Topik: kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

  • Dulu Lolos Kasus Pemerkosaan, Bripda Fauzan Kini Di-PTDH Karena Telantarkan dan KDRT Istri

    Dulu Lolos Kasus Pemerkosaan, Bripda Fauzan Kini Di-PTDH Karena Telantarkan dan KDRT Istri

    Liputan6.com, Jakarta – Nama Bripda Fauzan Nur Mukhti alias Bripda F kembali menjadi sorotan. Anggota Polri yang bertugas di Polres Toraja Utara itu resmi dijatuhi sanksi Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH). Ini menjadi kali kedua ia menerima sanksi serupa.

    Sebelumnya, pada 2023 lalu Bripda Fauzan dijatuhi PTDH setelah memperkosa kekasihnya, R (23) hingga memaksa korban menggugurkan kandungan. Ia disebut melakukan aksi pemerkosaan itu sebanyak 10 kali.

    Namun sanksi itu dibatalkan setelah Bripda Fauzan menyatakan siap bertanggung jawab dan bersedia menikahi R. Banding yang diajukan pun dikabulkan. Hukumannya berubah menjadi demosi 15 tahun. Keduanya kemudian menikah pada Desember 2023.

    Setelah menikah, Bripda Fauzan justru kembali dilaporkan oleh R, yang kini sudah menjadi istrinya, atas dugaan penelantaran dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus ini diproses Bidang Propam Polda Sulsel hingga akhirnya kembali digelar sidang kode etik pada Rabu (19/11/2025).

    Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Zulham Effendi membenarkan Bripda Fauzan kembali dijatuhi sanksi PTDH. “Iya (Bripda Fauzan di-PTDH),” kata Zulham.

    Ia menjelaskan putusan PTDH diambil berdasarkan fakta sidang yang menunjukkan adanya pelanggaran berat. Apalagi dugaan penelantaran dan KDRT telah diproses kasus pidananya oleh Ditkrimum Polda Sulsel.

    “Itu sudah diatur dalam Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022,” ujarnya.

  • Drama Rumah Tangga di Bintaro: Bayi 5 Bulan Disembunyikan Suami di Rumah Orang Tua, Istri Lapor Polisi

    Drama Rumah Tangga di Bintaro: Bayi 5 Bulan Disembunyikan Suami di Rumah Orang Tua, Istri Lapor Polisi

    Liputan6.com, Jakarta- Kisruh rumah tangga membuat polisi turun tangan. Seorang ibu di Bintaro, Jakarta Selatan, sempat panik setelah mengetahui bayinya yang baru berusia lima bulan dibawa sang suami tanpa sepengetahuannya.

    Beruntung, petugas Polsek Pesanggrahan cepat merespons aduan itu. Akhirnya si bayi kembali ke pelukan ibunya.

    Peristiwa bermula ketika LI melapor ke layanan Call Center 110 pada Senin malam (10/11/2025) sekitar pukul 22.38 WIB. Dia mengadu anaknya diduga disembunyikan oleh pihak keluarga suami di kawasan Jalan Madrasah, Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan.

    Dalam laporannya, LI juga menyebut kerap mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari suaminya, AS. Merespons aduan tersebut, personel Polsek Pesanggrahan segera bergerak menuju lokasi.

    “Kami menemui pelapor ibu LI bahwa benar anak pelapor yang masih bayi berumur 5 bulan dibawa oleh suaminya bernama AS ke rumah orang tuanya (kakeknya),” kata Kapolsek Pesanggrahan AKP Seala Syah Alam dalam keterangannya, Rabu (12/11/2025).

  • Sri Sulistyani, 25 Tahun Berjuang untuk Perempuan Korban Kekerasan di Jember
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        10 November 2025

    Sri Sulistyani, 25 Tahun Berjuang untuk Perempuan Korban Kekerasan di Jember Surabaya 10 November 2025

