Topik: impor beras

  • Tiap Tahun 100.000 Ha Lahan Sawah di RI Lenyap, Pemerintah Bisa Apa?

    Tiap Tahun 100.000 Ha Lahan Sawah di RI Lenyap, Pemerintah Bisa Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menko bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, setidaknya 100.000 hektare (ha) lahan pertanian di Indonesia mengalami alih fungsi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan. 

    Padahal, Presiden Prabowo Subianto mempercepat target swasembada pangan yang awalnya tahun 2029 menjadi 2026. Zulhas sendiri optimistis target itu bisa tercapai, apalagi dengan dibentuknya Kemenko Pangan dalam Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo. 

    Hanya saja, imbuh dia, untuk mewujudkan pangan swasembada pangan di Indonesia tidak bisa hanya mengendalikan satu kementerian atau pemerintah pusat saja. Sebab, ujarnya, urusan pangan mencakup persoalan yang sangat luas. 

    Apalagi, ucap Zulhas, ada sederet tantangan yang dapat menghalangi upaya Indonesia mencapai swasembada pangan. 

    “Banyak sekali instansi yang terlibat. Menteri Pertanian bisa apa kalau dia sendiri,” kata Zulhas katanya dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2025 di Hotel Westin, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

    Swasembada pangan, jelasnya, menyangkut tugas dan fungsi lintas kementerian dan lembaga, mulai dari Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang mengurusi neraca pangan hingga harga pangan. Juga ada BUMN pangan yang dikerahkan pemerintah untuk menjaga kestabilan harga dengan menampung hasil produksi petani. 

    Belum lagi, kata dia, ada persoalan mengenai pupuk, kawasan, perizinan termasuk izin impir dan ekspor, irigasi, hingga jalan. Juga, menyangkut kementerian lain seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Karena pangan tak melulu karbohidrat, tapi juga protein yang dihasilkan dari produksi kelautan dan perikanan. Tak kalah penting, sambungnya, ada peran perguruan tinggi dan lembaga riset seperti BRIN, juga TNI, Polri, dan pemerintah daerah.

    Di sisi lain, kata Zulhas, ada sederet tantangan dalam menuju swasembada pangan.

    Mulai dari perubahan iklim, kondisi perekonomian global, gejolak harga pangan global, bencana alam, perkembangan teknologi dan sumber daya manusia (SDMP, peningkatan jumlah penduduk, aspek distribusi, hingga alih fungsi lahan yang mencapai 100.000 ha per tahun.

    “Kata kuncinya, ini akan sukses kalau ada kerja sama antarbupati, gubernur, pemerintah pusat,” tegas Zulhas.

    Kata dia, kondisi saat ini sangat memungkinkan untuk Indonesia bisa swasembada pangan dalam tempo cepat. Hal ini justru berbanding terbalik dengan tahun lalu dimana kondisinya tidak memungkinkan bahkan Indonesia impor hampir 4 juta ton beras.

    “Tantangan pangan, perubahan iklim. Tahun lalu kita shortage, tahun lalu kita impor beras hampir 4 juta ton, impor garam hampir 3 juta ton, jagung 2,8 juta,” sebutnya.

    Food Estate Jadi Solusi Strategis

    Karena itu, ucapnya, salah satu jurus yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tercapainya swasembada pangan adalah dengan membangun lahan pertanian yang baru. Meski, di satu sisi, dia mengakui ada tantangan dari segi pertumbuhan jumlah penduduk yang memicu terjadinya kelebihan kapasitas lahan. Dia mencontohkan pulau Jawa yang jumlah penduduknya ditaksir sudah mencapai 90 juta orang. 

    “Sebagian daerah sudah di bawah permukaan laut, alih fungsi lahan cepat sekali di Pulau Jawa. Lahan-lahan pertanian berubah menjadi industri, menjadi perumahan, dll. Harusnya Pulau Jawa menjadi pusat keuangan,pusat pendidikan,pusat industri kreatif, tapi sekarang menjadi pusat pertanian. Karena separuh lebih, hampir 60 persen hasil pertanian itu masih di Jawa,” bebernya.

    “Oleh karena itu, kita memang harus membangun yang baru, yang kita kenal dalam food estate.  Sekarang Mentan lagi di Merauke. Di sana besar sekali, Merauke itu satu kabupaten, mungkin lebih luas dari Pulau Jawa. Akan dikembangkan 1-2 juta hektare lahan pertanian. Kemudian di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan daerah lain,” kata Zulhas.

    Foto: Curhat Menko Zulhas Soal Target Swasembada, Impor Pangan hingga Kesejahteraan Petani (CNBC Indonesia TV)
    Curhat Menko Zulhas Soal Target Swasembada, Impor Pangan hingga Kesejahteraan Petani (CNBC Indonesia TV)

    (dce/dce)

  • Kementan Genjot Perluasan Lahan Padi 2 Juta Hektare

    Kementan Genjot Perluasan Lahan Padi 2 Juta Hektare

    Magelang, Beritasatu.com – Dalam upaya mempercepat swasembada pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan penambahan luas lahan tanam (LLT) hingga dua juta hektare pada April 2025. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas padi secara nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor beras.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan, Kementan terus menggenjot LTT, Indeks Pertanaman (IP), dan produktivitas pertanian secara nasional. Hingga April, target dua juta hektare lahan diproyeksikan akan tercapai.

    “Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, peningkatan LTT cukup signifikan. Secara nasional, kenaikan LTT mencapai 52% atau lebih dari satu juta hektare,” ujar Andi Amran Sulaiman saat memberikan arahan kepada ratusan penyuluh pertanian lapangan (PPL) di Gudang Bulog, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (25/2/2025).

    Untuk mengejar target tersebut, Kementan menerapkan beberapa strategi utama, seperti percepatan LTT , IP, dan peningkatan produktivitas dengan memberikan reward atau peringkat kepada para PPL yang berpredikat bagus. Sebagai bentuk apresiasi, pemerintah akan memberikan kendaraan dinas bagi PPL terbaik.

    “PPL yang berprestasi nanti kita siapkan kendaraan (motor dinas). Tahun depan, kami anggarkan sekitar 5.000 hingga 10.000 unit untuk mereka yang masuk peringkat 1 hingga 10.000,” kata mentan.

    Selain memperluas lahan tanam, Kementan memastikan penyerapan gabah petani dengan harga Rp 6.500 per kilogram. Mekanisme pembelian akan dilakukan secara door-to-door untuk memastikan petani mendapatkan harga terbaik.

    Kementan juga memperkuat sektor pertanian dengan penyediaan benih unggul, distribusi pupuk hingga 9,5 juta ton, serta pembangunan dan perbaikan irigasi.

    “Serapan gabah harus maksimal, tidak boleh di bawah harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 6.500 per kilogram,” tegasnya.

    Melalui penambahan luas tambah tanam dan strategi lainnya, Kementan berharap swasembada pangan dapat segera tercapai, sekaligus mengurangi impor beras.

  • Krisis Beras Imbas Cuaca Ekstrem: Jepang Lepas 210.000 Ton Cadangan, RI Bagaimana?

    Krisis Beras Imbas Cuaca Ekstrem: Jepang Lepas 210.000 Ton Cadangan, RI Bagaimana?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) menyoroti krisis pangan beras yang terjadi di Jepang, Malaysia, hingga Filipina akibat cuaca ekstrem.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menilai kejadian darurat pangan di Jepang, Malaysia, hingga Filipina menjadi peringatan bagi Indonesia untuk bertindak cepat dalam menjaga ketahanan pangan.

    Menurutnya, Indonesia perlu mempercepat swasembada beras sekaligus memperkuat cadangan pangan nasional guna mengantisipasi ancaman krisis pangan global.

    Pasalnya di Jepang, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Negeri Sakura itu melepaskan 210.000 ton beras dari cadangan darurat satu juta ton akibat lonjakan harga ekstrem.

    Amran mengatakan kenaikan harga beras di Jepang mencapai 82% dalam setahun, yakni dari 2.023 yen per kilogram atau sekitar Rp215.423 menjadi 3.688 yen per kilogram atau sekitar Rp393.000.

