Topik: Kekerasan Terhadap Perempuan

  • Fraksi PDIP DPRD Jatim Dorong Visum Gratis dan Pemulihan Menyeluruh Korban Kekerasan

    Fraksi PDIP DPRD Jatim Dorong Visum Gratis dan Pemulihan Menyeluruh Korban Kekerasan

    Surabaya (beritajatim.com) – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur menegaskan komitmennya memperkuat penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak. Regulasi ini diarahkan untuk memastikan korban memperoleh layanan pelindungan komprehensif sejak pelaporan hingga pemulihan menyeluruh.

    “Raperda ini kami rancang agar korban benar-benar terlindungi dari hulu ke hilir, bukan hanya pada saat kejadian,” kata Penasehat Fraksi PDIP DPRD Jatim, Dr. Sri Untari Bisowarno, Rabu (10/12/2025).

    Salah satu langkah utama yang diperjuangkan adalah penggratisan layanan visum medis dan pemeriksaan pendukung bagi korban kekerasan seksual. Layanan tersebut dinilai krusial dalam proses hukum, namun sering terkendala biaya.

    “Kalau ada kejadian seperti visum dan pemeriksaan DNA, itu harus gratis dan dibiayai APBD, terutama bagi warga miskin dan pra-sejahtera,” ujar Sri Untari.

    Komisi E DPRD Jatim mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan 14 rumah sakit rujukan yang wajib memberikan layanan visum tanpa pungutan biaya. Pembiayaan layanan tersebut diusulkan ditanggung penuh melalui APBD. “Tidak boleh ada biaya apa pun yang dibebankan kepada korban karena ini layanan dasar yang menentukan keadilan,” ucapnya.

    Sri Untari menyampaikan penanganan korban kekerasan tidak berhenti pada pelaporan dan pemeriksaan medis. Raperda ini mengatur pemulihan lanjutan yang mencakup rehabilitasi sosial, pendampingan psikologis, hingga pemulihan ekonomi. “Dalam Raperda ini kami mengupayakan pelindungan hingga pascakejadian, termasuk rehabilitasi sosial dan ekonomi,” katanya.

    Dia menjelaskan banyak korban kehilangan rasa aman, kepercayaan diri, bahkan mata pencaharian akibat dampak kekerasan. Karena itu, pemulihan perlu dilakukan secara utuh dan berkelanjutan. “Raperda ini diarahkan agar korban benar-benar pulih secara menyeluruh, bukan hanya selesai perkara,” ujarnya.

    Sri Untari juga mengungkapkan meningkatnya kasus kekerasan yang menimpa pelajar SD, SMP, dan SMA, dengan lokasi kejadian paling banyak justru berada di lingkungan keluarga. Kondisi ini membutuhkan kewaspadaan semua pihak.

    “Keluarga seharusnya menjadi tempat paling aman, tetapi justru perempuan dan anak banyak disakiti di situ,” paparnya.

    Selain keluarga, sekolah dipandang memiliki peran penting dalam deteksi dini dan penanganan kasus kekerasan. Optimalisasi Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pelindungan Perempuan dan Anak Sekolah terus didorong. “Sekolah perlu aktif melalui TPPKAS agar pencegahan dan penanganan bisa dilakukan lebih cepat,” pungkas politisi Dapil Malang Raya itu. [kun]

  • 16 HAKTP: Upaya Kolektif Wujudkan Ruang Digital Aman bagi Perempuan

    16 HAKTP: Upaya Kolektif Wujudkan Ruang Digital Aman bagi Perempuan

    Jakarta, Beritasatu.com – Setiap tahun, kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) menjadi pengingat bahwa kekerasan terhadap perempuan masih terjadi, termasuk di ruang digital. Momentum ini sekaligus menjadi dorongan untuk mengerahkan upaya kolektif demi menciptakan ruang digital yang aman bagi perempuan.

