Topik: Harga minyak dunia

  • Harga Minyak Dunia Naik Lebih dari 1%, Ini Penyebabnya – Page 3

    Harga Minyak Dunia Naik Lebih dari 1%, Ini Penyebabnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia melonjak lebih dari USD 1 per barel pada Rabu (16/4) karena kekhawatiran terhadap pasokan global. Lonjakan harga minyak ini dipicu oleh sanksi baru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap importir minyak Iran asal Tiongkok.

    Dikutip dari CNBC, kamis (17/4/2025), kontrak berjangka Brent naik USD 1,18 atau 1,82% menjadi USD 65,85 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat USD 1,14 atau 1,86% dan ditutup pada level USD 62,47 per barel.

    Pemerintah AS menargetkan ekspor minyak Iran dengan sanksi baru, termasuk terhadap salah satu kilang independen (teapot refinery) di Tiongkok. Langkah ini merupakan bagian dari strategi Presiden Donald Trump untuk menekan Teheran dan menghentikan ekspor minyak Iran secara total.

    Di sisi lain, Iran menegaskan bahwa hak negara tersebut untuk memperkaya uranium tidak bisa dinegosiasikan. Menteri Luar Negeri Abbas Araqchi menyampaikan pernyataan ini menjelang putaran negosiasi nuklir berikutnya di Roma, Sabtu mendatang.

    Dukungan OPEC dan Laporan EIA Bantu Dorong Harga Minyak

    Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengungkapkan bahwa Irak, Kazakhstan, dan negara lain telah memperbarui rencana pemotongan produksi sebagai kompensasi karena sebelumnya melebihi kuota. Komitmen ini turut mendorong penguatan harga minyak dunia.

    Di sisi lain, Administrasi Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS meningkat sebesar 515.000 barel menjadi 442,9 juta barel pada pekan yang berakhir 11 April. Angka ini sedikit di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 507.000 barel. Namun, persediaan bensin dan distilat justru mengalami penurunan.

    Sementara itu, Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan bahwa pertumbuhan permintaan minyak global pada 2025 akan menjadi yang paling lambat dalam lima tahun terakhir.

     

  • Harga Minyak Dunia Turun, Brent dan WTI Dipatok Segini – Page 3

    Harga Minyak Dunia Turun, Brent dan WTI Dipatok Segini – Page 3

    Harga minyak mentah AS tetap stabil pada perdagangan hari Senin setelah OPEC memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan untuk tahun ini karena adanya perang tarif yang dimulai oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Mengutip CNBC, Selasa (15/4/2025), harga minyak mentah AS naik 3 sen menjadi USD 61,53 per barel, sementara harga minyak acuan global Brent naik 12 sen menjadi USD 64,88 per barel.

    OPEC yang merupakan organisasi negara-negara produsen minyak dunia negeluarkan laporan bulanan yang memperkirakan permintaan minyak mentah tumbuh sebesar 1,3 juta barel per hari tahun ini dan tahun depan, turun sekitar 150.000 barel per hari dari perkiraan sebelumnya.

    Harga minyak mentah naik hampir 2% di awal sesi setelah keputusan Trump untuk membebaskan produk teknologi utama seperti telepon pintar dari tarifnya terhadap China.

    Presiden Trump telah mengenakan tarif 145% terhadap China, sementara menunda bea masuk yang lebih tinggi bagi sebagian besar negara lain selama 90 hari ke depan untuk memungkinkan negosiasi.

    Harga minyak mendapat sedikit dukungan setelah Menteri Energi AS Chris Wright mengatakan pada hari Jumat bahwa Trump dapat menghentikan ekspor minyak Iran jika kesepakatan tidak tercapai terkait program nuklir Republik Islam tersebut. AS dan Iran mengadakan pembicaraan di Oman pada hari Sabtu dan akan bertemu lagi pada tanggal 19 April.

    Minyak mentah AS turun lebih dari 14% dan Brent telah turun lebih dari 13% sejak tanggal 2 April ketika Trump mengumumkan kebijakan tarif yang mengguncang dunia. Harga minyak juga tertekan oleh keputusan OPEC+ untuk mempercepat produksi mulai bulan Mei.

    “Ini adalah pukulan ganda bagi pasar minyak saat ini,” kata Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets, kepada “The Exchange” CNBC pada hari Senin.

    Goldman Sachs memperkirakan West Texas Intermediate dan Brent masing-masing berada pada harga rata-rata $59 dan $63 per barel, sepanjang sisa tahun ini, menurut catatan yang diterbitkan pada hari Minggu.

  • The Fed Berpotensi Pangkas Suku Bunga 5 Kali di Tengah Perang Tarif

    The Fed Berpotensi Pangkas Suku Bunga 5 Kali di Tengah Perang Tarif

    Jakarta, Beritasatu.com – Ancaman perang tarif yang diinisiasi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membawa dampak signifikan terhadap perekonomian global.