    “Ini dampak langsung dari gelombang panas ekstrem yang merusak produksi dan mengganggu distribusi. Kondisi ini bisa terjadi di mana saja jika negara tidak memiliki cadangan pangan yang memadai,” kata Amran dalam keterangan tertulis, Jumat (21/2/2025).

    Kondisi serupa juga terjadi di Malaysia, Amran mengatakan kelangkaan beras lokal memicu kepanikan di masyarakat. Pasokan yang menipis menyebabkan lonjakan harga, sementara harga beras impor yang lebih tinggi semakin membebani rakyat.

    “Kondisi di Malaysia menunjukkan bahwa terganggunya stok pangan bisa berakibat pada keresahan sosial. Pangan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga faktor stabilitas negara,” ujarnya.

    Sebelumnya, Filipina juga telah menetapkan status darurat ketahanan pangan sejak awal Februari 2025 setelah inflasi beras mencapai 24,4% yang merupakan angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir. 

    Menurut Amran, negara yang bergantung pada impor beras seperti Filipina dan Malaysia sangat rentan ketika pasokan global terganggu. “Ini menjadi pelajaran berharga bahwa ketergantungan pada impor bukanlah solusi jangka panjang. Indonesia harus memperkuat produksi dalam negeri,” ujarnya.

    Sementara itu, Badan Pangan Dunia (FAO) melaporkan lebih dari 864 juta orang di dunia mengalami kerawanan pangan parah pada 2024, di mana Asia dan Afrika sebagai wilayah terdampak utama yang dipicu oleh perubahan iklim, konflik, dan ketidakstabilan.

    “Ini bukan sekadar peringatan, tapi bukti nyata bahwa pangan adalah isu strategis. Indonesia harus memastikan ketahanan pangan sejak sekarang,” imbuhnya.

    Untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras, Amran menyampaikan Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Perum Bulog untuk menyerap 3 juta ton beras dari petani dengan acuan HPP gabah Rp6.500 per kilogram dan membeli beras Rp12.000 per kilogram.

    “Ini langkah strategis. Dengan penyerapan massal, kita tidak hanya memastikan petani mendapatkan harga yang layak, tapi juga memperkuat stok nasional guna menghadapi ketidakpastian global. Indonesia saat ini dalam kondisi pangan yang kuat,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Amran juga menegaskan bahwa swasembada beras bukan hanya target, melainkan sebuah keharusan bagi kemandirian bangsa.

    “Kita tidak ingin rakyat antre beras seperti di Filipina atau panik seperti di Malaysia dan Jepang. Dengan cadangan yang cukup dan sistem distribusi yang tangguh, Indonesia bisa menjadi contoh dalam ketahanan pangan global,” tandasnya. ‎

    Potensi Beras

    Dalam catatan Bisnis, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya potensi produksi beras sebanyak 8,67 juta ton pada Januari—Maret 2025.

    Produksi beras di Indonesia berpotensi mengalami lonjakan hingga 52,32% dibandingkan Januari—Maret 2024. Pada periode itu, produksi beras hanya mencapai 5,69 juta ton. Ini artinya, potensi produksi beras mencapai 2,98 juta ton.

    “Potensi produksi beras sepanjang Januari—Maret tahun ini diperkirakan akan mencapai 8,67 juta ton, atau mengalami peningkatan sebesar 2,98 juta ton atau 52,32% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” kata Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam Rilis BPS, Senin (3/2/2025).

    Namun, produksi beras sepanjang Januari—Maret 2025 ini merupakan angka potensi dengan menggunakan angka potensi luas panen Januari—Maret 2025 dan rata-rata produktivitas subround I 2022–2024.

    Adapun, potensi luas panen padi sepanjang Januari—Maret 2025 diperkirakan akan mencapai 2,83 juta hektare. Luas panen padi sepanjang periode itu diperkirakan mengalami peningkatan 0,97 juta hektare atau 52,08% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

  • Krisis Pangan Melanda Jepang hingga Malaysia, Bagaimana dengan Indonesia? Ini Kata Mentan Amran  – Halaman all

    Krisis Pangan Melanda Jepang hingga Malaysia, Bagaimana dengan Indonesia? Ini Kata Mentan Amran  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam rangka mengantisipasi ancaman krisis pangan global yang dipicu oleh perubahan iklim dan ketidakstabilan distribusi, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan pentingnya Indonesia mempercepat swasembada beras sekaligus memperkuat cadangan pangan nasional. 

    Menurutnya, kejadian darurat pangan di Jepang, Malaysia, hingga Filipina menjadi alarm bagi Indonesia untuk bertindak cepat dalam menjaga ketahanan pangan.

    Mentan Andi Amran menyoroti kebijakan terbaru Pemerintah Jepang yang untuk pertama kalinya dalam sejarah, melepaskan 210.000 ton beras dari cadangan darurat satu juta ton akibat lonjakan harga ekstrem. 

    “Kenaikan harga beras di Jepang mencapai 82 persen dalam setahun, dari ¥2.023/kg (Rp215.423) menjadi ¥3.688/kg (Rp393.000). Ini dampak langsung dari gelombang panas ekstrem yang merusak produksi dan mengganggu distribusi. Kondisi ini bisa terjadi di mana saja jika negara tidak memiliki cadangan pangan yang memadai,” ujarnya.

    Sementara di Malaysia, kelangkaan beras lokal memicu kepanikan di masyarakat. Pasokan yang menipis menyebabkan lonjakan harga, sementara harga beras impor yang lebih tinggi semakin membebani rakyat.

    “Kondisi di Malaysia menunjukkan bahwa terganggunya stok pangan bisa berakibat pada keresahan sosial. Pangan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga faktor stabilitas negara,” jelas Mentan Amran. 

    Di media sosial, gelombang protes dari warga Malaysia memang terus meningkat. Warga menuntut tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi krisis ini, dan mengurangi ketergantungan pada beras impor.

    Sebelumnya, Filipina telah menetapkan status darurat ketahanan pangan sejak awal Februari 2025 setelah inflasi beras mencapai 24,4%—angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir. 

    “Negara yang bergantung pada impor beras seperti Filipina dan Malaysia sangat rentan ketika pasokan global terganggu. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa ketergantungan pada impor bukanlah solusi jangka panjang. Indonesia harus memperkuat produksi dalam negeri,” tegas Amran.

    Badan Pangan Dunia (FAO) melaporkan bahwa lebih dari 864 juta orang di dunia mengalami kerawanan pangan parah pada 2024, dengan Asia dan Afrika sebagai wilayah terdampak utama. Perubahan iklim, konflik, dan ketidakstabilan ekonomi disebut sebagai pemicu utama. 

    “Ini bukan sekadar peringatan, tapi bukti nyata bahwa pangan adalah isu strategis. Indonesia harus memastikan ketahanan pangan sejak sekarang,” kata Amran.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, harga beras medium di Indonesia stabil di kisaran Rp13.000-Rp14.000/kg, lebih rendah dibanding puncak harga 2024 yang sempat mencapai Rp16.000/kg. 

    “Stabilitas ini patut disyukuri, tapi kita tidak boleh berpuas diri. Ke depan, kita harus memperkuat cadangan beras nasional agar siap menghadapi segala kemungkinan, termasuk dampak perubahan iklim yang semakin nyata,” ungkapnya.

    Menurut BPS, pada Februari 2024, harga beras di Indonesia mengalami kenaikan dan mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Harga beras di tingkat penggilingan pada Februari 2024 tercatat di level Rp14.274/kg. 

    “Kondisi ini menjadi pengingat bahwa tanpa cadangan yang cukup dan mekanisme stabilisasi yang kuat, kita bisa menghadapi lonjakan harga yang lebih besar di masa depan,” tambah Amran.

    Untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras, Presiden 
    Prabowo Subianto telah menginstruksikan Perum Bulog agar segera menyerap 3 juta ton beras dari petani dengan acuan HPP gabah Rp.6.500/kg dan membeli beras Rp.12.000/kg agar menjaga semangat petani untuk bertani.

