Topik: Harga Minyak Turun

  • Harga Minyak Turun Lagi, Kini Dijual US$ 66 Per Barel

    Harga Minyak Turun Lagi, Kini Dijual US$ 66 Per Barel

    London, Beritasatu.com – Harga minyak mentah anjlok pada awal minggu, melanjutkan penurunan lebih dari 4% pekan lalu akibat tarif Trump.

    Kenaikan produksi OPEC, dan ekspektasi bahwa Amerika Serikat (AS) dan Rusia semakin mendekati pakta gencatan senjata Ukraina, membebani harga minyak.

    Harga minyak mentah Brent turun 52 sen, atau 0,78% menjadi US$ 66,07 per barel, sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate AS turun 58 sen menjadi US$ 63,30.

    Ekspektasi terhadap potensi berakhirnya sanksi, yang membatasi pasokan minyak Rusia ke pasar internasional, meningkat setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 15 Agustus 2025 di Alaska untuk merundingkan akhir perang di Ukraina.

    Berita ini muncul seiring AS meningkatkan tekanan terhadap Rusia, meningkatkan kemungkinan sanksi terhadap Moskow juga akan diperketat jika kesepakatan damai tidak tercapai. 

    Selain perundingan AS-Rusia, data inflasi AS juga menjadi pendorong harga utama lainnya minggu ini.

    “Data IHK yang lebih lemah dari perkiraan akan meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed yang lebih awal dan lebih dalam, yang kemungkinan akan merangsang aktivitas ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak mentah,” ujar analis pasar IG, Tony Sycamore, seperti dilansir Reuters, Senin (11/8/2025).

    “Sebaliknya, data yang lebih tinggi akan memicu kekhawatiran stagflasi dan mendorong kembali ekspektasi penurunan suku bunga The Fed,” tambah dia.

    Tarif impor yang lebih tinggi yang diberlakukan Trump terhadap puluhan negara diperkirakan akan membebani aktivitas ekonomi karena memaksa pengalihan rantai pasokan dan inflasi yang lebih tinggi.

  • IHSG berpotensi variatif seiring sentimen domestik dan global

    IHSG berpotensi variatif seiring sentimen domestik dan global

    Jakarta (ANTARA) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin berpotensi bergerak variatif seiring sentimen data-data ekonomi domestik dan global.

    IHSG dibuka melemah 7,46 poin atau 0,10 persen ke posisi 7.530,31.

    Sementara, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 2,07 poin atau 0,26 persen ke posisi 794,75.

    “IHSG diperkirakan fluktuatif di level 7.400 sampai 7.680 seiring pasar yang akan lebih reaktif pada pekan ini,” ujar Analis Phintraco Sekuritas Ratna Lim dalam kajiannya di Jakarta, Senin.

    Dari dalam negeri, pelaku pasar akan menantikan data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang diperkirakan 4,8 persen year on year (yoy) dari sebelumnya 4,87 persen (yoy).

    Selain itu, pelaku pasar masih akan mencermati kelanjutan earning season kuartal II 2025.

    Dari mancanegara, data nonfarm payrolls (NFP) Amerika Serikat (AS) pada Juli 2025 tercatat sebanyak 73 ribu, atau di bawah estimasi 110 ribu.

    Sementara itu, untuk data NFP Juni 2025 direvisi turun menjadi 14 ribu dari sebelumnya 147 ribu, dan Mei 2024 direvisi menjadi 19 ribu dari 125 ribu.

    Data itu mengindikasikan pasar tenaga kerja AS mulai melemah, yang menimbulkan kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi.

    Data tenaga kerja terbaru itu meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada September 2025 mendatang.

    Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump melalui perintah eksekutif menetapkan tarif impor antara 10-41 persen untuk 68 negara mitra dagang yang akan mulai berlaku pada 7 Agustus 2025.

    Sebagai dampak dari potensi penurunan suku bunga The Fed pada September 2025, tarif impor, dan pengunduran diri salah seorang Gubernur The Fed, US 10-year Bond Yield turun 13 basis poin level 4.236 persen pada Jumat (1/8/2025).