    Sri Sulistyani, 25 Tahun Berjuang untuk Perempuan Korban Kekerasan di Jember
    Tim Redaksi
    JEMBER, KOMPAS.com
    – Di usia yang hampir menginjak masa pensiun, Sri Sulistyani masih sibuk menerima telepon dan pesan dari perempuan-perempuan yang datang mencari pertolongan.
    Dari rumahnya di Kelurahan Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates,
    Jember
    , suara lembut nan tegasnya menjadi penguat bagi perempuan yang tengah terluka oleh kekerasan dan ketidakadilan.
    Bagi banyak orang di Jember, nama Sri Sulistyani bukan sekadar guru matematika di SMA Negeri Balung, tetapi juga pelita yang tak pernah padam bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
    25 lalu, ketika isu perempuan nyaris tak tersentuh di Jember, ia melangkah sendiri mencari kawan seperjuangan.
    “Saya mengajak kawan dari berbagai latar belakang dan organisasi membentuk Gerakan Peduli Perempuan (GPP) Jember,” katanya tersenyum mengenang saat ia mendirikan gerakan tersebut, Senin (10/11/2025).
    Waktu itu, LSM sosial sudah banyak dibentuk, tapi tak satu pun yang fokus pada isu perempuan.
    Sulis, panggilannya, kemudian berkeliling dari rumah ke rumah, menemui dosen, aktivis pramuka, hingga perempuan-perempuan dari LSM lain.
    Ia mengajak mereka mendirikan wadah yang khusus memperjuangkan hak perempuan.
    Akhirnya, pada 25 November 2000, bertepatan dengan peringatan 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan, GPP Jember resmi berdiri.
    Organisasi itu awalnya berbentuk organisasi payung, menaungi 17 lembaga sosial dan komunitas di Jember, terinspirasi dari gerakan Gabriela di Filipina.
    Kala itu, saat baru berdiri, Sulis langsung dihadapkan pada kasus besar, seorang kiai di Kelurahan Kranjingan diduga memerkosa delapan santri.
    Bagi Sulis dan rekan-rekannya, inilah ujian pertama.
    Mereka belum mengenal istilah pendamping hukum, tak punya pengacara, tak punya dana, bahkan belum paham prosedur hukum yang panjang dan berliku.
    Namun, mereka bergerak dengan satu keyakinan, perempuan tak boleh diam terhadap kekerasan.
    Aksi massa digelar, media dilibatkan, akademisi turun tangan.
    Meski akhirnya kasus itu tak sampai ke pengadilan karena dianggap kurang bukti, masyarakat memberi hukuman sosial.
    Rumah pelaku dibakar, pesantrennya dibubarkan, dan ia tak lagi diterima tinggal di kampungnya sendiri.
    “Kami memang gagal secara hukum, tapi masyarakat tidak tinggal diam,” ujarnya mengenang perjuangan itu.
    Dari situ, GPP dikenal sebagai suara bagi mereka yang selama ini bisu.
    Rumah kontrakan Sulis menjadi pusat pengaduan.
    Ia memasang telepon rumah agar warga bisa menelepon melaporkan kekerasan.
    “Kalau saya lagi ngajar, ya mereka nunggu malam, menelfon lagi,” katanya, tertawa kecil.
    GPP tak pernah memungut biaya.
    Bensin, materai, atau ongkos bolak balik ke kantor polisi, nyaris semua dari gaji Sulis sebagai PNS.
    “Saya dulu berdoa, semoga jadi PNS supaya punya rezeki yang bermanfaat bagi orang lain,” ujarnya pelan.
    Tahun 2005, Sulis mulai berjejaring dengan LBH di Surabaya. Para pengacara dari Surabaya datang ke Jember tanpa bayaran. Tidur di rumah kontrakannya, dan ikut mendampingi korban.
    Selama 10 tahun, kerja sama itu menjadi tulang punggung advokasi GPP.
    Namun, Sulis menyadari, kekerasan terhadap perempuan tak hanya soal hukum, tapi juga soal ekonomi.
    “Banyak perempuan bertahan dalam kekerasan karena takut tidak makan kalau bercerai,” ujarnya.
    Dari kesadaran itu, pada 2017 ia mendirikan Pasar Kita yang masih bernaung di bawah bendera GPP, ruang pemberdayaan ekonomi perempuan agar perempuan bisa mandiri dan berani mengambil keputusan.
    Dari Pasar Kita inilah muncul ide berikutnya, membentuk
    LBH Jentera Perempuan
    Indonesia, lembaga bantuan hukum dengan enam pengacara dan sejumlah paralegal pada periode awal.
