Topik: kereta cepat Jakarta Bandung

  • KPK Bisa Mengusut Kasus Whoosh dari Tiga Masalah Ini

    KPK Bisa Mengusut Kasus Whoosh dari Tiga Masalah Ini

    GELORA.CO -Langkah KPK mulai menyelidiki kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh menjadi angin segar di tengah polemik dugaan markup proyek era Presiden Joko Widodo.

    Aktivis dan akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menyarankan KPK bisa memulai dari tiga masalah utama proyek Whoosh.

    “Yang perlu diselidiki (KPK) itu harga yang tidak wajar sampai tiga kali lipat dibanding di China,” kata Ubedilah dikutip dari podcast Abraham Samad Speak Up, Rabu, 29 Oktober 2025.

    Disebutkan, ongkos proyek kereta cepat di Indonesia lebih mahal tiga kali lipat dibandingkan proyek Whoosh di Indonesia. Di China, biaya pembangunan sekitar 17-21 juta Dolar AS per kilometer. Sementara Whoosh di Indonesia memakan biaya mencapai 52 Dolar AS per kilometer.

    “Kedua yang perlu diselidiki KPK adalah perubahan peraturan presiden (Perpres) dari Perpres 107/2015 menjadi Perpres 93/2021,” lanjut Ubedilah.

    Perbedaan paling mencolok dari kedua Perpres tersebut adalah soal penggunaan anggaran negara. Jika di Perpres 107/2015 tidak menggunakan APBN, maka di Perpres 93/2021 pemerintah mengizinkan penggunaan APBN untuk biaya Whoosh.

    “Kemudian ketiga, soal pembengkakan pembiayaan yang nambah sekitar Rp20 triliun dari rencana semula Rp86 triliun menjadi sekitar Rp118 triliun. Pembengkakan ini kenapa?” tandas Ubedilah.

    KPK sudah melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek Whoosh era pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi.

    “Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Senin, 27 Oktober 2025. 

  • Sangat Mudah Mencari Jejak Jokowi-Luhut di Kasus Whoosh

    Sangat Mudah Mencari Jejak Jokowi-Luhut di Kasus Whoosh

    GELORA.CO -Sosok mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) dinilai paling bertanggung jawab dalam kerugian kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh. 

    Demikian antara lain disampaikan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto merespons penyelidikan KPK terhadap dugaan tindak pidana korupsi Whoosh.

    “Jokowi dan LBP orang yang bertanggung jawab dan otak di balik kasus Whoosh. Jejak digital media atas perkataannya mudah ditemui,” kata Hari kepada RMOL, Rabu, 29 Oktober 2025.

    Untuk mempermudah penyelidikan, KPK bisa memanggil pakar dan pejabat terkait sebagai saksi untuk mengumpulkan bukti kuat dugaan rasuah Whoosh.

    Di sisi lain, upaya KPK menyelidiki proyek Whoosh menjadi kabar baik lantaran proyek ini berimbas beban negara yang dipaksa menanggung utang mencapai lebih dari Rp118 triliun belum termasuk bunga tetap 3,2 persen per tahun. 

    “Berita terbaru juga muncul perbandingan proyek kereta cepat Arab Saudi dan Indonesia sangat jauh berbeda. Pembiayaannya saja sangat berbeda, Arab hanya menghabiskan Rp112 triliun (1.500 km) , sedangkan Indonesia Rp113 triliun (142,3 km),” pungkas Hari.

  • Aroma Haus Kekuasaan Keluarga Jokowi Sudah Tercium Sejak Lama

    Aroma Haus Kekuasaan Keluarga Jokowi Sudah Tercium Sejak Lama

    GELORA.CO -Aroma haus kekuasaan keluarga Joko Widodo sudah terlihat sejak awal sosok yang akrab disapa Jokowi itu menjadi Presiden Indonesia.

    Hal tersebut diungkap aktivis sekaligus akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun saat menguliti kebijakan kontroversial mantan Presiden Jokowi, termasuk soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh. 

    “Saya tahu data, informasi yang valid, keluarga ini (Jokowi) menggunakan strategi populisme ‘menutupi’ hal-hal yang terkait praktik KKN. Tanda-tandanya sudah kelihatan dari awal berkuasa,” kata sosok yang akrab disapa Ubed dikutip dari podcast Abraham Samad Speak Up, Rabu, 29 Oktober 2025.