    Hal itu juga mendorong penguatan harga emas akibat permintaan akan safe haven. Harga minyak turun karena kekhawatiran akan kenaikan produksi oleh OPEC+ pada September.

    Pada perdagangan Jumat (1/8/2025), bursa saham Eropa ditutup melemah, diantaranya Euro Stoxx 50 melemah 2,90 persen, indeks FTSE 100 Inggris melemah 0,70 persen, indeks DAX Jerman turun 2,66 persen, serta indeks CAC Prancis melemah tipis 2,91 persen.

    Bursa saham AS di Wall Street juga ditutup melemah pada Jumat (1/8/2025), di antaranya Dow Jones melemah 1,23 persen di level 43.588,58, indeks S&P 500 turun 1,60 persen di level 6.238,01, dan Nasdaq merosot 2,24 persen ke level 20.650,1.

    Bursa saham regional Asia pagi ini, antara lain indeks Nikkei melemah 689,82 poin atau 1,67 persen ke 40.111,50, indeks Shanghai menguat 8,42 poin atau 0,23 persen ke 3.567,87, indeks Hang Seng menguat 85,69 poin atau 0,21 persen ke 24.586,55, dan indeks Strait Times menguat 27,74 poin atau 0,71 persen ke 4.183,45.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Harga Minyak Dunia Turun Imbas Target Produksi Dikerek

    Harga Minyak Dunia Turun Imbas Target Produksi Dikerek

    Jakarta

    Harga minyak dunia merosot pada awal perdagangan Asia pagi ini. Penurunan ini terjadi usai negara-negara penghasil minyak terbesar dunia, OPEC+ akan menaikkan produksi minyak pada September.

    Dikutip dari CNBC, Senin (4/8/2025), harga minyak mentah Brent turun 43 sen, atau 0,62%, menjadi US$ 69,24 per barel pada pukul 22.18 GMT. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS berada di level US$ 66,94 per barel, turun 39 sen, atau 0,58%.

    Kenaikan produksi minyak yang disepakati OPEC+ sebesar 547.000 barel per hari untuk bulan September. Ini dinilai menjadi langkah terbaru dalam serangkaian percepatan kenaikan produksi untuk mendapatkan kembali pangsa pasar di tengah meningkatnya kekhawatiran atas potensi gangguan pasokan dunia.

    Keputusan itu diambil usai beberapa anggota OPEC+ mengadakan pertemuan virtual singkat di tengah meningkatnya tekanan AS terhadap India untuk menghentikan pembelian minyak Rusia. Adapun anggota OPEC+ terdiri dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Irak, Iran, Aljazair, Angola, Libya, Nigeria, Kongo, Guinea Ekuatorial, Gabon, dan Venezuela.

    Namun dalam pertemuan terbaru ini hanya dihadiri oleh delapan anggota. Untuk diketahui, anggota OPEC+ adalah negara yang memproduksi sekitar separuh minyak dunia. Mereka sempat memangkas produksi selama beberapa tahun untuk menopang harga minyak.

    Beberapa bulan belakangan, negara OPEC+ telah meningkatkan produksi pada bulan April dengan kenaikan moderat sebesar 138.000 barel per hari. Kemudian diikuti oleh kenaikan yang lebih besar dari yang direncanakan sebesar 411.000 barel per hari pada bulan Mei, Juni, dan Juli, lalu 548.000 barel per hari pada bulan Agustus, dan sekarang 547.000 barel per hari untuk bulan September.

    Anggota OPEC+ akan dijadwalkan bertemu kembali pada 7 September. Sebanyak dua sumber menyebut, ada potensi akan dilakukannya pemangkasan produksi minyak dengan total sekitar 1,65 juta barel per hari. Pemangkasan tersebut saat ini berlaku hingga akhir tahun depan.

    (ada/ara)

  • Harga Minyak Dunia Turun Imbas Target Produksi Dikerek

    Israel-Iran ‘Damai’, Harga Minyak Dunia Turun

    Jakarta

    Harga minyak dunia diproyeksikan akan turun pada pekan ini menyusul gencatan senjata antara Iran dan Israel. Proyeksi ini juga didukung dengan meredanya kekhawatiran atas risiko pasokan di Timur Tengah.

