUMN, bukan APBN. Ia meyakini bahwa perusahaan yang ditugaskan, terutama Danantara (PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia) dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) / KAI, memiliki kemampuan untuk mengatasi beban utang tersebut. Purbaya menyatakan bahwa dividen BUMN sudah cukup untuk membayar angsuran utang Kereta Cepat.

    Di tengah polemik ini, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, sebelumnya memastikan bahwa Pemerintah Indonesia dan China telah sepakat untuk merestrukturisasi pembiayaan proyek KCJB, bahkan berpotensi memperpanjang jangka waktu pembayaran utang hingga 60 tahun.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • KPK Ngawur dan Nyari Enaknya Sendiri

    KPK Ngawur dan Nyari Enaknya Sendiri

    GELORA.CO – Dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh hingga kini masih menjadi pertanyaan publik dan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusutnya. Namun sayangnya KPK masih belum melakukan penyelidikan.

    Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai KPK sudah sangat ngawur dan semakin mempertanyakan peran KPK.

    “Jadi KPK ini betul-betul ngawur dan nyari enaknya sendiri gitu. (Sudah) Ditugasi, dibayar, digaji negara untuk menangani korupsi lho kok duduk di belakang meja nunggu laporan, itu namanya bukan KPK lagi yang super body,” ujar Boyamin kepada Inilah.com, Rabu (22/10/2025).

    Dirinya mengakui mungkin saja benar adanya dugaan mark-up dalam proyek Whoosh tersebut, bagaimana dahulu proyek ini akan diambil oleh Jepang namun malah justru jatuh ke tangan China.

    “Ujungnya lebih mahal dari volume nilai proyeknya, terus pinjamannya juga lebih mahal dari Jepang. Kenapa diambil kan bisa saat pengambilan keputusan bekerja sama dari perusahaan China itu saja, kan bisa ada dugaan penyimpangan itu,” katanya.

    Belum lagi, lanjutnya, ada pula dugaan penyimpangan bila timbunan digunakan di sepanjang jalur Jakarta-Bandung bagian penopang rel, diduga juga terdapat kekurangan spesifikasi.

    “Misalnya harus betul-betul terpilih, harus pasir dan batu, tapi ada dugaan tanahnya misalnya atau yang lain-lain. Jadi bukan sekadar perencanaan dan dugaan mark-up, tapi juga bisa jadi pengurangan spesifikasi, itu kan ada dugaan penyimpangan,” jelasnya.

    Menurutnya, KPK ‘super ngawur’ bila dalam menangani temuan perkara korupsi seperti ini saja, harus menunggu laporan. Padahal KPK bisa saja seperti Polri yang menangani perkara dengan laporan model A.

    “Artinya yang ditemukan oleh polisi sendiri. Kalau KPK juga mensyaratkan ada pelapor itu ngawurnya bukan main. Di UU Pemberantasan Korupsi atau UU KPK enggak ada syarat itu,” ungkap Boyamin.

    Ia menekankan tak ada keharusan menunggu laporan terkait dugaan mark-up ini. Jika KPK tak kunjung menyelidiki kasus ini, maka MAKI menyebut siap untuk menggugat lembaga antirasuah tersebut ke praperadilan.

    “Karena kewajiban dia (KPK) harus menangani, bahkan kalau ditangani pihak lain saja ada halangan diambil-alih gitu, artinya itu KPK harus aktif itu. Dan kalau mensyaratkan kan Pak Mahfud untuk lapor itu ya lebih salah lagi,” tandasnya.

    Sebelumnya, Mahfud MD dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober 2025, yakni Mahfud MD Official, mengungkapkan ada dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk penggelembungan anggaran atau mark up di proyek Whoosh.

    “Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” katanya.

    “Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini?”

    Selanjutnya KPK mengimbau Mahfud MD untuk membuat laporan mengenai dugaan korupsi dalam proyek Whoosh.

    “Terima kasih informasi awalnya, dan jika memang Prof. Mahfud ada data yang nanti bisa menjadi pengayaan bagi KPK, maka kami akan sangat terbuka untuk kemudian mempelajari dan menganalisisnya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/10).

