Topik: Kekerasan Terhadap Perempuan

  • Anak-anak Paling Rentan, Kekerasan Seksual Dominasi Kasus di Jakarta Sepanjang 2025

    Anak-anak Paling Rentan, Kekerasan Seksual Dominasi Kasus di Jakarta Sepanjang 2025

    JAKARTA – Tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta pada tahun ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2024. Temuan ini disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta Iin Mutmainnah.

    Berdasarkan pencatatan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani oleh Dinas PPAPP periode Januari hingga November 2025 sebanyak 1.917 kasus. Angka ini hampir setara dengan kasus sepanjang tahun 2024 dengan total 2.041 kasus.

    “Kalau trennya naik memang setiap tahun, trennya naik dari jumlah data tahun lalu dengan tahun ini terlihat bulan ini saja sudah hampir menyamai di akhir tahun lalu di 2024. Jadi, memang trennya naik,” kata Iin kepada wartawan, Senin, 24 November.

    Berdasarkan identitas kependudukan, korban kekerasan periode Januari-November 2025 paling banyak berasal dari Kota Administrasi Jakarta Timur, dengan total 513 korban atau mencakup 25,5% dari keseluruhan data.

    Posisi kedua ditempati oleh Jakarta Selatan dengan 337 korban (16,8 persen), disusul oleh Jakarta Barat dengan 316 korban (15,7 persen), dan Jakarta Utara dengan 303 korban (15,1 persen). Sementara itu, Jakarta Pusat mencatat 223 korban (11,1 persen). Wilayah Kepulauan Seribu mencatat angka terendah dengan 16 korban.

    Ditinjau dari jenis kasusnya, anak-anak dan perempuan menjadi kelompok yang paling rentan mengalami kekerasan. Kekerasan Seksual pada anak menjadi kasus tertinggi dengan jumlah 588 kasus (21,9 persen). Kasus kedua terbanyak adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan sebanyak 412 kasus (15,4 persen).

    “Dari komposisi perempuan dan anak itu, trennya naiknya itu lebih tinggi memang anak. Komposisinya 53 persen dari total jumlah kasus ini anak perempuan dan laki-laki di bawah umur 18 tahun,” ujar Iin.

    Lebih lanjut, Iin mengungkap Pemprov DKI saat ini memiliki kanal pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Korban bisa mendatangi UPT PPA serta 44 titik pos pengaduan di setiap kecamatan atau RPTRA yang memiliki konselor dan paralegal untuk melayani pengaduan.

    “jadi kami menindaklanjuti ini dasarnya adalah pengaduan. Kalau si korban tidak mengadu, tidak ada orang yang mengadu terhadap hal ini itu tidak bisa kami tangani, karena dasarnya adalah pengaduan yang kami jadikan catatan atau data,” jelas dia.

  • Ribuan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Jakarta

    Ribuan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Jakarta

    Jakarta (ANTARA) – Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta mencatat 1.917 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di daerah itu sejak Januari hingga pertengahan November 2025.

    “Artinya, kesadaran masyarakat semakin tinggi dan berani mengungkapkan kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak. Kami miliki 44 pos pengaduan dengan dua tenaga ahli yakni konselor dan para legal. Mereka kita tempatkan di 44 kecamatan atau RPTRA,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta Iin Mutmainnah di Jakarta, Senin.

    Berdasarkan data itu, kasus yang terbanyak adalah kasus kekerasan seksual pada anak dengan 588 kasus atau 21,9 persen, perempuan jadi korban KDRT dengan 412 kasus atau 15,4 persen. Kemudian perempuan jadi korban kekerasan psikis 318 kasus atau 11,9 persen dan perempuan jadi korban kekerasan fisik sebanyak 276 kasus atau 10,3 persen.

    Lokasi kekerasan kepada perempuan dan anak itu paling banyak terjadi di dalam rumah dengan 1.132 kasus atau 56,3 persen, di jalan dengan 135 kasus atau 6,7 persen. Lalu di kos-kosan 126 kasus atau 6,3 persen, terjadi di sekolah sebanyak 119 kasus atau 5,9 persen lalu di kontrakan 88 kasus atau 4,4 persen, dan di hotel 86 kasus atau 4,3 persen.

    Kemudian untuk terlapor pelaku kekerasan perempuan dan anak paling banyak adalah suami dengan 503 kasus atau sekitar 22,3 persen, kemudian dilakukan oleh teman sebanyak 351 orang atau 15, 7 persen, dan orang tidak dikenal sebanyak 281 kasus atau 12,6 persen.