    Salah satu isu yang menjadi sorotan para pelaku pasar adalah arah kebijakan suku bunga acuan AS. Sebelumnya, bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), diprediksi akan memangkas suku bunga sebanyak dua hingga tiga kali tahun ini.

    Namun, munculnya wacana perang tarif membuat The Fed memberikan sinyal untuk menahan pemangkasan tersebut, karena menilai kebijakan Trump masih belum konsisten dan bisa berubah sewaktu-waktu.

    Chief Economist Sucor Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail Zaini menyampaikan pandangannya bahwa The Fed kemungkinan justru akan menurunkan suku bunga lebih banyak dibandingkan ekspektasi pasar. Menurutnya, tekanan deflasi akibat rendahnya harga komoditas global menjadi pemicunya.

    “Kami sangat percaya bahwa The Fed pasti akan memangkas tingkat suku bunga, mungkin sekitar empat hingga lima kali tahun ini imbas perang tarif. Karena harga minyak dunia cenderung menurun di era Trump. Saat harga minyak dan harga barang rata-rata global rendah seperti sekarang, maka inflasi pun turun. Dan dengan inflasi yang rendah, The Fed cenderung memangkas suku bunga lebih dalam dari konsensus pasar,” ujar Ahmad dalam wawancara daring bersama Beritasatu.com, Selasa (15/4/2025).

    Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan bahwa selain pemangkasan suku bunga, The Fed juga berpotensi menjalankan kembali kebijakan pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing (QE), yakni dengan membeli surat utang pemerintah AS yang kurang diminati pasar.

    Hal ini merespons rencana Tiongkok yang dikabarkan akan melepas sebagian kepemilikan surat utang AS. Saat ini, Tiongkok merupakan pemegang surat utang terbesar kedua dalam pasar obligasi AS, sehingga langkah ini berpotensi mengguncang pasar.

    “Kalau tidak ada pembeli surat utang di Amerika, maka The Fed-lah yang akan membeli. Jadi bukan hanya soal pemangkasan suku bunga, The Fed kemungkinan juga akan melakukan QE dengan membeli surat utang pemerintah AS yang tidak terserap pasar,” pungkas Ahmad terkait perang tarif.

  • Harga BBM Pertamina, Shell, Vivo, BP stabil meski minyak dunia anjlok

    Harga BBM Pertamina, Shell, Vivo, BP stabil meski minyak dunia anjlok

    Ilustrasi – SPBU Pertamina. ANTARA/HO-Pertamina Patra Niaga/am.

    Harga BBM Pertamina, Shell, Vivo, BP stabil meski minyak dunia anjlok
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Senin, 14 April 2025 – 07:35 WIB

    Elshinta.com – Harga bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pertamina, Shell, Vivo, dan BP pada pekan ketiga April tidak mengalami perubahan sejak awal April 2025, meski harga minyak dunia anjlok akibat perang dagang Amerika Serikat dengan China. Dikutip dari laman resmi Pertamina di Jakarta, Senin, harga BBM di SPBU Pertamina tidak mengalami perubahan sejak 29 Maret 2025.

    Rincian harga BBM SPBU Pertamina di provinsi dengan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5 persen, termasuk Jakarta, sebagai berikut:

    Pertalite: Rp10.000 per liter;
    Pertamax: Rp12.500 per liter;
    Pertamax Turbo: Rp13.500 per liter;
    Pertamax Green 95: Rp13.250 per liter;
    Dexlite: Rp13.600 per liter; dan
    Pertamina Dex: Rp13.900 per liter.

    Sementara itu, harga BBM di SPBU Shell juga tidak mengalami perubahan sejak 1 April 2025. Adapun rincian harga BBM di SPBU Shell sebagaimana yang dikutip dari laman resmi SPBU Shell adalah sebagai berikut:

    Shell Super: Rp12.920 per liter;
    Shell V-Power: Rp13.370 per liter;
    Shell V-Power Diesel: Rp14.060 per liter; dan
    Shell V-Power Nitro+: Rp13.550 per liter.

    Selanjutnya, harga BBM di SPBU BP juga tercatat tidak berubah sejak 1 April 2025. Berikut ini adalah rincian harga BBM di SPBU BP:

    BP 92: Rp12.800 per liter;
    BP Ultimate: Rp13.370 per liter; serta
    BP Diesel Ultimate: Rp14.060 per liter.

    Di sisi lain, harga BBM di SPBU Vivo sempat turun Rp100 per liter untuk BBM jenis Revvo 90 pada awal April 2025. Dikutip dari akun resmi instagram SPBU Vivo dari Jakarta, Sabtu (5/4), harga Revvo 90 turun Rp100 per liter, dari yang sebelumnya Rp12.800 per liter menjadi Rp12.700 per liternya.