  • Bukan Restrukturisasi 60 Tahun, Ekonom Usul Ini untuk Bayar Utang Whoosh

    Bukan Restrukturisasi 60 Tahun, Ekonom Usul Ini untuk Bayar Utang Whoosh

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) memandang, kesepakatan restrukturisasi pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh selama 60 tahun tak akan menyelesaikan masalah. 

    Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira memandang penyelesaian utang tak dapat hanya menggunakan restrukturisasi dengan perpanjangan tenor. 

    “Kalau restrukturisasi cuma menambah tenor utang, enggak menyelesaikan masalah karena pokok utang masih akan tetap harus dibayar,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (22/10/2025). 

    Kesepakatan yang terungkap beberapa waktu lalu oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhur Binsat Pandjaitan tersebut, dinilai memiliki risiko yang sangat tinggi.

    Belum lagi, mempertimbangkan kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) dalam 60 tahun ke depan. 

    Bhima menuturkan, bahwa tekanan fiskal dalam kurun waktu lima tahun ke depan pun, masih cukup tinggi. 

    Ketimbang melakukan restrukturisasi biasa, kata Bhima, Danantara, pemerintah, maupun KAI harus mampu mendorong debt cancellation atau penghapusan utang. 

    “Artinya mengurangi beban pokok utang. Pakailah daya tawar bahwa selama ini RI sudah memberikan konsesi smelter nikel kepada China, fasilitas insentif fiskal, masa beban utang enggak dikurangi?” tutur Bhima. 

    Padahal, skema debt cancellation wajar dilakukan di sejumlah negara. Sekalipun tak memilih skema tersebut, seharusnya pemerintah pun dapat menawarkan debt swap atau pertukaran utang. 

    Misalnya, mempersilakan perusahaan China mengerjakan proyek-proyek kawasan berorientasi transit atau transit-oriented development (TOD) di kawasan Stasiun Whoosh. 

    Bhima menyayangkan keberadaan Whoosh dengan harga tiket yang cukup mahal. Seharusnya, justru pemerintah menyediakan layanan transportasi publik yang lebih cocok untuk kelas menengah ke bawah. 

    Terpisah, Peneliti di Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Intrans) Ki Darmaningtyas pun memandang, sekalipun restrukturisasi dilakukan sehingga tagihan per tahunnya lebih rendah, tetapi operasional Whoosh belum maksimal. 

    “Kalau pendapatan tiket sama pendapatan non-tiket mungkin untuk operasional saja tidak cukup gitu. Jadi untuk operasional saja itu masih perlu subsidi dari negara. Misalnya direstrukturisasi 60 tahun, cicilan tiap tahunnya itu dari mana sumbernya?” tuturnya kepada Bisnis. 

    Menurut catatan KCIC, jumlah penumpang Whoosh tercatat belum mencapai potensi maksimal, meski terus menunjukkan peningkatan dalam dua tahun terakhir. 

    Sejak resmi beroperasi secara komersial pada 17 Oktober 2023, Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang dengan rata-rata pertumbuhan yang konsisten setiap bulan. Puncaknya terjadi pada bulan Juni 2025 dengan 26.770 penumpang dalam satu hari.

    Padahal bila diasumsikan terisi penuh, jumlah penumpang Whoosh setidaknya mampu membawa 36.000 penumpang per hari dengan jumlah perjalanan yang sama seperti saat ini, yakni 62 perjalanan di hari biasa dan 56 perjalanan di akhir pekan.

    Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pihak China telah setuju terkait skema tersebut. Namun, saat ini pelaksanaannya masih tertunda. 

    “Kita mau lakukan tadi restrukturisasi dengan pihak China, dan itu mereka sudah setuju. Hanya kemarin pergantian pemerintahan ya tertunda,” ujarnya dalam acara 1 Tahun Prabowo—Gibran, dikutip pada Rabu (22/10/2025).  

    Luhut pun telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan terkait restrukturisasi utang selama 60 tahun. Skema tersebut pun akan membuat pembayaran utang kepada China dapat lebih kecil. 

    “Misalnya [bayar] Rp2 triliun satu tahun, kemudian penerimaan [dari operasional Whoosh] Rp1,5 triliun,” tambah Luhut. 