    Ubed tercatat sudah beberapa kali melaporkan Jokowi dan keluarganya terkait dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun sayangnya, hingga kini laporan ke KPK tidak membuahkan hasil.

    Ubed mencermati, praktik kekuasaan Jokowi selama dua periode menjadi presiden terasa janggal.

    “Banyak praktik kekuasaannya memunculkan pertanyaan-pertanyaan besar, ini harus dihentikan karena haus kekuasaan. Saya sudah mengingatkan kekuasaan ini semakin bahaya, ditambah (ada) represi terhadap para aktivis pada waktu itu,” cerita Ubed.

    Menurutnya, Jokowi cukup cerdik menggunakan popularitasnya untuk menyembunyikan hasrat haus kekuasaan. 

    “Makin kelihatan dia bersembunyi di balik populisme untuk menyembunyikan otoritariannya, menyembunyikan hasrat berkuasanya, menyembunyikan kleptokrasinya,” tandas Ubed

  • Purbaya Respons Jokowi soal Kereta Cepat, Minta Danantara Bereskan Utang

    Purbaya Respons Jokowi soal Kereta Cepat, Minta Danantara Bereskan Utang

    Jakarta

    Menteri Keuanngan Purbaya Yudhi Sadewa merespons pernyataan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) tentang Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. Proyek itu dinilai sebagai salah satu bentuk investasi sosial.

    Purbaya setuju bahwa proyek Whoosh bukan sekadar untuk mencari laba, melainkan suatu bentuk investasi sosial. Sebab, menurutnya, proyek kereta cepat pertama di ASEAN itu juga menjadi bagian dari misi pengembangan kawasan daerah atau regional development.

    “Ada betulnya juga sedikit, karena kan Whoosh sebetulnya ada misi regional development juga kan,” ujar Purbaya di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

    Namun sayangnya, pengembangan kawasan sekitar jalur Whoosh belum dilakukan secara optimal, khususnya di stasiun tempat perhentian kereta. Padahal, hal itu penting untuk menunjang pertumbuhan ekonomi daerah.

    “Tapi yang regionalnya belum dikembangkan mungkin, di mana ada pemberhentian di sekitar jalur Whoosh supaya ekonomi sekitar itu tumbuh. Itu harus dikembangkan ke depan, jadi ada betulnya,” ujarnya.

    Minta Danantara Bayar Utang Kereta Cepat

    Di samping itu, Purbaya juga sempat menyinggung tentang pembayaran utang kereta cepat. Ia masih berpendirian tidak akan mengucurkan APBN untuk membantu membayar utang proyek tersebut.

    Menurutnya, dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang turun tangan membayar utang itu, akan menurunkan risiko fiskal bagi negara.

    “Sekarang nggak ada (risiko fiskal), kan Danantara yang bayar (utang) harusnya,” ujar Purbaya.

    Selain itu, Purbaya sebelumnya juga tak dilibatkan dalam rencana pihak Indonesia dan China bernegosiasi tentang penyelesaian utang utang kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.

    Sebisa mungkin Kementerian Keuangan tidak akan terlibat dalam penyelesaian utang kereta cepat. Persoalan tersebut diharapkan dapat selesai secara business to business (BtB), antara para pihak yang terlibat.

    Pernyataan Jokowi soal Kereta Cepat

    Sebagai informasi, Presiden ke-7 Joko Widodo sudah angkat bicara tentang polemik utang proyek Whoosh. Jokowi menegaskan pembangunan kereta cepat tersebut merupakan bagian dari investasi.

    Mengutip detikJateng, Jokowi menjelaskan proyek Kereta Cepat berangkat dari kondisi kerugian akibat kemacetan parah yang terjadi di Jabodetabek hingga Bandung. Macet parah ini bahkan telah menjadi masalah pelik sejak 40 tahun lalu.

    “Termasuk Bandung juga kemacetannya parah. Dari kemacetan itu, negara rugi secara hitung-hitungan kalau di Jakarta saja kira-kira Rp 65 triliun per tahun. Kalau Jabodetabek plus Bandung kira-kira sudah di atas Rp 100 triliun per tahun,” kata Jokowi, dikutip dari detikJateng.