    Berikut ini adalah rincian harga BBM di SPBU Vivo:

    Revvo 90: Rp12.700 per liter;
    Revvo 92: Rp12.920 per liter;
    Revvo 95: Rp13.370 per liter; dan
    Diesel Primus Plus: Rp14.060 per liter.

    Sumber : Antara

  • 11 Fakta Baru Trump Tunda Tarif Dagang, AS-China Saling Balas Dendam

    11 Fakta Baru Trump Tunda Tarif Dagang, AS-China Saling Balas Dendam

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali meluncurkan gebrakan baru terkait tarif timbal balik (resiprokal) yang ia gaungkan. Pada Rabu waktu setempat, Trump mengumumkan penundaan pemberian tarif tinggi terhadap puluhan negara selama 90 hari, persis beberapa jam setelah tarif diberlakukan.

    Namun ada satu negara yang tak ditunda. Ya, China malah dikenakan tarif makin tinggi hingga 125%.

     

    Lalu apa saja fakta-faktanya? Bagaimana AS dan China saling dekat?

    Berikut update CNBC Indonesia dari berbagai sumber pada Kamis (10/4/2025).

    1.China Kena Tarif Tambahan hingga 125%

    Berbeda dengan negara lain, Trump justru menaikkan tarif China hingga 125%. Hal ini terjadi setelah Beijing bereaksi, akan membalas tarif Trump dengan mengenakan tarif sebesar 84% pada impor AS, Rabu malam.

    “Berdasarkan kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan China kepada Pasar Dunia, dengan ini saya menaikkan Tarif yang dikenakan Amerika Serikat kepada China menjadi 125%, yang berlaku segera,” tulisnya di akun media sosial (medsos) Truth Social.

    “Pada suatu saat, mudah-mudahan dalam waktu dekat, China akan menyadari bahwa hari-hari menipu AS dan negara-negara lain tidak lagi berkelanjutan atau dapat diterima,” tambahnya.

    “Sebaliknya, dan berdasarkan fakta bahwa lebih dari 75 negara telah memanggil perwakilan Amerika Serikat, termasuk Departemen Perdagangan, Keuangan, dan USTR, untuk merundingkan solusi terkait Perdagangan, Hambatan Perdagangan, Tarif, Manipulasi Mata Uang, dan Tarif Non Moneter… atas saran saya yang kuat, membalas dengan cara, bentuk, atau cara apa pun terhadap Amerika Serikat, saya telah mengesahkan PENGHENTIAN selama 90 hari.”

    2.75 Negara Resmi Dapat Penundaan Tarif Balasan Trump

    Trump secara resmi mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif balasan atau resiprokal selama 90 hari untuk semua negara terdampak, kecuali China yang justru dinaikkan menjadi 125%. Dalam pernyataan terbarunya, kebijakan tarif baru tersebut akan langsung berlaku.

    Trump menyatakan kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk memberi ruang bagi puluhan negara yang ingin bernegosiasi dengan AS. Menurutnya, lebih dari 75 negara mitra dagang AS telah antre untuk menegosiasikan tarif.

    Gedung Putih menegaskan bahwa penundaan ini tidak mencakup seluruh tarif. Tarif umum sebesar 10% atas hampir seluruh barang impor ke AS masih tetap berlaku. Selain itu, tarif yang sudah lebih dahulu diterapkan terhadap mobil, baja, dan aluminium tidak akan diubah.

    Meski menurut Trump ada 75 negara, berdasarkan data Gedung Putih, CNBC Indonesia baru melihat penundaan ke 57 negara. Antara lain: 

    Aljazair 30%
    Angola 32%
    Bangladesh 37%
    Bosnia dan Herzegovina 35%
    Botswana 37%
    Brunei Darussalam 24%
    Kamboja 49%
    Kamerun 11%
    Chad 13%
    China 125% (dikecualikan)
    Pantai Gading (Ivory Coast) 21%
    Republik Demokratik Kongo 11%
    Equatorial Guinea 13%
    Uni Eropa 20%
    Kepulauan Falkland 41%
    Fiji 32%
    Guyana 38%
    India 26%
    Indonesia 32%
    Irak 39%
    Israel 17%
    Jepang 24%
    Yordania 20%
    Kazakhstan 27%
    Laos 48%
    Lesotho 50%
    Libya 31%
    Liechtenstein 37%
    Madagaskar 47%
    Malawi 17%
    Malaysia 24%
    Mauritius 40%
    Moldova 31%
    Mozambik 16%
    Myanmar 44%
    Namibia 21%
    Nauru 30%
    Nikaragua 18%
    Nigeria 14%
    Makedonia Utara 33%
    Norwegia 15%
    Pakistan 29%
    Filipina 17%
    Serbia 37%
    Afrika Selatan 30%
    Korea Selatan 25%
    Sri Lanka 44%
    Swiss 31%
    Suriah 41%
    Taiwan 32%
    Thailand 36%
    Tunisia 28%
    Vanuatu 22%
    Venezuela 15%
    Vietnam 46%
    Zambia 17%
    Zimbabwe 18%

    3.China Beri Tarif 84% ke Barang AS

    Tindakan balasan China terhadap AS mulai berlaku kini. Negeri itu menaikkan tarif pada semua impor AS menjadi 84% sebagai balasan terhadap kenaikan tarif Trump pada impor China hingga ratusan persen.