    Meski demikian, Luhut tak menyebutkan sumber dana untuk pembayaran Whoosh tersebut. Padahal Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah terang-terangan menolak membayar utang kereta cepat tersebut. 

  • China Sepakat Restrukturisasi Utang Kereta Cepat Jadi 60 Tahun, Bakal Lunas 2085?

    China Sepakat Restrukturisasi Utang Kereta Cepat Jadi 60 Tahun, Bakal Lunas 2085?

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dan China telah sepakat untuk melakukan restrukturisasi utang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dalam kurun waktu 60 tahun, alias sampai dengan tahun 2085. 

    Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pihak China telah setuju terkait skema tersebut. Namun, saat ini pelaksanaannya masih tertunda. 

    “Kita mau lakukan tadi restrukturisasi dengan pihak China, dan itu mereka sudah setuju. Hanya kemarin pergantian pemerintahan ya tertunda,” ujarnya dalam acara 1 Tahun Prabowo—Gibran, dikutip pada Rabu (22/10/2025). 

    Luhut pun telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan terkait restrukturisasi utang selama 60 tahun. Skema tersebut pun akan membuat pembayaran utang kepada China dapat lebih kecil. 

    “Misalnya [bayar] Rp2 triliun satu tahun, kemudian penerimaan [dari operasional Whoosh] Rp1,5 triliun,” tambah Luhut. 

    Mantan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi era Jokowi tersebut pun menangkal kritik-kritik soal kereta cepat. Dirinya menegaskan bahwa proyek tersebut bagus dalam memberikan dampak ke ekonomi dan lingkungan. 

    Meski demikian, Luhut tak menyebutkan sumber dana untuk pembayaran Whoosh tersebut. 

    Sementara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali menyampaikan bahwa anggaran pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh seharusnya tidak berasal dari APBN.

    Sejak resmi beroperasi secara komersial pada 17 Oktober 2023, Whoosh telah melayani lebih dari 12 juta penumpang dengan rata-rata pertumbuhan yang konsisten setiap bulan. Puncaknya terjadi pada bulan Juni 2025 dengan 26.770 penumpang dalam satu hari.

    Untuk diketahui, KCJB berada di bawah PT Kereta Api Indonesia (Persero). KAI melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) memegang porsi saham sebesar 58,53% pada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). 

    Saat ini pun, Whoosh juga memperluas ekosistem ekonomi di sekitar kawasan stasiun dengan telah tersedia 188 tenant untuk mendukung kenyamanan penumpang saat berada di seluruh stasiun Whoosh. 

    Jumlah tersebut terdiri dari 76 tenant UMKM dan 112 tenant non-UMKM yang menawarkan berbagai produk dan layanan mulai dari makanan, minuman, suvenir, hingga perlengkapan perjalanan

    Berdasarkan catatan Bisnis, Whoosh telah menelan biaya investasi hingga US$7,2 miliar. Nilai investasi tersebut mengalami pembengkakan biaya sebesar US$1,2 miliar dari target awal biaya proyek sebesar US$6 miliar.  

    Sebanyak 60% dari pembengkakan biaya atau sekitar US$720 juta akan dibayarkan oleh konsorsium dari Indonesia, sedangkan 40% sisanya atau sekitar US$480 juta ditanggung oleh konsorsium China.

  • Bahas Utang Whoosh, Prof Sulfikar: Jokowi Naif soal Teknologi

    Bahas Utang Whoosh, Prof Sulfikar: Jokowi Naif soal Teknologi

    GELORA.CO -Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh tengah menjadi perbincangan usai beberapa pihak menyoroti persoalan utang membengkak Indonesia kepada China di proyek tersebut.

    Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) diketahui mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS. 

    Akademisi Nanyang Technological University (NTU), Singapura, Prof. Sulfikar Amir mengatakan, kereta cepat yang saat ini membebani negara bermula dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi berkunjung ke China pada periode awal kepemimpinannya sebagai Presiden RI. Dia terpukau dengan kereta cepat yang dinaikinya bersama Presiden China, Xi Jinping.

    “Jadi Jokowi waktu berkunjung ke Cina, saya enggak tahu, saya lupa tahun berapa mungkin 2015 atau 2017, diajak sama si Jinping naik kereta cepat, dan di situlah dia terpesona,” kata Sulfikar dikutip melalui tayangan YouTube di Abraham Samad SPEAK UP, Rabu 22 Oktober 2025.