    Lalu, kekerasan yang dilakukan oleh tetangga sebanyak 203 kasus atau 9,1 persen, kekerasan dilakukan ayah kandung ada 197 kasus dengan 8,8 persen, dan pacar dengan 147 kasus atau sekitar 6,6 persen.

    Sementara untuk korban kekerasan anak dan perempuan terbanyak berdasarkan kota atau KTP korban yang terbanyak ada di Jakarta Timur dengan 513 korban, diikuti Jakarta Selatan 337 korban, dan Jakarta Barat 316 korban.

    Untuk menyikapi persoalan itu, kata dia, pihaknya berupaya melakukan potensi mitigasi risiko dengan menyusun revisi Perda Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan.

    Menurut Iin, perda ini akan direvisi menjadi dua peraturan daerah pada tahun 2026, yakni Perda Perlindungan Perempuan dan Perda Penyelenggaraan Kota dan Kabupaten Layak Anak

    “Itu nantinya masuk dalam substansi Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dalam Perda Nomor 8 Tahun 2011 itu belum ada tentang TPKS. Maka, pada 2026 kami akan membahas untuk memasukkan substansi di UU TPKS ini,” ujarnya.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 3 Anak Curhat Ke Rano Karno soal Bullying, Pelecehan hingga Merokok di Sekolah

    3 Anak Curhat Ke Rano Karno soal Bullying, Pelecehan hingga Merokok di Sekolah

    Jakarta

    Tiga anak sekolah menyampaikan curahan hati (curhat) kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno tentang isu bullying, ketidakadilan gender, hingga maraknya anak-anak yang merokok. Momen itu berlangsung dalam acara Kampanye Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (HAKTPA) dan Peringatan Hari Ibu 2025.

    Siswa pertama bernama Rafi Adi Atma, menceritakan bagaimana dirinya dan teman-temannya masih kerap mendapat perlakuan tidak menyenangkan di sekolah. Ia mengaku dirundung di sekolah.

    “Masih banyak bully yang terjadi di sekitar saya. Contohnya, kami suka di-bully karena fisik. Dikatain gendut, pendek, hitam,” kata Rafi di Balai Kota Jakarta, Sabtu (22/11/2025).

    Ia mengatakan perundungan membuat banyak anak kehilangan kepercayaan diri dan trauma. Rafi berharap Pemprov DKI meninjau sekolah-sekolah dan menerbitkan aturan baru agar perundungan bisa dicegah lebih maksimal.

    “Harapan saya adalah meninjau di sekolah kami dan memberikan peraturan yang bagus dan baru agar tidak terjadi lagi pembullyan,” ujarnya.

    Ia mengatakan salah satu ketidakadilan yang dirasakan anak perempuan adalah diremehkan. “Banyak anak perempuan diremehkan. Ada yang mau jadi pemain bola, tapi malah dihina karena dianggap perempuan tidak bisa,” ujar Fiona.

    Ia juga menyinggung soal jalan gang yang gelap dan rawan pelecehan. Menurutnya, korban pelecehan sering disalahkan karena pakaian.

    Selain itu, Fiona menyoroti persoalan anak putus sekolah karena ekonomi. Ia pun menyampaikan harapannya kepada Rano Karno, mulai dari kebebasan perempuan bercita-cita, kesetaraan gender, penambahan CCTV dan lampu jalan, pendidikan yang layak, hingga penyaluran KJP untuk yang lebih membutuhkan.

    Di sisi lain, siswa ketiga bernama Fizli, curhat soal masalah rokok yang sudah menyasar anak usia sekolah dasar hingga menengah. “Bayangkan, Pak. Anak SD-SMP sudah banyak yang merokok, di lingkungan masyarakat dan bahkan di kamar mandi sekolah,” ucap Fizli.

    Ia meminta Pemprov DKI menindak tegas perokok anak sesuai undang-undang dan menciptakan sekolah yang bebas asap rokok. Fizli juga menyebut salah satu faktor penyebab anak merokok adalah kurangnya pengawasan orang tua.

    Mendengar curhatan tiga anak itu, Rano Karno mengatakan tidak ingin menutup-nutupi persoalan bullying. Dia meminta Dinas Pendidikan serta Dinas Kesehatan segera mengusut tuntas kasus perundungan yang terjadi di salah satu SMA negeri beberapa waktu lalu.