    “Ini langkah strategis. Dengan penyerapan massal, kita tidak hanya memastikan petani mendapatkan harga yang layak, tapi juga memperkuat stok nasional guna menghadapi ketidakpastian global. Indonesia saat ini dalam kondisi pangan yang kuat,” papar Amran.

    Selain itu, Kementan terus mendorong sinergi dengan kementerian lain dan pemerintah daerah untuk memastikan distribusi beras berjalan lancar dan minim kebocoran. 

    “Kami juga mengajak masyarakat mendukung program cetak sawah baru serta peningkatan produktivitas melalui teknologi pertanian modern,” tambahnya.

    Amran menutup dengan menegaskan bahwa swasembada beras bukan sekadar target, melainkan sebuah keharusan bagi kemandirian bangsa.

    “Kita tidak ingin rakyat antre beras seperti di Filipina atau panik seperti di Malaysia dan Jepang. Dengan cadangan yang cukup dan sistem distribusi yang tangguh, Indonesia bisa menjadi contoh dalam ketahanan pangan global,” pungkasnya. ‎

  • Sebut Jepang-Malaysia Krisis Pangan, Mentan Beberkan Kondisi RI

    Sebut Jepang-Malaysia Krisis Pangan, Mentan Beberkan Kondisi RI

    Jakarta

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap telah terjadi krisis pangan di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Filipina dan Jepang. Ia menyebut harga beras di tiga negara tersebut mengalami lonjakan yang sangat signifikan.

    Amran mengatakan kebijakan terbaru Pemerintah Jepang yang untuk pertama kalinya dalam sejarah, melepaskan 210.000 ton beras dari cadangan darurat satu juta ton akibat lonjakan harga ekstrem. Menurutnya kenaikan harga beras di negara itu hingga 82%.

    “Kenaikan harga beras di Jepang mencapai 82% dalam setahun, dari ¥2.023/kg (Rp 215.423) menjadi ¥3.688/kg (Rp 393.000). Ini dampak langsung dari gelombang panas ekstrem yang merusak produksi dan mengganggu distribusi. Kondisi ini bisa terjadi di mana saja jika negara tidak memiliki cadangan pangan yang memadai,” kata dia dalam keterangannya, Jumat (21/2/2025).

    Sementara di Malaysia, kelangkaan beras lokal memicu kepanikan di masyarakat. Pasokan yang menipis menyebabkan lonjakan harga. Di sisi lain harga beras impor kini lebih tinggi.

    Menurutnya, di media sosial menunjukkan gelombang protes dari warga Malaysia memang terus meningkat. Warga menuntut tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi krisis ini, dan mengurangi ketergantungan pada beras impor.

    “Kondisi di Malaysia menunjukkan bahwa terganggunya stok pangan bisa berakibat pada keresahan sosial. Pangan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga faktor stabilitas negara,” jelas Amran.

    Kemudian, Filipina juga telah menetapkan status darurat ketahanan pangan sejak awal Februari 2025 setelah inflasi beras mencapai 24,4%. Angka inflasi tertinggi dalam 15 tahun terakhir.

    “Negara yang bergantung pada impor beras seperti Filipina dan Malaysia sangat rentan ketika pasokan global terganggu. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa ketergantungan pada impor bukanlah solusi jangka panjang. Indonesia harus memperkuat produksi dalam negeri,” ucap Amran.

    Sementara, Badan Pangan Dunia (FAO) melaporkan bahwa lebih dari 864 juta orang di dunia mengalami kerawanan pangan parah pada 2024, dengan Asia dan Afrika sebagai wilayah terdampak utama. Perubahan iklim, konflik, dan ketidakstabilan ekonomi disebut sebagai pemicu utama.

    “Ini bukan sekadar peringatan, tapi bukti nyata bahwa pangan adalah isu strategis. Indonesia harus memastikan ketahanan pangan sejak sekarang,” tutur Amran.

    Kondisi di Indonesia

    Untuk itu, dalam rangka mengantisipasi ancaman krisis pangan global yang dipicu oleh perubahan iklim dan ketidakstabilan distribusi, Amran menegaskan pentingnya Indonesia mempercepat swasembada beras dan memperkuat cadangan pangan nasional. Menurutnya, kejadian darurat pangan di Jepang, Malaysia, hingga Filipina menjadi alarm bagi Indonesia untuk bertindak cepat dalam menjaga ketahanan pangan

    Amran mengungkap, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, harga beras medium di Indonesia stabil di kisaran Rp 13.000-Rp 14.000/kg, lebih rendah dibanding puncak harga 2024 yang sempat mencapai Rp 16.000/kg.

    “Stabilitas ini patut disyukuri, tapi kita tidak boleh berpuas diri. Ke depan, kita harus memperkuat cadangan beras nasional agar siap menghadapi segala kemungkinan, termasuk dampak perubahan iklim yang semakin nyata,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, mengutip data BPS, pada Februari 2024, harga beras di Indonesia mengalami kenaikan dan mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Harga beras di tingkat penggilingan pada Februari 2024 sempat di level Rp 14.274/kg.

    “Kondisi ini menjadi pengingat bahwa tanpa cadangan yang cukup dan mekanisme stabilisasi yang kuat, kita bisa menghadapi lonjakan harga yang lebih besar di masa depan,” tambah Amran.

    Untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras, Amran menegaskan, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Perum Bulog agar segera menyerap 3 juta ton beras dari petani dengan acuan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah Rp 6.500/kg dan membeli beras Rp 12.000/kg agar menjaga semangat petani untuk bertani.

    “Ini langkah strategis. Dengan penyerapan massal, kita tidak hanya memastikan petani mendapatkan harga yang layak, tapi juga memperkuat stok nasional guna menghadapi ketidakpastian global. Indonesia saat ini dalam kondisi pangan yang kuat,” papar Mentan Amran.

    Selain itu, pihaknya juga terus mendorong sinergi dengan kementerian lain dan pemerintah daerah untuk memastikan distribusi beras berjalan lancar dan minim kebocoran. Amran pun menegaskan bahwa swasembada beras bukan sekadar target, melainkan sebuah keharusan bagi kemandirian bangsa.

    “Kita tidak ingin rakyat antre beras seperti di Filipina atau panik seperti di Malaysia dan Jepang. Dengan cadangan yang cukup dan sistem distribusi yang tangguh, Indonesia bisa menjadi contoh dalam ketahanan pangan global,” pungkasnya.

    (acd/acd)

  • RI Masih Impor Beras dari Thailand-Vietnam di 2025, Ini Datanya

    RI Masih Impor Beras dari Thailand-Vietnam di 2025, Ini Datanya

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia masih impor beras dengan nilai mencapai US$43,2 juta atau setara Rp700,66 miliar (asumsi kurs Rp16.220 per dolar AS) pada Januari 2025.

    Namun, nilai impornya lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2024 yang pernah mencapai US$278,03 juta, atau turun 84,46% secara tahunan (year-on-year/yoy).

    Adapun, BPS mengungkap volume impor beras mencapai 79.361 ton pada Januari 2025. Kendati demikian, volumenya turun 82,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 442.112 ton.

    Berdasarkan data BPS, impor beras pada Januari 2025 yang diterima Indonesia mayoritas berasal dari negara tetangga, seperti Thailand, Vietnam, dan Myanmar.

    Untuk Thailand, misalnya, impor beras yang diterima Indonesia sebanyak 13.984 ton beras dengan nilai US$8,06 juta pada Januari 2025. Jika dibandingkan dengan periode yang sama 2024, volumenya mencapai 235.840 ton dengan nilai US$151,88 juta.

    Selain dari Thailand, Indonesia juga mengimpor 15.050 ton beras Vietnam atau nilainya mencapai US$8,27 juta pada Januari 2025. Sementara itu, pada Januari 2024, volume impor beras dari negara ini adalah 32.342 ton atau senilai US$21,04 juta.

    Ada pula impor beras dari Myanmar sebanyak 6.680 ton atau bernilai US$3,64 juta pada Januari 2025. Sedangkan pada periode yang sama di tahun lalu nilai impornya mencapai US$23,96 juta atau 41.640 ton beras.

