Tersangka KDRT Ustad EE Tak Penuhi Panggilan Polisi, Alasannya Umrah
Tim Redaksi
BANDUNG, KOMPAS.com
– Ustaz kondang berinisial EE tidak hadir dalam pemanggilan pertama setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap anak kandungnya.
Satuan Reserse Kriminal Polrestabes
Bandung
pun kembali melayangkan surat pemanggilan kepada tersangka EE.
Kasatreskrim
Polrestabes Bandung
Kompol Anton membenarkan ketidakhadiran tersangka dalam pemanggilan pertama tersebut.
“Iya, tidak datang,” ujar Anton saat dikonfirmasi, Senin (15/12/2025).
Menurut Anton, EE tidak memenuhi panggilan karena tengah menjalankan ibadah umrah dan meminta penjadwalan ulang pemeriksaan.
“Baru pulang umrah, minta
reschedule
minggu ini,” katanya.
Atas alasan tersebut, kepolisian kembali mengirimkan surat panggilan agar tersangka EE memenuhi pemeriksaan yang dijadwalkan pada pekan ini.
Anton menegaskan, apabila tersangka kembali tidak hadir tanpa alasan yang sah, kepolisian akan menempuh prosedur lanjutan sesuai ketentuan hukum.
“Kalau tidak datang tanpa alasan yang jelas, tentu akan kami tindak lanjuti sesuai prosedur,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan,
ustaz EE
dilaporkan oleh anak kandungnya berinisial NAT (19) ke Polrestabes Bandung pada 4 Juli 2025 dengan nomor laporan LP/B/985/VII/2025/SPKT/Polrestabes Bandung/Polda Jawa Barat.
Kasatreskrim Polrestabes Bandung saat itu, AKBP Abdul Rahman, menyampaikan bahwa laporan tersebut tidak hanya ditujukan kepada EE, tetapi juga kepada beberapa orang lainnya. Berdasarkan laporan, korban diduga mengalami kekerasan tidak hanya dari ayahnya, tetapi juga pihak lain.
“Ada beberapa lagi yang dilaporkan oleh pelapor. Namun saat ini kami masih dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi,” kata Abdul Rahman.
Penyidik juga telah meminta korban untuk menjalani visum sebagai bagian dari pembuktian.
“Berdasarkan keterangan pelapor, bentuk kekerasannya berupa pemukulan. Terhadap pelapor sendiri, kami sudah meminta visum ke rumah sakit,” ujarnya.
Setelah melakukan rangkaian pemeriksaan terhadap saksi dan korban, polisi menetapkan ustaz EE dan tiga kerabatnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan KDRT.
“Pasal yang disangkakan Undang-Undang KDRT, sesuai laporan dari anaknya,” kata Anton.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
-

Polres Malang Miliki Satuan Reserse Pidana Perdagangan Orang
Malang (beritajatim.com) — Kepolisian Resor Malang kini memiliki Satuan Reserse yang khusus menangani Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO). Pembentukan satuan ini tindak lanjut dari persetujuan di tingkat Polda Jawa Timur. Nantinya akan ada lima Polres, termasuk Polres Malang, yang membentuk satuan khusus ini.
Kapolres Malang AKBP Danang Setyo Pambudi menjelaskan, fasilitas fisik untuk Satres PPA dan PPO di Polres Malang sudah disiapkan. Saat ini tinggal menunggu tahap operasional dan penempatan pejabat dari Polda, termasuk personel yang akan mengawaki satuan tersebut.
“Pembentukan Satres PPA dan TPPO ini menjadi salah satu bentuk komitmen Polres Malang dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, khususnya di bidang penegakan hukum,” ucap Danang, Senin (8/12/2025), usai peresmian gedung PPA dan PPO.
Danang menyebut, jelang akhir tahun 2025, terjadi peningkatan kasus-kasus yang berkaitan dengan anak-anak, perempuan, dan juga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Satres PPA dan TPPO akan berkolaborasi dengan dinas-dinas terkait dan jajaran Polsek untuk memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat di Kabupaten Malang,” tegas Danang.
