Topik: kebocoran data

  • Video: Jurus OJK Perkuat Keamanan Perbankan RI Dari Ancaman Siber

    Video: Jurus OJK Perkuat Keamanan Perbankan RI Dari Ancaman Siber

    Jakarta, CNBC Indonesia- CNBC Indonesia menggelar Fintech Forum dengan tema “Identitas Terverifikasi Jadi Benteng Keamanan Perbankan di Era Digital” pada Senin, 15 September 2025 untuk mengupas tuntas urgensi penguatan keamanan data, pentingnya peran identitas digital hingga keaslian data menghadapi tantangan kemajuan teknologi dan digitalisasi termasuk di sektor keuangan

    Kemajuan teknologi dan digitalisasi mampu mendorong peningkatan efisiensi hingga kecepatan layanan dan transaksi di sektor keuangan, meski di sisi lain perkembangan adopsi teknologi termasuk artificial intelligence (AI) turut meningkatkan ancaman kejahatan siber dengan modus yang semakin canggih mulai dari phishing, ransomware hingga penipuan investasi ilegal.

    Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini mengungkapkan serangan siber menjadi ancaman utama sektor keuangan utamanya perbankan saat ini.

    Risiko ini tidak hanya terkait teknologi namun juga dapat mengganggu stabilitas ekonomi global. Hal ini tercermin dari risiko kebocoran data, ransomware hingga paparan data di darkweb. Data BSSN menyebutkan Indonesia masuk ke dalam 10 besar negara target anomali siber dan sektor keuangan menjadi target yang paling rentan.

    Di sisi lain potensi ekonomi RI sangat besar dengan 75% dari 280 juta penduduk RI sudah terhubung dengan internet dan memanfaatkan layanan keuangan digital yang didukung sistem pembayaran digital dan E-Commerce.

    Menghadapi berbagai tantangan ini, OJK terus mendorong keseimbangan inovasi layanan perbankan dengan penguatan tata kelola bidang informasi teknologi dan keamanan siber.

    Selengkapnya simak dialog Shafinaz Nachiar bersama Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini dengan Deputi Bidang Keamanan Siber dan sandi Pemerintah dan Pembangunan Manusia (BSSN), Sulisyo serta CEO Privy, Mashall Pribadi dan Anggota Bidang IT & Operations Perbanas, Y.B Hariantono dalam Fintech Forum, CNBC Indonesia (Senin, 15/09/2025)

  • Badan Komunikasi Pemerintah: Membangun komunikasi lebih responsif

    Badan Komunikasi Pemerintah: Membangun komunikasi lebih responsif

    Jakarta (ANTARA) – Perubahan Kantor Komunikasi Kepresidenan (KKK) menjadi Badan Komunikasi Pemerintah (BKP) diharapkan bukan sekadar pergantian label birokratis, tetapi langkah strategis untuk memperkuat arsitektur strategi komunikasi pemerintahan dalam menghadapi dinamika politik, sosial, dan teknologi yang kian kompleks.

    Keberhasilan transformasi ini bergantung pada eksekusi presisi, koordinasi lintas sektoral yang solid, dan kemampuan menjawab tantangan problem komunikasi pemerintahan.

    Ini menandakan pergeseran paradigma dari pendekatan sentralistik pada posisi seorang presiden ke orientasi lebih holistik, yakni mencakup seluruh ekosistem pemerintahan.

    Perubahan diharapkan memperluas cakupan, peningkatan koordinasi, dan restrukturisasi organisasi, bukan sekadar kosmetik administratif, tetapi kebutuhan mendesak untuk menyatukan narasi pemerintah di tengah fragmentasi informasi dan polarisasi opini publik.

    Perluasan cakupan menunjukkan ambisi untuk menjadikan badan ini sebagai pusat gravitasi komunikasi pemerintah, tidak hanya menangani kebijakan strategis presiden, tetapi juga mengorkestrasi pesan dari berbagai kementerian lembaga.

    Era baru polarisasi komunikasi publik.

    Di era “post truth”, di mana fakta mudah dikooptasi opini publik, perlu keberadaan entitas yang mampu menyatukan narasi lintas sektoral menjadi krusial. Namun, tanpa otoritas yang jelas dan mekanisme koordinasi yang kuat, ambisi ini berisiko terjebak dalam labirin birokrasi.

    Peningkatan koordinasi mudah diucapkan, tetapi penuh tantangan. Koordinasi lintas kementerian sering kali menjadi titik lemah pemerintahan Indonesia, ditandai dengan ego sektoral dan inkonsistensi pesan. Badan Komunikasi Pemerintah harus mampu menjadi konduktor yang memastikan harmoni narasi, bukan sekadar penyalur informasi yang pasif, dalam ruang media sosial yang kerap mendistorsi fakta. Karena itu perlu langkah visioner dan dalam struktur yang ramping, bukan malah sebuah birokrasi yang memperlambat kepekaan dan respons terhadap isu – isu kritis.

    Pakar Komunikasi Pemerintahan Joel Netshitenzhe menyatakan, komunikasi pemerintah harus didasarkan pada program dan strategi komunikasi yang terpadu. Maka jika restrukturisasi organisasi, dilakukan dengan tepat, dapat menjadi katalis untuk efisiensi, sekaligus membangun komunikasi pemerintah terpadu, kredibel dan akuntabel.