    Segala bentuk ancaman kekerasan berbasis gender online (KGBO) dapat terjadi pada siapa, kapan dan di mana saja. Ruang digital yang sejatinya diciptakan untuk belajar, berkoneksi, dan memberdayakan, justru sering menjadi ruang yang penuh ancaman bagi perempuan.

    Seorang mahasiswa dan diaspora Indonesia di Amerika dan Eropa, Aurelia Aranti Vinton bercerita, di balik tekanan akademik, hambatan bahasa, perbedaan budaya, hingga rasa terasing yang kerap membayangi perempuan Indonesia di luar negeri, masih tersimpan kerentanan lain yang tak kalah berat, yakni kekerasan digital. Bagi mereka yang aktif bersuara dan berkegiatan di media sosial, ancaman itu terasa semakin dekat.

    “Apalagi, banyak dari kita tinggal jauh dari keluarga dan jaringan dukungan emosional. Jadi, ketika terjadi kekerasan berbasis gender, terutama kekerasan digital, sering kali korban tidak tahu harus mengadu kemana, menggunakan mekanisme hukum apa, atau mencari bantuan dari siapa,” ungkap Aurelia, dalam forum diskusi daring yang digelar komunitas Rumah Aman Kita (Ruanita) untuk memperingati momentum 16 HAKTP, pada Sabtu (6/12/2025).

    Menurutnya, keresahan ini merupakan tanggung jawab semua pihak. Perlu adanya kesadaran bersama untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi perempuan.

    “Ketika kita membangun ruang digital yang aman bagi perempuan, kita juga sesungguhnya membangun ruang digital yang aman bagi semua orang,” tuturnya.

    Untuk itu, Aurelia berharap adanya aksi nyata, baik melalui kampanye, edukasi digital, riset, atau advokasi kebijakan, dan memperkuat suara perempuan Indonesia, baik yang ada di dalam negeri, maupun yang sedang menempuh pendidikan dan bekerja di luar negeri.

    Ketua Resource Center Komnas Perempuan, Chatarina Pancer Istiyani menyampaikan, di tengah meningkatnya penggunaan teknologi dan digitalisasi kehidupan, dunia maya telah menjadi “ruang hidup kedua” bagi banyak perempuan.

    Dia berpendapat, dunia maya kini bukan lagi sekadar tempat berkomunikasi, melainkan ruang pembangunan relasi sosial, politik, ekonomi, hingga ekspresi diri.

    “Di ruang digital, perempuan bukan hanya harus hadir, tetapi juga harus terlindungi dan memiliki daya, berdaya, dan juga yang penting adalah harus diakui hak-haknya,” ujar Chatarina dalam kesempatan yang sama.

    Miris, di balik segala peluangnya, ruang digital juga menyimpan bahaya. Mulai dari ujaran kebencian, pemerasan seksual, penyebaran data pribadi, hingga narasi misoginis yang memperkuat kultur kekerasan berbasis gender.

    “Seolah-olah, dimana pun ada sinyal, di situlah kerentanan perempuan juga hadir,” tutur Chatarina.

    Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, jumlah pengaduan kasus KGBO mengalami peningkatan signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada 2019, Komnas Perempuan menerima 281 aduan kasus KGBO, angka ini lalu melonjak naik menjadi 1.791 aduan pada 2024.

    Aksi Nyata Kembalikan Ruang Aman Perempuan

    Menurut Chatarina, ada beberapa upaya untuk mengembalikan ruang digital yang aman bagi perempuan.

    Pertama, dimulai dari individu perorangan yang harus paham terhadap literasi digital.

    “Bukan hanya soal kemampuan teknis menggunakan teknologi, tetapi yang paling penting bagi kita untuk mengenali risiko, membaca tanda bahaya, dan memahami jejak digital,” ucap Chatarina.

    Kedua, perempuan harus memberikan dukungan dimulai dari orang-orang terdekat.

    “Perlu membangun persaudaraan digital yang aktif, bukan hanya saling menguatkan, tetapi juga saling menjaga,” katanya.

    Ketiga, pemerintah harus memperkuat regulasi dan kebijakan yang responsif gender. Khususnya terkait keamanan digital, perlindungan data pribadi, dan juga penanganan kasus KGBO.