    Foto: Kampanye Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (HAKTPA) dan Peringatan Hari Ibu 2025 di Balai Kota Jakarta, Sabtu (22/11/2025). (Brigitta Belia Permata Sari/detikcom)

    Rano kemudian bercerita tentang masa kecilnya di Kemayoran, hidup serba kekurangan, mengalami bullying, hingga harus berjalan kaki ke sekolah karena tak punya ongkos. Ia menyampaikan bahwa kesulitan justru membentuk dirinya hingga bisa menjadi Wakil Gubernur.

    “Saya bisa menjadi Wakil Gubernur melalui tahapan-tahapan seperti itu,” kata Rano.

    (aud/aud)

  • WHO Ungkap 840 Juta Wanita di Dunia Menghadapi Kekerasan Seksual

    WHO Ungkap 840 Juta Wanita di Dunia Menghadapi Kekerasan Seksual

    JAKARTA – Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi salah satu krisis hak asasi manusia yang paling persisten di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap bahwa hampir 1 dari 3 wanita atau diperkirakan 840 juta wanita telah mengalami kekerasan seksual selama hidup mereka.

    Angka tersebut hampir tak berubah sejak tahun 2000. Dalam 12 bulan terakhir saja, 316 juta wanita, 11 persen dari mereka berusia 15 tahun, menjadi sasaran kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan intim.

    “Kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu ketidakadilan tertua dan paling meluas di antara umat manusia, namun, masih menjadi salah satu yang paling tidak ditindaklanjuti,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dikutip dari laman resmi WHO, Jumat, 21 November 2025.

    Laporan WHO bersama mitra PBB tersebut juga mencakup perkiraan nasional dan regional tentang kekerasan seksual pada perempuan, selain dari pasangan. Ditemukan 263 juta wanita telah mengalami kekerasan seksual non-pasangan sejak usia 15 tahun.

    Wanita yang mengalami kekerasan seksual akan menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan, risiko lebih tinggi terkena infeksi menular seksual, dan mengalami depresi. Oleh karena itu, masalah ini harus segera diatasi dengan baik.

    “Mengakhiri kekerasan ini bukan hanya masalah kebijakan, ini adalah masalah martabat, kesetaraan, dan hak asasi manusia,” tuturnya.

    Layanan kesehatan seksual dan reproduksi adalah titik masuk penting bagi penyintas, untuk menerima perawatan berkualitas tinggi yang mereka butuhkan. Untuk itu, bagi pemerintah tiap negara diharapkan melakukan penanganan kekerasan seksual pada wanita mengikuti anjuran WHO berikut ini.

    – Meningkatkan program pencegahan berbasis bukti

    – Memperkuat layanan kesehatan, hukum, dan sosial yang berpusat pada penyintas

    – Berinvestasi dalam sistem data untuk melacak kemajuan dan menjangkau kelompok yang paling berisiko

    – Menegakkan hukum dan kebijakan yang memberdayakan perempuan dan anak perempuan

    “Memberdayakan perempuan dan anak perempuan bukanlah pilihan, itu adalah prasyarat untuk perdamaian, perkembangan, dan kesehatan. Dunia yang lebih aman untuk wanita adalah dunia yang lebih baik untuk semua orang,” pungkas Tedros.

  • Sri Sulistyani, 25 Tahun Berjuang untuk Perempuan Korban Kekerasan di Jember
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        10 November 2025

    Sri Sulistyani, 25 Tahun Berjuang untuk Perempuan Korban Kekerasan di Jember Surabaya 10 November 2025