    Sebagaimana dilansir dari Reuters, Jumat (27/6/2025), harga minyak mentah sendiri pada hari ini masih mencatatkan tren kenaikan dengan peningkatan permintaan bahan bakar di Amerika Serikat (AS) karena summer driving season.

    Minyak mentah Brent berjangka naik 34 sen, atau 0,5%, menjadi US$ 68,07 per barel pada pukul 01.11 GMT. Minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 33 sen, atau 0,51%, menjadi US$ 65,57 per barel.

    Minyak berjangka mencapai titik terendah dalam lebih dari seminggu pada hari Selasa, setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan gencatan senjata telah disepakati antara Iran dan Israel.

    Harga minyak naik tipis pada hari Kamis, karena data pemerintah AS menunjukkan persediaan minyak mentah dan bahan bakar minggu lalu. Hal ini juga didukung dengan aktivitas penyulingan dan permintaan meningkat.

    “Pasar mulai mencerna fakta bahwa persediaan minyak mentah tiba-tiba sangat ketat,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.

    Turut mendukung harga minyak, indeks dolar merosot ke level terendah dalam tiga tahun. Hal ini menyusul laporan bahwa Presiden Donald Trump berencana untuk mengganti kepala Federal Reserve lebih awal, hingga memicu taruhan baru pada pemotongan suku bunga AS.

    Kondisi nilai dolar yang melemah membuat minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lain. Kondisi ini pun akhirnya meningkatkan permintaan dan mendukung kenaikan harganya.

    Sesaat sebelum minyak stabil pada hari Kamis, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, hasil perang Israel dengan Iran menghadirkan peluang perdamaian yang tidak boleh disia-siakan oleh negaranya. Hal ini meredakan kekhawatiran akan risiko pasokan yang berkelanjutan.

    (shc/rrd)

  • 7 Update Perang Iran-Israel, Trump Murka ke Israel-Tiba-Tiba Bela Iran

    7 Update Perang Iran-Israel, Trump Murka ke Israel-Tiba-Tiba Bela Iran

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Israel dan Iran mengatakan pada Selasa bahwa mereka telah menyetujui usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk gencatan senjata setelah perang memasuki hari ke-12.

    Israel menyatakan telah mencapai semua tujuan militernya, termasuk menghentikan ancaman dari program nuklir dan rudal balistik Iran.

    “Kami telah menyingkirkan ancaman eksistensial ganda. Namun, kami tetap waspada dan akan menanggapi tegas setiap pelanggaran,” ujar juru bicara Kementerian Pertahanan Israel, Letkol Ariel Mizrachi, seperti dikutip AFP.

    Sementara itu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan bahwa Teheran akan mematuhi kesepakatan selama Israel juga menahan diri.

    “Jika rezim Zionis tidak melanggar gencatan senjata, Iran juga tidak akan melanggarnya,” kata Pezeshkian dalam percakapan dengan PM Malaysia Anwar Ibrahim, dikutip dari situs resmi kepresidenan Iran.

    Berikut perkembangan terbaru dari panasnya perang Iran dan Israel serta AS, seperti dihimpun dari berbagai sumber pada Rabu (25/6/2025).

    1. Serangan Terakhir Sebelum Gencatan Senjata

    Menjelang dimulainya gencatan senjata, Israel masih melancarkan serangan udara terakhir yang menghancurkan instalasi radar Iran. Serangan itu dilakukan setelah percakapan telepon antara Presiden Trump dan PM Netanyahu.

    “Setelah percakapan Presiden Trump dengan Perdana Menteri Netanyahu, Israel menahan diri dari serangan lebih lanjut,” bunyi pernyataan resmi Kantor Perdana Menteri Israel.

    Namun, pada saat yang hampir bersamaan, media pemerintah Iran melaporkan peluncuran gelombang rudal ke Israel. Serangan tersebut menyebabkan empat orang tewas dan dua lainnya luka-luka di Beersheba, Israel selatan.