    Otoritas yang diperluas

    Badan Komunikasi Pemerintah harus diberikan otoritas cukup untuk menavigasi ekosistem komunikasi lintas lembaga melalui “hub nasional” yang memungkinkan kolaborasi dapat dilakukan, sehingga perangkat komunikasi pada kementerian lembaga lebih efektif. Sesuai peran sebagai pengelolaan komunikasi pemerintahan, penyebarluasan informasi, dan penanganan krisis komunikasi.

    Pengelolaan komunikasi pemerintahan menuntut kemampuan untuk merumuskan narasi yang koheren dan resonan dengan publik. Dalam konteks Indonesia, di mana keberagaman sosial dan budaya sering kali memunculkan interpretasi beragam terhadap kebijakan, badan ini harus mampu merangkai pesan inklusif namun tetap tegas.

    Peran media sosial

    Penyebarluasan informasi melalui media sosial dan saluran lainnya adalah medan pertempuran baru. Di era dimana hoaks dan disinformasi menyebar lebih cepat daripada fakta, Badan Komunikasi Pemerintah harus bergerak lincah, memanfaatkan algoritma media sosial untuk menjangkau audiens yang tepat. Namun, ini bukan sekadar soal kecepatan semata. Kualitas konten, yang autentik, transparan, dan relevan, akan menentukan apakah pesan pemerintah mampu menembus kebisingan informasi, atau justru menimbulkan kegaduhan baru.

    Dalam konteks ini boleh jadi mengadopsi cara – cara negara maju, seperti bagaimana strategi komunikasi Gedung Putih memasuki ruang generasi milenial, dengan menempatkan sosok anak Caroline Leavitt, sebagai Juru Presiden Trump

    Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa komunikasi pemerintah seringkali tergelincir dan terkesan defensif, kehilangan momentum membentuk persepsi ruang publik. Maka kedepan pengelolaan krisis komunikasi harus respons cepat, empati yang tulus, dan strategi yang terukur. Kasus seperti kebocoran data pribadi, kedaruratan bencana alam atau kegagalan implementasi kebijakan, acap kali memperlihatkan kelemahan strategi komunikasi pemerintah dalam mengelola narasi krisis.

    Dalam situasi demikian Badan Komunikasi Pemerintah, harus memiliki tim yang terlatih untuk merespons dalam hitungan jam, bukan hari, serta mampu merangkul kritik tanpa terjebak dalam pola defensif yang kontraproduktif.

    Membangun kepercayaan publik

    Badan Komunikasi Pemerintah selayaknya mampu menjadi game-changer di ranah media sosial, dimana fakta bisa dikalahkan opini, lewat pedang media sosial bermata dua. Misalnya, di satu sisi, platform X memungkinkan pemerintah menjangkau publik secara langsung. Di sisi lain, algoritma bisa menjadi sensasional yang dorong narasi negatif atau hoaks. Badan ini perlu menguasai seni komunikasi digital, termasuk memanfaatkan data analitik untuk memahami sentimen publik dan menyesuaikan strategi secara real-time.

    Kegagalan beradaptasi akan membuat pemerintah terus tertinggal dalam adu argumentasi mempertahan narasi.

    Kuncinya adalah keterbukaan atau transparansi dan kepercayaan terhadap diseminasi informasi pemerintah. Ingat, publik Indonesia, semakin kritis dan terhubung dalam jaringan real time yang kadang tak terkendali.

    Isu sensitif, seperti konflik agraria, isu keagamaan, atau ketimpangan ekonomi, menuntut pendekatan yang cerdas dan sensitif. Badan ini harus mampu merangkul perspektif beragam tanpa terjebak dalam jebakan polarisasi. Misalnya, saat menangani isu seperti relokasi warga terdampak proyek infrastruktur, komunikasi harus menunjukkan empati sekaligus menjelaskan manfaat jangka panjang proyek tersebut. Ini bukan tugas mudah, tetapi tanpa kemampuan ini, badan ini berisiko menjadi penutup luka yang rapuh di tengah badai kritik.

    Menuju komunikasi pemerintahan responsif

    Keberhasilan strategi komunikasi pemerintah sangat tergantung pada sejauh mana Badan ini mampu mengatasi inersia birokrasi dan memahami denyut nadi publik, tidak terjebak dalam pendekatan reaktif dan elitis. Perlu antitesa dengan lebih proaktif, inklusif, dan berbasis data.Secara strategis, pemerintah perlu menetapkan indikator keberhasilan, seperti tingkat kepercayaan publik, efektivitas respons krisis, atau jangkauan pesan di platform digital. Selain itu, investasi dalam sumber daya manusia—tim yang terlatih dalam komunikasi digital, analisis data, dan manajemen krisis. Tanpa itu perubahan struktural hanya akan kosmetik tanpa substansi.

    *) Dr. Eko Wahyuanto, dosen Sekolah Tinggi Multimedia ST-MMTC Komdigi Yogyakarta

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Risk Governance, Perisai Bisnis Digital di Tengah Badai Siber

    Risk Governance, Perisai Bisnis Digital di Tengah Badai Siber

    Bisnis.com, JAKARTA – Sebuah organisasi kini rata-rata menghadapi lebih dari 1.600 serangan siber setiap pekan secara global (Check Point Research, Q2/2024).