    Karena itu, menurutnya, diperlukan moda transportasi untuk mengurangi kerugian. Jokowi menilai, transportasi massal atau umum tidak bisa dilihat hanya dari sisi laba saja, tapi juga dari keuntungan sosial, salah satunya pengurangan emisi karbon.

    “Jadi, sekali lagi, transportasi massal, transportasi umum, itu tidak diukur dari laba, tetapi adalah diukur dari keuntungan sosial. Social return on investment, misalnya, pengurangan emisi karbon,” ujar dia.

    “Di situlah keuntungan sosial yang didapatkan dari pembangunan transportasi massal. Jadi sekali lagi, kalau ada subsidi itu adalah investasi, bukan kerugian,” sambungnya.

    (shc/hns)

  • Jokowi Sengaja Lari dari Tanggung Jawab Kasus Whoosh

    Jokowi Sengaja Lari dari Tanggung Jawab Kasus Whoosh

    GELORA.CO – Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) disebut sengaja lari dari tanggung jawab atas kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang sedang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto merespons sikap Jokowi yang tidak membahas soal dugaan markup Whoosh yang sedang disorot, namun malah membahas soal mengatasi kemacetan di Jabodetabek dan Bandung.

    “Jokowi seperti ungkapan jawa ‘Nggih-nggih ora kepanggih’, di mana perilaku Jokowi sama dengan orang yang mudah berjanji atau mengiyakan, tetapi tidak pernah benar-benar melakukan apa yang dijanjikannya, atau omongannya tidak tulus dan tidak dilakukan,” kata Hari kepada RMOL di Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025.

    Ia menyebut bahwa, Jokowi sengaja lari dari tanggung jawab atas kasus Whoosh yang tidak memberikan dampak dalam mengurai kemacetan yang diutarakan.

    “Bahkan beban kasus Whoosh dengan sengaja dimasukkan APBN untuk menanggungnya. Jokowi layak dipanggil KPK untuk dimintai keterangan agar siapapun sama di mata hukum,” pungkas Hari.

    Sejak awal 2025, KPK ternyata sudah melakukan penyelidikan terkait proyek Whoosh. Sejumlah pihak sudah dimintai keterangan oleh KPK. Namun, KPK belum mengungkapkan identitas para pihak yang dimintai keterangan.

  • Sepakat dengan Jokowi Soal Whoosh, Purbaya: Penggerak Ekonomi Daerah

    Sepakat dengan Jokowi Soal Whoosh, Purbaya: Penggerak Ekonomi Daerah

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa turut menanggapi pernyataan Presiden Ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) perihal polemik proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh).

    Ia menilai bahwa proyek Kereta Cepat Whoosh bukan sekadar proyek transportasi, melainkan juga memiliki misi untuk menghidupkan perekonomian daerah di sekitar jalur pemberhentiannya.

    “Ada betulnya juga sedikit (pernyataan Jokowi), karena kan Whoosh sebetulnya ada misi regional development juga,” kata Purbaya seusai menghadiri Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

    Menurut Purbaya, pengembangan ekonomi di kawasan sekitar empat stasiun utama Whoosh, seperti Stasiun Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar, masih perlu digencarkan agar manfaat proyek ini benar-benar dirasakan masyarakat.

    “Namun yang regionalnya belum dikembangkan, mungkin di mana ada pemberhentian di sekitar jalur Whoosh supaya ekonomi sekitar itu tumbuh. Itu yang mesti dikembangkan ke depan, jadi ada betulnya lah (pernyataan Jokowi),” ujarnya.

    Lebih lanjut, Purbaya memastikan bahwa proyek Whoosh kini tidak lagi menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Ia menegaskan pembiayaan dan kewajiban pembayaran utang proyek tersebut telah sepenuhnya menjadi tanggung jawab Danantara Indonesia.

    Sebelumnya, Joko Widodo menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara. 

    Menurutnya, pembangunan transportasi massal seperti Whoosh merupakan bentuk investasi sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan efisiensi mobilitas.

    “Transportasi umum tidak diukur dari laba, tetapi dari keuntungan sosial. Misalnya pengurangan emisi karbon, produktivitas masyarakat meningkat, polusi berkurang, waktu tempuh lebih cepat,” ujar Jokowi, Senin (27/10/2025).