    Sejak berdiri, LBH Jentera telah menangani puluhan kasus kekerasan berbasis gender (KBG), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga kehamilan tak diinginkan (KTD).
    Salah satu kasus besar yang pernah diadvokasi adalah pemimpin pesantren yang mencabuli sejumlah santrinya. Pelapor adalah istri kiai cabul tersebut.
    Perjalanan advokasi begitu alot dan berliku. Sebab, pelaku adalah orang yang punya kekuatan secara materi dan massa.
    Namun, jam terjangnya membuatnya terlatih, berbagai taktik advokasi ia curahkan bersama tim pengacara dan paralegal LBH Jentera.
    Kasus yang sempat jadi sororan di media nasional itu kemudian bisa dimenangkan dan kiai itu dipenjara lantas pesantrennya ditutup karena terbukti tak berizin.
    LBH Jentera juga berperan penting dalam mengedukasi para perempuan dan masyarakat luas.
    “Kami tidak bisa menunggu sistem berubah dari atas. Jadi kami bergerak dari bawah, dari pengalaman lapangan,” katanya.
    Sampai kini, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jember makin tampak begitu nyata, seolah di mana-mana.
    Sulis dengan LBH Jentera yang dibentuknya selalu terbuka. Dalam beberapa kasus, GPP Jember bahkan menyediakan rumah aman sementara bagi korban yang terancam keselamatannya.
    Rumah Aman Karuna menjadi tempat perlindungan bagi perempuan yang harus melarikan diri dari pelaku kekerasan, sambil menunggu proses hukum berjalan.
    Di sana mereka diberi tempat tidur, makanan, dan yang paling penting, rasa aman.
    “Kadang cuma seminggu, kadang berbulan-bulan. Yang penting mereka bisa tidur tanpa takut,” ujar Sulis.
    Meski sumber daya terbatas, ia tidak pernah menolak kasus.
    Semua layanan hukum diberikan gratis, bahkan sering kali biaya transportasi dan kebutuhan dasar korban ditanggung oleh Sulis dan para relawan.
    Bahkan ketika korbannya orang berada sekalipun, semua layanan diberikan cuma-cuma.
    Mereka tahu, setiap kasus yang selesai bukan sekadar kemenangan hukum, tapi juga bukti bahwa perempuan di Jember tidak lagi sendirian.
    GPP yang dibentuk Sulis kini memiliki beragam program, pendidikan kritis bagi perempuan hingga pelatihan Jurnalis Warga.
    Sebagian besar program itu berjalan tanpa dana besar, hanya berbekal prinsip kesetiakawanan sosial.
    “Kalau punya rezeki, sisihkan sedikit. Kalau tak punya uang, sisihkan waktu dan pikiran,” katanya, menegaskan prinsip yang ia pegang sejak awal.
    Ia percaya, membantu sesama tak harus menunggu kaya.
    Cukup dengan kepedulian, ketulusan, dan niat untuk tidak membiarkan ketidakadilan menjadi hal biasa.
    Kini di usia 59 tahun, menjelang pensiun dari profesi guru, Sulis masih membuka rumahnya bagi anak-anak perempuan lulusan SMA yang ingin kuliah tapi tak mampu.
    Mereka tinggal di rumahnya sambil bekerja atau mencari beasiswa.
    “Kalau sudah sarjana, harus keluar. Gantian dengan adik-adik lain,” ujarnya tertawa.
    Baginya, hidup bukan soal berapa banyak yang dimiliki, tapi seberapa banyak yang bisa dibagi.
    “Kita hidup di dunia ini bukan sendiri. Keberadaan orang lain itu anugerah, dan tugas kita adalah menjadi berguna bagi mereka,” ucapnya.
    Sulis juga kerap bersuara lantang tentang hak-hak perempuan yang diabaikan oleh sistem. Melalui suara langsung kepada pejabat, lewat tulisan, buku, media sosial, juga penggalangan suara masa.
    Di momentum
    Hari Pahlawan
    ini, Sri Sulistyani mungkin tak berdiri di podium, tak mengenakan tanda jasa, atau disorot banyak oleh mata kamera.
    Namun dari rumah kecil di Jember, ia telah menyalakan cahaya bagi banyak perempuan yang hampir padam.
    Di kesunyian, ia menjadi pelita yang menerangkan bagi banyak perempuan korban kekerasan.
    Cahaya yang lahir dari keyakinan sederhana, bahwa keberanian perempuan bisa mengubah dunianya, nasib, dan keadannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kriminalitas sepekan, sidang Ammar Zoni hingga korupsi Rp919 miliar