    Di Indonesia, lebih dari 11 juta anomali lalu lintas siber tercatat hanya dalam semester pertama 2023 (BSSN). Tak hanya kerap terjadi, serangan-serangan ini juga sulit terdeteksi, dengan rata-rata waktu identifikasi ancaman mencapai lebih dari 200 hari, menurut laporan industri siber global.

    Sehingga, risk governance bukan lagi pilihan. Dia telah menjadi fondasi utama untuk bertahan dan menang, di medan baru bisnis digital saat ini.

    Digitalisasi bisnis ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi menjanjikan efisiensi dan peningkatan kinerja melalui pendayagunaan teknologi. Layanan menjadi cepat, efektif, dan efisien. Namun, di sisi lain muncul ancaman serius, kejahatan siber.

    Menurut Vishal Chawla (2022), belanja keamanan siber global diproyeksikan mencapai US$1,75 triliun periode 2021—2025. Di AS, kerugian akibat kejahatan siber pernah mencapai US$1 miliar per bulan. Kerugian fraud bisa melebihi US$3 untuk setiap dolar AS yang dicuri.

    Kasus mencolok pada 2016, peretas nyaris mencuri US$1 miliar melalui sistem SWIFT dengan malware dan rekayasa kredensial. Di Indonesia, BSSN mencatat lebih dari 11 juta anomali traffic siber pada semester I/2023. OJK mencatat gangguan siber berdampak besar secara finansial dan reputasi.

    Modus kejahatan kian kompleks mulai dari phishing, social engineering, hingga eksploitasi celah aplikasi.

    Perluasan kanal digital, terutama layanan daring, meningkatkan eksposur risiko siber. Keamanan siber kini bukan persoalan teknis semata, tetapi fondasi ketahanan bisnis dan kepercayaan publik. Tata kelola risiko siber pun jadi prioritas strategis.

    Tanpa pendekatan terstruktur, perusahaan hanya menunggu giliran terkena gelombang serangan yang kian deras.

    Masalah utama bukan hanya ancaman, tetapi respons internal yang tidak adaptif. Banyak institusi masih menempatkan risiko siber sebagai domain satu unit tanpa integrasi lintas fungsi.

    Model silo ini tak lagi relevan. Penjahat siber mengeksploitasi celah terlemah antar-unit yang tidak berkomunikasi. Sebagaimana Laporan Deloitte “Future of Cyber” (2022) menegaskan bahwa pendekatan kolaboratif dan terintegrasi dalam tata kelola risiko adalah kunci untuk menghadapi lanskap ancaman siber yang dinamis.

    Urgensi muncul untuk tata kelola risiko yang terintegrasi, adaptif, dan holistik Risk Governance.

    Konsep ini menata ulang arsitektur risiko siber dari hulu ke hilir, dengan tiga blok utama: pemahaman customer journey dan eksposur produk digital; internalisasi manajemen risiko fraud; dan tata kelola risiko anti-kejahatan siber terstruktur.

    MENATA ULANG

    Langkah pertama dimulai dengan memetakan bagaimana pelanggan berinteraksi dalam ekosistem digital perusahaan. Setiap titik sentuh mulai dari pembukaan rekening hingga transaksi keuangan menjadi potensi titik serangan yang harus dikenali sejak dini.

    Dengan pendekatan ini, sistem mampu mendeteksi penyimpangan perilaku transaksi dan melakukan respons otomatis dalam hitungan detik.

    Data tidak lagi hanya menjadi catatan historis, melainkan sumber prediksi yang dinamis untuk mendeteksi ancaman masa depan.

    Langkah berikutnya adalah membumikan prinsip-prinsip manajemen risiko fraud ke seluruh lini organisasi. Kebijakan di atas kertas tak lagi cukup.

    Diperlukan sistem audit, pemetaan risiko, kesadaran karyawan, serta mekanisme pelaporan yang formal dan dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip three lines of defense dihidupkan secara nyata: mulai dari pelaksana di garda depan, pengendali risiko dan kepatuhan, hingga fungsi audit internal yang memberi jaminan independen.

    Dengan pembagian peran yang jelas ini, tidak ada lagi ruang abu-abu dalam penanganan risiko.

    Namun, yang paling transformatif adalah pendekatan terhadap tata kelola. Konsep Risk Governance bukan sekadar menambah kebijakan baru, tetapi menata ulang model bisnis dan proses organisasi secara menyeluruh.

    Ini termasuk penetapan unit kerja terpusat khusus untuk pemantauan fraud, penyusunan risk appetite per produk digital, penguatan sistem deteksi fraud yang berbasis kecerdasan buatan, hingga perumusan service level agreement (SLA) dalam penanganan kasus siber.

    Tak kalah penting, seluruh mekanisme ini didukung oleh kebijakan formal, program pelatihan, dan komunikasi lintas unit yang terstruktur.

    Risk Governance bukan sekadar solusi teknis, melainkan strategi fundamental menghadapi ancaman eksistensial siber. Contoh nyata: serangan ransomware Colonial Pipeline (AS, 2021) menyebabkan kerugian US$4,4 juta dan lumpuhnya distribusi energi; kebocoran data Tokopedia (2020) berdampak pada 91 juta akun pengguna.

    Dengan tata kelola risiko terstruktur dan teknologi canggih, perusahaan bertransformasi dari reaktif menjadi proaktif dan resilien. Fraud loss ditekan, efisiensi meningkat, dan kepercayaan pelanggan terjaga. Sistem pelaporan real-time, dashbo-rd risiko, serta pembelajar-an insiden menjadi fondasi ketahanan berkelanjutan.