    Jokowi juga menyinggung besarnya kerugian ekonomi akibat kemacetan di kawasan Jakarta, Jabodetabek, dan Bandung yang ditaksir mencapai Rp 100 triliun per tahun.

    Karena itu, pembangunan transportasi massal seperti MRT, LRT, KRL, dan kereta cepat menjadi strategi jangka panjang pemerintah untuk mengurangi beban ekonomi akibat kemacetan dan mempercepat pertumbuhan wilayah.

    Jokowi juga menambahkan bahwa prinsip utama pembangunan transportasi publik bukan untuk mengejar keuntungan finansial, melainkan keuntungan sosial bagi masyarakat.

    “Transportasi umum tidak diukur dari laba, tetapi dari keuntungan sosial. Misalnya pengurangan emisi karbon, produktivitas masyarakat meningkat, polusi berkurang, waktu tempuh lebih cepat,” ucapnya.

  • Anak Rizal Ramli Semprot Jokowi: Proyek Rugi Dibilang Investasi Sosial, Kalau Begitu Korupsi Sekalian Aja Disebut Amal Kebangsaan

    Anak Rizal Ramli Semprot Jokowi: Proyek Rugi Dibilang Investasi Sosial, Kalau Begitu Korupsi Sekalian Aja Disebut Amal Kebangsaan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pernyataan Presiden ke-7 RI, Jokowi, yang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sebagai investasi sosial, menuai respons beragam.

    Salah satunya datang dari Ekonom, Dipo Satria Ramli. Ia mengatakan, pernyataan tersebut hanyalah bentuk pembenaran atas proyek yang dinilai membebani keuangan negara dan rakyat.

    “Akal-akalan kelas berat! Proyek rugi dibilang investasi sosial,” ujar Dipo di X @DipoSatriaR (28/10/2025).

    Dikatakan Dipo, justifikasi pemerintah bahwa proyek Kereta Cepat bukan untuk mencari keuntungan, melainkan manfaat sosial, adalah bentuk pengelabuan publik.

    “Lah, yang nikmatin pejabat dan kroni, yang bayar bunganya rakyat,” cetusnya.

    Dipo bilang, konsep investasi sosial yang disampaikan Jokowi hanya menjadi tameng untuk menutupi kerugian besar yang ditanggung negara dari proyek bernilai ratusan triliun itu.

    “Hebat, rugi pun bisa dibungkus jadi kebajikan,” tandasnya.

    Lebih lanjut, anak dari begawan Ekonomi, Rizal Ramli ini menyebut bahwa jika logika seperti ini terus digunakan, maka tak tertutup kemungkinan perilaku korupsi pun bisa dibenarkan dengan alasan serupa.

    “Kalau gitu, korupsi sekalian aja disebut amal kebangsaan,” tutupnya.

    Sebelumnya, Jokowi menyebut keuntungan Whoosh ini ada pada bidang sosial bukan hanya sekedar materi.

    Dia menyebut dengan adanya Woosh akan meningkatkan produktivitas masyarakat karena tidak perlu bermacet-macetan di jalan.

    Selain itu, alan berdampak pada lingkungan yakni mengurangi emisi karbon, mengurangi polusi yang diakibatkan dari kendaraan yang digunakan oleh pribadi

  • Kata Jokowi soal Proyek Whoosh: Tidak Diukur dari Laba, tapi Keuntungan Sosial

    Kata Jokowi soal Proyek Whoosh: Tidak Diukur dari Laba, tapi Keuntungan Sosial

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) memberikan komentar mengenai pembangunan Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) yang kini menimbulkan polemik. 

    Pembangunan transportasi Whoosh, menurutnya, tidak bisa semata-mata diukur dari mencari laba. Namun juga bentuk investasi sosial.

    “Transportasi massal, transportasi umum itu tidak diukur dari laba. Tetapi adalah diukur dari keuntungan sosial, social return on investment,” katanya di Solo pada Senin (27/10), dikutip dari Antaranews.

    Dia mencontohkan manfaat sosial yang dihasilkan, seperti penurunan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, pengurangan polusi, dan efisiensi waktu tempuh.

    “Jadi kalau ada subsidi, itu adalah investasi, bukan kerugian,” tegasnya.