    “Jokowi kan agak naif soal teknologi. Jadi dia pikir kereta cepat buatan China sudah yang paling maju,” sambungnya.

    Sulfikar mengatakan, saat Jokowi meresmikan operasional KCJB di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta Timur, pada Senin 2 Oktober 2025, di Beijing (Ibukota Negara China) berlangsung pesta meriah.

    “Orang-orang di Beijing sangat bangga sekali, karena ini adalah pertama kali mereka berhasil mengalahkan Jepang,” kata Sulfikar.

  • Kerugian Whoosh Tanggung Jawab Jokowi!

    Kerugian Whoosh Tanggung Jawab Jokowi!

    GELORA.CO -Mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas kerugian Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh.

    Demikian dikatakan analis politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun dalam dialog Rakyat Bersuara di iNews, dikutip Rabu 22 Oktober 2025.

    “Tanggung jawab presiden yang namanya Joko Widodo,” kata  Ubedilah.

    Ubedilah juga mengkritik proyek KCJB Whoosh yang molor sangat lama. Dimulai tahun 2016, proyek tersebut baru dirampungkan pada 2023.

    “Di era modern, negara membangun sesuatu yang mercusuar tapi dengan cara tradisional,” kata Ubedilah.

    Di sisi lain, menurut Ubedilah, sebuah kebijakan yang mencla-mencle serta anggaran yang berubah-ubah serta ada pembengkakan, berdasarkan analisis politik berpotensi korupsi.

    “Sangat wajar kalau proyek ini dibongkar,” kata Ubedilah. 

  • KPK Tak Perlu Tunggu Laporan untuk Usut Dugaan Korupsi Whoosh

    KPK Tak Perlu Tunggu Laporan untuk Usut Dugaan Korupsi Whoosh

    GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu menunggu laporan untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.

    Hal itu disampaikan Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi merespons pernyataan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyebutkan bahwa KPK tidak perlu menunggu laporan masyarakat untuk mengusut dugaan korupsi, melainkan dapat segera melakukan penelusuran jika sudah ada informasi awal.

    “Dalam proyek Whoosh ini saya sependapat dengan Bang Mahfud MD, KPK tidak perlu tunggu laporan lagi,” kata Muslim kepada RMOL, Rabu, 22 Oktober 2025.

    Pernyataan Mahfud MD yang mendesak KPK agar proaktif ini muncul setelah ia mengungkapkan adanya dugaan ‘mark up’ (penggelembungan biaya) pada proyek Whoosh. Menurut Mahfud, ada selisih biaya yang signifikan antara perhitungan pihak Indonesia dan versi Tiongkok.

    Muslim Arbi menambahkan, KPK seharusnya langsung bertindak karena proyek Whoosh ini sudah menjadi perhatian publik yang luas dan bahkan diakui bermasalah oleh pejabat tinggi.

    Apalagi kata Muslim, mantan anak buah Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi, Luhut Binsar Pandjaitan sudah mengungkapkan kondisi Whoosh sejak awal.

    “Wong Luhut sendiri bilang Whoosh itu barang busuk. Karena beban dan kerugian negaranya sudah jelas, KPK tunggu apa lagi. Jangan sampai KPK kaya orang linglung yang nggak ngerti tugasnya sendiri. Kan aneh KPK seperti itu,” pungkas Muslim

  • Utang Kereta Cepat Whoosh Jadi Polemik, China Buka Suara

    Utang Kereta Cepat Whoosh Jadi Polemik, China Buka Suara

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah China menyebut dalam proyek kereta cepat, termasuk Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung atau Whoosh tidak hanya menilai keuntungan ekonomi, tetapi juga perlu ditinjau manfaat bagi publik.

    “Perlu ditegaskan bahwa, ketika menilai proyek kereta api cepat, selain angka-angka keuangan dan indikator ekonomi, manfaat publik dan imbal hasil komprehensifnya juga harus dipertimbangkan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing, Senin.