    Sri Sulistyani, 25 Tahun Berjuang untuk Perempuan Korban Kekerasan di Jember
    Tim Redaksi
    JEMBER, KOMPAS.com
    – Di usia yang hampir menginjak masa pensiun, Sri Sulistyani masih sibuk menerima telepon dan pesan dari perempuan-perempuan yang datang mencari pertolongan.
    Dari rumahnya di Kelurahan Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates,
    Jember
    , suara lembut nan tegasnya menjadi penguat bagi perempuan yang tengah terluka oleh kekerasan dan ketidakadilan.
    Bagi banyak orang di Jember, nama Sri Sulistyani bukan sekadar guru matematika di SMA Negeri Balung, tetapi juga pelita yang tak pernah padam bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
    25 lalu, ketika isu perempuan nyaris tak tersentuh di Jember, ia melangkah sendiri mencari kawan seperjuangan.
    “Saya mengajak kawan dari berbagai latar belakang dan organisasi membentuk Gerakan Peduli Perempuan (GPP) Jember,” katanya tersenyum mengenang saat ia mendirikan gerakan tersebut, Senin (10/11/2025).
    Waktu itu, LSM sosial sudah banyak dibentuk, tapi tak satu pun yang fokus pada isu perempuan.
    Sulis, panggilannya, kemudian berkeliling dari rumah ke rumah, menemui dosen, aktivis pramuka, hingga perempuan-perempuan dari LSM lain.
    Ia mengajak mereka mendirikan wadah yang khusus memperjuangkan hak perempuan.
    Akhirnya, pada 25 November 2000, bertepatan dengan peringatan 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan, GPP Jember resmi berdiri.
    Organisasi itu awalnya berbentuk organisasi payung, menaungi 17 lembaga sosial dan komunitas di Jember, terinspirasi dari gerakan Gabriela di Filipina.
    Kala itu, saat baru berdiri, Sulis langsung dihadapkan pada kasus besar, seorang kiai di Kelurahan Kranjingan diduga memerkosa delapan santri.
    Bagi Sulis dan rekan-rekannya, inilah ujian pertama.
    Mereka belum mengenal istilah pendamping hukum, tak punya pengacara, tak punya dana, bahkan belum paham prosedur hukum yang panjang dan berliku.
    Namun, mereka bergerak dengan satu keyakinan, perempuan tak boleh diam terhadap kekerasan.
    Aksi massa digelar, media dilibatkan, akademisi turun tangan.
    Meski akhirnya kasus itu tak sampai ke pengadilan karena dianggap kurang bukti, masyarakat memberi hukuman sosial.
    Rumah pelaku dibakar, pesantrennya dibubarkan, dan ia tak lagi diterima tinggal di kampungnya sendiri.
    “Kami memang gagal secara hukum, tapi masyarakat tidak tinggal diam,” ujarnya mengenang perjuangan itu.
    Dari situ, GPP dikenal sebagai suara bagi mereka yang selama ini bisu.
    Rumah kontrakan Sulis menjadi pusat pengaduan.
    Ia memasang telepon rumah agar warga bisa menelepon melaporkan kekerasan.
    “Kalau saya lagi ngajar, ya mereka nunggu malam, menelfon lagi,” katanya, tertawa kecil.
    GPP tak pernah memungut biaya.
    Bensin, materai, atau ongkos bolak balik ke kantor polisi, nyaris semua dari gaji Sulis sebagai PNS.
    “Saya dulu berdoa, semoga jadi PNS supaya punya rezeki yang bermanfaat bagi orang lain,” ujarnya pelan.
    Tahun 2005, Sulis mulai berjejaring dengan LBH di Surabaya. Para pengacara dari Surabaya datang ke Jember tanpa bayaran. Tidur di rumah kontrakannya, dan ikut mendampingi korban.
    Selama 10 tahun, kerja sama itu menjadi tulang punggung advokasi GPP.
    Namun, Sulis menyadari, kekerasan terhadap perempuan tak hanya soal hukum, tapi juga soal ekonomi.
    “Banyak perempuan bertahan dalam kekerasan karena takut tidak makan kalau bercerai,” ujarnya.
    Dari kesadaran itu, pada 2017 ia mendirikan Pasar Kita yang masih bernaung di bawah bendera GPP, ruang pemberdayaan ekonomi perempuan agar perempuan bisa mandiri dan berani mengambil keputusan.
    Dari Pasar Kita inilah muncul ide berikutnya, membentuk
    LBH Jentera Perempuan
    Indonesia, lembaga bantuan hukum dengan enam pengacara dan sejumlah paralegal pada periode awal.