    Di samping itu, pemerintah juga mengimpor sebanyak 16.876 ton beras dari Pakistan atau senilai US$8,98 juta pada Januari 2025. Pada Januari 2024, Indonesia menerima 129.781 ton beras asal Pakistan dengan nilai US$79,33 juta.

    Namun yang menarik, Indonesia tidak menerima keran impor beras dari India pada Januari 2024. Sedangkan di awal tahun ini, pemerintah membuka keran impor sebanyak 26.763 ton beras dari India dengan nilai US$14,07 juta.

    Janji Tidak Impor

    Dalam catatan Bisnis, Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) menegaskan pemerintah tidak akan mengimpor beras konsumsi pada 2025. Namun, impor beras untuk kebutuhan hotel, restoran, dan kafe (horeka) tetap berjalan dengan volume yang sedikit.

    Hal itu disampaikan Zulhas dalam acara Indonesia Marine & Fisheries Business Forum: Blue Food Competent Authority Dialogue, Jakarta. 

    Zulhas menuturkan bahwa pemerintah telah memutuskan bahwa Indonesia tidak akan impor beras konsumsi pada tahun depan.

    “Apakah tidak ada [impor beras] yang lainnya? Ada itu beras yang dimakan Pak Wamen biasanya kalau ke restoran Jepang itu masih dikit-dikit impornya masih ada. Pembicara-pembicara biasanya kalau suka beras basmati, kita tidak bisa bikin itu, ada [impor] tapi sedikit,” ungkap Zulhas.

    Untuk itu, Eks Menteri Perdagangan 2022–2024 itu menjelaskan bahwa pemerintah tetap mengimpor beras untuk keperluan horeka, meski tidak akan membuka keran impor beras untuk konsumsi.

    “Jadi beras-beras restoran biasanya Itu masih ada sedikit [impor]. Tapi untuk konsumsi, kita tidak akan, konsumsi secara umum tidak ada impor lagi,” terangnya.

    Pasalnya, Zulhas menerangkan bahwa jika pemerintah menolak beras dari luar negeri, maka Indonesia akan mendapatkan sanksi. “Karena kalau restoran Jepang mau masukkan beras dari Jepang tidak boleh, kita bisa disanksi, Jadi itu masih kita perkenankan,” jelasnya.

    Sama halnya dengan beras jenis lainnya, seperti beras briyani dan basmati dengan jumlah impor yang mini.

    “Jadi kalau nanti restoran-restoran, briyani dan sebagainya perlu beras basmati, kalau kita tidak kasih Itu nanti Pakistan, India, Bangladesh bisa marah sama kita, tapi volumenya kecil,” tuturnya.

    Namun, dia kembali menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mengimpor beras konsumsi. “Tapi beras yang biasa kita impor, yang tahun lalu hampir 3 juta lebih, tahun ini kita tidak akan impor lagi,” tandasnya.

  • Lonjakan Produksi Beras 52,32% pada Januari-Maret 2025, BPS: Harga Beras Turun

    Lonjakan Produksi Beras 52,32% pada Januari-Maret 2025, BPS: Harga Beras Turun

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan lonjakan signifikan dalam produksi beras nasional pada periode Januari-Maret 2025. Potensi produksi beras diperkirakan mencapai 8,67 juta ton, meningkat tajam sebesar 52,32% dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang tercatat sebesar 5,69 juta ton.

    Peningkatan ini seiring dengan meluasnya potensi luas panen padi yang diperkirakan mencapai 2,83 juta hektare. Angka ini menunjukkan kenaikan sekitar 970,33 ribu hektare atau 52,08% dibandingkan dengan luas panen pada Januari-Maret 2024 yang hanya mencapai 1,86 juta hektare.

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, juga menyampaikan informasi mengenai harga beras. Rata-rata harga beras di tingkat penggilingan pada Januari 2025 turun sebesar 4,30% dibandingkan tahun sebelumnya. 

    “Harga beras ini turun 4,30% secara tahunan atau year on year (yoy),” ungkapnya dalam sesi live streaming rilis BPS beberapa waktu lalu.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan,  peningkatan produksi beras ini merupakan hasil dari upaya bersama berbagai pihak dalam meningkatkan produktivitas pertanian nasional. 

    “Peningkatan produksi ini tidak terlepas dari perbaikan infrastruktur irigasi, seperti pompanisasi, ketersediaan pupuk bersubsidi yang memadai, serta penerapan teknologi pertanian modern yang lebih efisien,” ujar Mentan Amran.

    Mentan Amran mengapresiasi pencapaian ini sebagai bukti nyata efektivitas berbagai program strategis yang dijalankan oleh Kementerian Pertanian untuk mendukung ketahanan pangan nasional. 

    “Peningkatan produksi beras ini menunjukkan keberhasilan langkah-langkah strategis yang kami lakukan untuk mendorong produktivitas pertanian. Kami akan terus bekerja keras untuk memastikan ketersediaan pangan nasional tetap terjaga dengan baik,” tegasnya.

    Mentan Amran menegaskan, keberhasilan ini dicapai melalui implementasi berbagai program unggulan, seperti optimasi lahan rawa, pompanisasi, perluasan areal tanam, dan mekanisasi pertanian. 

    “Program-program ini terbukti efektif dalam meningkatkan produktivitas lahan dan efisiensi usaha tani, yang berdampak langsung pada peningkatan hasil panen dan ketersediaan beras nasional,” jelasnya.

    Salah satu program andalan yang berperan penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian adalah pompanisasi. Program ini memfasilitasi penggunaan pompa air untuk mengatasi keterbatasan irigasi, khususnya di lahan tadah hujan dan daerah yang rawan kekeringan. 

    Ia mengatakan, dengan sistem pompanisasi, petani dapat mengairi lahan mereka secara lebih efektif, meningkatkan indeks pertanaman, dan memperpanjang masa tanam sepanjang tahun.

    “Kami optimistis dengan dukungan penuh dari Presiden Prabowo, berbagai pihak terkait dan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat mencapai swasembada pangan secepatnya dan menghentikan impor beras selamanya di masa mendatang,” tambah Mentan Amran.

    Mentan Amran berharap peningkatan produksi ini dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional, terutama dalam menjaga stabilitas harga beras di pasar domestik dan meningkatkan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia.

    Selain itu, BPS juga mencatat nilai tukar petani (NTP) pada Januari 2025 mencapai 123,68, yang meningkat 0,73% dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 122,78. Komoditas yang mempengaruhi harga yang diterima petani nasional adalah cabai rawit, cabai merah, kakao, dan gabah.

  • Merajut Mimpi Swasembada Pangan hingga Tutup Keran Impor    
        Merajut Mimpi Swasembada Pangan hingga Tutup Keran Impor

    Merajut Mimpi Swasembada Pangan hingga Tutup Keran Impor Merajut Mimpi Swasembada Pangan hingga Tutup Keran Impor

    Jakarta

    Swasembada pangan menjadi target ambisius pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Tugas untuk mencapai target itu berada di bawah koordinator Zulkifli Hasan yang ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Pangan.

    Pria yang akrab disapa Zulhas itu telah memetakan bagaimana langkah Indonesia untuk mencapai cita-cita swasembada pangan. Target itu harus tercapai untuk memastikan ketersediaan pangan nasional tanpa ketergantungan pada impor.

    Kepada detikcom, Zulhas blak-blakan cara kepemimpinan dan koordinasi yang dilakukan untuk mengejar target swasembada pangan. Berikut petikan wawancara lengkapnya.

    Dari 100 hari ini, pekerjaan Pak Menko yang paling berat. Urusan makan gratis ini bukan perkara mudah, tapi sudah berjalan. Itu bisa diceritakan lebih dahulu barangkali?

    Ya, memang ujungnya itu Pak Prabowo itu kan sangat cinta kepada rakyat, sebenarnya seorang patriot. Oleh karena itu saya 15 tahun, baru menang pun ya setia. Karena kami setia dengan perjuangan.