    Hal itu terkait dengan adanya permintaan dari pemerintah Indonesia untuk merundingkan restrukturisasi utang dengan China terkait kereta cepat Whoosh.

    “Pemerintah kedua negara sangat mementingkan pengembangan proyek ini. Otoritas dan perusahaan yang berwenang dari kedua negara telah menjalin koordinasi erat untuk memberikan dukungan kuat bagi pengoperasian kereta cepat sehingga aman dan stabil,” papar Guo Jiakun.

    China, ucap Guo Jiakun, siap bekerja sama dengan Indonesia untuk terus memfasilitasi pengoperasian kereta cepat Jakarta-Bandung yang berkualitas tinggi.

    “Sehingga proyek ini akan memainkan peran yang lebih besar dalam mendorong pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia serta meningkatkan konektivitas di kawasan,” ujarnya.

    Guo Jiakun menyebut, kereta api cepat Jakarta-Bandung itu sudah dua tahun resmi beroperasi dan dalam periode tersebut, moda transportasi itu dinilai telah beroperasi dengan aman, lancar dan tertib.

    “Kereta cepat ini telah melayani lebih dari 11,71 juta penumpang, dengan arus penumpang yang terus meningkat, dan manfaat ekonomi serta sosialnya terus dirasakan, menciptakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat setempat dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sepanjang jalur kereta api. Hal ini telah diakui dan disambut baik oleh berbagai pihak di Indonesia,” tegas Guo Jiakun.

    Diketahui Direktur Utama PT KAI Bobby Rasyidin saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR pada Agustus 2025 menyebut Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung (Whoosh) menjadi bom waktu bagi perusahaan itu.

    Penyebabnya adalah berdasarkan laporan keuangan semester I tahun 2025 menunjukkan bahwa KCIC mencatat kerugian sekitar Rp1,6 triliun. Di sisi lain, jumlah penumpang sepanjang 2024 hanya mencapai sekitar 6 juta orang, dengan rata-rata tarif Rp250 ribu per tiket.

    Artinya, total pendapatan kotor setahun tidak lebih dari Rp1,5 triliun.

    Proyek Kereta Cepat Whoosh sendiri menelan total biaya 7,26 miliar dolar AS atau setara Rp119,79 triliun (dengan kurs Rp16.500/per dolar AS). Angka tersebut termasuk pembengkakan biaya sebesar 1,21 miliar dolar AS (sekitar Rp 19,96 triliun) dari nilai investasi awal yang ditetapkan senilai 6,05 miliar dolar AS (sekitar Rp 99,82 triliun).

    Mayoritas porsi dana pengerjaan proyek Whoosh diperoleh dari utang pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga utang mencapai 3,3 persen dan tenor hingga 45 tahun.

    Proyek Whoosh didanai lewat skema “business to business” (B2B) dengan pinjaman dana luar negeri dari China Development Bank (CDB) mencapai sebesar 75 persen, sedangkan 25 persen modal lainnya dikucurkan oleh ekuitas pemegang saham.

    Diketahui PT KAI merupakan “lead consortium” dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) selaku pemegang saham Indonesia dalam KCIC. Komposisi konsorsium BUMN pemegang saham di KCIC adalah PT PSBI sebesar 60 persen dan pihak China melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd memiliki 40 persen.

    PSBI sendiri terdiri dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dengan kepemilikan sebesar 58,53 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan kepemilikan 33,36 persen, PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan kepemilikan 7,08 persen dan PT Perkebunan Nusantara I dengan kepemilikan 1,03 persen.

    Artinya, total pinjaman PSBI ke CBD adalah sekitar 2,72 miliar dolar AS (sekitar Rp44,92 triliun) belum ditambah dengan beban bunga yang diperkirakan mencapai 120-130 juta dolar AS per tahun atau setara hampir Rp2 triliun hanya untuk membayar bunga.

    Jika tingkat okupansi KCIC meningkat, margin keuntungannya tetap tipis karena biaya operasi dan pemeliharaan kereta cepat yang bersifat padat modal dan teknologi tinggi, sehingga tidak bisa ditekan secara signifikan.