    Sejak berdiri, LBH Jentera telah menangani puluhan kasus kekerasan berbasis gender (KBG), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga kehamilan tak diinginkan (KTD).
    Salah satu kasus besar yang pernah diadvokasi adalah pemimpin pesantren yang mencabuli sejumlah santrinya. Pelapor adalah istri kiai cabul tersebut.
    Perjalanan advokasi begitu alot dan berliku. Sebab, pelaku adalah orang yang punya kekuatan secara materi dan massa.
    Namun, jam terjangnya membuatnya terlatih, berbagai taktik advokasi ia curahkan bersama tim pengacara dan paralegal LBH Jentera.
    Kasus yang sempat jadi sororan di media nasional itu kemudian bisa dimenangkan dan kiai itu dipenjara lantas pesantrennya ditutup karena terbukti tak berizin.
    LBH Jentera juga berperan penting dalam mengedukasi para perempuan dan masyarakat luas.
    “Kami tidak bisa menunggu sistem berubah dari atas. Jadi kami bergerak dari bawah, dari pengalaman lapangan,” katanya.
    Sampai kini, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jember makin tampak begitu nyata, seolah di mana-mana.
    Sulis dengan LBH Jentera yang dibentuknya selalu terbuka. Dalam beberapa kasus, GPP Jember bahkan menyediakan rumah aman sementara bagi korban yang terancam keselamatannya.
    Rumah Aman Karuna menjadi tempat perlindungan bagi perempuan yang harus melarikan diri dari pelaku kekerasan, sambil menunggu proses hukum berjalan.
    Di sana mereka diberi tempat tidur, makanan, dan yang paling penting, rasa aman.
    “Kadang cuma seminggu, kadang berbulan-bulan. Yang penting mereka bisa tidur tanpa takut,” ujar Sulis.
    Meski sumber daya terbatas, ia tidak pernah menolak kasus.
    Semua layanan hukum diberikan gratis, bahkan sering kali biaya transportasi dan kebutuhan dasar korban ditanggung oleh Sulis dan para relawan.
    Bahkan ketika korbannya orang berada sekalipun, semua layanan diberikan cuma-cuma.
    Mereka tahu, setiap kasus yang selesai bukan sekadar kemenangan hukum, tapi juga bukti bahwa perempuan di Jember tidak lagi sendirian.
    GPP yang dibentuk Sulis kini memiliki beragam program, pendidikan kritis bagi perempuan hingga pelatihan Jurnalis Warga.
    Sebagian besar program itu berjalan tanpa dana besar, hanya berbekal prinsip kesetiakawanan sosial.
    “Kalau punya rezeki, sisihkan sedikit. Kalau tak punya uang, sisihkan waktu dan pikiran,” katanya, menegaskan prinsip yang ia pegang sejak awal.
    Ia percaya, membantu sesama tak harus menunggu kaya.
    Cukup dengan kepedulian, ketulusan, dan niat untuk tidak membiarkan ketidakadilan menjadi hal biasa.
    Kini di usia 59 tahun, menjelang pensiun dari profesi guru, Sulis masih membuka rumahnya bagi anak-anak perempuan lulusan SMA yang ingin kuliah tapi tak mampu.
    Mereka tinggal di rumahnya sambil bekerja atau mencari beasiswa.
    “Kalau sudah sarjana, harus keluar. Gantian dengan adik-adik lain,” ujarnya tertawa.
    Baginya, hidup bukan soal berapa banyak yang dimiliki, tapi seberapa banyak yang bisa dibagi.
    “Kita hidup di dunia ini bukan sendiri. Keberadaan orang lain itu anugerah, dan tugas kita adalah menjadi berguna bagi mereka,” ucapnya.
    Sulis juga kerap bersuara lantang tentang hak-hak perempuan yang diabaikan oleh sistem. Melalui suara langsung kepada pejabat, lewat tulisan, buku, media sosial, juga penggalangan suara masa.
    Di momentum
    Hari Pahlawan
    ini, Sri Sulistyani mungkin tak berdiri di podium, tak mengenakan tanda jasa, atau disorot banyak oleh mata kamera.
    Namun dari rumah kecil di Jember, ia telah menyalakan cahaya bagi banyak perempuan yang hampir padam.
    Di kesunyian, ia menjadi pelita yang menerangkan bagi banyak perempuan korban kekerasan.
    Cahaya yang lahir dari keyakinan sederhana, bahwa keberanian perempuan bisa mengubah dunianya, nasib, dan keadannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri PPPA soal Ledakan SMAN 72: Keselamatan Anak Perhatian Utama