    Kementerian Kesehatan Iran menyebut sedikitnya 610 warga sipil tewas akibat serangan Israel selama konflik. Termasuk di antaranya ilmuwan nuklir Mohammad Reza Seddighi Saber, yang disebut media Iran sebagai korban serangan malam terakhir sebelum gencatan senjata.

    2. Ilmuwan Nuklir Kembali Iran Jadi Korban Israel

    Iran telah mengidentifikasi seorang ilmuwan nuklir senior negaranya tewas dalam sebuah serangan Israel. Hal ini disampaikan saat Tel Aviv berada dalam ketegangan geopolitik dengan Tehran.

    Media Pemerintah Iran, Press TV, pada Selasa (24/6/2025), mengatakan bahwa ilmuwan yang tewas itu bernama Mohammad Reza Seddighi Saber. Ia diduga sedang bekerja dalam pengembangan dan pengayaan nuklir Tehran.

    “Saber dibunuh dalam serangan terbaru Israel di wilayah utara ibu kota, Tehran,” ujar laporan itu yang juga dikutip CNN International.

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Selasa juga mengkonfirmasi bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah menewaskan seorang lagi ilmuwan nuklir Iran. Namun mereka tidak menyebutkan nama Seddighi Saber.

    “Dalam 24 jam terakhir, IDF telah menyerang target-target utama rezim di jantung kota Teheran, melenyapkan ratusan anggota Basij-pasukan penindas internal rezim-dan membunuh seorang lagi ilmuwan nuklir senior,” demikian pernyataan dari kantor Netanyahu.

    Seddighi Saber termasuk di antara beberapa individu yang dijatuhi sanksi awal tahun ini oleh Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) karena keterkaitan mereka dengan program nuklir Iran.

    Menurut Departemen Luar Negeri AS, ia adalah kepala sebuah kelompok yang mengerjakan proyek-proyek terkait bahan peledak diorganisasi pertahanan, inovasi, dan riset Iran, SPND. Proyek-proyek kelompok tersebut mencakup penelitian dan pengujian yang dapat diterapkan pada pengembangan perangkat peledak nuklir.

    Sementara itu, sejauh ini kedua negara telah berada dalam tahapan gencatan senjata yang dimediasi Washington. Meski begitu, Israel menyebut akan kembali menyerang Iran lantaran menuding Negeri Para Mullah itu telah melanggar kesepakatan untuk menghentikan serangan.

    3. Trump Kecam Israel di Tengah Gencatan Senjata yang Goyah

    Presiden AS Donald Trump melontarkan kritik tajam terhadap Israel pada Selasa pagi, setelah gencatan senjata antara Israel dan Iran yang ia mediasi tampak mulai runtuh.

    Meski menyalahkan kedua pihak atas ketegangan terbaru, Trump secara khusus menyoroti tindakan Israel yang dinilainya gegabah.

    “Segera setelah kami mencapai kesepakatan, Israel langsung meluncurkan serangan udara besar-besaran ke Iran. Itu belum pernah saya lihat sebelumnya,” kata Trump saat berbicara kepada wartawan sebelum bertolak ke KTT NATO di Belanda. “Saya tidak senang dengan mereka.”

    Trump menegaskan bahwa ia belum menganggap gencatan senjata resmi dilanggar, namun menuduh Israel bertindak di luar batas.

    “Saya katakan, ‘Kalian punya waktu 12 jam.’ Tapi mereka langsung menyerang di jam pertama. Itu bukan tindakan yang bijak,” ujarnya. “Saya juga tidak senang dengan Iran, tapi Israel melangkah terlalu jauh.”

    Melalui unggahan di Truth Social, Trump menegaskan kembali kekecewaannya dengan nada lebih keras: “ISRAEL. JANGAN JATUHKAN BOM ITU. JIKA ANDA MELAKUKANNYA, ITU ADALAH PELANGGARAN BESAR. BAWA PILOT KALIAN PULANG, SEKARANG!”

    Trump menggambarkan konflik ini sebagai pertikaian lama yang sulit diurai. “Kedua negara ini sudah terlalu lama berperang hingga mereka lupa apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan,” katanya.

