Jakarta, Beritasatu.com – Ketidakpastian global mendorong investor untuk mengambil langkah defensif, sehingga menyebabkan tekanan di pasar saham.
Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf menyampaikan, tekanan tersebut tidak hanya dialami pasar saham Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara berkembang.
“Ada beberapa negara lain, contohnya Thailand, itu juga pergerakan pasar sahamnya cenderung negatif, bahkan lebih dalam lagi secara year to date (ytd) dibandingkan dengan Indonesia,” kata Dimas Yusuf dalam program Investor Market Today, Senin (24/3/2025).
Sebaliknya, menurut Dimas, pasar saham di negara maju justru menunjukkan performa lebih baik secara ytd. Hal ini mencerminkan perbedaan strategi investor dalam menyikapi ketidakpastian global. Meskipun fundamental ekonomi tidak menunjukkan masalah serius, kondisi geopolitik yang penuh ketidakpastian membuat investor lebih cenderung mengamankan portofolio mereka. Apalagi sampai saat ini belum terlihat ada ancaman dari sisi pasar obligasi.
Tekanan terhadap pasar saham negara berkembang sebagian besar dipicu oleh ketegangan geopolitik dan kebijakan suku bunga tinggi di Amerika Serikat (AS). Hal ini membuat investor lebih berhati-hati dalam mengalokasikan dananya. Dengan situasi global yang masih tidak menentu, pergerakan pasar ke depan akan sangat bergantung pada kebijakan moneter di negara-negara besar serta perkembangan politik internasional.
IHSG Anjlok Lagi
Dari dalam negeri, indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami koreksi signifikan pada sesi I perdagangan Senin (24/3/2025), turun 143 poin atau 2,30% ke level 6.114. Selama sesi ini, IHSG bahkan sempat anjlok ke bawah level 6.000. Pelemahan ini dipengaruhi oleh kombinasi faktor eksternal dan internal yang membayangi pergerakan pasar.
Dari faktor eksternal, bursa saham regional Asia cenderung melemah akibat kebijakan tarif perdagangan yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pasar tengah bersiap menghadapi penerapan tarif resiprokal AS pada 2 April 2025, meskipun Trump memberikan sinyal kemungkinan adanya fleksibilitas dalam kebijakan tersebut.
Dari Jepang, data ekonomi menunjukkan pelemahan sektor manufaktur. Sedangkan dari dalam negeri, beberapa faktor masih menjadi tekanan bagi IHSG, terutama menjelang libur panjang Idulfitri. Pasar merespons kondisi ekonomi domestik yang tertekan akibat meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) serta lemahnya daya beli rumah tangga.
Selain itu, aksi jual investor asing masih membebani indeks. Pasar juga mengkhawatirkan krisis kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah. Berbagai faktor tersebut membuat pasar saham Indonesia tertekan.