    Kriminalitas sepekan, sidang Ammar Zoni hingga korupsi Rp919 miliar

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa kriminal terjadi di wilayah DKI Jakarta selama sepekan di antaranya polisi amankan 3 kg sabu dan ribuan ekstasi dari jaringan narkoba.

    Selain itu Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta telah menetapkan tersangka korupsi pembiayaan ekspor Rp919 miliar.

    Berikut rangkumannya.

    Polisi amankan 3 kg sabu dan ribuan ekstasi dari jaringan narkoba

    Jakarta (ANTARA) – Satuan Reserse narkoba Polres Metro Jakarta Barat mengamankan sebanyak tiga kilogram narkotika jenis sabu, 13.557 butir ekstasi dan 75 bungkus happy water dalam pengungkapan jaringan narkoba Jakarta-Medan.

    “Totalnya ada tiga kilogram narkotika jenis sabu dalam kemasan teh China warna hijau, ekstasi 13.557 butir 5.423 gram dan happy water 75 sachet 1.725 gram berhasil diamankan,” kata Kasat Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat Kompol Vernal Armando di Jakarta, Kamis.

    Berita selengkapnya di sini

    Kejati DKI tetapkan tersangka korupsi pembiayaan ekspor Rp919 miliar

    Jakarta (ANTARA) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan tiga tersangka korupsi pembiayaan ekspor nasional pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor (LPEI) dengan potensi kerugian negara senilai Rp919 miliar.

    “Kami telah menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap inisial yang pertama LR selaku Direktur PT Tebo Indah, DW selaku Direktur Pelaksana satu unit bisnis LPEI dan RW selaku Relationship Manager Pembiayaan satu LPEI,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Haryoko Ari Prabowo dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

    Berita selengkapnya di sini

    Untuk kelabui petugas, sabu 12 kg disamarkan dalam truk muat jeruk

    Jakarta (ANTARA) – Tiga warga Provinsi Jawa Tengah (Jateng) diduga menyamarkan 12 kilogram (kg) sabu dalam truk bermuatan jeruk dari Medan, Sumatera Utara tujuan Semarang untuk mengelabui petugas selama dalam perjalanan itu.

    “Mereka adalah AG (30) warga Kendal, K (39) warga Jepara, dan DD (38), warga Demak, Jawa Tengah,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro di Jakarta, Selasa.

    Berita selengkapnya di sini

    Petugas menjaga sejumlah barang bukti narkoba saat konferensi pers pengungkapan kasus narkoba di Aula Mabes Polri, Jakarta, Rabu (22/10/2025). Bareskrim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Narkoba mengungkap sebanyak 38.934 kasus penyalahgunaan narkoba pada periode Januari–Oktober 2025 dengan barang bukti di antaranya 6,95 ton sabu, 184,64 ton ganja, 6,83 heroin dan 1.458.078 butir ekstasi dari 51.763 tersangka baik WNI maupun WNA. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

    Suami pembakar istri di Jaktim terancam hukuman 20 tahun penjara

    Jakarta (ANTARA) – Seorang suami, inisial JPT alias Ance (26), terduga pembakar istri, CAM (24) di kawasan Otista, Jatinegara, Jakarta Timur, pada Senin (13/10), terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp500 juta.

    “Perbuatan JPT dijerat Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang ketentuan pidana bagi pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman seperti itu,” kata Kepala Unit (Kanit) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) AKP Sri Yatmini saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

    Berita selengkapnya di sini

    PN Jakarta Pusat gelar sidang perdana Ammar Zoni secara daring

    Jakarta (ANTARA) – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, menggelar sidang perdana Ammar Zoni dan kawan -kawan secara daring karena para terdakwa saat ini berada di Lapas Nusakambangan.

    “Sidang ini dibuka dan terbuka untuk umum,” kata Hakim Ketua PN Jakarta Pusat Dwi Elyarahma Sulistiyowati di Jakarta, Kamis, saat membuka sidang perdana dengan agenda dakwaan.

    Berita selengkapnya di sini

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ramai-ramai Warga RI Kumpul Kebo, Ternyata Paling Banyak di Area Ini

    Ramai-ramai Warga RI Kumpul Kebo, Ternyata Paling Banyak di Area Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pasangan laki-laki dan perempuan yang tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan marak terjadi di Indonesia. Masyarakat umum kerap mengistilahkan fenomena ini sebagai ‘kumpul kebo’.

    Menurut laporan dari The Conversation beberapa saat lalu, fenomena ‘kumpul kebo’ bisa dipicu oleh pergeseran pandangan terkait relasi dan pernikahan. Banyak anak muda di era sekarang yang memandang pernikahan adalah hal normatif dengan aturan rumit.