    Beijing telah berjanji untuk “berjuang sampai akhir” melawan Trump. Negeri Presiden Xi Jinping menolak untuk mundur dalam menghadapi upaya Trump untuk membawa pemerintah dunia ke meja perundingan.

    Angka tarif 84% ini, terjadi setelah sebelumnya China mengumumkan tarif timbal balik sebesar 34% sebagai balasan terhadap tarif resiprokal AS, yang diumumkan 2 April. Trump memperingatkan China untuk menariknya atau dia akan menaikkan tarif mereka lagi.

    Sebelumnya, Beijing juga telah menempatkan 18 perusahaan AS dalam daftar pembatasan perdagangan. Sebuah editorial China Daily yang diterbitkan tadi malam mengatakan “menyerah pada tekanan AS adalah hal yang mustahil bagi Beijing”.

    “Bukan berarti China tidak mengerti apa arti tarif yang sangat tinggi bagi ekspornya dan ekonomi secara umum. Keuntungan industri berorientasi ekspor akan terpukul dan penurunan investasi manufaktur serta sentimen konsumen yang diakibatkannya akan menghambat pertumbuhan ekonomi,” demikian laporan tersebut.

    “Tetapi China juga tahu bahwa tunduk pada intimidasi tarif AS tidak akan menguntungkannya, mengingat bukan rahasia lagi bahwa AS sekarang berniat menyingkirkan China dari pasar konsumennya dan membentuk kembali rantai pasokan global untuk melayani kepentingan sempitnya sendiri,” ujarnya.

    4.Wall Street Cetak Rekor

    Bursa saham Amerika Serikat (AS) melonjak tajam pada Rabu (9/4/2025) setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan penundaan tarif impor selama 90 hari untuk sebagian besar negara. Langkah ini memberi kejutan bagi investor yang khawatir karena ketegangan perang dagang.

    Melansir The Wall Street Journal, Indeks Nasdaq melesat 12%, ini menjadi rekor terbaiknya sejak Januari 2001. Sementara itu, S&P 500 naik 9,5%, pencapaian tertinggi sejak krisis keuangan 2008.

    Indeks Dow Jones juga tak kalah mencetak rekor, dengan kenaikan 7,9% atau 2.963 poin dalam sehari. Menurut data Dow Jones Market Data, kenaikan ini menjadi lonjakan poin terbesar dalam sejarah indeks tersebut. 

    5.Minyak Dunia Melonjak

    Harga minyak dunia melanjutkan reli kenaikan tajamnya pada perdagangan Rabu waktu AS atau Kamis waktu Indonesia. Ini didorong oleh kabar positif dari sisi kebijakan perdagangan Amerika Serikat dan penurunan stok bahan bakar di Negeri Paman Sam.

    Mengutip Refinitiv, harga minyak mentah acuan Brent ditutup di posisi US$64,96 per barel, menguat dibandingkan penutupan sebelumnya di US$65,48. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di US$61,95 per barel, sedikit melemah dibandingkan sehari sebelumnya yang sempat ditutup tinggi di US$62,35.

    Namun secara mingguan, reli yang terjadi sejak awal bulan masih tergolong signifikan. Sejak 1 April, harga Brent sempat menyentuh US$74,49 dan terus berfluktuasi tajam hingga menyentuh titik terendah dalam empat tahun terakhir di kisaran US$58-64 pada awal pekan ini.

    Lonjakan harga minyak terjadi usai Trump mengumumkan kebijakan jeda tarif timbal balik selama 90 hari terhadap mayoritas negara mitra dagang. Kebijakan ini dinilai sebagai sinyal deeskalasi tensi dagang dan memberikan ruang bagi perbaikan prospek ekonomi global, terutama dari sisi permintaan energi.

    6.Pasar Asia Menguat

    Kenaikan juga terjadi dengan pasar Asia. Indeks Nikkei Jepang naik sekitar 8% pada pukul 11 pagi hari Kamis setelah Trump membatalkan sebagian besar tarif global.

    Indeks Kospi di Korea Selatan (Korsel) naik 5,5% sementara bursa Hang Seng Hong Kong naik lebih dari 4%. Komposit SSE Shanghai naik sekitar 1,6% sedangkan ASX 200 Australia naik 4% sesaat setelah pukul 12 siang waktu setempat.