Menurut Danang, terbentuknya Satres PPA dan PPO bertujuan mereduksi kejadian tindak pidana yang melibatkan anak berhadapan dengan hukum, anak bermasalah dengan hukum, dan juga KDRT, sesuai norma dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Satres PPA dan TPPO nantinya akan dijabat Kepala Satuan (Kasat) secara tersendiri. “Akan ada tiga Kepala Unit (Kanit), sumber daya manusia (SDM), dan kelengkapan pejabat lainnya,” beber Danang.
Satuan tersebut, lanjut Danang, akan berkolaborasi dengan dinas terkait, seperti Dinas Perlindungan Anak dan Wanita (P2TP2A), Balai Pemasyarakatan (Bapas), dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) anak.
“Pembentukan satuan ini di tingkat Mabes Polri dan Polda adalah bagian dari cita-cita untuk peningkatan pelayanan terhadap warga negara Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan wanita, anak-anak, dan isu imigran, yang berada di bawah naungan Satres PPA dan PPO,” tuturnya.
Hingga kini, Polres Malang masih menunggu arahan dari Polda Jawa Timur untuk jadwal operasionalnya. Terdapat lima Polres yang ditunjuk oleh Mabes Polri dalam satuan PPA dan PPO selain Polres Malang, yakni Polrestabes Surabaya, Polresta Sidoarjo, Polres Batu, dan Polres Probolinggo Kota. (yog/kun)
-

Oknum Polisi di Surabaya Dijatuhi Hukuman 10 Bulan Terkait Kasus KDRT terhadap Istri
Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai oleh Irlina menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap David Aris Dianto, seorang anggota kepolisian yang terbukti bersalah melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kasus ini bermula dari permintaan David untuk menikah lagi yang ditolak oleh sang istri, DK. Penolakan tersebut memicu kekerasan psikis yang dialami oleh korban, yang sudah menikah dengan David sejak tahun 2007 dan memiliki dua anak di bawah umur.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 bulan,” ujar Ketua majelis hakim Irlina dalam persidangan, Rabu (3/12/2025).
Vonis ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho yang sebelumnya menuntut David dijatuhi hukuman satu tahun penjara.
Jaksa dalam surat dakwaannya mengungkapkan bahwa pertikaian antara pasangan suami istri ini terjadi pada Januari 2021. Masalah dimulai ketika DK, yang merupakan istri David, mengetahui bahwa suaminya menjalin hubungan dengan perempuan lain.
Setelah perselingkuhannya terungkap, David mengajukan niatnya untuk berpoligami. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh sang istri yang beralasan bahwa mereka masih memiliki dua anak kecil yang harus diperhatikan.
Penolakan tersebut membuat David marah besar, bahkan ia memaki istri yang telah mendampinginya selama lebih dari 13 tahun. “Terdakwa berkata-kata, ‘Jangan jadi penghalang aku,’” kata Hajita, yang menyebut bahwa ucapan tersebut membuat korban merasa takut.
Selain itu, David juga diduga meneror mertua korban dengan nada menantang, seolah mempersilakan mereka untuk melaporkan tindakannya ke pihak kepolisian. David bahkan mengalihkan uang tunjangan kinerjanya kepada perempuan selingkuhannya, alih-alih memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya.
Modus yang dilakukan oleh David di antaranya adalah perselingkuhan, pengabaian terhadap istri, dan pengalihan gaji kepada perempuan lain. Perbuatan tersebut menyebabkan sang istri menderita depresi berat, kecemasan, dan stres parah.
Oleh karena itu, David dijerat dengan Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. [uci/suf]
-

Terbukti Melakukan KDRT Terhadap Suami, Dokter Meiti Dihukum Percobaan
Surabaya (beritajatim.com) – Dokter Meiti Muljanti dihukum enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Putusan dijatuhkan hakim yang diketuai Ratna Daining. Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap suaminya dokter Benjamin Kristianto.