    Menteri PPPA soal Ledakan SMAN 72: Keselamatan Anak Perhatian Utama

    Menteri PPPA soal Ledakan SMAN 72: Keselamatan Anak Perhatian Utama
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menegaskan bahwa keselamatan dan pemulihan anak-anak menjadi prioritas utama pemerintah.
    Hal ini sekaligus merespons
    insiden ledakan
    di masjid SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta, pada Jumat (7/11/2025), yang mengakibatkan puluhan siswa menjadi korban.
    “Ini adalah peristiwa yang mengejutkan kita semua.
    Keselamatan anak
    harus menjadi perhatian utama semua pihak. Sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi ruang aman bagi tumbuh kembang anak,” ujar Arifah dalam keterangannya, Sabtu (8/11/2025).
    Arifah sangat menyayangkan peristiwa yang membahayakan nyawa itu bisa terjadi di sekolah.
    “Kami menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas insiden tersebut dan korbannya adalah anak-anak di lingkungan sekolah yang seharusnya mereka merasa aman,” ujarnya.
    Kementerian PPPA telah melakukan koordinasi intensif dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP).
    Tim layanan dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) bersama jejaring psikolog dan tenaga pendamping telah dikerahkan untuk memberikan dukungan psikososial kepada para siswa yang mengalami trauma.
    Selain itu, Kementerian PPPA memastikan agar kebutuhan medis dan informasi bagi keluarga korban dapat terpenuhi secara cepat dan tepat.
    “Pentingnya kerja lintas sektor agar setiap langkah yang diambil tidak hanya berfokus pada pemulihan fisik, tetapi juga kondisi mental dan emosional anak-anak yang terdampak,” imbuh dia.
    Selain penanganan medis, kata Arifah,
    pemulihan psikologis
    anak-anak yang mengalami syok menjadi perhatian utama.
    Menurutnya, anak-anak yang menjadi saksi maupun korban memiliki risiko tinggi mengalami kecemasan dan ketakutan berkepanjangan.
    Oleh karenanya, Kementerian PPPA mendorong sekolah dan keluarga untuk membuka ruang komunikasi yang hangat dan responsif, sehingga anak dapat merasa aman dan didengar.
    “Dalam proses pemulihan, peran perempuan menjadi sangat penting. Perempuan sebagai ibu, guru, maupun psikolog memegang peranan sentral dalam mendampingi anak melewati masa trauma,” tutur Menteri PPPA.
    Selain itu, Arifah mengatakan bahwa kejadian ini menjadi pengingat kuat bahwa keamanan sekolah dan perlindungan anak merupakan hal yang tidak bisa ditawar.
    Ia pun menegaskan komitmen kementeriannya untuk memperkuat implementasi Sekolah Ramah Anak, sistem anti-perundungan, serta deteksi dini terhadap tekanan psikologis dan perilaku berisiko pada pelajar.
    “Kami menegaskan tidak ada toleransi terhadap segala bentuk ancaman yang membahayakan anak. Karena itu, pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat perlu memperkuat kewaspadaan dan memastikan sistem perlindungan anak berjalan tanpa celah,” ujar dia.
    Menteri Arifah juga mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan jika melihat, mendengar, atau bahkan mengalami kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik di dunia nyata maupun digital.
    Laporan dapat dibuat melalui kanal Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA 129) di nomor 129 atau WhatsApp di nomor 08111 129 129.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3 Warga Australia di Bali yang Dituduh Membunuh Mulai Disidang

    3 Warga Australia di Bali yang Dituduh Membunuh Mulai Disidang

    Anda sedang menyimak laporan Dunia Hari Ini edisi Jumat, 31 Oktober 2025.

    Berita utama kami hadirkan dari Bali.

    Pria Australia yang diduga membunuh di Bali mulai disidang

    Sidang untuk tiga pria Australia yang dituduh membunuh seorang pria asal Melbourne dalam dugaan pembunuhan berencana sudah dimulai di Bali.

    Polisi menduga dua pria, Mevlut Coskun dan Paea I Middlemore Tupou, mendobrak sebuah vila di Bali, di utara Canggu, tak lama setelah tengah malam pada 13 Juni dan menembak dua warga Australia.

    Zivan Radmanovic, yang berusia 32 tahun tewas dalam serangan itu, sementara Sanar Ghanim selamat.

    Pria lain, Darcy Jenson, diduga merencanakan aksi tersebut dan menyediakan kendaraan dan palu godam bagi para pelaku penembakan.

    Ketiga terdakwa mengenakan topeng dan diborgol saat mereka tiba di pengadilan Kamis pagi, tanpa mengatakan apa pun kepada wartawan.

    Gelar Pangeran Andrew dicabut

    Raja Charles akan mencabut gelar kerajaan Pangeran Andrew dan mengeluarkannya dari Royal Lodge.