    4. Trump: Tidak Ada Agenda Perubahan Rezim

    Dalam perjalanan menuju KTT NATO di Belanda, Presiden Trump menepis dugaan bahwa AS ingin menggulingkan rezim Iran.

    “Saya tidak menginginkan perubahan rezim. Saya hanya ingin semuanya segera tenang,” kata Trump kepada wartawan di Air Force One. “Perubahan rezim berarti kekacauan, dan kami tidak mencari kekacauan lebih lanjut.”

    Sebelumnya, Trump sempat mengisyaratkan ide perubahan rezim melalui media sosial, sementara Netanyahu secara terbuka meminta rakyat Iran menggulingkan pemimpinnya.

    5. Dunia Sambut Gencatan Senjata dengan Hati-Hati

    Berbagai pemimpin dunia menyambut baik kesepakatan gencatan senjata antara Iran dan Israel, meskipun tetap mengingatkan akan rapuhnya situasi.

    “Jika gencatan senjata memang telah tercapai, ini hanya dapat disambut baik,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan, “Sangat baik bahwa Presiden Trump menyerukan gencatan senjata, tapi situasinya masih sangat rapuh.”

    Sementara itu, Kanselir Jerman Friedrich Merz menambahkan, “Jika gencatan senjata ini berhasil, itu bisa menjadi perkembangan yang sangat positif bagi stabilitas Timur Tengah dan dunia.”

    Arab Saudi menyambut baik perkembangan ini, sementara China menekankan pentingnya “gencatan senjata yang sesungguhnya”.

    Pasar keuangan merespons positif: indeks saham menguat dan harga minyak dunia menurun setelah Trump menyatakan bahwa China tetap dapat membeli minyak Iran.

    6. AS Evakuasi Ratusan Warganya dari Wilayah Konflik

    Departemen Luar Negeri AS mengonfirmasi telah membantu sekitar 400 orang, termasuk warga negara AS, penduduk tetap, dan keluarga dekat mereka, meninggalkan Israel sejak Sabtu.

    “Kami tahu masih banyak warga yang ingin keluar dari Israel. Situasi wilayah udara sangat dinamis,” kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri kepada pers.

    Informasi evakuasi telah dibagikan kepada lebih dari 27.000 orang. Evakuasi dilakukan melalui penerbangan terbatas, jalur darat ke Yordania dan Mesir, serta kapal ke Siprus.

    Ratusan warga AS juga dilaporkan telah meninggalkan Iran melalui Azerbaijan. Turkmenistan yang awalnya membatasi akses kini telah membuka pintunya bagi warga AS setelah intervensi diplomatik.

    Meski demikian, pejabat tersebut mengaku masih memverifikasi laporan tentang beberapa warga AS yang kemungkinan ditahan di Iran, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

    7. Gencatan Senjata Iran-Israel Angkat Wall Street, Harga Minyak Turun

    Saham-saham di Wall Street melonjak pada Selasa setelah gencatan senjata antara Iran dan Israel tampak bertahan di hari pertama, disertai penurunan harga minyak.

    Tiga indeks utama bergerak di zona hijau sepanjang hari, seiring kedua negara menahan diri dari serangan lanjutan usai rentetan serangan menit terakhir.

    “Dengan deeskalasi konflik, pasar terlihat membaik,” kata Art Hogan, Kepala Strategi Pasar di B. Riley Wealth. Ia juga menyebut kesaksian Ketua Federal Reserve Jerome Powell di Kongres sebagai sinyal positif bagi pasar saham.

    Melansir AFP, Dow Jones naik 1,2% ke 43.089,02, S&P 500 menguat 1,1% ke 6.092,18, dan Nasdaq melonjak 1,4% ke 19.912,53.

    Dalam kesaksian pertamanya, Powell menyatakan The Fed masih menunggu dampak penuh dari tarif sebelum memutuskan langkah suku bunga berikutnya.

    Meski demikian, menurut Hogan, Powell “tidak menutup pintu” bagi kemungkinan pemotongan suku bunga di masa mendatang.