    7.Trump “Kuasai” Pasar Modal

    Sebenarnya Trump sudah memberi tanda-tanda kenaikan bursa saham. Pada Rabu pagi waktu AS, beberapa menit sebelum pembukaan Wall Street, ia memosting sejumlah tanda di Truth Social.

    Pertama, ia menyebut slogannya “MAKE AMERICA GREAT AGAIN”. Lalu setelahnya ia menyinggung JPMorgan dengan postingan “Memperbaiki Perdagangan dan Tarif adalah hal yang baik!” Jamie Dimon, JPMorgan Chase, Chairman & CEO, di Maria B Show!”.

    Setelahnya, ia juga mengatakan “BE COOL! Semuanya akan berjalan dengan baik. AS akan menjadi lebih besar dan lebih baik dari sebelumnya!”. Lalu ia mengatakan “THIS IS A GREAT TIME TO BUY!!!” alias “INI WAKTU YANG TEPAT UNTUK MEMBELI”.

    Postingan saatnya membeli bursa juga diberi tanda “DTJ”. Itu merupakan inisial presiden dan ticker untuk Trump Media & Technology, perusahaan induk Truth Social yang saham mayoritasnya dipegangnya.

    Secara teori, bagi siapa pun yang membeli saham di pasar pada menit itu atas desakan Trump, mereka memperoleh keuntungan besar. Saham melonjak dalam pembalikan historis dalam perdagangan sore setelah Trump mengumumkan penarikan kembali beberapa tarif, perubahan tajam setelah pengungkapan rencananya untuk mengenakan pajak impor minggu lalu menghancurkan pasar.

    David Wagner, manajer portofolio di Aptus Capital Advisors LLC, melihat unggahan Trump pada hari Rabu. Awalnya ia tidak percaya bahwa unggahan itu asli.

    “Apakah itu melanggar aturan? Saya tidak tahu, bukan berarti Trump mematuhi serangkaian aturan apa pun,” kata Wagner, seraya menambahkan bahwa hal itu mengubah aturan keterlibatan di pasar.

    “Jelas sekarang Anda akan melihat Trump untuk mendapatkan tanda apa pun,” tegasnya memberi sinyal ke investor untuk mulai mendengarkan Trump.

    “Hal serupa pada masa jabatan pertamanya adalah sesuatu yang mungkin tidak seharusnya kita lupakan. Dia melakukan hal-hal seperti itu,” jelasnya lagi.

    “Aturan telah berubah terkait pasar dan presiden yang secara langsung ikut campur.”

    8. Korsel Nego Tarif ke Trump

    Penjabat Presiden Korsel Han Duck-soo mengatakan negara itu harus bernegosiasi segera dengan AS. Ini dilakukan agar Seoul lepas dari tarif setelah Trump menghentikan sebagian besar pungutan pada hari Rabu.

    “Selama 90 hari ke depan, kita harus membuat kemajuan dalam semua negosiasi untuk terbebas dari beban tarif, dan kita harus berupaya lebih keras lagi,” kata Han dalam rapat Kabinet pada hari Kamis waktu setempat.

    “Sebagai negara seperti Korea Selatan, yang sangat bergantung pada perdagangan untuk pertumbuhan dan pembangunannya, saya mendesak semua menteri untuk melakukan upaya khusus dan menunjukkan tekad,” kata Han.

    9.Jepang Segera Tinjau Lebih Lanjut Penundaan Tarif Trump

    Kepala sekretaris Kabinet Jepang, Yoshimasa Hayashi, mengatakan pada hari Kamis bahwa pemerintah senang Trump menangguhkan tarif. Namun negeri itu mendesak peninjauan lanjutan.

    “Pertama-tama kami ingin memeriksa dengan saksama rincian tentang apa yang akan diumumkan dalam beberapa hari mendatang,” kata Hayashi, seperti dikutip NBC News.

    “Kami telah menjelaskan kekhawatiran kami di berbagai tingkatan dan telah mendesak agar langkah-langkah ini dipertimbangkan kembali, dan oleh karena itu kami menanggapi pengumuman terbaru oleh pemerintah AS ini secara positif,” katanya kepada wartawan dalam sebuah pengarahan.

    “Kami akan terus mendesak Amerika Serikat untuk meninjau kembali tarif timbal balik dan pungutannya terhadap produk baja dan aluminium, serta mobil dan suku cadang mobil.”

    10.Apple Sewa 5 Pesawat Borong Produk India-China karena Tarif Trump

    Perusahaan Apple dikabarkan menerbangkan lima pesawat. Ini untuk memboyong iPhone dari India dan China menuju AS untuk menghindari tarif Trump.