    Sejalan dengan itu, pembangunan Whoosh juga dilakukan dari kebutuhan nyata untuk mengatasi kemacetan parah yang telah melanda kawasan Jakarta, Jabodetabek, hingga Bandung selama puluhan tahun.

    Dia menuturkan, kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jakarta saja mencapai sekitar Rp65 triliun per tahun, dan jika ditambah kawasan Jabodetabek serta Bandung, nilainya bisa melampaui Rp100 triliun.

    “Untuk mengatasi itu, kita bangun MRT, LRT, Kereta Cepat, dan KRL agar masyarakat berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi umum,” ujarnya.

    Jokowi pun menegaskan bahwa proyek Whoosh dan moda transportasi publik lainnya harus dipandang sebagai bagian dari investasi jangka panjang negara dalam membangun peradaban dan mobilitas masyarakat yang lebih efisien, bukan sekadar proyek ekonomi yang diukur dari untung-rugi finansial.

    “Kereta cepat menumbuhkan titik-titik pertumbuhan ekonomi, kemudian juga menumbuhkan UMKM, warung-warung yang berjualan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru itu. Kemudian wisata juga di Bandung saya kira dengan adanya Whoosh juga bisa meningkat dengan baik. Lalu, nilai properti juga naik karena adanya Whoosh. Saya kira kemanfaatannya seperti itu,” pungkas Jokowi.

    Adapun sebelumnya, nama Jokowi banyak disebut dalam polemik utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, megaproyek tersebut diteken dan digarap pada masa pemerintahannya.

    Bahkan beberapa pihak menyebut Jokowi yang bersikeras membangun KCJB meskipun sudah diinformasikan bahwa ongkos proyek tersebut terlalu mahal dan kini berakhir pada utang jumbo kepada China.

    Terkini, untuk mengatasi polemik utang kereta cepat, Presiden Prabowo Subianto disebut bakal segera menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) soal pembentukan tim restrukturisasi.

    Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam penjelasannya, rencana pembentukan tim restrukturisasi utang kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) telah disetujui BPI Danantara dan hanya menanti persetujuan dari Presiden Prabowo.

    “Kemarin saya sudah bilang sama Pak Rosan, saya bilang, Rosan, segera aja bikin itu [tim restrukturisasi] orangnya ini, ini, ini. Jadi teman-teman sekalian, apa yang nggak bisa diselesaikan? Wong negara sebesar ini, kewenangan di presiden, sepanjang kita kompak, apa sih yang tidak bisa?” kata Luhut dalam agenda Satu Tahun Pemerintahan Prabowo – Gibran di JS Luwansa, Jakarta, Kamis (16/10/2025).

  • PSI Mati-matian Bela Jokowi Soal Polemik Kereta Cepat: Bukan Rugi, Hanya Belum Sesuai Target Saja

    PSI Mati-matian Bela Jokowi Soal Polemik Kereta Cepat: Bukan Rugi, Hanya Belum Sesuai Target Saja

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ketua Direktorat Diseminasi Informasi dan Sosial Media DPP PSI, Dian Sandi Utama menegaskan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh bukan merugi melainkan belum mencapai target.

    “Rugi itu kalau biaya operasional plus maintainance tidak nutup. Tapi kalau pendapatan belum sesuai dengan jumlah cicilan setiap tahun, itu belum sesuai target aja,” kata politisi PSI ini melalui akun X pribadinya, dikutip pada Selasa (28/10).

    Dian menambahkan, proyek sepanjang 142,3 km tersebut yang notabene transportasi publik berskala besar umumnya membutuhkan waktu panjang untuk balik modal.

    “Transportasi publik itu bukan bisnis jangka pendek. Ada manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan yang nggak bisa diukur hanya dengan angka,” ungkapnya.

    Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menjadi polemik. Permasalahan proyek infrastruktur KCJB sejatinya muncul sejak awal, seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030, bahkan Menhub saat itu Ignatius Jonan, tidak menyetujui proyek Whoosh dengan alasan bakalan tidak bisa dibayar.

    Berdasarkan informasi yang beredar PT PSBI sebagai entitas anak usaha KAI sekaligus pemegang saham terbesar di PT KCIC, tercatat ada kerugian hingga Rp 4,195 triliun pada 2024. Kerugian terus berlanjut di tahun 2025 pada semester I-2025 juga merugi sebesar Rp 1,625 triliun.

    Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati bahkan telah mengingatkan sejak awal proyek ini dicetuskan pemerintahan Joko Widodo bahwa kebijakan itu seharusnya ditinjau ulang.

  • Menanti Taji KPK Membongkar Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung

    Menanti Taji KPK Membongkar Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung

    Bisnis.com, JAKARTA — Dugaan adanya praktik penggelembungan biaya atau mark up proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tengah ramai menjadi perbincangan publik.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim telah memulai penyelidikan terkait dengan dugaan perbedaan nilai proyek tersebut.

    KPK menyatakan penyelidikan dugaan skandal pembangunan kereta cepat telah digelar sejak awal 2025. 

    “Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun, jadi memang ini masih terus berprogres,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).

    Budi menekankan, tidak ada masalah yang menghambat proses penyelidikan. Bahkan, dia menegaskan bahwa penyelidikan berjalan positif.

    “Sejauh ini tidak ada kendala, jadi memang penyelidikan masih terus berprogres. Kita berikan ruang, kita berikan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK ini,” ucap Budi.

    Dirinya juga belum bisa menyampaikan pihak mana saja yang sudah diperiksa. Terkait peluang memanggil mantan Menkopolhukam Mahfud MD, Budi mengatakan pemanggilan tersebut tergantung kebutuhan penyelidik.

    Budi berharap kepada publik yang mengetahui dugaan-dugaan masalah Whoosh dapat segera melaporkan ke KPK secara langsung atau email pengaduan.

    Sementara itu, Budi menyampaikan bahwa pemanggilan Mahfud MD tergantung kepada kebutuhan tim KPK.

    “Nanti kita akan melihat kebutuhan proses penyelidikan perkara ini,” ujar Budi kepada jurnalis, Senin (27/10/2025).

    Begitupun kepada pihak-pihak terkait yang diduga mengetahui dugaan perkara ini. Namun, dia menegaskan bahwa bagi publik yang mengetahui atau memiliki data terkait dugaan proyek ini dapat langsung melaporkan ke KPK secara langsung atau melalui email pengaduan@kpk.go.id. 

    Budi menyampaikan belum dapat merincikan materi apa saja yang sudah ditelusuri dan pihak mana saja yang telah dipanggil untuk dimintai keterangan.

    “Kami belum bisa menyampaikan substansi dari materi perkara ini karena memang masih di tahap penyelidikan,” katanya.

    Dugaan Mark Up Kereta Cepat

    Kecurigaan terkait dengan nilai proyek tersebut mulanya diutarakan oleh Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD dalam acara podcast di akun Youtubenya.

    Mahfud menyampaikan Indonesia memperhitungkan pembangunan kereta cepat US$52 juta per kilometer, sedangkan berdasarkan perhitungan Cina biaya per kilometer US$17 juta-18 juta.

    “Dugaan mark up-nya gini. Menurut pihak Indonesia, biaya per 1 KM kereta Whoosh itu US$52 juta. Tapi di China sendiri hitungannya US$17 juta sampai US$18 juta. Naik tiga kali lipat kan,” ungkapnya dalam akun YouTube Mahfud MD Official, dikutip Kamis (16/10/2025).

    Dalam catatan Bisnis, biaya pembangunan Whoosh per kilometernya menelan biaya Rp780 miliar dan dinilai lebih murah dibanding proyek MRT yang mencapai Rp1,1 triliun.

    Kendati demikian, dia meminta pihak terkait berupaya menyelidiki dugaan tersebut sehingga mengetahui sosok yang diduga melakukan mark up.

    Pembahasan ini tidak lepas dari utang proyek kereta cepat Whoosh yang mencapai Rp4 triliun pada tahun 2025.  Mahfud menyinggung bahwa beban Whoosh disebabkan oleh biaya bunga yang membengkak.

    “Indonesia disepakati pada waktu itu berdasar hitung-hitungannya dari ahli UI dan UGM itu bisa dibangun dengan bunga 0,1% dengan Jepang. Tiba-tiba sesudah Jepang minta kenaikan sedikit gitu oleh pemerintah dibatalkan. Dipindah ke China dengan bunga 2%, tiba-tiba 2% dengan overrun pembengkakan kemudian menjadi 3,4%,” ujar Mahfud.