    (tfa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Harga Minyak Dunia Turun Tertekan Ekspektasi Kenaikan Produksi

    Harga Minyak Dunia Turun Tertekan Ekspektasi Kenaikan Produksi

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak dunia turun pada Jumat (30/5/2025) dan berada di jalur penurunan mingguan kedua berturut-turut. Tekanan datang dari ekspektasi kenaikan produksi oleh OPEC+ pada Juli mendatang, serta ketidakpastian pasar setelah putusan hukum terbaru membuat tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tetap berlaku.

    Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah Brent untuk kontrak Juli turun 21 sen atau 0,33% menjadi US$ 63,94 per barel pada pukul 13.26 WIB. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 22 sen atau 0,36% ke posisi US$ 60,72 per barel.

    Secara keseluruhan, kedua acuan harga minyak tersebut telah melemah sekitar 1,3% sepanjang pekan ini.

    Penurunan harga terutama dipicu oleh prospek peningkatan pasokan, seiring investor memperkirakan adanya keputusan kenaikan produksi dalam pertemuan delapan anggota OPEC+ pada akhir pekan ini.

    “Panggung sudah disiapkan untuk peningkatan produksi besar-besaran lainnya,” tulis Robert Rennie, kepala riset komoditas dan Karbon Westpac, dalam sebuah catatan.

    Ia memperkirakan kenaikan bisa melebihi 411.000 barel per hari, seperti yang disepakati pada dua pertemuan sebelumnya.

    Analis dari JPMorgan menyebutkan surplus global kini telah melebar hingga 2,2 juta barel per hari (bph). Hal ini kemungkinan akan mendorong penyesuaian harga untuk menyeimbangkan kembali sisi penawaran dan permintaan.

    Di sisi lain, dari Amerika Serikat, tarif “liberation day” yang dikenakan oleh Trump tetap berlaku setelah pengadilan banding federal memutuskan untuk memberlakukan kembali tarif tersebut. Putusan ini membalikkan keputusan pengadilan perdagangan pada Rabu (28/5/2025) yang sempat memblokir sebagian besar tarif tersebut secara langsung.

    Keputusan itu menyebabkan harga minyak turun lebih dari 1% pada Kamis (29/5/2025), karena pelaku pasar mencemaskan dampaknya. Analis memperkirakan ketidakpastian akan tetap menyelimuti pasar selama proses hukum tarif masih berjalan.

    Sejak pengumuman tarif oleh Trump pada 2 April 2025, harga minyak mentah global telah merosot lebih dari 10%.

  • Harga Minyak Turun Imbas Isu Perdagangan AS-China – Page 3

    Harga Minyak Turun Imbas Isu Perdagangan AS-China – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia melemah pada Rabu (waktu setempat) di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi yang disoroti oleh Federal Reserve (The Fed). Sentimen harga minyak lainnya, menanti pertemuan dagang antara Amerika Serikat dan China akhir pekan ini.

    Dikutip dari CNBC, Kamis (8/5/2025), Harga minyak Brent turun sebesar USD 1,03 atau 1,66% ke level USD 61,12 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) melemah USD 1,02 atau 1,73% menjadi USD 58,07 per barel.

    The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan, namun menyatakan bahwa ketidakpastian terhadap prospek ekonomi telah meningkat. Dalam pernyataannya, The Fed juga menilai risiko inflasi dan pengangguran lebih tinggi kini makin nyata.

    Sentimen negatif juga diperburuk oleh keputusan OPEC+ untuk mempercepat peningkatan produksi minyak, yang memicu kekhawatiran akan kelebihan pasokan global di tengah tekanan permintaan akibat tarif AS yang semakin membebani ekonomi global.

    Pertemuan Dagang AS-China Dinanti, Namun Ekspektasi Tetap Rendah

    Pertemuan antara AS dan China yang dijadwalkan berlangsung di Swiss menjadi fokus investor. Ini dianggap sebagai langkah awal untuk meredakan perang dagang yang telah mengganggu perekonomian dunia. Namun, analis menilai peluang tercapainya terobosan signifikan masih rendah.

    “Meski pertemuan ini bisa menjadi tanda mencairnya hubungan, ekspektasi untuk hasil konkret tetap tipis,” ujar Thiago Duarte, analis pasar dari Axi.