    Alhasil, mereka memandang ‘kumpul kebo’ sebagai alternatif relasi romantis yang lebih murni. Di wilayah Asia yang menjunjung tinggi budaya, tradisi, serta agama, ‘kumpul kebo’ masih menjadi hal tabu. Kalaupun terjadi, ‘kumpul kebo’ biasanya hanya berlangsung dalam waktu yang singkat dan dinilai sebagai langkah awal menuju pernikahan.

    Pada 2021 lalu, studi di Indonesia berjudul The Untold Story of Cohabitation mengungkapkan bahwa ‘kumpul kebo’ lebih banyak terjadi di wilayah bagian Timur yang mayoritas penduduknya non-Muslim.

    Peneliti ahli muda dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yulinda Nurul Aini, mengatakan setidaknya ada 3 alasan pasangan di Manado yang merupakan lokasi penelitiannya memilih untuk ‘kumpul kebo’ bersama pasangan. Masing-masing terkait beban finansial, prosedur perceraian yang terlalu rumit, hingga penerimaan sosial.

    “Hasil analisis saya terhadap data dari Pendataan Keluarga 2021 (PK21) milik Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 0,6 persen penduduk kota Manado, Sulawesi Utara, melakukan kohabitasi,” ungkap Yulinda beberapa saat lalu.

    “Dari total populasi pasangan kohabitasi tersebut, 1,9% di antaranya sedang hamil saat survei dilakukan, 24,3% berusia kurang dari 30 tahun, 83,7% berpendidikan SMA atau lebih rendah, 11,6% tidak bekerja, dan 53,5% lainnya bekerja secara informal,” lanjutnya.

    Dampak Kumpul Kebo

    Yulinda menyebut, pihak yang paling berdampak secara negatif akibat ‘kumpul kebo’ adalah perempuan dan anak. Dalam konteks ekonomi, tidak ada jaminan keamanan finansial bagi anak dan ibu, seperti yang diatur dalam hukum terkait perceraian. Dalam kohabitasi, ayah tidak memiliki kewajiban hukum untuk memberi dukungan finansial berupa nafkah.

    “Ketika pasangan kohabitasi berpisah, tidak ada kerangka regulasi yang mengatur pembagian aset dan finansial, alimentasi, hak waris, penentuan hak asuh anak, dan masalah-masalah lainnya,” terang Yulinda.

    Sementara itu dari segi kesehatan, ‘kumpul kebo’ dapat menurunkan kepuasan hidup dan masalah kesehatan mental. Sejumlah penyebab dampak negatif akibat kohabitasi adalah minimnya komitmen dan kepercayaan dengan pasangan dan ketidakpastian tentang masa depan.

    Menurut data PK21, sebanyak 69,1% pasangan kohabitasi mengalami konflik dalam bentuk tegur sapa, 0,62% mengalami konflik yang lebih serius seperti pisah ranjang hingga pisah tempat tinggal, dan 0,26% lainnya mengalami konflik kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

    Lalu, anak-anak yang lahir dari hubungan kohabitasi juga cenderung mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, kesehatan, dan emosional.

    “Anak dapat mengalami kebingungan identitas dan memiliki perasaan tidak diakui karena adanya stigma dan diskriminasi terhadap status ‘anak haram’, bahkan dari anggota keluarga sendiri,” kata Yulinda.

    “Hal ini menyulitkan mereka untuk menempatkan diri dalam struktur keluarga dan masyarakat secara keseluruhan,” ia menjelaskan.

    Itu dia penjelasan terkait fenomena kumpul kebo yang makin marak di Indonesia. Semoga informasi ini menambah wawasan Anda!

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tersangka Bakar Istri Pernah Tercatat Sebagai Buronan Kasus Pengerusakan dan Senjata Tajam

    Tersangka Bakar Istri Pernah Tercatat Sebagai Buronan Kasus Pengerusakan dan Senjata Tajam

    JAKARTA – Nama JPT alias Ance (26) kembali muncul di kepolisian. Setahun lalu, ia dikenal sebagai pria mabuk yang mengamuk dan merusak gerobak bubur kacang ijo di Pasar Tanjung Lekong, Jatinegara. Kini, ia kembali ditangkap, bukan karena pengeroyokan, melainkan karena membakar istrinya sendiri.

    Kisah kelam itu berawal dari api cemburu. Sabtu malam, 18 Oktober 2025, di kawasan Otista, Jatinegara, Ance menyiram bensin dan membakar istrinya, CAM (24), setelah curiga sang istri berselingkuh dengan pria lain.

    Kecurigaan itu muncul setelah adik Ance mengaku melihat CAM berjalan dengan seorang pria yang diduga memiliki hubungan khusus dengannya.