    Ia kini akan dikenal sebagai Andrew Mountbatten Windsor, bukan sebagai seorang pangeran.

    Keluarga Virginia Roberts Giuffre telah mengeluarkan pernyataan yang menyatakan keputusan ini sebagai “kemenangan.”

    Andrew kembali mendapat tekanan dalam beberapa pekan terakhir terkait hubungannya dengan mendiang pelaku kejahatan seksual Jeffrey Epstein.

    Ini terjadi di tengah dirilisnya memoar anumerta Giuffre, yang merinci tiga dugaan hubungan seksual dengan Andrew.

    Ratusan tewas di Brasil dalam penggerebekan narkoba

    Setidaknya 120 orang tewas di Rio de Janeiro setelah ribuan polisi dan tentara Brasil melancarkan penggerebekan terhadap geng pengedar narkoba pada hari Selasa.

    Sekitar 2.500 polisi dan tentara yang dilengkapi dengan helikopter dan kendaraan lapis baja melancarkan penggerebekan terhadap geng Komando Merah.

    Mereka memicu tembakan, yang memicu pembalasan dari anggota geng, yang diduga kemudian menargetkan polisi dengan setidaknya satu pesawat tanpa awak.

    “Kami melihat orang-orang dieksekusi: ditembak di punggung, ditembak di kepala, luka tusuk, orang-orang diikat,” kata seorang aktivis lokal, Raull Santiago.

    “Tidak ada cara lain untuk menggambarkannya selain sebagai pembantaian.”

    Latvia menarik diri dari perjanjian yang melindungi perempuan

    Parlemen Latvia memberikan suara untuk keluar dari perjanjian internasional yang bertujuan memerangi kekerasan terhadap perempuan.

    Ini terjadi setelah seorang mitra konservatif dalam koalisi yang berkuasa membelot untuk mendukung langkah tersebut, yang menentang perdana menteri dan presiden.

    Konvensi Istanbul, yang dibentuk oleh Dewan Eropa dan ditandatangani oleh puluhan negara anggota, mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan membahas berbagai bentuk kekerasan berbasis gender.

    Namun, para penentang Latvia terhadap perjanjian tersebut berpendapat perjanjian tersebut memperkenalkan definisi gender yang melampaui jenis kelamin biologis.

  • Menteri PPPA: Pernikahan Usia Anak Cikal Bakal Kekerasan pada Anak dan Perempuan

    Menteri PPPA: Pernikahan Usia Anak Cikal Bakal Kekerasan pada Anak dan Perempuan

    Menteri PPPA: Pernikahan Usia Anak Cikal Bakal Kekerasan pada Anak dan Perempuan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengungkapkan, pernikahan pada usia anak menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada anak dan perempuan.
    “Pernikahan usia anak menjadi salah satu penyebab tingginya angka kekerasan pada anak dan perempuan karena pernikahan ini menjadi cikal bakal adanya kekerasan,” ujar Arifah di Kantor KemenPPPA, Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
    Menurut Arifah, usia ibu yang belum matang dapat memicu anak stunting karena kondisi tubuh masih dalam masa pertumbuhan dan belum memiliki pengalaman.
     
    “Karena usianya belum matang, sudah melahirkan, anak kurang baik, kurang gizi, stunting, karena masih usia anak, dia harus mengasuh anak, jadi anak ngasih anak, belum memiliki ilmu pengasuhan anak,” ucap dia.
    Bukan cuma itu, pernikahan usia anak juga mengurangi kesempatan untuk melanjutkan sekolah maupun peluang pekerjaan.
    “Kesempatan pendidikan sempit sehingga kesempatan mendapat pekerjaan untuk meningkatkan ekonomi keluarga juga terhambat,” tutur dia.
    Kendati demikian, Arifah menuturkan, di beberapa daerah masih ada tradisi yang mengizinkan pernikahan usia anak (dini) sebagai bagian dari adat dan budaya.
    Untuk diketahui, selama satu tahun ini, Kementerian PPPA mencatat peningkatan pelaporan dan pencatatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
    Hingga 20 Oktober 2025, tercatat 25.627 kasus kekerasan dengan korban sebanyak 27.325 orang.
    Untuk menghadapi itu, Kementerian PPPA telah membentuk 39 Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
    Dengan perkembangan tersebut, hingga Oktober 2025, 34 provinsi dan 389 kabupaten/kota atau 73 persen dari 552 daerah di Indonesia telah memiliki UPTD PPA.
    Kementerian PPPA memastikan akan mengedepankan proses hukum agar para pelaku kekerasan seksual pada anak dan perempuan mendapat hukuman setimpal.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Houthi Bebaskan Model Wanita yang Ditangkap Sejak 2021

    Houthi Bebaskan Model Wanita yang Ditangkap Sejak 2021

    Sanaa

    Pemberontak Houthi di Yaman membebaskan model Entisar al-Hammadi (23) setelah hampir 5 tahun mendekam di penjara. Hammadi ditangkap saat melakukan pemotretan di Sanaa.