    “Sejalan dengan itu, negara juga perlu meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum yang berperspektif korban, memperhatikan kondisi psikologis korban,” sambungnya.

    Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Desy Andriani menambahkan, dimana pun perempuan berada, berhak memperoleh rasa aman. Mereka berhak untuk bersuara, dan berhak untuk tidak diserang di ranah digital.

    Dalam menjaga rasa aman di ranah digital bagi perempuan, KemenPPPA memaksimalkan upaya pencegahan dan penanganan kasus KGBO.

    Beberapa upaya tersebut, yakni edukasi literasi digital kepada masyarakat, peningkatan keahlian aparat penegak hukum untuk menangani kasus KGBO yang kompleks, sinergi penegakan hukum melalui koordinasi bersama kepolisian untuk membongkar kasus kejahatan siber, pengembangan regulasi sesuai standar internasional, hingga meningkatkan kolaborasi bersama organisasi dunia.

    Secara lebih konkret, KemenPPPA juga membuka layanan pengaduan untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Layanan tersebut dapat diakses melalui telepon 129, WhatsApp 08111-129-129, atau form pengaduan online.

    “Tujuannya untuk memberikan ruang aman bagi korban atau pelapor untuk mendapatkan bantuan, pendampingan, dan perlindungan dengan cepat dan mudah,” pungkasnya.

  • Menteri PPPA Sambangi Tengger: Soroti Kekerasan Anak dan Dorong Kemandirian Ekonomi Perempuan

    Menteri PPPA Sambangi Tengger: Soroti Kekerasan Anak dan Dorong Kemandirian Ekonomi Perempuan

    Probolinggo (beritajatim.com) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Dra. Hj. Arifatul Choiri Fauzi, menghadiri dialog peningkatan sumber daya ibu dan anak bersama masyarakat Tengger, Jumat (5/12/2025). Kegiatan ini menjadi ruang kolaborasi pemerintah pusat dengan masyarakat adat untuk memperkuat ketahanan keluarga, ekonomi perempuan, serta perlindungan anak.

    Dalam sambutannya, Menteri Arifatul menyampaikan rasa terima kasih atas undangan Habib Najib Salim Amini dan apresiasi mendalam kepada komunitas Tengger. Ia menegaskan bahwa daerah tersebut memiliki energi positif dan peran penting kaum ibu dalam menjaga kualitas generasi.

    “Ini kebahagiaan bagi kami karena bisa bertemu, belajar langsung dari ibu-ibu hebat di Tengger. Kami datang rombongan karena ingin mengenal lebih dekat masyarakat di sini,” ujarnya.

    Hadir pula sejumlah tokoh nasional dan daerah, mulai dari akademisi, pejabat kementerian, Wakil Bupati Probolinggo, Wakil Ketua DPRD, hingga para penggerak masyarakat.

    Menteri Arifatul memaparkan lima faktor penyebab tingginya kekerasan terhadap perempuan dan anak, yaitu: masalah ekonomi keluarga yang melemahkan ketahanan rumah tangga, pola asuh yang semakin longgar di mana orang tua sering kali tidak siap menghadapi dinamika pertumbuhan anak, pengaruh gadget yang menurutnya menjadi pemicu 90 persen kasus kekerasan dan perilaku berisiko, lingkungan sosial yang menurun kepeduliannya terutama dalam pengawasan anak, serta pernikahan usia anak yang menjadi rantai kemiskinan baru.

    “Banyak yang mengira menikahkan anak menyelesaikan masalah. Padahal justru menambah persoalan dan menutup kesempatan anak untuk berkembang,” tegasnya.

    Menteri PPPA menjelaskan bahwa pemerintah tengah melakukan transformasi program Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Layak Anak menjadi Ruang Bersama Indonesia, sebuah platform kolaboratif lintas kementerian hingga tingkat desa.

    “Tidak ada kementerian yang bisa bekerja sendiri. Semua harus berkolaborasi untuk menyelesaikan persoalan perempuan dan anak di akar rumput,” katanya.