    Danantara sebagai “holding” BUMN saat ini sedang mencari jalan keluar untuk menyelesaikan utang Whoosh tersebut meski Chief Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir mengungkapkan hasil dividen perusahaan-perusahaan BUMN dalam Danantara tidak digunakan untuk membayar utang, tapi seluruhnya untuk investasi.

    Sementara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan pihaknya menolak APBN digunakan untuk membayar utang proyek Whoosh. Menurutnya, selama struktur pembayarannya tertata dengan baik dan transparan, maka CDB tidak akan mempersoalkan.

  • Pengamat Ini Menduga Ada Transaksi Gelap Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

    Pengamat Ini Menduga Ada Transaksi Gelap Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

    GELORA.CO –  Analis politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun menduga adanya transaksi gelap dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB). Ia menilai indikasi tersebut terlihat dari perubahan aturan dalam penyelenggaraan proyek strategis nasional itu.

    Ubedillah menjelaskan, perubahan pertama terlihat dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta–Bandung, yang pada awalnya mengatur proyek tersebut berbasis kerja sama Business-to-Business (B2B). Dalam ketentuan awal itu, proyek tidak melibatkan dana APBN dan tanpa jaminan pemerintah.

    “Dugaan kuat adanya transaksi gelap muncul ketika terjadi perubahan kesepakatan antara Indonesia dan China. Awalnya proyek ini berbasis B2B sesuai Perpres 107 Tahun 2015,” ujar Ubedillah dalam program Rakyat Bersuara di iNews TV, Selasa (21/10/2025).

    Namun, lanjutnya, skema proyek berubah setelah diterbitkannya Perpres Nomor 93 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres 107/2015. Dalam aturan baru itu, negara diperbolehkan terlibat dalam pendanaan proyek melalui skema penanaman modal dalam negeri, yang berarti dana APBN dapat digunakan.

    “Perubahan di tahun 2021 itu memungkinkan negara mengeluarkan uang melalui proyek penanaman modal dalam negeri. Artinya, APBN boleh dikeluarkan di situ,” jelasnya.

    Ia juga menyoroti perubahan signifikan dalam bunga pinjaman dan pihak pendanaan. Menurut Ubedillah, Jepang sebelumnya telah melakukan studi kelayakan dengan bunga pinjaman sangat rendah, yakni 0,1%, sementara pinjaman dari China justru meningkat dari 2% menjadi 3,4%.

    “Yang kedua, ada perubahan di awal. Jepang bahkan mengeluarkan dana untuk studi kelayakan dengan bunga 0,1 persen. Dengan China 2 persen, lalu naik menjadi 3,4 persen,” katanya.

    Ubedillah menilai, pergeseran kerja sama dari Jepang ke China serta perubahan kebijakan pemerintah menimbulkan tanda tanya besar.

    “Perubahan peraturan presiden dan pergeseran dari Jepang ke China tentu menimbulkan pertanyaan penting, transaksi apa sebenarnya yang membuat pergeseran itu terjadi, hingga akhirnya pemerintah terlibat,” ujarnya.

    Menurutnya, tanda tanya tersebut memperkuat dugaan bahwa terdapat transaksi besar antara China Development Bank dan pemerintah Indonesia dalam proyek KCJB.

  • Jangan Cuma Lihat Angka Keuangan, Tapi Manfaat Buat Publik

    Jangan Cuma Lihat Angka Keuangan, Tapi Manfaat Buat Publik

    GELORA.CO – Pemerintah China ikut komentar terkait polemik Whoosh dan rencana Indonesia untuk melakukan restrukturisasi utang. China menyebut dalam proyek kereta cepat, termasuk Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung atau Whoosh tidak hanya menilai keuntungan ekonomi, tetapi juga perlu ditinjau manfaat bagi publik.

    “Perlu ditegaskan bahwa, ketika menilai proyek kereta api cepat, selain angka-angka keuangan dan indikator ekonomi, manfaat publik dan imbal hasil komprehensifnya juga harus dipertimbangkan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing, Senin (20/10/2025).

    Pemerintah kedua negara, kata ia, sangat mementingkan pengembangan proyek ini. Otoritas dan perusahaan yang berwenang dari kedua negara juga telah menjalin koordinasi erat untuk memberikan dukungan kuat bagi pengoperasian kereta cepat sehingga aman dan stabil.