    Sebagian besar iPhone diketahui diproduksi di pabrik yang ada di India dan China. Kedua negara dikenakan tarif baru oleh AS, yang artinya bisa menaikkan harga jual lebih tinggi nantinya.

    Lima pesawat itu penuh dengan iPhone dan produk Apple lainnya diterbangkan ke AS dalam tiga hari selama minggu terakhir bulan Maret. Seorang pejabat senior India mengonfirmasi laporan tersebut.

    “Pabrik-pabrik di India dan China serta lokasi lainnya telah mengirimkan produk ke AS untuk mengantisipasi tarif yang lebih tinggi,” kata seorang sumber dikutip dari Times of India, Kamis.

    Menurut laporan, langkah ini dilakukan untuk mempertahankan harga produk untuk sementara. Apple mengangkut iPhone tersebut sebelum harga dengan tarif baru ditetapkan.

    Apple telah menganalisa struktur tarif yang berbeda pada tiap pabrik akan berdampak pada rantai pasoknya. Sumber itu juga mengatakan tiap kenaikan harga tidak hanya berdampak pada pasar AS, namun berlaku juga pada seluruh kawasan global.

    “Setiap kenaikan harga mengimbangi dampak tidak bisa terbatas hanya pada pasar AS, namun harus dilakukan untuk seluruh kawasan global termasuk India,” kata sumber itu.

    Sejak pengumuman tarif Trump, spekulasi bermunculan akan adanya kenaikan harga iPhone di AS. Salah satunya diungkapkan dari hasil perhitungan analis UBS, yakni harga iPhone produksi China akan naik 30% untuk ritel.

    11.Orang Dekat Prabowo

    Ray Dalio, pendiri dana lindung nilai terbesar di dunia, menyerukan kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dengan China terkait tarif. Hal ini terjadi di tengah makin panasnya perang dagang keduanya, di mana Washington menerapkan tarif 125% ke Beijing dan Beijing menaikkan tarif 84% ke Washington.

    Pesannya diberikan melalui akun media sosial X-nya, @RayDalio. Penasehat Danantara RI itu menegaskan saat ini adalah waktu yang tepat bagi semua pihak yang terlibat, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, untuk mempertimbangkan kembali pendekatan yang dipakai.

    “Ada cara yang lebih baik dan lebih buruk untuk menangani masalah kita (AS) dengan utang dan ketidakseimbangan (neraca perdagangan)…,” ujarnya, dilihat CNBC Indonesia.

    “Dan keputusan Presiden Trump untuk mundur dari cara yang lebih buruk (penundaan tarif) dan bernegosiasi tentang cara menangani ketidakseimbangan ini adalah cara yang jauh lebih baik,” ujarnya.

    “Saya berharap dan mengharapkan bahwa ia akan melakukan hal yang sama dengan China,” katanya lagi.

    “Ini akan menjadi situasi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.”

    Negosiasi keduanya bisa terkait kesepakatan yang menghargai RMB (yuan) terhadap dolar, yang dicapai dengan penjualan aset dolar China sekaligus melonggarkan kebijakan fiskal dan moneter mereka untuk merangsang permintaan. China kemudian bisa merestrukturisasi dan memonetisasi utang pemerintah daerah mereka yang berlebihan untuk mengatasi beban utang mereka.

    “Dengan satu atau lain cara, harus ada perubahan besar pada utang/perintah moneter untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan utang, perdagangan, dan modal,” ujarnya.

    “Langkah pemerintahan Trump berikutnya adalah menangani defisit dengan baik dengan memangkas defisit menjadi 3% dari PDB,” jelasnya lagi.

    Khusus untuk investor, ia mengatakan ini menjadi waktu yang tepat untuk mempertimbangkan kembali pendekatan dalam menyusun portofolio. Sehingga mereka tidak menghadapi risiko yang tidak dapat ditoleransi.

    “Saya dapat menjamin bahwa kasus terburuk lain dari pergerakan pasar yang membuat mereka takut akan terjadi pada akhirnya,” tambahnya.

    “Meskipun saya tidak dapat menjelaskan cara menyusun portofolio di sini, saya dapat mengarahkan mereka yang tertarik,” ujarnya.

    (sef/sef)

  • Tarif Impor Trump Bikin Harga Minyak Dunia Anjlok

    Tarif Impor Trump Bikin Harga Minyak Dunia Anjlok

    Jakarta

    Perusahaan jasa ladang minyak di Amerika Serikat (AS) siap-siap menghadapi pukulan karena tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump. Tarif tersebut mengacaukan rantai pasokan dan membuat harga minyak jatuh.

    Perusahaan jasa keuangan Morningstar menurunkan estimasi nilai wajarnya untuk tiga perusahaan jasa ladang minyak besar, SLB, Halliburton, dan Baker Hughes sebesar 3-6% setelah pengumuman tarif Trump pada hari Rabu lalu.