    Program tersebut akan mengintegrasikan pendamping desa, tenaga sosial, kader kesehatan, serta elemen masyarakat untuk bekerja serentak mengatasi masalah keluarga.

    Dalam dialog tersebut, Menteri Arifatul juga menyoroti potensi ekonomi lokal yang belum dimaksimalkan, termasuk hasil pertanian seperti tomat.

    Ia memastikan akan menghadirkan mitra pelatihan dari PNM untuk memberikan asesmen, pelatihan, hingga pendampingan mingguan.

    Pelatihan akan disesuaikan dengan kebutuhan pasar, bukan sekadar minat, agar produk ibu-ibu memiliki nilai jual lebih kuat—mulai dari olahan pangan, kecantikan, hingga keterampilan lainnya. Pemerintah juga menyiapkan pinjaman modal sebagai penunjang usaha.

    Menutup sambutannya, Menteri Arifatul kembali menekankan pentingnya peran perempuan sebagai kekuatan utama keluarga. “Jika perempuannya kuat, keluarganya kuat. Jika keluarga kuat, desa kuat. Dan jika desa kuat, bangsa ini pasti kuat,” ujarnya.

    Ia juga meminta agar masyarakat Tengger terus menjaga anak-anak, memperkuat peran ibu, dan melanjutkan tradisi kearifan lokal yang penuh nilai kebersamaan. (ada/kun)

  • Puskapol UI: Revisi UU Pemilu harus lindungi perempuan dari kekerasan

    Puskapol UI: Revisi UU Pemilu harus lindungi perempuan dari kekerasan

    Depok (ANTARA) – Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) meminta agar revisi Undang-undang Pemilu harus bisa melindungi perempuan dari kekerasan politik.

    “Revisi UU Pemilu menjadi momentum penting untuk memastikan adanya struktur regulasi yang melindungi perempuan dan mendorong partisipasi politik yang lebih setara,” kata Direktur Puskapol UI Hurriyah di Depok, Kamis.

    Ia mengatakan melalui policy brief yang disusun berdasarkan hasil riset Puskapol UI, pihaknya merekomendasikan dua langkah strategis untuk memastikan revisi UU Pemilu benar-benar mendukung demokrasi yang inklusif dan setara gender.

    Pertama, kata dia, memperkuat afirmasi gender, dengan penguatan kebijakan afirmasi di dalam kepengurusan partai, yakni menyertakan minimal 30 persen di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta di dalam keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu dengan mengubah frasa memperhatikan menjadi memuat 30 persen keterwakilan perempuan.

    Selain itu, menurut dia, juga perlu menerapkan sistem zipper murni dan didistribusikan calon perempuan minimal 30 persen di dapil (daerah pemilihan).

    “Berikan insentif bagi partai yang patuh dan sanksi bagi yang melanggar. Tetapkan syarat minimal tiga tahun keanggotaan partai dan pendidikan kader untuk calon legislatif,” ujarnya.

    Kedua, kata Hurriyah, dengan melakukan integrasikan perlindungan terhadap kekerasan politik berbasis gender.

    Oleh karena itu, menurut dia, mendefinisikan kekerasan politik berbasis gender dalam UU, dan menyediakan mekanisme pengaduan yang cepat, rahasia, dan sensitif korban.

    “Berikan perlindungan hukum dan psikologis bagi korban, saksi, dan pelapor. Wajibkan KPU dan Bawaslu untuk mengedukasi partai, calon, dan pemilih tentang kekerasan politik berbasis gender sebagai pelanggaran serius terhadap demokrasi,” ujarnya.

    Puskapol UI bersama anggota koalisi lainnya menyerukan komitmen kolektif dari seluruh pemangku kepentingan pembuat kebijakan, partai politik, penyelenggara pemilu, dan masyarakat sipil yang lebih luas untuk bersama-sama mengawal revisi UU Pemilu agar menciptakan ruang politik yang aman, setara, dan bebas dari kekerasan.