    Kalau Indonesia mau maju, kan tergantung manusianya. Manusianya harus sehat, harus pintar, cerdas, kuat badannya. Ya tentu kaitannya sama pangan, makan bergizi yang cukup. Karena anak-anak Indonesia rata-rata itu IQ di bawah 80.

    Saya pernah jadi ketua karate, tarung, kita belum keluar jurus, kaki kita ditendang, kalah langsung. Karena kalah dengan kekuatan gizinya. Nah itu kesana kan secara mutlak pangan, gizi itu pangan. Makanya tidak ada negara yang maju tanpa berdaulat di bidang pangan.

    Nah itu jadi sangat penting. Kita ini 28 tahun ribut terus soal demokrasi, macam-macam ya, sehingga ini agak terabaikan. Dibangun, tetapi tidak diprioritaskan, baru Pak Prabowo menjadi top prioritas utama.

    Kalau bicara soal swasembada itu bagian dari upaya untuk meneguhkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Tapi kemudian reformasi, kita membenahi demokrasi, terus bicara soal partai politik. 29 tahun habis waktu kita.

    Berarti sekarang kembali ke hal dasar?

    Harus, karena mau bagaimana. Bayangkan, kita kan walaupun baru 15 juta yang dapat manfaat, makan bergizi gratis itu, tetapi sudah berjalan. Mudah-mudahan nanti kalau Pak Presiden, APBN kita longgar, tambah lagi Rp 140 triliun di bulan Agustus atau September. Maka akan bermanfaat kepada 82 juta orang. Artinya seluruh rakyat Indonesia akan mendapat manfaat itu. Nah kalau itu nanti diukur, kelihatan hasilnya, fisiknya, kesehatannya, kecerdasan dan sebagainya.

    Sekali lagi, untuk itu kan program pokoknya ini, harus, bayangkan, kalau 82 juta, beras saja harus tambah 4,5 juta ton. Beras saja, belum telur, belum ikan, belum lagi ayam, sayur sayuran dan lain lain. Nah oleh karena itu program kedaulatan pangan, atau swasembada pangan memang nggak boleh ditawar-tawar.

    Kan semua program nggak pasti berjalan dengan mulus 100%, berjalan sempurna di awal-awal. Ada yang bilang kurang enak lah, kurang ini, itu pasti jadi catatan. Faktanya ini tetap berjalan programnya dan yang menerima manfaat sudah ada.

    Saya kan barusan dari Banyuwangi, bagus. Memang anak-anak kita itu, kadang-kadang sayur kan nggak suka. Tapi ini kan ada ahli gizinya, ada ahli nutrisi, dan sebagainya itu kan.

    Jadi bukan sekedar memberikan makan gratis?

    Enggak, nanti kan diukur, berapa tahun (umur anak) diukur. Nah makanya harus memenuhi standar itu, harus ada sayur sebagai serat, harus ada protein, karbohidrat cukup. Makanya harus ada ikan, atau ayam, atau telur, ada nasinya, sayurnya, ada buahnya. Belum tentu anak-anak suka, tapi ini harus.

    Ini akan sustain nggak, Pak Menko? Artinya apakah ini takutnya ini cuma sesaat aja beban negara berat, kemudian ditangguhkan dulu? Ini menjadi prioritas, anggaran dipotong-potong untuk ini?

    Itu duluan, bahkan sebelum beliau dilantik sudah “ini dulu nih”, yang dibahas beliau, sudah siap.

    Bicara swasembada pangan sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi kalau misalnya program ini berjalan terus. Pak Menko katakan tadi ada tambahan 4,5 juta ton?

    Iya, kalau sudah penerima sudah 82 juta anak kita, oh beras saja 4,8 juta (ton).

    Sementara di saat yang sama Pak Menko akan mencanangkan tidak akan impor beras, mungkin nggak untuk tercapai?

    Iya, jadi gini. Kita tahun lalu, baru sebulan lewat kan. Kita putuskan waktu itu, Pak Menko, rapat kita akan impor beras 4 juta (ton), masuk 3,6 juta (ton). Tetapi tahun ini kami sudah putuskan kami rapat koordinasi, kita putuskan kita tidak impor beras lagi tahun ini.

    Karena perintah Bapak Presiden kita ini harus percaya diri, kita bekerja keras, kita ikhtiar dulu. Jangan belum-belum, ah mana mungkin swasembada pangan, mana bisa mana, jangan begitu ya. Kita insyaallah bisa. Dan selalu di mana ada kemauan, ada kesungguhan, ada ikhtiar, di situ ada jalan.

    Dan kami melihat ya kita bisa tahun ini tidak impor beras. Ada dua, itu yang kami lakukan. Pertama, swasembada itu kita tentu membangun baru, ada di Merauke itu 1 juta (hektare) lebih, ada di Kalimantan Tengah, di Kalimantan Timur, yang kita sebut food estate itu. Itu mungkin totalnya 2-3 juta (hektare) yang akan dibangun. Itu penting, penting sekali. Karena kita ini negara besar, penduduk kita bertambah terus. Masa maka kita tergantung sama luar negeri.

    Saya kemarin Menteri Perdagangan, pelan pelan aja ini ngomongnya, setahun bolak balik India mau beli beras nggak dikasih, bayangin kita punya uang buat beli, harganya mahal US$ 6.200 per ton. Jadi memang kita harus bisa mandiri. Karena ini menyangkut negara besar, jumlah uang yang besar.

    Jadi tadi pertambahan bangun (lahan pertanian) baru tapi ini nggak bisa cepat. Nggak mungkin kita tahun besok langsung, nggak bisa. Kalau bangun baru kan perlu waktu. Perlu ada resetnya, perlu ada penelitiannya, perlu bangun jalan, perlu bangun irigasi, penyesuaian lahan sawahnya, buka lahan publik. Waktunya mungkin 5 tahun sampai 7 tahun.

    Nah, setelah kami pelajari, ada yang cepat. Itu yang kita sebut optimalisasi atau intensifikasi. Misalnya saya lihat berapa sih luas baku sawah kita? 8,4 juta (hektare). Itu sudah dikurangi alih fungsi lahan 7,4 juta (hektare).

    Luas tanah, panen berapa yang dipanen. yang dipanen 10 juta (hektare), kalau sekali panen 7,4 juta (hektare) berarti sisanya 2,5 juta (ha) yang dua kali. Berarti masih banyak lahan-lahan sawah kita yang cuma sekali panen.

    Artinya ini sebenarnya sawah-sawah kita nggak seragam?

    Artinya ada masalah. Ada yang tanam sekali, ada yang dua kali, ada yang tiga kali, kecil sekali. Berarti yang sekali itu bisa dioptimalisasi (menjadi panen) dua kali. Kita pelajari. Oh, saya telepon Pak Menteri PU, ‘Pak Menteri PU, coba cek, ada ga sawah-sawah yang belum ada irigasi?’, ‘Baik Pak.’ Kami suruh Sekjen Kementan ‘Perlu berapa lama?’, ‘Seminggu, Pak.’ Ketemu angka 2,6.

    Ini semua karena kita tuh membelakangi pertanian barangkali ya selama 29 tahun?

    Nggak membelakangi juga, tapi tidak program utama. Misalnya, kita stabil kan demokrasi kita mungkin baru Pak Jokowi ya, itu agak stabil, membangun kan ga ada gangguan banyak gitu ya. Tapi fokusnya kan infrastruktur, banyak hasilnya. Nah sekarang fokusnya itu pertanian.

    Kembali lagi ke cita-cita awal kita. Ya ini beresin dulu, hal dasar. Pak Menko juga sebutkan bahwa petani kita sudah tua-tua, varitas yang ditanam itu itu aja.

    Sekarang orang pakai GMO (Genetically Modified Organism), mau jagung, mau padi, mau ayam, gitu. Kita, varitas kita mungkin 20 tahun yang lalu masih kita pakai, termasuk perkebunan rakyat, termasuk perkebunan tebu itu ya, termasuk kopi, termasuk kelapa itu masih dulu-dulu.