    Perusahaan-perusahaan tersebut dapat mengalami penurunan pendapatan ladang minyak sebesar 2%-3% pada 2025. Untuk setiap dolar yang hilang dalam pendapatan, Morningstar memperkirakan tiga perusahaan besar dapat mengalami kerugian laba operasi sebesar US$ 1,25 – US$1,35.

    “Pipa, alat penyambung katup, batang pengisap akan terkena dampak tarif, yang akan dirasakan oleh tiga perusahaan besar khususnya yang memiliki strategi pengadaan multinasional,” kata Wakil Presiden Penelitian Rantai Rasokan Rystad Energy, Ryan Hassler, mengutip Reuters pada Sabtu (5/4/2025).

    Menurut data dari LSEG, saham SLB, perusahaan jasa minyak terbesar di dunia, anjlok 12% pada hari Jumat (4/4/2025) menjadi US$ 34,60, terendah sejak September 2022. Semenatra itu, saham Halliburton anjlok 10% menjadi lebih dari US$ 20, dan Baker Hughes anjlok 11% menjadi sekitar US$ 36,40.

    Trump memberlakukan tarif timbal balik pada hari Rabu, menerapkan bea masuk dasar sebesar 10% pada sebagian besar impor AS, dengan beberapa negara, termasuk China, menghadapi pungutan yang jauh lebih tinggi.

    Harga minyak anjlok pada Jumat setelah China, importir minyak mentah terbesar dunia, menaikkan tarif atas barang-barang AS, dalam eskalasi paling serius dalam perang dagang global yang membuat investor khawatir tentang resesi, dan penurunan permintaan minyak berikutnya.

    Harga minyak mentah berjangka turun lebih dari 8% dalam perdagangan kemarin sore, menuju penutupan terendah sejak pertengahan pandemi Covid-19 pada 2021. Harga minyak mentah acuan global Brent jatuh hingga US$ 64,03 per barel sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS mencapai titik terendah US$ 66,90.

    “Jika kisaran harga per barel dari WTI yang lebih rendah US$ 60 per barel bertahan untuk jangka waktu yang lama, aktivitas di sektor serpih AS dapat menurun menjelang paruh kedua tahun ini,” kata Hassler.

    Bank investasi JP Morgan mengatakan bahwa pihaknya kini melihat peluang sebesar 60% bagi ekonomi global untuk memasuki resesi pada akhir tahun, naik dari 40% sebelumnya.

    “Tampaknya perdagangan global mulai ditutup sebagaimana yang kita ketahui, dan masa depan yang dekat ini sangat tidak pasti. Ancaman resesi menjadi perhatian utama, dan investor mulai menjauh dari aset berisiko seperti minyak dan ekuitas,” kata Tamas Varga, analis di PVM Oil Associates.

    (fdl/fdl)

  • Harga Minyak Merosot ke Level Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya – Page 3

    Harga Minyak Merosot ke Level Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak mentah turun ke level terendah dalam periode tiga tahun terakhir. Harga minyak Amerika Serikat (AS) anjlok ke level terendah sejak 2021 dipicu oleh kekhawatiran bahwa kebijakan tarif yang diumumkan oleh Amerika Serikat (AS) akan membebani pertumbuhan ekonomi dunia.

    Mengutip CNBC, Sabtu (5/4/2025), harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) ASturun lebih dari 6% pada hari Jumat, sehingga harga per barel menjadi USD 62,72. Pada satu titik, harga sempat turun di bawah level USD 61 per barel. Penurunan ini menyusul setelah anjloknya harga minyak 6,6% pada hari Kamis.

    Penurunan cepat harga minyak dunia ini terjadi karena dinamika permintaan-penawaran untuk pasar energi terpukul di kedua sisi.

    Para ekonom Wall Street melihat kebijakan tarif yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump minggu ini telah meningkatkan kemungkinan terjadinya resesi global.

    Prospek ekonomi merupakan faktor utama harga minyak, karena baik konsumen yang menggunakan bensin untuk mobil mereka atau produsen kimia yang menggunakan energi sebagai bahan baku dalam produksi mereka meningkatkan permintaan minyak mentah.

    “Meskipun saat ini sulit untuk memprediksi arah perkembangan secara keseluruhan, kami percaya bahwa, untuk harga minyak, lintasannya jelas satu arah,” kata kepala analis komoditas global JPMorgan Natasha Kaneva, dalam catatan kepada klien pada hari Jumat.

     

  • Dampak Tarif Impor 32% AS untuk Indonesia Tak Main-Main, Ekonom Beri Berbagai Solusi untuk Pemerintah

    Dampak Tarif Impor 32% AS untuk Indonesia Tak Main-Main, Ekonom Beri Berbagai Solusi untuk Pemerintah

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menerapkan kebijakan tarif reciprocal terhadap beberapa negara mitra dagang yang dianggap telah menerapkan tarif tinggi terhadap barang impor dari AS.