    Menurutnya, tanpa konsesi besar dari China, kecil kemungkinan akan terjadi deeskalasi lebih lanjut. Investor juga menantikan arah kebijakan The Fed selanjutnya, dengan ekspektasi suku bunga tetap di kisaran 4,25%–4,50% hingga pertemuan berikutnya pada 29-30 Juli.

     

  • Harga Minyak Dunia Turun, Brent dan WTI Dipatok Segini – Page 3

    Harga Minyak Dunia Turun, Brent dan WTI Dipatok Segini – Page 3

    Harga minyak mentah AS tetap stabil pada perdagangan hari Senin setelah OPEC memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan untuk tahun ini karena adanya perang tarif yang dimulai oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Mengutip CNBC, Selasa (15/4/2025), harga minyak mentah AS naik 3 sen menjadi USD 61,53 per barel, sementara harga minyak acuan global Brent naik 12 sen menjadi USD 64,88 per barel.

    OPEC yang merupakan organisasi negara-negara produsen minyak dunia negeluarkan laporan bulanan yang memperkirakan permintaan minyak mentah tumbuh sebesar 1,3 juta barel per hari tahun ini dan tahun depan, turun sekitar 150.000 barel per hari dari perkiraan sebelumnya.

    Harga minyak mentah naik hampir 2% di awal sesi setelah keputusan Trump untuk membebaskan produk teknologi utama seperti telepon pintar dari tarifnya terhadap China.

    Presiden Trump telah mengenakan tarif 145% terhadap China, sementara menunda bea masuk yang lebih tinggi bagi sebagian besar negara lain selama 90 hari ke depan untuk memungkinkan negosiasi.

    Harga minyak mendapat sedikit dukungan setelah Menteri Energi AS Chris Wright mengatakan pada hari Jumat bahwa Trump dapat menghentikan ekspor minyak Iran jika kesepakatan tidak tercapai terkait program nuklir Republik Islam tersebut. AS dan Iran mengadakan pembicaraan di Oman pada hari Sabtu dan akan bertemu lagi pada tanggal 19 April.

    Minyak mentah AS turun lebih dari 14% dan Brent telah turun lebih dari 13% sejak tanggal 2 April ketika Trump mengumumkan kebijakan tarif yang mengguncang dunia. Harga minyak juga tertekan oleh keputusan OPEC+ untuk mempercepat produksi mulai bulan Mei.

    “Ini adalah pukulan ganda bagi pasar minyak saat ini,” kata Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets, kepada “The Exchange” CNBC pada hari Senin.

    Goldman Sachs memperkirakan West Texas Intermediate dan Brent masing-masing berada pada harga rata-rata $59 dan $63 per barel, sepanjang sisa tahun ini, menurut catatan yang diterbitkan pada hari Minggu.

  • Perang Dagang AS-China Panas! Ketakutan Resesi Meningkat

    Perang Dagang AS-China Panas! Ketakutan Resesi Meningkat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tensi perang dagang meningkat setelah China mengumumkan tarif balasan sebesar 84% kepada AS. Serangan tarif terbaru Trump mulai berlaku pada puluhan mitra dagang pada hari Rabu (9/4/2025), termasuk bea masuk sebesar 104% atas impor produk China. 

    Kebijakan Trump ini memicu pembalasan yang lebih hebat dari China. Hal ini memicu kekhawatiran resesi di level global. 

    Beijing awalnya berencana untuk menanggapi dengan tarif sebesar 34% atas impor produk AS mulai pukul 16.01 GMT hari ini, tetapi Kementerian Keuangan China mengatakan sekarang akan menaikkan tarif menjadi 84%, setelah Trump secara dramatis menaikkan bea masuknya sendiri atas impor dari China.

    “Peningkatan tarif terhadap China oleh Amerika Serikat hanya menumpuk kesalahan di atas kesalahan (dan) sangat melanggar hak dan kepentingan China yang sah,” kata kementerian tersebut, dikutip dari AFP, Rabu (9/4/2025).