    Kasubnit 1 Kriminal Umum Polres Metro Jakarta Timur, Ipda Robby Sidiq, mengatakan Ance sempat melarikan diri usai kejadian dan akhirnya ditangkap di wilayah Bekasi pada malam yang sama.

    “Tersangka kami amankan dan kini ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur,” ujar Robby, Kamis, 23 Oktober 2025.

    Namun rupanya, ini bukan kali pertama Ance berurusan dengan hukum. Pada April 2024, ia pernah menjadi buronan polisi karena mengamuk dalam keadaan mabuk sambil membawa dua parang.

    Saat itu, ia berniat melukai pedagang bubur kacang ijo bernama Kusnadin, namun berhasil dihalangi warga. Karena gagal melukai, Ance melampiaskan amarahnya dengan merusak gerobak dagangan.

    “Pelaku sempat masuk daftar pencarian orang (DPO) pada kasus pengeroyokan terhadap tukang bubur. Ia menjalani hukuman enam bulan penjara,” ujar Robby menambahkan.

    Kini, residivis itu harus kembali berhadapan dengan jeruji besi. Polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk pakaian korban yang terbakar, satu botol berisi sisa bensin, pakaian pelaku, dan hasil visum et repertum (VeR).

    Atas perbuatannya, Ance dijerat Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp500 juta.

    Karena status residivisnya, ancaman hukumannya bisa ditambah sepertiga dari hukuman pokok, disertai pasal tambahan Pasal 406 dan 335 KUHP tentang perusakan dan perbuatan dengan kekerasan.

    Kisah Ance menjadi potret bagaimana amarah dan cemburu bisa berubah menjadi kekerasan fatal. Dari tukang bubur yang hampir celaka, kini istrinya sendiri menjadi korban api yang tak seharusnya menyala.

  • Polisi sebut luka istri yang dibakar suaminya mencapai 80 persen

    Polisi sebut luka istri yang dibakar suaminya mencapai 80 persen

    Jakarta (ANTARA) – Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur menyebutkan luka istri berinisial CAM (24) yang dibakar suaminya mencapai 80 persen dan sudah menjalani operasi.

    “Korban banyak lukanya, bagian wajahnya habis, tangan, badan, ada sekitar 80 persen terbakar bagian (tubuh) atas,” kata Kepala Unit PPA AKP Sri Yatmini saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

    Dia mengatakan korban yang dibakar oleh suaminya, yakni JPT alias Ance (26) itu masih menjalani perawatan medis di rumah sakit terbaik untuk menyembuhkan luka di bagian wajah, dada, punggung, dan tangannya.

    “Korban saat ini masih dalam pemulihan, masih dirawat secara intensif di salah satu rumah sakit terbaik,” ujar Sri.

    Menurut dia, korban sudah menjalani operasi sebanyak dua kali agar lukanya cepat sembuh dan kembali pulih.

    Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur juga memberikan pendampingan psikologi kepada korban untuk menyembuhkan rasa traumanya.

    “Kami sudah amankan barang bukti berupa pakaian tersangka, korban dan hasil visum korban,” ucap Sri.

    Sebelumnya, pihak kepolisian menangkap tersangka pria berinisial JPT alias Ance (26) yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan membakar istrinya, yakni CAM (24) pada Sabtu (18/10) sekitar pukul 23.30 WIB.

    Tersangka ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur setelah tertangkap di wilayah Bekasi pada Sabtu (18/10) malam sekitar pukul 23.30 WIB.

    Motif JPT alias Ance (26) yang membakar istrinya CAM (24) di kawasan Otista, Jatinegara, itu karena cemburu dan curiga sang istri berselingkuh dengan pria lain.

    Menurut keterangan polisi, sebelum kejadian, adik tersangka sempat mengaku melihat korban berjalan dengan seorang pria yang diduga memiliki hubungan khusus dengan korban.

    Sejumlah barang bukti yang diamankan ,di antaranya pakaian korban yang terbakar, satu botol berisi sisa bensin, pakaian tersangka, serta hasil visum.

    Atas perbuatannya, JPT dijerat Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp500 juta.

    Karena pelaku merupakan residivis, ancaman hukumannya dapat ditambah sepertiga dari hukuman pokok.