    Dilansir AFP, Minggu (26/10/2025), Hammadi dijatuhi hukuman 5 tahun penjara atas tuduhan prostitusi, penyalahgunaan narkoba, dan percabulan.

    Pengacara Hammadi dan kelompok hak asasi manusia menyebut tuduhan Houthi itu palsu dan menyasar kebebasan perempuan.

    “Entisar al-Hammadi dibebaskan kemarin malam dan kini berada di rumahnya. Entisar menderita berbagai penyakit dan kondisinya memburuk akibat ketidakadilan yang dialaminya,” ujar pengacaranya, Khaled al-Kamal.

    Hammadi telah mencoba bunuh diri pada tahun 2021. Ibu Hammadi merupakan warga Etiopia dan ayahnya merupakan warga Yaman.

    Hammadi telah mengunggah lusinan foto daring mengenakan pakaian tradisional, celana jin, atau jaket kulit, baik dengan maupun tanpa jilbab. Dia juga memiliki ribuan pengikut di Instagram dan Facebook.

    “Dia dipaksa untuk ‘mengaku’ atas beberapa pelanggaran termasuk kepemilikan narkoba dan prostitusi,” ujar Amnesty International.

    Kekerasan terhadap perempuan, terutama di wilayah yang dikuasai Houthi, melonjak setelah Yaman dilanda perang saudara pada tahun 2014. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut konflik itu telah menciptakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

    (haf/imk)

  • Pria India Ditangkap Usai Stalking-Lecehkan 2 Atlet Wanita Australia

    Pria India Ditangkap Usai Stalking-Lecehkan 2 Atlet Wanita Australia

    Jakarta

    Polisi India menangkap seorang pria diduga menguntit (stalking) dan menyentuh secara tidak pantas dua pemain kriket Australia. Dua atlet wanita itu sedang berpartisipasi dalam Piala Dunia Wanita ICC.

    Dilansir AFP, Sabtu (25/10/2025), insiden itu terjadi di Kota Indore, India tengah, pada Kamis pagi ketika kedua pemain meninggalkan hotel mereka untuk pergi ke sebuah kafe. Hal itu diungkap oleh petugas polisi Rajesh Dandotiya.

    “Kami menerima pengaduan dari pihak keamanan tim Australia dan segera bertindak, mendaftarkan kasus tersebut, dan mengidentifikasi terdakwa dalam waktu enam jam,” kata Dandotiya.

    Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi masalah kronis di negara terpadat di dunia ini. Rata-rata hampir 90 kasus pemerkosaan per hari dilaporkan pada tahun 2022.

    Dandotiya mengatakan pria berusia 30 tahun yang ditangkap memiliki catatan kriminal. Pria itu mengikuti para pemain dan mendekati mereka “untuk melakukan sentuhan kasar” sekitar 800 meter dari hotel mereka.

    “Masalah ini telah dilaporkan oleh pihak keamanan tim kepada polisi, yang sedang menangani masalah tersebut,” kata Cricket Australia dalam sebuah pernyataan.

    Surat kabar Times of India melaporkan bahwa manajer keamanan tim menerima pesan darurat dari salah satu pemain kriket yang mengatakan “ada seorang pria yang mengikuti kami dan mencoba menangkap kami”.

    Patroli polisi kemudian mengawal para pemain dengan selamat kembali ke hotel tim.

    Polisi mengatakan mereka telah membuka kasus terhadap pria yang ditangkap tersebut atas tuduhan “perilaku tidak pantas dan penguntitan”.

    Australia akan menghadapi Afrika Selatan dalam pertandingan grup mereka di Indore pada hari Sabtu.

    India telah membuat kemajuan pesat dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam beberapa tahun terakhir, tetapi keselamatan perempuan tetap menjadi perhatian serius.

    (lir/lir)