    “Demokrasi yang inklusif bukan hanya hak perempuan, tetapi prasyarat bagi keadilan dan kualitas demokrasi Indonesia. Tanpa langkah konkret ini, demokrasi kita berisiko terus mereproduksi ketimpangan dan kekerasan terhadap perempuan,” ujar Hurriyah.

    Pewarta: Feru Lantara
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Aturan pencegahan kekerasan di sekolah Jakarta perlu dioptimalkan

    Aturan pencegahan kekerasan di sekolah Jakarta perlu dioptimalkan

    Jakarta (ANTARA) – Anggota DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo mendorong seluruh sekolah di Jakarta untuk mengoptimalkan aturan pencegahan kekerasan, menyusul meningkatnya kasus terhadap anak di lingkungan pendidikan.

    “Ini situasi darurat. Sekolah, tidak boleh menunda penerapan sistem pencegahan dan penanganan kekerasan. Tim harus berjalan efektif,” kata Rio di Jakarta, Rabu.

    Rio mengatakan bahwa dari data Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada 2025 meningkat 10 persen dan data hingga November 2025, sudah ada 1.917 kasus.

    Rio menilai, situasi ini sudah masuk kategori darurat dan merupakan persoalan laten yang selama ini ibarat “api dalam sekam” atau fenomena gunung es.

    Karena itu, ia menekankan, seluruh satuan pendidikan mempercepat sekaligus mengevaluasi implementasi Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

    Rio yang juga Anggota Pansus Raperda Pendidikan DPRD DKI menegaskan, setiap sekolah wajib memastikan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) atau Pusat Pelayanan Konseling (PPK) terbentuk, berfungsi aktif dan memahami tugasnya.

    Pelatihan teknis intensif bagi kepala sekolah, guru, TPPK/PPK, dan tenaga kependidikan lainnya terkait pencegahan, identifikasi, pelaporan dan penanganan kekerasan sesuai juknis Permendikbudristek 49/M/2023.

    “Langkah ini penting agar tidak terjadi kebingungan atau kesalahan prosedur ketika ada kasus dan perlu juga penguatan layanan kesehatan mental serta dukungan psikososial berkelanjutan bagi siswa,” ujarnya.

    Program pencegahan, kata dia, harus mencakup pendidikan kesehatan reproduksi serta kesetaraan gender sesuai usia, termasuk audit kerentanan secara berkala untuk memastikan lingkungan belajar aman dan responsif.

    Rio juga menyoroti pentingnya peran keluarga sehingga perlu didorong pelaksanaan kelas parenting rutin bagi orang tua dan wali murid dengan materi pengasuhan positif, komunikasi efektif, hingga deteksi dini perilaku berisiko.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemkot Jaksel ajak masyarakat berani laporkan tindak kekerasan

    Pemkot Jaksel ajak masyarakat berani laporkan tindak kekerasan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Ali Murthadho mengajak masyarakat, khususnya peserta Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (HAKTPA) untuk berani melaporkan kepada pihak berwajib jika menemukan tindak kekerasan pada anak dan perempuan.

    “Saya mengajak kepada seluruh peserta yang hadir, termasuk para kader PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) yang menjadi garda terdepan pemerintah untuk berani bersuara. Jangan takut untuk lapor (jika temukan tindak kekerasan pada anak dan perempuan), karena hak Anda dilindungi dan dijamin oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” kata Ali di Ruang Dirgantara, Kantor Walikota Administrasi Jakarta Selatan, Rabu.

    Menurut dia, masalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak dapat dipandang sebelah mata. Terlebih, jumlah kasus yang masuk ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) Jakarta Selatan mencapai 410 kasus.

    “Saya yakin, ini merupakan sebuah gunung es yang sebenarnya masih banyak yang belum berani melapor,” ujar Ali.

    Dia pun menuturkan kegiatan kampanye tersebut merupakan langkah strategis untuk memperkuat komitmen bersama dalam mewujudkan ruang aman bagi perempuan dan anak.