    Di tengah konektivitas yang makin masif, ketahanan siber bukan lagi biaya, tetapi investasi yang menentukan masa depan. Pelanggan tidak hanya mencari layanan cepat, tetapi juga ketenangan.

    Kini saatnya perusahaan Indonesia melangkah lebih jauh. Bangun budaya risiko yang adaptif, tata ulang arsitektur siber dari sekarang karena dalam ekonomi digital hanya yang siap yang akan selamat. Dan hanya yang resilien yang akan memimpin.

  • Tanpa Bandwidth Tinggi dan Latensi Rendah Layanan AI Sulit Bekerja

    Tanpa Bandwidth Tinggi dan Latensi Rendah Layanan AI Sulit Bekerja

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap pengembangan ekosistem kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI) di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, mulai dari kecepatan internet yang belum optimal, latensi tinggi, ketersediaan energi bersih, hingga keamanan digital.

    Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, menekankan konektivitas masih menjadi pekerjaan rumah utama Indonesia untuk bisa bersaing dengan negara lain dalam penerapan AI.

    “Tantangannya? Bandwidth tinggi dan latency rendah. Tanpa ini layanan AI real-time masih seperti telemedicine, sistem kendali otomatis, dan prediksi bencana tidak akan bisa berjalan lancar,” kata Edwin dalam acara AI Innovation Summit 2025 di Jakarta pada Selasa (16/9/2025). 

    Edwin mengakui, dibandingkan negara maju, kualitas konektivitas Indonesia masih jauh tertinggal. “Jadi memang ini challenge-nya kita, kita sekarang konektivitas kita, speed-nya masih sangat kurang dibandingkan negara-negara maju. Ini adalah challenge kita bagaimana kita bisa meningkatkan kehandalan infrastruktur kita,” imbuhnya.

    Untuk menjawab tantangan tersebut, Komdigi juga tengah mengembangkan Green Enabling Supergrid, yaitu jaringan energi data terintegrasi yang mendukung puluhan ribu titik akses di seluruh nusantara. 

    Edwin menekankan isu utama bukan hanya soal konektivitas, melainkan juga ketersediaan pasokan energi yang andal, bersih, dan berkelanjutan. Menurutnya, teknologi AI membutuhkan listrik yang harus bersumber dari energi ramah lingkungan.

    Selain itu, Edwin mengatakan isu keamanan digital juga tetap menjadi ujian terberat dalam pengembangan AI. Menurut CISO Report, 86% pemimpin bisnis melaporkan insiden keamanan terkait AI dalam 12 bulan terakhir.

    Data menunjukkan lebih dari 21.000 persona Indonesia mengalami kebocoran data dan 89.110 catatan data yang bocor telah dilaporkan. 

    “Dan ini adalah ancaman nyata terhadap privasi, kebutuhan publik, dan stabilitas ekonomi nasional. Kita tidak bisa mengizinkan AI tumbuh tanpa pelindung. Karena teknologi yang cerdas tidak akan aman. Bisa menjadi senjata ganda,” kata Edwin.

    Sebagai langkah mitigasi, Komdigi sedang menyiapkan kerangka manajemen AI yang mendorong adopsi standar internasional, sekaligus pendekatan berbasis risiko yang dituangkan dalam panduan etik AI.

    “Pendekatan berbasis risiko dituangkan secara ringkas pada panduan etik kecerdasan artifisial yang membagi risiko kecerdasan artifisial menjadi tiga kategori, yaitu risiko tidak diterima, risiko tinggi, dan juga risiko minimal atau rendah,” kata Edwin.

    Sebagai informasi, Komdigi tengah menyiapkan dua aturan utama yang bakal menjadi fondasi regulasi kecerdasan artifisial di Indonesia. Kedua aturan tersebut adalah Buku Peta Jalan AI Nasional dan Pedoman Etika AI, yang kabarnya meluncur pada September ini.

  • Spam SMS dan WhatsApp Marak, Kebocoran Data Provider jadi Penyebab Utama – Page 3

    Spam SMS dan WhatsApp Marak, Kebocoran Data Provider jadi Penyebab Utama – Page 3

    Data pelanggan seperti nomor kartu, paket langganan, hingga riwayat penggunaan bisa dimanfaatkan pelaku untuk mengirim pesan palsu. Tautan atau panggilan yang terlihat resmi sering kali memancing pengguna untuk mengklik atau merespons, membuka peluang hacker mengakses informasi pribadi.

    Dampaknya tidak main-main: mulai dari pembobolan akun e-commerce, mobile banking, hingga pencurian data sensitif lainnya.

    “Kadang pas lagi sibuk dapat pesan scamnya, jadi susah membedakan mana pesan yang asli dan yang palsu. Kalau salah klik, urusannya bisa panjang. Apalagi sekarang kita pakai ponsel untuk segala hal kan, termasuk untuk simpan uang,” ujar salah satu pengguna ponsel di Jakarta.

     

  • Komdigi Pastikan Roadmap dan Pedoman Etika AI Meluncur Bulan Ini

    Komdigi Pastikan Roadmap dan Pedoman Etika AI Meluncur Bulan Ini

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyiapkan dua aturan utama yang bakal menjadi fondasi regulasi kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI) di Indonesia.