Dalam amar putusannya majelis hakim yang dibacakan pada Selasa (25/11/2025) disebutkan bahwa dokter Meiti terbukti melakukan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana Pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
“Terdakwa Meiti divonis hukuman 6 bulan penjara, namun tidak perlu dijalani dengan ketentuan masa percobaan selama 1 tahun,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Galih Inara Putra Intaran usai sidang.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU Galih, yang sebelumnya meminta agar terdakwa Meiti dipidana 6 bulan penjara tanpa percobaan. JPU menilai perbuatan Meiti seharusnya masuk Pasal 44 ayat (1) UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Menurut JPU Galih, majelis hakim mengambil pertimbangan berbeda berdasarkan hasil visum korban, dr. Benjamin Kristianto. “Pasal 44 ayat 2 mengatur kondisi ketika korban tidak bisa beraktivitas. Namun hasil visum dr. Benjamin berbeda. Itu menjadi pertimbangan hakim,” jelasnya.
Atas putusan majelis hakim, baik JPU Galih maupun terdakwa Meiti menyatakan akan mengajukan upaya hukum banding. “Kami ajukan banding,” kata JPU Galih.
Perkara ini bermula dari keributan saat Meiti datang menjenguk anak mereka yang sedang sakit. Ketika menyiapkan bekal sekolah, terjadi adu mulut dengan Benjamin.
Pertengkaran memuncak hingga Meiti menyiram minyak panas dan memukul suaminya menggunakan alat penjepit masak. Pukulan itu mengenai tangan dan lengan korban. Dalam nota pembelaannya, Meiti menyatakan perbuatannya merupakan reaksi spontan untuk membela diri. [uci/ian]
-

Terbukti Melakukan KDRT Terhadap Suami, Dokter Meiti Dihukum Percobaan
Surabaya (beritajatim.com) – Dokter Meiti Muljanti dihukum enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Putusan dijatuhkan hakim yang diketuai Ratna Daining. Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap suaminya dokter Benjamin Kristianto.
Dalam amar putusannya majelis hakim yang dibacakan pada Selasa (25/11/2025) disebutkan bahwa dokter Meiti terbukti melakukan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana Pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
“Terdakwa Meiti divonis hukuman 6 bulan penjara, namun tidak perlu dijalani dengan ketentuan masa percobaan selama 1 tahun,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Galih Inara Putra Intaran usai sidang.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU Galih, yang sebelumnya meminta agar terdakwa Meiti dipidana 6 bulan penjara tanpa percobaan. JPU menilai perbuatan Meiti seharusnya masuk Pasal 44 ayat (1) UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Menurut JPU Galih, majelis hakim mengambil pertimbangan berbeda berdasarkan hasil visum korban, dr. Benjamin Kristianto. “Pasal 44 ayat 2 mengatur kondisi ketika korban tidak bisa beraktivitas. Namun hasil visum dr. Benjamin berbeda. Itu menjadi pertimbangan hakim,” jelasnya.
Atas putusan majelis hakim, baik JPU Galih maupun terdakwa Meiti menyatakan akan mengajukan upaya hukum banding. “Kami ajukan banding,” kata JPU Galih.
Perkara ini bermula dari keributan saat Meiti datang menjenguk anak mereka yang sedang sakit. Ketika menyiapkan bekal sekolah, terjadi adu mulut dengan Benjamin.
Pertengkaran memuncak hingga Meiti menyiram minyak panas dan memukul suaminya menggunakan alat penjepit masak. Pukulan itu mengenai tangan dan lengan korban. Dalam nota pembelaannya, Meiti menyatakan perbuatannya merupakan reaksi spontan untuk membela diri. [uci/ian]
-

Aniaya Istri Berulang hingga Trauma, Alvirdo Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara
Surabaya (beritajatim.com) – Sidang dugaan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami korban Irene Gloria Ferdian membawa sang suami Alvirdo Alim Siswanto ke persidangan di PN Surabaya dan terancam hukuman 15 tahun penjara.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Galih Riana Putra Intarandari Kejaksaan Negeri Surabaya disebutkan, rangkaian kekerasan fisik itu terjadi berulang sejak Desember 2023 hingga April 2025,saat keduanya tinggal satu rumah di kawasan Lebo Agung, Surabaya.