    “Mari mendukung dan peduli terhadap upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ucap Ali.

    Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk DKI Jakarta menggelar kampanye HAKTPA yang dimulai pada 22 November 2025, dengan salah satu cara, yakni menempelkan stiker pada moda transportasi umum dan fasilitas umum.

    Untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan berbagai upaya dan kebijakan serta program strategis, di antaranya membentuk Pos Sapa (Pos Sahabat Perempuan dan Anak), Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA) percontohan, dan relawan KRPPA.

    Kemudian, Pemprov DKI juga membentuk Satgas Tim Pencegahan Penanganan Kekerasan (TPPK) di sekolah yang bekerja sama dengan Suku Dinas Pendidikan, dan ruang bermain yang aman bagi anak di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), serta menggelar sosialisasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak.

    Kegiatan kampanye yang diselenggarakan oleh Suku Dinas Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAP) Jakarta Selatan itu diikuti 155 peserta yang terdiri dari kader PKK, Dasa Wisma, pengelola RPTRA, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK), pengurus RT/RW dan pendamping penyandang disabilitas.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Lestari: Tantangan-kendala tak boleh jadi alasan tunda penerapan PPKPT

    Lestari: Tantangan-kendala tak boleh jadi alasan tunda penerapan PPKPT

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua (Waka) MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan tantangan dan kendala yang dihadapi tidak boleh menjadi alasan untuk menunda penerapan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT).

    “Tantangan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan PPKPT tidak boleh menjadi alasan untuk menunda implementasi aturan itu dan membiarkan kekerasan di lingkungan pendidikan terus berlangsung,” kata Lestari di Kudus, Jawa Tengah, seperti keterangan diterima di Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, penanganan kasus kekerasan kerap terkendala karena adanya resistensi dari korban, di antaranya disebabkan faktor budaya, relasi kuasa, minoritas, dan konflik kepentingan.

    Dia menegaskan mahasiswa dan para dosen harus berani dan mampu menjadi agen perubahan untuk memastikan lahirnya gerakan antikekerasan di lingkungan kampus.

    Pernyataan itu disampaikan Lestari saat sosialisasi PPKPT di Universitas Muria Kudus di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Rabu (26/11). Kemudian, pada Kamis ini, Lestari juga melakukan bimbingan teknis Sosialisasi Permendikbudristek 55/2024 di Universitas Muhammadiyah Kudus.

    “Sosialisasi Permendikbudristek Nomor 55/2024 ini bersamaan dengan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) yang dimulai setiap 25 November. Dua momentum gerakan antikekerasan ini harus mampu disinergikan untuk menghadirkan ruang aman bagi setiap warga negara,” katanya pula.

    Kampanye 16 HAKTP dimulai pada setiap tanggal 25 November yang digagas oleh Women’s Global Leadership Institute sejak 1991. Kampanye berskala internasional ini bertujuan mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.

    Menurut Lestari, Kampanye 16 HAKTP memberikan roh, semangat, dan kesadaran kolektif untuk melahirkan sikap antikekerasan di masyarakat.

    Di sisi lain, dia meyakini sosialisasi PPKPT memberikan pemahaman terkait kerangka kerja, regulasi, dan langkah-langkah operasional mewujudkan lingkungan kampus yang bebas dari kekerasan.

    “Upaya menyosialisasikan PPKPT ke berbagai kampus ini untuk memastikan bahwa peraturan tersebut dapat diimplementasikan seluruh civitas academica dengan baik demi mewujudkan ruang aman di lingkungan perguruan tinggi,” tuturnya.

    Ia mengatakan kampus merupakan miniatur dari suatu negara. Dalam hal ini, ia mengingatkan bahwa Indonesia dibentuk oleh pendahulu atas dasar komitmen bersama bahwa martabat manusia adalah fondasi peradaban.

    Menurut dia, kemanusiaan yang adil dan beradab harus menjadi kompas moral dan dasar etika bagi bangsa Indonesia. Perilaku kekerasan bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan juga ancaman bagi masa depan bangsa.