    Kedua aturan tersebut adalah Buku Peta Jalan AI Nasional dan Pedoman Etika AI, yang dijadwalkan meluncur pada September ini. 

    Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, mengatakan pemerintah telah merancang Buku Putih Peta Jalan AI Nasional, sebuah dokumen strategis yang tidak hanya mengarahkan pengembangan AI secara teknis, juga memastikan selaras dengan nilai nasional, konstitusi, dan tujuan pembangunan berkelanjutan.

    “Dokumen ini merumuskan visi strategis yang mencakup empat area fokus memperkuat pemangku kepentingan, membangun kapasitas inovasi, mengurangi risiko dan memastikan pertumbuhan yang inklusif,” kata Edwin dalam acara AI Innovation Summit 2025 di Jakarta pada Selasa (16/9/2025). 

    Edwin mengatakan terdapat 10 bidang prioritas pengembangan AI dalam peta jalan tersebut, yakni ketahanan pangan, kesehatan, pendidikan, ekonomi dan keuangan, reformasi birokrasi, politik-hukum-keamanan, energi-sumber daya-lingkungan, perumahan, transportasi-logistik-infrastruktur, serta seni-budaya-ekonomi kreatif.

    Edwin mengungkapkan, dalam implementasi roadmap ini pemerintah telah merancang sistem yang menyeluruh, mulai dari pemberdayaan pemangku kepentingan hingga mitigasi risiko. 

    Tidak hanya itu, Edwin mengungkapkan  Pemerintah juga menyiapkan Pedoman Etika AI. 

    Dia menyebut aturan ini tidak hanya menitikberatkan pada aspek transparansi, akuntabilitas, dan keamanan data, tetapi juga mencakup prinsip-prinsip inti seperti inklusivitas, kemanusiaan, keselamatan, aksesibilitas, perlindungan data pribadi, keberlanjutan, serta hak kekayaan intelektual. 

    Dia menambahkan, pedoman ini dirancang agar setiap algoritma yang dikembangkan di Indonesia bukan hanya efisien, tetapi juga adil dan tidak menyingkirkan pihak manapun. Kendati demikian, Edwin menyadari untuk membangun ekosistem AI bukan tanpa tantangan. 

    “AI walaupun dia menentukan masa depan, tapi kita harus jujur bahwa membangun ekosistem AI tidak mudah. Banyak tantangan, kita membutuhkan fondasi yang kokoh, perlindungan yang tegas dan manajemen risiko yang cerdas,” katanya.

    Tantangan

    Salah satu tantangan utama adalah infrastruktur. Edwin mencontohkan, AI Workbench, National Data Hub, hingga Compute Backbone berbasis HPC, cloud, GPU, dan TPU harus didukung konektivitas handal dengan bandwidth tinggi dan latency rendah. 

    Oleh sebab itu, lanjut Edwin, pemerintah juga menyiapkan Green Enabling Supergrid, jaringan energi data terintegrasi yang mendukung ribuan titik akses di seluruh nusantara. Hal ini dilakukan untuk memastikan pasokan energi ramah lingkungan bagi kebutuhan AI yang semakin besar.

    Tantangan lainnya ada pada aspek keamanan digital. Edwin mengutip laporan CISO Report yang menyebut 86% pemimpin bisnis melaporkan insiden keamanan terkait AI dalam 12 bulan terakhir.

    “Data menunjukkan lebih dari 21.000 persona Indonesia mengalami kebocoran data dan 89.110 catatan data yang bocor telah dilaporkan. Ini ancaman nyata terhadap privasi, kebutuhan publik, dan stabilitas ekonomi nasional. Kita tidak bisa mengizinkan AI tumbuh tanpa pelindung, karena teknologi yang cerdas tidak akan aman. Bisa menjadi senjata ganda,” katanya. 

    Dia menegaskan Pemerintah pun tengah membangun kerangka manajemen AI komprehensif dengan mendorong adopsi standar internasional, serta membagi kategori risiko AI menjadi tiga: tidak diterima, tinggi, dan rendah. Ke depan, roadmap strategis AI ini akan dijalankan mulai 2025 hingga 2029 sebagai fondasi utama ekosistem AI nasional.

    “Saya yakin dengan komitmen, kerjasama lintas sektor, dan kepemimpinan yang kuat, kita akan berhasil membangun ekosistem AI yang kuat, transparan, dan berkelanjutan untuk semua rakyat Indonesia,” tutup Edwin.

  • Cara Melihat Pesan WA yang Sudah Dihapus, Mudah dan Aman

    Cara Melihat Pesan WA yang Sudah Dihapus, Mudah dan Aman

    Bisnis.com, JAKARTA – Siapa yang tidak penasaran ketika menerima notifikasi pesan WhatsApp, lalu pesan tersebut dihapus oleh pengirim sebelum terbaca? Fenomena ini sering memicu rasa ingin tahu mengenai apa sebenarnya isi chat yang dihapus? oleh seseorang.

    Tidak heran jika banyak orang mencari tahu cara melihat pesan WhatsApp yang sudah dihapus agar tetap bisa mengetahui isi pesan tersebut.

    Kabar baiknya ada beberapa cara melihat pesan WhatsApp yang sudah dihapus. Mulai dari memanfaatkan fitur bawaan ponsel, atau menggunakan aplikasi tambahan, hingga mengandalkan backup chat. 