Pada peristiwa pertama, 15 Desember 2023 sekitar pukul 23.00 wib, pertengkaran terjadi saat korban sedang menidurkan anak mereka. Tanpa disadari korban, suaminya melihat anak menangis, lalu menuduh korban tidak mengurus anak dengan baik. Terdakwa memarahi korban dan memukulnya, termasuk menarik rambut serta menjambak kepala korban.
Aksi kekerasan kembali terulang Maret 2024. Saat itu, terdakwa disebut naik pitam dan memukul wajah serta pipi istrinya hingga berdarah. Terdakwa juga menampar dan memukul lengan korban.
Puncak kekerasan kembali terjadi 28 Januari 2025 ketika keduanya berada di dalam kamar. Terdakwa memaksa membuka ponsel korban dan mencekik leher korban hingga terjadi cekcok hebat. Korban kembali mengalami kekerasan fisik dan mengalami memar di sejumlah bagian tubuh.
Insiden terakhir sebagaimana dakwaan JPU terjadi 28 April 2025 sekitar pukul 14.00 wib, Terdakwa memaksa korban dan anak-anak masuk ke dalam mobil, membawa mereka ke rumah keluarga terdakwa. Dalam perjalanan, pertengkaran kembali terjadi. Terdakwa disebut mengambil paksa handphone korban dan memukulnya di bagian punggung kiri. Korban kemudian dipaksa turun dari mobil sebelum akhirnya terdakwa kembali merampas ponsel korban di rumah keluarganya.
Dalam visum yang dibuat dr. Made Bayu Angga Paramarta dari RS PHC Surabaya, ditemukan bekas luka memar kekuningan di lengan, serta bekas cakaran pada lengan bawah tangan kiri korban. Luka-luka tersebut dinyatakan sebagai akibat kekerasan tumpul.
Selain luka fisik, dampak psikologis juga dialami korban. Pemeriksaan psikologi forensik yang dilakukan Psikolog Cita Juwita dari RS Bhayangkara menyimpulkan bahwa korban mengalami:
Anxiety atau kecemasan yang sangat parah, Depresi berat,
Gangguan campuran kecemasan dan depresi akibat persoalan rumah tangga dan kekerasan berulang dari suami.Atas tindakan-tindakan tersebut, JPU Galih Riana Putra Intaran menyatakan terdakwa memenuhi unsur Pasal 44 Ayat (1) jo 44 Ayat (4) Jo Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. [uci/ian]
-
/data/photo/2025/11/24/6924761c063ad.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ada Hampir 8.000 Perkawinan Anak di Jateng Tahun Lalu, Bagaimana Upaya Menekannya? Regional 25 November 2025
Ada Hampir 8.000 Perkawinan Anak di Jateng Tahun Lalu, Bagaimana Upaya Menekannya?
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
– Sepanjang 2024, terdapat 7.903 kasus perkawinan anak di Jawa Tengah. Dari jumlah itu, 6.082 merupakan anak perempuan dan 1.821 anak laki-laki.
Tingginya angka tersebut membuat Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK)
Jawa Tengah
memperkuat peran kader dalam upaya pencegahan dan penanganan
perkawinan anak
.
Program Pelayanan Terpadu Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak (Pandu Cinta) menjadi salah satu langkah yang kini diandalkan untuk menekan angka tersebut.
Ketua TP
PKK Jateng
, Nawal Arafah Yasin, menjelaskan Pandu Cinta merupakan implementasi program Cepak (Cegah Perkawinan Anak) dari TP PKK pusat.
Program ini melibatkan kader PKK di lapangan untuk memberikan edukasi, pendampingan, dan intervensi keluarga.
“Bagaimana kita bersama-sama memiliki satu komitmen untuk pencegahan dan penanganan perkawinan anak,” kata Nawal usai membuka Sosialisasi Pandu Cinta di Gedung TP PKK Jateng, Senin (24/11/2025).
PKK juga menggandeng beragam pihak, mulai dari MUI, pengadilan agama, Baznas, hingga organisasi perlindungan perempuan dan anak.
Menurut Nawal, pencegahan tidak cukup hanya mengandalkan edukasi. Salah satu langkah penting adalah memperketat proses pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan Agama agar tidak mudah diberikan.