    “Dengan dasar pemikiran itulah implementasi PPKPT di lingkungan kampus menjadi sebuah keharusan,” tuturnya.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemkab Pamekasan Keluarkan Edaran Pembatasan Jam Malam Bagi Anak

    Pemkab Pamekasan Keluarkan Edaran Pembatasan Jam Malam Bagi Anak

    Pamekasan (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan, mengeluarkan edaran pembatasan jam malam bagi anak dalam rangka memperkuat perlindungan anak, sekaligus mencegah keterlibatan anak dan remaja dalam aktivitas yang berpotensi membahayakan.

    Kebijakan tersebut dituangkan melalui Surat Edaran Bupati Pamekasan, KH Kholilurrahman Nomor 300/309/432.305/2025 tentang Pembatasan Jam Malam Bagi Anak di Pamekasan, tertanggal 26 November 2025.

    Kebijakan yang dituangkan melalui surat edaran tersebut, mengacu pada berbagai regulasi nasional dan daerah berkenaan dengan perlindungan anak, termasuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta Perda Pamekasan Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kabupaten Layak Anak.

    “Pembatasan ini diperlukan untuk memastikan anak tetap berada dalam pengawasan, dan tidak terpapar resiko kriminalitas maupun pergaulan bebas. Namun pembatasan ini bukan berarti membatasi ruang gerak anak, tetapi untuk menjamin keamanan, keselamatan, dan tumbuh kembang mereka,” kata Bupati Kholilurrahman.

    Dalam edaran tersebut juga dituangkan beberapa poin penting, di antaranya anak tidak diperkenankan beraktivitas di luar rumah pada pukul 22:00 hingga 04:00 WIB, kecuali untuk kegiatan sekolah, pendidikan, keagamaan, sosial yang diketahui orang tua, atau dalam keadaan darurat.

    Bahkan pemerintah juga menyoroti larangan anak berkumpul tanpa pengawasan, terlibat komunitas berisiko seperti gangster, balap liar, dan Napza, serta berada di lokasi yang rawan terhadap kenakalan remaja.

    “Untuk penegakan aturan ini kita kedepankan pendekatan persuasif dan edukatif, anak yang melanggar akan dibina dengan melibatkan orang tua. Sementara pelanggaran tertentu akan dikoordinasikan dengan Polres Pamekasan untuk penanganan khusus,” ungkapnya.

    Bupati yang akrab disapa Kiai Kholil, juga mengingatkan para orang tua yang memiliki tanggungjawab besar dalam pengawasan anak. Sementara pemerintah daerah mendorong pengaktifan kembali Siskamling dengan fokus perlindungan anak, serta meminta seluruh stakeholder terkait melakukan sosialisasi dan evaluasi rutin terhadap penerapan kebijakan ini.

    “Kebijakan ini diberlakukan sebagai pedoman wajib di seluruh kecamatan, desa dan kelurahan di Pamekasan. Sehingga kami berharap seluruh elemen masyarakat ikut memastikan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak-anak kita,” pungkasnya.

    Berdasar informasi yang dihimpun beritajatim.com, kebijakan tersebut dikeluarkan seiring dengan adanya kasus penganiyaan yang mengakibatkan korban jiwa yang dilakukan sejumlah remaja dan anak di depan Masjid Agung Asy-Syuhada’ Pamekasan, Minggu (9/11/2025).

    Termasuk tindak kekerasan terhadap perempuan berinisial R (26), warga Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, mengakibatkan inisial MYAP (27) warga Jl Gatot Koco, Kelurahan Kolpajung, Pamekasan, harus menginap dibalik ruang jeruji besi Polres Pamekasan. Di mana kasus tersebut terjadi di Desa Lesong Dhaja, Batumarmar, Pamekasan, Sabtu (15/11/2025).