    Setiap metode memiliki kelebihan dan keterbatasannya masing-masing. Namun semua langkah tersebut bisa dilakukan dengan mudah asalkan dilakukan dengan langkah-langkah yang benar.

    Apa Itu Fitur Hapus Pesan WhatsApp?

    Mulai 2017, WhatsApp menghadirkan fitur “Delete for Everyone” atau “Hapus untuk Semua Orang”. Dengan fitur ini, pengguna bisa menghapus pesan yang sudah terkirim, baik di chat pribadi maupun grup, sehingga penerima tidak bisa lagi membacanya.

    Fitur ini berguna ketika seseorang salah kirim pesan, typo, atau tidak jadi menyampaikan sesuatu. Namun, bagi penerima, munculnya notifikasi “Pesan ini telah dihapus” justru sering menimbulkan rasa penasaran.

    Beberapa alasan mengapa orang ingin tahu isi pesan WA yang dihapus:

    Takut melewatkan informasi penting
    Rasa ingin tahu terhadap isi chat yang dibatalkan
    Ingin memastikan apakah pesan yang dihapus relevan atau tidak

    Cara Melihat Pesan WA yang Sudah Dihapus Tanpa Aplikasi

    Bagi Anda yang tidak ingin repot mengunduh aplikasi tambahan, ada beberapa trik sederhana yang bisa dicoba.

    1. Melihat Notifikasi di HP

    Beberapa ponsel Android menyimpan riwayat notifikasi (notification log). Artinya, meskipun pesan sudah dihapus di WhatsApp, isinya masih bisa dilihat melalui log notifikasi.

    Buka Pengaturan → Notifikasi → Riwayat notifikasi. Aktifkan fitur ini jika belum menyala. Setiap kali ada pesan masuk, teksnya akan tersimpan meskipun sudah dihapus.

    2. Menggunakan Widget Notifikasi

    Beberapa ponsel menyediakan widget khusus notifikasi. Anda bisa menambahkan widget ini di layar utama untuk melihat detail notifikasi WhatsApp yang sempat muncul.

    3. Cek Pesan Cadangan (Backup)

    Jika pesan sudah sempat masuk sebelum dihapus dan Anda rutin melakukan backup, pesan tersebut bisa saja tersimpan di backup harian WhatsApp. Cara ini akan lebih jelas diuraikan pada bagian khusus tentang backup.

    Cara Melihat Pesan WA yang Sudah Dihapus dengan Aplikasi Tambahan

    Jika fitur bawaan ponsel terasa terbatas, Anda bisa memanfaatkan aplikasi tambahan. Namun, ada disclaimer penting: gunakan aplikasi yang terpercaya, unduh dari Play Store atau App Store resmi, dan perhatikan izin akses yang diminta. Jangan sembarangan memberi izin yang bisa membahayakan privasi Anda.

    Beberapa aplikasi populer untuk melihat pesan WA yang sudah dihapus:

    Aplikasi ini menyimpan seluruh notifikasi yang masuk, termasuk pesan WA sebelum dihapus

    WAMR (Recover Deleted Messages)

    Aplikasi khusus untuk merekam pesan yang dihapus, baik teks, foto, maupun video.

    Bisa menyimpan notifikasi WhatsApp dan menampilkan isi pesan meskipun sudah ditarik kembali.

    Langkah umum melihat pesan WhatsApp yang sudah dihapus menggunakan aplikasi tambahan:

    Unduh aplikasi dari Play Store/App Store.
    Berikan izin notifikasi agar aplikasi bisa membaca pesan masuk.
    Setelah aktif, setiap pesan WA yang masuk akan disimpan otomatis.
    Jika pesan dihapus, Anda tetap bisa membacanya melalui aplikasi tersebut.

    Cara Melihat Pesan WA yang Dihapus Lewat Backup Chat

    Selain aplikasi pihak ketiga, cara lain adalah memanfaatkan fitur backup chat yang ada di WhatsApp.

    Menggunakan Google Drive (Android)

    Pastikan WhatsApp Anda sudah terhubung dengan akun Google.
    Aktifkan backup harian/otomatis di Pengaturan → Chat → Cadangan chat.
    Jika pesan sempat masuk sebelum dihapus, kemungkinan besar sudah tersimpan di backup.
    Untuk memulihkannya, hapus aplikasi WhatsApp lalu instal kembali.
    Saat login, pilih opsi Restore untuk mengembalikan riwayat chat.

    Menggunakan iCloud (iPhone)

    Buka Pengaturan WhatsApp → Chat → Cadangan Chat.
    Pastikan backup iCloud aktif.
    Hapus dan instal ulang WhatsApp, lalu pilih Pulihkan Chat dari iCloud.

    Tips agar lebih efektif:

    Atur backup harian agar data selalu up to date.
    Gunakan koneksi Wi-Fi agar proses backup cepat dan tidak menguras kuota.

    Tips Aman Saat Menggunakan Aplikasi Tambahan

    Walaupun banyak aplikasi yang menawarkan cara melihat pesan WA yang sudah dihapus, ada beberapa risiko yang perlu diperhatikan.

    Risiko Akses Data. Aplikasi pihak ketiga biasanya meminta izin membaca notifikasi, bahkan penyimpanan. Jika aplikasi tidak terpercaya, data pribadi Anda bisa bocor.
    Keamanan Privasi. Hindari aplikasi dari sumber tidak resmi karena rawan malware. Selalu gunakan aplikasi yang tersedia di Google Play Store atau App Store.
    Jaga Privasi Akun WA. Jangan memberikan data login atau kode verifikasi WhatsApp ke aplikasi manapun. Ingat, WhatsApp tidak pernah meminta kode OTP melalui aplikasi lain.