    Jadi kita 28 tahun terus terang saya akui tertinggal. Pertanian itu dibangun oleh Pak Harto. Irigasi yang sekunder, tersier itu, premier Pak Harto. Tetapi kalau bendungan itu Pak Jokowi, tapi sampai (irigasi) primer, tersier, sekunder belum. Jadi kalau kita lihat irigasi, wah Pak Harto. Bangun pabrik pupuk, zaman Pak Harto.

    Bulog karena dibeli hasil pertanian, gudang-gudang 1.800, Pak Harto. Jadi memang kita 28 tahun ini tertinggal, makanya Thailand, Vietnam jauh maju.

    Padahal kita pemakan nasi paling banyak di dunia.

    Tapi bukan nggak bisa, kita bisa.

    Bagaimana kemudian menyeimbangkannya Pak Menko? Karena kita mau juga, kita kan sekarang cuma 18% katanya PDB kita dari industrialisasi, dari manufakturing. Jadi kan harus diakselerasi juga. Itu otomatis kan butuh lahan juga. Bagaimana kemudian menyeimbangkan antara lahan pertanian?

    Jadi kita Jawa nggak mungkin bertambah, Sumatera tidak mungkin bertambah, Sulawesi Selatan nggak mungkin bertambah, itu yang kita optimalisasi. Karena jangka panjang, Jawa itu harusnya menjadi pusat pendidikan, pusat keuangan, pusat industri yang industri kreatif, perdagangan dan lain-lain.

    Nah sementara untuk pertanian memang kita harus siapkan tempat-tempat yang baru. Itulah yang food estate itu. Misalnya Merauke, Kalimantan Timur. Walaupun kita ini kan baru bangun ibu kota baru aja udah ribut. Memang Jawa ya harusnya bisa cuma 80 juta kan pulau Jawa ini, sekarang kapal ini kan 160 juta, ya kapal namanya pulau Jawa ini, 160 juta lebih, kan sudah over. Maka kita harus memperluas. Kayak Barat dulu nemukan Australia, maju. Nah kita punya Papua.

    Tapi tanahnya itu memang layak untuk jadi sawah? Karena kan orang bilang wah ini tanahnya beda nih.

    Apa saja bisa tumbuh, selama ada teknologi.

    Pak Menko, ini juga salah satu statement yang agak promising sebenarnya. Optimistis tapi ya mungkin menimbulkan sinisme juga soal kita harus diversifikasi harga, jadi satu harga. Jadi kalau dulu ada BBM itu satu harga. Nah sekarang ini gabah satu harga, dicanangkan Rp 6.500/kg nggak boleh kurang?

    Begini, kita filosofinya itu harus mendidik rakyat kita itu produktif. Produktif itu, pemerintah, negara harus hadir, kita harus berpihak. Karena terus terang, petani kita itu petani paling rajin di dunia.

    Tapi kalau tidak berpihak, mau tanam, pupuk datangnya waktu panen. Harga bagus waktu tanam, begitu panen harganya murah. Ya lama-lama juga nggak ada yang mau. Sekarang anak muda ditanya jadi petani, nggak ada yang mau. Petani-petani kita sudah aging, dulu 60% petani itu tenaga kerjanya, sekarang tinggal 20-25%. Jadi anak anak muda nggak mau lagi.

    Nah itu tuh ada yang keliru. Kita pelajari itu apa? Nggak boleh dong inflasi, tapi yang korban petani kan, nggak boleh. Negara hadir dalam bentuk subsidi. Kan Thailand juga begitu, Vietnam juga begitu.

    Karena itu kita harus membeli hasil produksi petani-petani kita dengan harga yang layak, yang untung. Jangan mereka terjebak dengan tengkulak terus. Oleh karena itu kami rapat atas dipimpin Pak Presiden, atas usulan saya, Bapanas, gabah harus dibeli Rp 6.500/kg.

    Oleh karena itu yang paling depan Bulog. Ada masalah lagi kemarin, lama ini persiapannya, ada ini segala macam, ada uang. Sekarang Bulog, uang nggak ada masalah lagi. Uangnya cukup, sudah ada Rp 23 triliun tambah Rp 16 triliun. Jadi cukup untuk (menyerap) setara beras 3 juta.

    Nah, tinggal sekarang gudang. Dengan Bulog kami sudah rembuk berkali-kali rapat ini. Ini kan di balik, di dapurnya, lama ini urusannya. Kita sudah ada tersedia gudang bisa nampung 2 juta ton dan kami masih cari (gudang untuk menyimpan) 1 juta ton lagi, 2 juta ton sudah ada. Karena kita akan panen raya bulan Februari, Maret, April.

    Uang ada, gudang ada, apa lagi? Tinggal beli. Kami juga tahu, Bulog punya SDM terbatas di level kabupaten, sedangkan sawah ini kan desa-desa kan. Oleh karena itu tidak mungkin ini kerja sendiri, ini mesti melibatkan kepala daerah, kepala desa, Camat, Bupati, dan TNI, Polri. Kita satu tim. Karena kalau satu, tetapi tidak melakukan tugasnya, gol bunuh diri, nggak bisa.

    Jadi itu ada jaminan tetap ya? Silakan lapor atau memberitahu kepada pemerintah kalau misalnya dibeli tidak di angka itu?

    Saya di kantor saya sekarang saya buka crisis center. Begitu mau tanam, pupuk nggak ada, lapor. Kita akan perintah pupuk Indonesia kabupaten itu untuk kasih. Satu kali, dua kali dua puluh empat jam, dua hari nggak ada, kita minta diganti yang di kabupaten itu. Begitu juga kalau harga gabah tidak Rp 6.500/kg, itu lapor. Ada masalah pupuk, masalah harga, silahkan menghubungi nomor itu, semacam crisis center.

    Sudah ada jalan keluarnya, sudah ada duitnya ada, dalam pelaksanaannya karena ini kerja besar ya, dalam waktu singkat. Karena panen raya itu hanya Februari, Maret, April, 3 bulan, Bulog harus dapat setara beras, 2-3 juta.

    Pak Menko, ngomong soal Bulog ini kan, apa namanya, organ pemerintah. Terus sekarang jadi BUMN, sekarang akan ada perubahan struktur untuk mensukseskan ini?

    Hanya penyesuaian pengurusnya, tapi tugasnya sama saja. Karena walaupun dia juga bayar bunga, bunganya juga rendah, bunga pun disubsidi juga oleh pemerintah. Jadi itu tidak menjadi… uang cukup, untungnya ada, walaupun nggak besar. Jadi bunganya akan ditanggung oleh pemerintah. Jadi nggak ada alasan, duit cukup untuk membeli sebanyak 3 juta ton. Kalau Bulog mampu menyerap 2-3 juta, maka harga otomatis akan terkerek. Tapi kalau Bulog nggak beli, nggak ada persaingan.

    Kalau kita dengar asta cita dan rencana pemerintah ini kan sebenarnya memberikan insentif banyak kepada rakyat kecil. Ini mungkin angin segar buat rakyat kecil karena selama ini rakyat kecil kan di saat-saat tertentu aja diperhatikan dan lain sebagainya. Nah pertanyaannya insentif ini sampai kapan? Sehingga masyarakat kemudian bisa mandiri misalnya?

    Ini harus continue karena begini, kita harus mendidik masyarakat kita produktif. Nggak boleh terus terusan mengandalkan sumbangan, bantuan sosial, nggak bisa dong. Mereka harus produktif, mereka harus bekerja keras, hasilnya bagus, dia harus kreatif, melahirkan berbagai kreatifitas.

    Seperti di Thailand, mereka kan begitu. Tapi kalau yang pasif, cuman nunggu aja gitu, lama lama mimpi jadi orang kaya ikut judol (judi online), kita kan nggak mau begitu. Nah tentunya harus continue. Kalau harganya nggak dijamin, jatuh, jadi nggak tanam lagi. Sekarang kita lebih produksinya. Besok, dia rugi, ya nggak tanam lagi dia.

    Jadi itu bagian dari mendidik publik ya? Karena banyak sekali, sekarang kalau tinggal satu rumah, anak sekolah dapat bantuan, keluarga miskin dapat bantuan, lansia dapat bantuan. Ini satu rumah akhirnya nungguin bantuan semua?