    Bahkan sebelumnya, Kamis (6/11/2025). Juga terjadi kasus tragis yang mengakibatkan pria berinisial M (35) warga Bira Timur, Sokobanah, Sampang, tewas dalam kondisi terbakar di pinggir jalan menggegerkan warga di Desa Lesong Dhaja, Kecamatan Batumarmar, Pamekasan. [pin/ian]

  • Puan Minta Kasus Kematian Alvaro Segera Dibahas di Rapat DPR

    Puan Minta Kasus Kematian Alvaro Segera Dibahas di Rapat DPR

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua DPR Puan Maharani meminta kepada komisi terkait untuk membahas kasus kematian bocah bernama Alvaro yang sempat hilang selama 8 bulan.

    Puan turut berbelasungkawa atas peristiwa yang menimpa bocah 6 tahun itu. Menurutnya, hal ini merupakan sinyal situasi darurat yang harus ditanggapi secara bersama.

    Penanganan serta pencegahan merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan negara sehingga meminta kepada seluruh stakeholder terkait menindaklanjuti kasus Alvaro secara serius.

    “Di DPR, kami akan meminta komisi terkait untuk memanggil dan menindaklanjuti hal ini secara serius untuk bisa melakukan langkah-langkah yang komprehensif dan mengevaluasi,” jelas Puan kepada jurnalis di Kompleks Parlemen, Selasa (25/11/2025).

    Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Saan Mustopa. Dia mendesak Polri untuk lebih gesit mencegah dan menangani kasus kekerasan maupun penculikan anak di bawah umur.

    Saan turut meminta Komisi III bersama KPAI berkolaborasi dengan kepolisian guna menangani kasus kekerasan terhadap anak.

    “Kita sangat berharap dan meminta kepolisian untuk cepat tanggap, untuk bisa lebih gesit lagi nanti dalam menangani berbagai kasus-kasus kejahatan terutama terkait dengan soal penculikan terhadap anak-anak,” kata Saan.

    Diketahui, melansir laman Pusiknas.Polri.go.id, dalam rentang Januari hingga 12 November telah terjadi 50 kasus penculikan anak yang berumur di bawah 20 tahun.

    Sedangkan, Kementerian Perlindungan Anak dan Perempuan mencatat 14 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga 3 Juli 2025.

  • DPR Desak Polri Lebih Cepat Tanggap Tangani Kasus Penculikan Anak

    DPR Desak Polri Lebih Cepat Tanggap Tangani Kasus Penculikan Anak

    Bisnis.com, JAKARTA – DPR mendesak Polri untuk lebih gesit mencegah dan menangani kasus penculikan anak seiring dengan maraknya kasus tersebut. 

    Salah satu kasusnya adalah penculikan dan penjualan anak bernama Bilqis yang hilang di Makassar kemudian ditemukan di Jambi. 

    Selain itu, melansir laman Pusiknas.Polri.go.id, dalam rentang Januari hingga 12 November telah terjadi 50 kasus penculikan anak yang berumur di bawah 20 tahun.

    “Tentu kita sangat berharap dan meminta kepolisian untuk cakap tanggapan untuk bisa lebih gesit lagi nanti dalam menangani berbagai kasus-kasus kejahatan, terutama terkait dengan soal penculikan,” kata Wakil Ketua DPR Saan Mustopa saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Selasa (25/11/2025).

    Saan turut meminta Komisi III bersama KPAI berkolaborasi dengan kepolisian guna menangani kasus tersebut. 

    Selain penculikan, DPR menginginkan angka kasus kekerasan terhadap anak di bawah menurun dan tidak lagi terjadi. Pasalnya, Kementerian Perlindungan Anak dan Perempuan mencatat 14 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga 3 Juli 2025.

    Terbaru, kematian bocah Alvaro tengah menjadi perbincangan publik karena sempat dinyatakan hilang 8 bulan berakhir meninggal dunia.

    Puan menegaskan, agar seluruh stakeholder bekerja sama menindaklanjuti kasus tersebut melalui langkah-langkah yang komprehensif. 

    Dirinya meminta agar komisi terkait memangil pihak-pihak yang bertanggungjawab menangani perkara itu.

    “Jangan sampai hal ini kemudian terulang lagi,” pungkas Puan.