    Selain itu, pelaku juga dijerat pasal tambahan terkait tindak pidana perusakan dan perbuatan dengan kekerasan, yakni Pasal 406 dan Pasal 335 KUHP.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Serahkan Diri, Suami Tusuk Istri di Banyuwangi Dijerat Pasal KDRT dan Pembunuhan

    Serahkan Diri, Suami Tusuk Istri di Banyuwangi Dijerat Pasal KDRT dan Pembunuhan

    Banyuwangi (beritajatim.com)– Seorang suami berinisial GDF (41) menyerahkan diri ke polisi setelah menusuk istrinya BW (52) hingga tewas di rumah mereka di Jalan Serayu Nomor 54, Kelurahan Panderejo, Kabupaten Banyuwangi, pada Senin (20/10/2025).

    Polisi resmi menetapkan GDF sebagai tersangka dan menjeratnya dengan pasal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, sementara motif diduga terkait masalah keuangan tersangka dan indikasi keterlibatan pihak ketiga.

    Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol Rama Samtama Putra, menjelaskan, tersangka menyerahkan diri dengan mengirim pesan WhatsApp kepada seorang anggota polisi. Nomor telepon anggota polisi tersebut didapat dari salah satu grup warga Banyuwangi.

    “Terkait kasus ini, tersangka sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan proses penyidikan masih berjalan,” ujar Rama, Selasa (21/10/2025).

    Dalam penyidikan, polisi telah memeriksa tujuh orang saksi, mulai dari tetangga hingga rekan kerja tersangka. Keterangan rekan kerja dinilai penting karena salah satu motif dugaan pembunuhan adalah ketakutan tersangka agar istrinya tidak mengetahui masalah keuangan yang tengah melanda dirinya di tempat kerja.

    Selain masalah finansial, terdapat indikasi keterlibatan pihak ketiga atau wanita idaman lain. Polisi masih mendalami dugaan ini dengan memeriksa para saksi. “Semua ini masih dalam proses pendalaman dan perlu konfirmasi untuk memperkuat pembuktian terhadap motif yang disampaikan oleh pelaku,” tambah Kapolresta.

    Rama juga menyatakan, jika nantinya ditemukan fakta bahwa peristiwa ini direncanakan, GDF dapat dijerat tambahan pasal pembunuhan berencana. Kasus ini menjadi sorotan warga Banyuwangi karena menyoroti tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada kematian, sekaligus menjadi perhatian aparat kepolisian dalam penegakan hukum terkait KDRT dan pembunuhan berencana. [alr/beq]

    Meta Deskripsi: Suami di Banyuwangi menyerahkan diri usai tusuk istri hingga tewas, dijerat pasal KDRT dan pembunuhan. Polisi dalami motif keuangan dan dugaan pihak ketiga.

    Rekomendasi Keyword: Banyuwangi, suami tusuk istri, KDRT, Pasal 338 KUHP, pembunuhan rumah tangga, GDF, BW, Polresta Banyuwangi, serahkan diri

    Slug URL: serahkan-diri-suami-tusuk-istri-banyuwangi

     

  • Warga RI Makin Ramai Kumpul Kebo, Wilayah Ini Paling Banyak

    Warga RI Makin Ramai Kumpul Kebo, Wilayah Ini Paling Banyak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena pasangan bukan suami istri yang tinggal bersama atau kumpul kebo rupanya telah ramai di Indonesia. Beberapa saat lalu, fenomena kumpul kebo juga terjadi di jejeran Aparatur Sipil Negara (ASN).

    Sebelumnya, The Conversation melaporkan fenomena kumpul kebo disebabkan adanya pergeseran pandangan terkait relasi dan pernikahan. Saat ini, tidak sedikit anak muda yang memandang pernikahan adalah hal normatif dengan aturan yang rumit.

    Sebagai gantinya, mereka memandang ‘kumpul kebo’ sebagai hubungan yang lebih murni dan bentuk nyata dari cinta. Di wilayah Asia yang menjunjung tinggi budaya, tradisi, serta agama, ‘kumpul kebo’ masih menjadi hal tabu. Kalaupun terjadi, ‘kumpul kebo’ biasanya hanya berlangsung dalam waktu yang singkat dan dinilai sebagai langkah awal menuju pernikahan.

    Di Indonesia, studi pada 2021 berjudul The Untold Story of Cohabitation mengungkapkan bahwa ‘kumpul kebo’ lebih banyak terjadi di wilayah bagian Timur yang mayoritas penduduknya non-Muslim.

    Menurut peneliti ahli muda dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yulinda Nurul Aini, setidaknya ada tiga alasan mengapa pasangan di Manado yang merupakan lokasi penelitiannya memilih untuk ‘kumpul kebo’ bersama pasangan.