    Banyak pelajarannya kita ambil ya. Kadang-kadang tetangga, ibu-ibu dua, akrab dekat, gitu ya, begitu ada yang bagikan minyak goreng, bisa berkelahi. Saya pengalaman beberapa tempat, bagi buku tulis aja, itu anak-anak SMA bisa berantem sama temannya. Nah ini kan harus kita, harus kita didik, anak-anak kita produktif, masyarakat kita masyarakatnya produktif, pemerintah harus hadir, dan ini Pak Prabowo paham betulnya.

    Dan Pak Prabowo, dia cinta, mengerti, memang syaratnya jadi pemimpin nih, jadi bupati, jadi kades, jadi camat, itu harus cinta. Cinta itulah baru akan ada keberpihakan dan inisiatif-inisiatif.

    Misalnya kemarin kita itu ya, kenapa agak sulit, karena banyak sekali yang terlibat. Pupuk aja aturnya menggurita, makanya pupuk hadir saat panen. Ini kita pangkas, beberapa kali rapat, selesai. Sekarang dipangkas, misalnya pupuk hanya SK Mentan, langsung ke Gapoktan.

    Dan sebenarnya kan kita juga tahu, baik sembunyi-sembunyi maupun terbuka, segala sesuatu yang datang dari luar negeri itu kan mendatangkan rente untuk sebagian orang.

    Ya gini, bukan hanya itu, kita ini nggak sadar lama-lama kita akan tergantung. Kita ini makan beras, nasi goreng. Tapi kita sekarang pagi udah makan roti. Nah itu kita kan nggak bisa menanam gandum, apa nggak kita tergantung? Tahu berapa kita impor gandum? 13 juta ton satu tahun.

    Apalagi? kita suka bawang merah, tetapi dicekoki terus bawang putih, sekarang separuh-separuh. Buah kita kan banyak, buah kita segala macam dulu, ada jeruk, ada mangga, banyak lah itu ya, buah naga, rambutan, manggis. Tetapi sekarang yang kita makan (di Indonesia) tidak tumbuh. Lama-lama kita tergantung (dengan impor).

    Penelitian kita kan ada di BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), dia anggarannya. Orang sudah pakai GMO, kita masih yang dulu. Jadi memang banyak PR yang mesti kita kerjakan. Tapi kalau kita mulai, kita sungguh-sungguh, Presiden langsung memimpin kita, kalau bupati, gubernur, sampe Camat, Kades ikut, kita bisa

    Dan satu yang saya ucapkan syukur adalah salah satu yang akan untuk tidak diimpor. Tapi juga ada cita-cita untuk tidak mengimpor garam, tidak mengimpor garam. Negara kita ini adalah negara dengan garis pantai terpanjang. Impor garam nggak masuk akal.

    Tahu nggak berapa impornya? 3 juta ton, dulu terakhir 4 juta ton.

    Itu gimana ceritanya, laut kita kan luas?

    Kita kan kalau susah, dikit-dikit, beli, dikit-dikit, beli, susah dikit, beli.

    Ini katanya akan ada panen raya garam?

    Iya, jadi, saya karena perintah presiden kita kerja keras, maka kami sudah larang (impor). Satu, beras nggak boleh impor tahun ini semua, jagung nggak impor tahun ini, gula untuk konsumsi ya, kita tidak impor tahun ini. Kemudian garam untuk konsumsi dan mamin (makanan dan minuman) kita tidak impor tahun ini.

    Izin kita awasi ya?

    Iya, itu tentu dong. Jadi, tadi kalau dibilang saya yang hebat, nggak. Ini timnya yang hebat. Kalau Menko itu kan kerjanya koordinasi-koordinasi aja, amal salehnya yang banyak. Tapi yang kerja itu ada Mentan, Bapanas, ada Gubernur, dari Menteri KP, menteri yang lain, semua terlibat.

    Dan itu semua bisa tercapai, (setop impor) beras, gula, garam, jagung?

    Kalau jagung ini akan ada problem. Tapi problem-nya enak, ini problem memang kita ini kurang masalah, lebih masalah. Jadi jagung ini kebutuhan kira-kira 11 juta (ton). Tapi produksi tahun ini mungkin bisa sampai 18 juta (ton).

    Sekarang kan berbarengan ya panennya nih, ini beras panen Februari, Maret April, jagung panen Februari, Maret April, bayangkan itu. Bagaimaa nampungnya itu? Itu PR yang besar. Karena kalau tidak, waktunya 3 bulan kan, Februari, Maret, April. Jagung dan padi sama, barengan ini, panen raya.

    Saya udah mulai ditelepon nih, (harga) jagung sudah mulai Rp 3.500 (per kg), perintah kita harus (beli) Rp 5.500 (per kg). Harga untuk pemerintah harus Rp 5.500 (per kg). Tapi dalam lapangan ini kita lagi kerja keras sekarang, agar dua masalah ini bisa kita handle.

    Ya, mudah-mudahan semua ikhtiar bisa terlaksana dengan baik, karena ya ini jadi semangat kita. Karena selama ini kan masalah pangan itu, kita bayangkan saja Pak Menko, kita ini pernah kelangkaan tempe karena kedelai itu nggak ada gitu kan. Ya itu kan artinya mungkin setelah ini bisa masuk ke kedelai, kita bisa mandiri.

    Sekarang tugas pokok kita, gula, beras, jagung. Kemudian gula memang masih kurang. Tapi kita berani dulu kalau dulu kurangnya jutaan, mungkin kurangnya besok dikit, ratusan lah. Garam kita kalau untuk pangan cukup, yang memang kita belum bisa garam ini industri. Ini tetap masih ada impornya. Misalnya untuk rumah sakit rupanya kan kalau infus, itu ada garamnya. Atau untuk industri yang tekstil itu rupanya pakai garam juga gitu.

    Pak Menteri, setelah itu barangkali kita masuk ke protein ya?

    Saya, kalau ini beres, kalau sampai bulan April Bulog bisa di gudangnya masuk beras 2 juta sampai 2,5 juta, maka mungkin Juni kita sudah dengan fokus protein. Karena kita ini di Pulau Jawa aja kan budidaya besar sekali, budidaya tangkap, belum lagi budidaya udang.

    Ini ikan sama ayam?

    Ikan, ayam, susu, daging.

    Isu kita kan daging selalu impor kan?

    Daging juga impor terus kan. Ini yang kita… Saya akan masuk ke sana nanti setelah ini kan PR beratnya sampai di April yang panen raya itu gabah dan jagungnya. Kalau ini bisa lewat, maka nanti Juni geser mulai protein.

    Saya masih ingat waktu Pak Menko masih di Menteri Perdagangan, waktu kita ngobrol-ngobrol santai itu Pak Menko seperti lah, saya nggak mau jadi Menteri Perdagangan lagi kerjanya capek. Ini kerjanya lebih capek.

    Tapi bahagia. Saya itu, saya dulu jadi Menteri Kehutanan saya nggak pernah minta, diminta Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Saya jadi Ketua MPR, nggak minta itu bukan hak saya, tetapi Pak SBY minta agar saya maju, akhirnya terpilih. Kemarin Pak Jokowi minta saya jadi Menteri Perdagangan. Tapi yang ini, Pak Prabowo bilang saya mau dijadikan Menko, ‘Pak kalau ini saya boleh minta nggak’, ‘Apa pak Zul?’, ‘Kalau boleh saya bidangnya pangan.’ Saya masuk politik sebetulnya pesanan orang tua saya.

    Jadi ada semacam cita-cita yang terpendam?

    Jadi ayah saya juga pesan, kami kalau di kampung kami kan kalau laki-laki salat di Masjid, kalau di Masjid itu perempuan di rumah. Jadi setiap pulang Masjid, di kampung saya itu Ayah bilang, ‘Lihat saudara-saudara kamu pergi gelap, badannya gelap, pulang gelap, rezekinya gelap.’ Jadi ayah saya bilang, ‘Kamu biar keluarga kita susah, kamu sekolah, tapi nanti kalau sudah berhasil, ingat nih, kamu bantu saudara-saudara kamu.’