Selain itu, ketahanan keluarga perlu diperkuat agar anak tidak rentan terjerumus dalam perkawinan usia dini.
“Kita bekerja sama dengan Kemenag untuk bimbingan pranikah bagi anak yang terpaksa menikah atau mendapat dispensasi,” ujar Nawal.
Nawal menyebut beberapa faktor yang memicu
perkawinan anak di Jateng
, di antaranya kemiskinan, rendahnya pendidikan, kehamilan di luar nikah, serta kurangnya pemahaman tentang risiko menikah terlalu muda.
Dampaknya tak sedikit: mulai dari putus sekolah, meningkatnya kemiskinan, risiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), hingga perceraian.
Dengan penguatan kader PKK dan intervensi program Pandu Cinta, Nawal berharap tren perkawinan anak bisa ditekan.
“Harapannya hak-hak anak terpenuhi, mereka tetap bisa sekolah dan mengembangkan masa depannya,” ujarnya.
Langkah lain untuk mencegah perkawinan anak adalah mendorong aktivitas Forum Anak dan Forum Generasi Berencana (Genre). Kedua forum ini berperan mengembangkan potensi remaja dan menjauhkan mereka dari pergaulan bebas maupun risiko seks di luar nikah.
“Kalau terus disosialisasikan, insyaallah bisa meminimalisir narkoba, pernikahan anak, dan seks di luar nikah,” kata Bunda Forum Anak Jateng tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Anak-anak Paling Rentan, Kekerasan Seksual Dominasi Kasus di Jakarta Sepanjang 2025
JAKARTA – Tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta pada tahun ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2024. Temuan ini disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta Iin Mutmainnah.
Berdasarkan pencatatan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani oleh Dinas PPAPP periode Januari hingga November 2025 sebanyak 1.917 kasus. Angka ini hampir setara dengan kasus sepanjang tahun 2024 dengan total 2.041 kasus.
“Kalau trennya naik memang setiap tahun, trennya naik dari jumlah data tahun lalu dengan tahun ini terlihat bulan ini saja sudah hampir menyamai di akhir tahun lalu di 2024. Jadi, memang trennya naik,” kata Iin kepada wartawan, Senin, 24 November.
Berdasarkan identitas kependudukan, korban kekerasan periode Januari-November 2025 paling banyak berasal dari Kota Administrasi Jakarta Timur, dengan total 513 korban atau mencakup 25,5% dari keseluruhan data.
Posisi kedua ditempati oleh Jakarta Selatan dengan 337 korban (16,8 persen), disusul oleh Jakarta Barat dengan 316 korban (15,7 persen), dan Jakarta Utara dengan 303 korban (15,1 persen). Sementara itu, Jakarta Pusat mencatat 223 korban (11,1 persen). Wilayah Kepulauan Seribu mencatat angka terendah dengan 16 korban.
Ditinjau dari jenis kasusnya, anak-anak dan perempuan menjadi kelompok yang paling rentan mengalami kekerasan. Kekerasan Seksual pada anak menjadi kasus tertinggi dengan jumlah 588 kasus (21,9 persen). Kasus kedua terbanyak adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan sebanyak 412 kasus (15,4 persen).
“Dari komposisi perempuan dan anak itu, trennya naiknya itu lebih tinggi memang anak. Komposisinya 53 persen dari total jumlah kasus ini anak perempuan dan laki-laki di bawah umur 18 tahun,” ujar Iin.
Lebih lanjut, Iin mengungkap Pemprov DKI saat ini memiliki kanal pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Korban bisa mendatangi UPT PPA serta 44 titik pos pengaduan di setiap kecamatan atau RPTRA yang memiliki konselor dan paralegal untuk melayani pengaduan.
“jadi kami menindaklanjuti ini dasarnya adalah pengaduan. Kalau si korban tidak mengadu, tidak ada orang yang mengadu terhadap hal ini itu tidak bisa kami tangani, karena dasarnya adalah pengaduan yang kami jadikan catatan atau data,” jelas dia.
/data/photo/2025/06/19/6853c3f25757a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5234457/original/056637500_1748349449-images__1_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