    Alasan itu antara lain terkait beban finansial, prosedur perceraian yang terlalu rumit, hingga penerimaan sosial.

    “Hasil analisis saya terhadap data dari Pendataan Keluarga 2021 (PK21) milik Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 0,6 persen penduduk kota Manado, Sulawesi Utara, melakukan kohabitasi,” ungkap Yulinda beberapa saat lalu.

    “Dari total populasi pasangan kohabitasi tersebut, 1,9% di antaranya sedang hamil saat survei dilakukan, 24,3% berusia kurang dari 30 tahun, 83,7% berpendidikan SMA atau lebih rendah, 11,6% tidak bekerja, dan 53,5% lainnya bekerja secara informal,” lanjutnya.

    Akibat Kumpul Kebo

    Yulinda menyebut, pihak yang paling berdampak secara negatif akibat ‘kumpul kebo’ adalah perempuan dan anak. Dalam konteks ekonomi, tidak ada jaminan keamanan finansial bagi anak dan ibu, seperti yang diatur dalam hukum terkait perceraian. Dalam kohabitasi, ayah tidak memiliki kewajiban hukum untuk memberi dukungan finansial berupa nafkah.

    “Ketika pasangan kohabitasi berpisah, tidak ada kerangka regulasi yang mengatur pembagian aset dan finansial, alimentasi, hak waris, penentuan hak asuh anak, dan masalah-masalah lainnya,” terang Yulinda.

    Sementara itu dari segi kesehatan, ‘kumpul kebo’ dapat menurunkan kepuasan hidup dan masalah kesehatan mental. Sejumlah penyebab dampak negatif akibat kohabitasi adalah minimnya komitmen dan kepercayaan dengan pasangan dan ketidakpastian tentang masa depan.

    Menurut data PK21, sebanyak 69,1% pasangan kohabitasi mengalami konflik dalam bentuk tegur sapa, 0,62% mengalami konflik yang lebih serius seperti pisah ranjang hingga pisah tempat tinggal, dan 0,26% lainnya mengalami konflik kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

    Lalu, anak-anak yang lahir dari hubungan kohabitasi juga cenderung mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, kesehatan, dan emosional.

    “Anak dapat mengalami kebingungan identitas dan memiliki perasaan tidak diakui karena adanya stigma dan diskriminasi terhadap status ‘anak haram’, bahkan dari anggota keluarga sendiri,” kata Yulinda.

    “Hal ini menyulitkan mereka untuk menempatkan diri dalam struktur keluarga dan masyarakat secara keseluruhan,” ia menjelaskan.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kriminal kemarin, “debt collector” intimidasi hingga istri dibakar

    Kriminal kemarin, “debt collector” intimidasi hingga istri dibakar

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa kriminal dan keamanan terjadi di Jakarta pada Jumat (17/10), mulai dari ODGJ menyandera anak kecil hingga kondisi istri yang dibakar suami.

    Berikut rangkuman berita selengkapnya:

    1. “Debt collector” lakukan intimidasi terhadap wanita di Kalideres

    Kepolisian mengusut aksi intimidatif sejumlah penagih utang (debt collector) terhadap seorang pengendara wanita di sekitar Halte Jembatan Baru, Kalideres, Jakarta Barat.

    Baca di sini

    2. Pria diduga ODGJ mengamuk dan sandera dua anak di Pasar Rebo

    Pria yang diduga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mengamuk dan menyandera dua anak kandungnya di sebuah rumah toko (ruko) fotokopi di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada Jumat.

    Baca di sini

    3. RTA pakai KTP kerabat untuk daftar jadi terapis di Jaksel

    Wanita berinisial RTA (14) memakai KTP kerabat keluarganya untuk mendaftar menjadi terapis, sebelum ditemukan tewas di lahan kosong di kawasan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Kamis (2/10) pukul 05.00 WIB.

    Baca di sini

    4. Polisi tangkap dua pengedar sabu dan ekstasi seberat 1,8 kg di Jakut

    Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya menangkap dua pengedar narkotika jenis sabu, ekstasi dan “cartridge pod” yang diduga mengandung etomidate di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

    Baca di sini

    5. Istri yang dibakar suaminya di Jaktim sudah dirujuk ke RSCM

    Seorang istri berinisial CAU (24) yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sekaligus dibakar oleh suaminya di kawasan Otista, Jatinegara, Jakarta Timur, sudah dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

    Baca di sini

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.