    “Langkah-langkah Washington sangat merusak sistem perdagangan multilateral yang berbasis pada aturan,” ungkap Kementerian Keuangan China.

    Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Perdagangan Beijing juga mengatakan akan memasukkan enam perusahaan kecerdasan buatan Amerika ke dalam daftar hitam, termasuk Shield AI dan Sierra Nevada Corp.

    Trump tidak langsung bereaksi terhadap serangan balik China, tetapi ia meminta perusahaan untuk mulai pindah ke Amerika Serikat guna menghindari tarif.

    “Ini adalah waktu yang TEPAT untuk memindahkan PERUSAHAAN Anda ke Amerika Serikat, seperti Apple, dan banyak perusahaan lain, dalam jumlah yang sangat banyak,” kata Trump di platform Truth Social miliknya.

    Tensi perang dagang yang meningkat telah mengerus triliunan dolar kapitalisasi pasar global sejak minggu lalu karena investor khawatir bahwa perang dagang akan memicu resesi.

    Setelah jeda pada hari Selasa (8/4/2025), pasar saham kembali dalam mode panik, dengan indeks Nikkei Tokyo ditutup hampir empat persen lebih rendah pada hari Rabu. Paris dan Frankfurt merosot 4% dalam perdagangan sore sementara London turun 3,5%. Ekuitas AS diperkirakan akan dibuka dengan lebih banyak kerugian.

    Bank of England memperingatkan risiko terhadap “stabilitas keuangan Inggris” dari meningkatnya ketegangan geopolitik, termasuk dampak dari tarif AS. Italia bersiap untuk memangkas setengah perkiraan pertumbuhan 2025, menjadi 0,6% dari 1,2%, menurut sumber pemerintah. Sementara itu, Spanyol juga akan menurunkan prospeknya.

    Bank sentral di India dan Selandia Baru memangkas suku bunga untuk meningkatkan ekonomi mereka dalam menghadapi tarif. Harga minyak turun di bawah US$ 60 per barel, level terendah dalam empat tahun.

    (haa/haa)

  • Harga Minyak Dunia Turun, Brent dan WTI Dipatok Segini – Page 3

    Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah dalam 4 Tahun – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) ditutup di bawah USD 60 per barel pada perdagangan Selasa (Rabu waktu Jakarta). Ini menjadi level terendah dalam empat tahun karena para pedagang khawatir bahwa tarif besar-besaran Presiden Donald Trump akan memicu perang dagang global besar-besaran.

    Dikutip dari CNBC, Rabu (9/4/2025) harga minyak mentah AS turun USD1,12 atau 1,85% menjadi USD 59,58 per barel, level terendah sejak April 2021. Sementara itu, patokan harga minyak mentah global Brent turun USD 1,39 atau 2,16% menjadi USD 62,82 per barel.

    Harga acuan AS naik sekitar 1,7% di awal sesi, tetapi turun kembali karena tarif Trump terhadap China membayangi pasar. Harga minyak turun lebih dari 15% sejak Rabu lalu ketika Trump mengumumkan putaran baru pajak impor.

    Kepala Strategi Komoditas Global RBC Capital Markets Helima Croft mengatakan, pasar minyak menghadapi “campuran racun” ketakutan akan resesi akibat tarif Trump dan keputusan OPEC+ untuk membawa lebih banyak barel kembali ke pasar, kata

    “Saat ini orang-orang menunggu untuk melihat apakah ada potensi jalan keluar dari sengketa perdagangan ini,” kata Croft.

    Tarif bea masuk AS terhadap Tiongkok akan meroket hingga 104%. Beijing tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur, dan bersumpah untuk “berjuang sampai akhir.”

    Menteri Keuangan Scott Bessent pada hari Selasa mengatakan bahwa China sedang bermain di posisi yang kalah.

    “Saya pikir eskalasi Tiongkok ini adalah kesalahan besar, karena mereka bermain dengan dua kartu,” kata Bessent.

    “Apa ruginya kita jika China menaikkan tarif pada kita? Kita mengekspor seperlima dari apa yang mereka ekspor ke kita, jadi itu adalah kekalahan bagi mereka,” tututp dia.