    Saran: jika hanya sekadar penasaran, lebih baik gunakan fitur bawaan ponsel atau backup chat. Aplikasi tambahan sebaiknya hanya digunakan jika benar-benar diperlukan dan dari sumber resmi.

    FAQ

    Apakah bisa melihat pesan WA yang dihapus tanpa aplikasi? Ya, bisa. Beberapa ponsel Android mendukung log notifikasi atau widget notifikasi yang menyimpan pesan.
    Apakah iPhone bisa menampilkan pesan WA terhapus? Secara bawaan iPhone tidak memiliki log notifikasi, tapi pesan yang sudah sempat masuk bisa dipulihkan melalui backup iCloud.
    Apakah aman menggunakan aplikasi untuk melihat pesan WA terhapus? Aman jika aplikasinya resmi dari Play Store/App Store dan tidak meminta akses berlebihan. Namun, tetap ada risiko kebocoran data jika asal mengunduh.

    Rasa penasaran terhadap pesan WhatsApp yang dihapus memang wajar. Untungnya, ada beberapa cara untuk mengakalinya. Anda bisa memanfaatkan log notifikasi, widget, backup chat, atau aplikasi tambahan. Setiap cara memiliki kelebihan dan risiko masing-masing.

    Jika ingin cara paling aman, prioritaskan fitur bawaan ponsel atau backup resmi WhatsApp. Gunakan aplikasi tambahan hanya dari sumber terpercaya, dan selalu ingat untuk menjaga privasi akun.

    Dengan memahami pilihan ini, Anda bisa lebih tenang dan tidak lagi bertanya-tanya ketika mendapati pesan yang sudah ditarik kembali. Jadi, sebelum terburu-buru menginstal aplikasi, cobalah dulu cara paling sederhana. Karena pada akhirnya, keamanan dan kenyamanan Anda saat menggunakan WhatsApp adalah yang utama.

  • OJK Ungkap Penipuan Incar Mobile Banking, Ternyata Makin Banyak

    OJK Ungkap Penipuan Incar Mobile Banking, Ternyata Makin Banyak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti meningkatnya risiko penipuan dan kejahatan siber yang membayangi sektor perbankan di tengah pesatnya digitalisasi layanan keuangan.

    Hal ini disampaikan Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini, dalam acara Fintech Forum di CNBC Indonesia.

    Menurut Indah, serangan siber kini menjadi salah satu risiko terbesar secara global. Merujuk laporan Global Risk Report, serangan siber diprediksi akan terus menjadi ancaman utama hingga satu dekade mendatang.

    “Risiko ini tidak hanya menyangkut aspek teknologi, tetapi juga bisa berdampak pada stabilitas ekonomi secara global,” ujarnya.

    Indah menjelaskan, ancaman kejahatan digital makin nyata lewat maraknya kasus kebocoran data, ransomware, hingga jual beli data di darknet.

    Kemudian, di level nasional, di mana Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan serangan anomali siber tertinggi, sejajar dengan negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman.

    “Nah ini juga kita melihat bahwa sektor keuangan menjadi salah satu target paling rentan,” terangnya.

    Di sisi lain, penggunaan internet oleh masyarakat Indonesia makin masif. Lebih dari 75% penduduk Indonesia sudah terhubung dengan internet, dan sekitar separuhnya aktif setiap hari dengan rata-rata penggunaan 7 jam. Aktivitas ini didorong oleh pertumbuhan e-commerce serta pembayaran digital yang kian marak.

    Indah menegaskan, dalam menghadapi tantangan tersebut, OJK mendorong agar industri perbankan menyeimbangkan inovasi digital dengan penguatan tata kelola teknologi informasi serta ketahanan siber.

    “Kita melihat bahwa perlu adanya dorongan untuk akselerasi inovasi digital. Tapi, di sisi lain kita harus memperkuat tata kelola teknologi informasi dan juga memperkuat ketahanan siber” jelas Indah.

    “Jadi kedua ini harus balance, tantangan utama yang kami hadapi saat ini,” pungkasnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bukan Cuma RI, Serangan Siber Kerap Terjadi di AS & Jerman

    Bukan Cuma RI, Serangan Siber Kerap Terjadi di AS & Jerman

    Jakarta, CNBC Indonesia – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa Republik Indonesia (RI) masuk dalam daftar 10 besar negara target anomali siber, atau sejajar dengan negara maju lainnya seperti Amerika Serikat (AS) dan Jerman.

    Mengacu daftar tersebut, OJK memandang sektor keuangan menjadi salah satu target yang paling rentan dan perlu mendapat perhatian serius dari seluruh stakeholder terkait.

    Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Tiramadhini mengatakan, serangan siber menjadi salah satu risiko yang tidak hanya menyangkut aspek teknologi, tetapi juga bisa berakibat pada mengganggu stabilitas dari ekonomi secara global.

    “Relevansinya semakin jelas kalau kita lihat adanya resiko kebocoran data, ransomware, atau paparan data bahkan di darknet,” ujar dia dalam Fintech Forum, Senin (15/9/2025).