    Ini saya masih terdengar suara ayah saya. Walaupun itu sudah 50 tahun yang lalu, waktu saya masih usia 6 tahun, 7 tahun. Tapi saya masih terngiang-ngiang. Dan itulah sebetulnya mimpi saya waktu saya masuk politik tahun 1996.

    Barangkali ini juga fase ya, sekarang ini Pak Menko ini sudah di posisi tertinggi partai politik. Ya ini kan tinggal di atasnya Menko kan tinggal Wapres sama Presiden. Artinya semua sudah selesai lah, urusan hidup pribadi sudah selesai. Ini sekarang bagian dari berbagi kepada masyarakat. Tapi kan kita tetap sering melihat penjabat bolak-balik, naik turun, naik turun. Nggak terlaksana juga apa janji-janjinya. Kalau ini memang sungguh-sungguh mau?

    Saya yakin, saya haqulyakin ini bisa lebih cepat dari yang kita rencanakan hasilnya, asal kita bisa mengelola produksi yang meningkat cepat. Itu aja, kalau kita bisa mengelola dan kata kunci kedua, ini kita satu tim. Ini contoh saja, kemarin saya ke Pekalongan, Pekalongan itu di 1 meter di bawah permukaan laut, begitu tanggul jebol, banjir kan. Apa yang lakukan Camat? Ini Camat luar biasa. Camat mengumpulkan warganya, dia kumpulkan karung, dia pergi ke pantai, diisi karung itu sama pasir, di tanggul, akhirnya banjirnya reda.

    Dia kerja dulu gitu, kerja dulu. Nah baru mereka berencana akan menghubungi pemerintah, kan perlu waktu. Tapi masalahnya selesai, jadi camat ini tidak perlu diam action.

    Nah kalau, nanti makanya kan kita ini sebetulnya dimandori. Maka saya keliling rapat di kantor gubernur, kita berdiskusi apa yang masalah, kita selesaikan. Nah saya berharap nanti bupati-bupati yang akan dilantik, juga rutin bupati rapat rutin, mingguan dengan kadesnya, dengan camatnya, ‘Eh kami panen di sana. Tapi Bulog kan jauh di kabupaten.’ Kades kan bisa ditanggulangi dulu, kan ada dana desa, ada dana ketahanan pangan, Rp 200 juta cukup, kalau kurang bisa pinjem BRI Rp 100 juta kan bisa, tangani dulu.

    Baru dia lapor (nanti) ke Bulog. Jadi kalau kadesnya sikapnya sama, camat-nya sikapnya sama, bupatinya sama, pemerintahan sama, kita sama, bisa. Bisa cepat.

    Benar-benar itu bisa terlaksana baik semua sehingga, ya sebenarnya ini masalah dasar. Masalah dasar yang kemudian jadi masalah kenapa kemudian negara sekaya Indonesia itu masih ada yang stunting gitu kan, memprihatinkan. Artinya kita tanam apa aja bisa tumbuh?

    Ini yang sederhana nya 62-63 tahun lalu kita kan lahir, ya keadaan Indonesia kayak apa. Kok kita bisa sehat kan? Berarti kan kita diurus benar gitu. Nah sekarang kan jauh lebih maju mestinya, kok ini kurang, ini kurang, ini kurang. Berarti kan kita yang nggak mau.

    Walaupun sebenarnya cerita Pak Menko ini, jabatan Menko ini cuma gagah gagahan saja, karena beberapa hari nggak punya kantor katanya?

    Iya kan. Itu karena maksudnya gini, kadang-kadang mau ketemu saya nggak bisa. Nggak ada, semua ada jalan. Saya baru punya kantor 3 hari, saya melantik eselon saya di depan lift, belum ada kantor. Tapi saya bilang sama eselon I, ini tidak menentukan kinerja kita. Kinerja kita ditentukan oleh kita yang kerja, kerja kita.

    Anggaran saya tahun lalu Rp 90 juta, tahun ini Rp 40 juta, itu dipotong separuh, ya nggak apa-apa. Rapat di sini, rapat di sini, rapat di sini, rapat di sini. Intinya saya percaya selalu ada ada jalan. Tentu dana penting ya, tapi dana banyak, kalau kita yang nggak siap juga nggak bisa juga.

  • Mataram catat realisasi penerimaan pabean 2.822 persen

    Mataram catat realisasi penerimaan pabean 2.822 persen

    Mataram (ANTARA) – Kantor Bea Cukai Mataram di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat mencatatkan angka realisasi penerimaan kepabeanan melonjak luar biasa, pasalnya periode Januari 2025 saja sudah mencapai 2.822 persen dari target yang ditetapkan tahun ini.

    “Penerimaan pabean dikontribusikan dari bea masuk sebesar Rp3,4 miliar. Jika dibandingkan dengan target bea masuk sebesar Rp120,53 juta, maka capaian realisasi sebesar 2.822 persen,” ujar Kepala Bea Cukai Mataram I Made Aryana di Mataram, Kamis.

    Ia mengatakan bahwa capaian penerimaan pabean pada Januari 2025 sudah mencapai Rp3,4 miliar, sedangkan target setahun hanya Rp120,53 juta.

    Made mengungkapkan komoditas impor utama berupa beras menyebabkan penerimaan kepabeanan melesat hingga ribuan persen hanya dalam waktu satu bulan.

    Terdapat dua kegiatan impor beras, yaitu 5.900 ton melalui kapal Stella Beauty dan 7.500 ton menggunakan kapal MV Logger. Total beras impor yang masuk ke Pulau Lombok mencapai 13.400 ton.

    Selain realisasi pabean, Bea Cukai Mataram menorehkan capaian penerimaan cukai 4,66 persen pada Januari 2025. Penerimaan cukai dikontribusikan dari cukai hasil tembakau Rp1,19 miliar.

    “Jika dibandingkan dengan target cukai tahun ini sebesar Rp25,67 miliar, maka capaian realisasi sebesar 4,66 persen,” kata Made.

    Adapun total realisasi penerimaan Kantor Bea Cukai Mataram selama Januari 2025 sebesar Rp4,59 miliar atau setara 17,83 persen dari target yang ditetapkan tahun ini sebanyak Rp25,79 miliar.

    Made optimistis pihaknya mampu mencapai target penerimaan bea dan cukai tersebut melalui penambahan perusahaan ke dalam aglomerasi pabrik hasil tembakau atau APHT di Lombok Timur dan peresmian APHT baru di Lombok Tengah.

    Pewarta: Sugiharto Purnama
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • Zulhas Sebut RI Tahun Ini Nggak Impor Beras, Garam, Gula, Jagung

    Zulhas Sebut RI Tahun Ini Nggak Impor Beras, Garam, Gula, Jagung

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan memastikan pemerintah tidak akan impor 4 komoditas pangan yakni beras, garam, gula konsumsi, dan jagung.

    Menurut pria yang akrab disapa Zulhas itu, keputusan tidak akan mengimpor 4 komoditas tersebut diambil dalam rapat kordinasi dengan para pihak yang berkepentingan.

    “Tahun ini saya putuskan, kita tidak impor beras, garam, gula dan jagung,” kata Zulhas dalam acara Sarasehan Ulama ‘Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU’ yang digelar di The Sultan Hotel & Residence Jakarta, Selasa (4/2).

    Selain itu Zulhas mengatakan produksi beras tahun ini cukup memenuhi kebutuhan pangan nasional. Hal ini lantaran berbagai Kementerian mulai melakukan penataan baik dari irigasi maupun lainnya.

    “Nah kalau 2 juta hektare ini irigasinya selesai. Kalau 5 ton (produksi) saja kali 2 juta hektare maka ada tambahan 10 juta ton produksi. Kalau 10 juta ton produksi berarti ada kira-kira 5 atau 6 juta beras,” katanya.

    Kemudian untuk gula, Zulhas menyampaikan akan mengandalkan produksi dari wilayah Lumajang dan Magelang.

    Lalu jagung untuk pakan ternak dan industri makanan dan minuman tidak akan diimpor lagi. Adapun langkah ini dilakukan untuk mendorong kemandirian pangan dalam negeri.

    (hns/hns)