    China, ucap Guo Jiakun, siap bekerja sama dengan Indonesia untuk terus memfasilitasi pengoperasian kereta cepat Jakarta-Bandung yang berkualitas tinggi.

    “Sehingga proyek ini akan memainkan peran yang lebih besar dalam mendorong pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia serta meningkatkan konektivitas di kawasan,” ujarnya.

    Guo Jiakun menyebut, kereta api cepat Jakarta-Bandung itu sudah dua tahun resmi beroperasi dan dalam periode tersebut. Moda transportasi itu dinilai telah beroperasi dengan aman, lancar dan tertib.

    “Kereta cepat ini telah melayani lebih dari 11,71 juta penumpang, dengan arus penumpang yang terus meningkat, dan manfaat ekonomi serta sosialnya terus dirasakan, menciptakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat setempat dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sepanjang jalur kereta api. Hal ini telah diakui dan disambut baik oleh berbagai pihak di Indonesia,” tegas Guo Jiakun.

    Diketahui Direktur Utama PT KAI Bobby Rasyidin saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR pada Agustus 2025 menyebut Proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung (Whoosh) menjadi bom waktu bagi perusahaan itu.

    Penyebabkan adalah berdasarkan laporan keuangan semester I tahun 2025 menunjukkan bahwa KCIC mencatat kerugian sekitar Rp1,6 triliun.

    Di sisi lain, jumlah penumpang sepanjang 2024 hanya mencapai sekitar 6 juta orang, dengan rata-rata tarif Rp250 ribu per tiket. Artinya, total pendapatan kotor setahun tidak lebih dari Rp1,5 triliun.

    Proyek Kereta Cepat Whoosh sendiri menelan total biaya 7,26 miliar dolar AS atau setara Rp119,79 triliun (dengan kurs Rp16.500/per dolar AS). Angka tersebut termasuk pembengkakan biaya sebesar 1,21 miliar dolar AS (sekitar Rp 19,96 triliun) dari nilai investasi awal yang ditetapkan senilai 6,05 miliar dolar AS (sekitar Rp 99,82 triliun).

    Mayoritas porsi dana pengerjaan proyek Whoosh diperoleh dari utang pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga utang mencapai 3,3 persen dan tenor hingga 45 tahun.

    Proyek Whoosh didanai lewat skema “business to business” (B2B) dengan pinjaman dana luar negeri dari China Development Bank (CDB) mencapai sebesar 75 persen, sedangkan 25 persen modal lainnya dikucurkan oleh ekuitas pemegang saham.

    Diketahui PT KAI merupakan “lead consortium” dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) selaku pemegang saham Indonesia dalam KCIC. Komposisi konsorsium BUMN pemegang saham di KCIC adalah PT PSBI sebesar 60 persen dan pihak China melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd memiliki 40 persen.

    PSBI sendiri terdiri dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dengan kepemilikan sebesar 58,53 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan kepemilikan 33,36 persen, PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan kepemilikan 7,08 persen dan PT Perkebunan Nusantara I dengan kepemilikan 1,03 persen.

    Artinya, total pinjaman PSBI ke CBD adalah sekitar 2,72 miliar dolar AS (sekitar Rp44,92 triliun) belum ditambah dengan beban bunga yang diperkirakan mencapai 120-130 juta dolar AS per tahun atau setara hampir Rp2 triliun hanya untuk membayar bunga.

    Jika tingkat okupansi KCIC meningkat, margin keuntungannya tetap tipis karena biaya operasi dan pemeliharaan kereta cepat yang bersifat padat modal dan teknologi tinggi, sehingga tidak bisa ditekan secara signifikan.

    Danantara sebagai “holding” BUMN saat ini sedang mencari jalan keluar untuk menyelesaikan utang Whoosh tersebut meski Chief Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir mengungkapkan hasil dividen perusahaan-perusahaan BUMN dalam Danantara tidak digunakan untuk membayar utang, tapi seluruhnya untuk investasi.

    Sementara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan pihaknya menolak APBN digunakan untuk membayar utang proyek Whoosh. Menurutnya, selama struktur pembayarannya tertata dengan baik dan transparan, maka CDB tidak akan mempersoalkan.