    Di sisi lain, dia mengungkapkan, sebanyak 75% penduduk Indonesia sudah terhubung dengan internet. Dari jumlah itu, separuhnya adalah pengguna aktif dengan rata-rata penggunaan internet selama 7 jam per hari. Hal ini didorong oleh kehadiran e-commerce dan juga pembayaran digital yang kian masif.

    “Nah di sini kita melihat bahwa adanya tantangan tersebut, maka OJK itu perlu menyeimbangkan antara inovasi di bidang perbankan, layanan kepada perbankan dan juga menyeimbangkan antara dengan penguatan tata kelola di bidang teknologi informasi dan ketahanan siber,” jelasnya.

    Untuk itu, OJK menyoroti perlunya dorongan untuk akselerasi inovasi layanan digital, termasuk memperkuat tata kelola teknologi informasi sekaligus memperkuat ketahanan siber. Kedua aspek tersebut harus diperkuat secara seimbang agar bisa menjawab tantangan utama yang dihadapi di era digitalisasi seperti saat ini.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Prioritas Penting di Transformasi Digital: Keamanan Infrastruktur

    Prioritas Penting di Transformasi Digital: Keamanan Infrastruktur

    Jakarta

    Percepatan transformasi digital membawa peluang besar bagi Indonesia, tapi di sisi lain juga memperbesar risiko serangan siber.

    Ancaman ini kini tidak lagi sekadar isu teknis, melainkan sudah berdampak langsung pada skala nasional, mulai dari gangguan pasokan listrik, serangan terhadap sistem perbankan, hingga kebocoran data publik.

    Kondisi tersebut menegaskan bahwa ketahanan siber bukan hanya kebutuhan teknologi, melainkan fondasi penting bagi stabilitas ekonomi, keamanan nasional, dan keberlangsungan hidup masyarakat sehari-hari.

    Menjawab tantangan ini, Spentera kembali menggelar Cyberwolves Con 2025 pada 11 September lalu. Konferensi tahunan ini mempertemukan praktisi keamanan siber, regulator, akademisi, dan komunitas teknologi untuk membahas strategi penguatan ketahanan digital Indonesia.

    “Ketahanan siber hanya bisa dicapai melalui kolaborasi lintas sektor. Cyberwolves Con 2025 menjadi bukti komitmen Spentera untuk memperkuat ekosistem keamanan siber Indonesia,” kata Royke L. Tobing, Direktur Spentera.

    Menurutnya, tahun ini fokus utama diskusi ada pada perlindungan infrastruktur vital seperti energi, ICS/SCADA, risiko AI, hingga kesiapan tanggap insiden.

    Infrastruktur Energi Jadi Target Rawan

    Jaringan listrik Jawa–Bali yang menyuplai lebih dari 60% kebutuhan energi nasional disebut masih memiliki celah keamanan. Beberapa di antaranya adalah perangkat lawas yang tidak diperbarui, minimnya enkripsi pada protokol komunikasi SCADA, hingga akses sistem yang masih menggunakan kredensial bawaan.

    Dengan makin banyaknya integrasi IoT dan akses jarak jauh, permukaan serangan pun makin luas. Pengalaman pemadaman listrik besar pada 2019 dan gangguan di Bali pada 2025 menjadi pengingat betapa vitalnya sektor energi bagi perekonomian dan layanan publik.

    Risiko AI pada Ekonomi dan Pertahanan

    Teknologi Artificial Intelligence (AI) makin banyak digunakan di sektor finansial, e-commerce, telekomunikasi, layanan publik, bahkan pertahanan. Namun, ketergantungan pada model impor tanpa pengujian ketat justru membuka risiko keamanan baru.

    “Penguatan tata kelola, standar keamanan, serta kemandirian dalam pengembangan AI perlu dipercepat agar teknologi ini tidak menjadi titik lemah,” ujar salah satu panelis dalam diskusi.

    Kesiapan Tanggap Insiden

    Selain kerentanan teknis, tantangan besar lain ada pada kesiapan organisasi. Respons terhadap insiden siber di Indonesia kerap lambat, pencatatan forensik digital belum konsisten, dan koordinasi antar lembaga sering berjalan terpisah.

    Kasus ransomware pada Pusat Data Nasional (PDN) 2024 menjadi pelajaran penting, di mana keterlambatan penanganan menimbulkan dampak luas bagi masyarakat.

    Kolaborasi Jadi Kunci

    Dengan kombinasi ancaman pada infrastruktur energi, risiko dari pemanfaatan AI, dan lemahnya respons insiden, para pakar sepakat bahwa langkah kolaboratif harus diperkuat. Audit keamanan pada infrastruktur kritis, peningkatan SDM di sektor strategis, serta tata kelola yang solid menjadi agenda mendesak.

    “Ancaman siber bersifat multidimensi. Dampaknya bukan hanya pada infrastruktur saja, tetapi juga pada kepercayaan publik, ekonomi, hingga stabilitas nasional. Yang dibutuhkan adalah tata kelola yang kuat, kolaborasi lintas sektor, dan peningkatan kapasitas SDM,” tegas Royke.

    Menjaga Kepercayaan Publik

    Pada akhirnya, menjaga ketahanan digital Indonesia bukan sekadar urusan teknis. Dibutuhkan komitmen nasional yang melibatkan pemerintah, industri, dan masyarakat agar transformasi digital bisa berjalan aman sekaligus mendukung kepentingan strategis negara.

    (asj/asj)