    Langkah proteksionisme ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi AS.

    Dalam kebijakan ini, AS menerapkan tarif impor tambahan berkisar antara 10% hingga 39%. Indonesia termasuk salah satu negara yang dikenai tarif tinggi, yaitu sebesar 32%. Sebagai perbandingan, China dikenai tarif 34%, Uni Eropa 20%, Vietnam 46%, India 26%, Jepang 24%, Thailand 36%, Malaysia 24%, Filipina 17%, dan Singapura 10%.

    Dampak Tarif Impor terhadap Perekonomian Global

    Menurut Direktur Program INDEF, Eisha Maghfiruha Rachbini, penerapan tarif reciprocal oleh AS memberikan dampak luas, baik terhadap ekonomi global maupun domestik, di antaranya:

    Harga saham di AS turun setidaknya 3%, serta terjadi penurunan harga saham di Jepang dan Korea Selatan, terutama di sektor otomotif. Harga emas melonjak ke rekor tertinggi di atas $3160/ounce, sementara harga minyak dunia turun lebih dari 3%. Fluktuasi nilai tukar global meningkat, dengan Yen Jepang menguat terhadap dolar AS sebagai bentuk safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi global.

    Meskipun bertujuan melindungi industri dalam negeri, kebijakan tarif ini juga dapat menjadi bumerang bagi AS sendiri, memicu inflasi tinggi, kenaikan harga barang, dan dampak negatif pada pasar tenaga kerja mereka.

    Dampak Terhadap Indonesia

    Indonesia merupakan salah satu negara yang paling terdampak kebijakan ini. Beberapa poin utama yang menjadi perhatian:

    Secara tahunan, ekspor Indonesia ke AS mencapai 10,3% dari total ekspor nasional, menjadikannya mitra dagang terbesar kedua setelah China. Kenaikan tarif ini akan menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar AS. Industri yang Terkena Dampak: Produk unggulan seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, minyak kelapa sawit, karet, dan perikanan akan mengalami hambatan perdagangan. Biaya produksi meningkat karena adanya tarif tambahan, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan industri dan menyebabkan pengurangan tenaga kerja. Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, menyoroti bahwa industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki menyumbang 27,5% dari total ekspor Indonesia ke AS. Jika tidak ada tindakan konkret, maka ancaman PHK massal tidak terhindarkan. Dengan tarif yang lebih tinggi, akan terjadi peralihan perdagangan dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi, menghambat daya saing ekspor Indonesia. Solusi yang Harus Ditempuh Pemerintah

    Untuk mengatasi dampak negatif dari tarif ini, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis sebagai berikut:

    1. Percepatan Negosiasi Perdagangan

    Negosiasi perdagangan yang lebih intensif dengan AS menjadi solusi utama.

    “Kekuatan negosiasi diplomatik menjadi sangat krusial dalam memitigasi dampak dari perang dagang dengan AS,” kata Eisha Maghfiruha Rachbini.

    Pemerintah perlu memastikan bahwa produk ekspor unggulan Indonesia mendapatkan keringanan tarif atau pengecualian dalam perjanjian perdagangan bilateral.

    Saat ini, posisi Duta Besar Indonesia untuk AS telah kosong selama hampir dua tahun, sejak Rosan Roeslani ditunjuk sebagai Wakil Menteri BUMN pada Juli 2023.

    “Kita butuh sosok yang paham diplomasi ekonomi dan berpengalaman dalam lobi dagang. Ini bukan posisi simbolik, ini garis depan pertahanan perdagangan Indonesia,” ujar Andry Satrio Nugroho.

    Tanpa perwakilan yang kuat di Washington, posisi tawar Indonesia dalam menghadapi kebijakan perdagangan AS akan semakin lemah.

    3. Diversifikasi Pasar Ekspor

    Untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS, pemerintah perlu memperluas pasar ekspor ke negara-negara nontradisional seperti Timur Tengah dan Afrika.

    “Pemerintah perlu menginisiasi perjanjian kerja sama dengan negara nontradisional untuk mendorong ekspor produk terdampak,” ucap Eisha.

    Selain itu, Indonesia perlu mengoptimalkan perjanjian dagang bilateral dan multilateral seperti CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) untuk memastikan akses yang lebih luas ke pasar global.

    4. Insentif bagi Industri Dalam Negeri

    Pemerintah harus memberikan berbagai insentif kepada pelaku industri terdampak, termasuk:

    Subsidi untuk mengurangi beban biaya produksi. Keringanan pajak bagi industri padat karya. Bantuan modal untuk meningkatkan daya saing produk ekspor.

    5. Meningkatkan Daya Saing Produk Indonesia

    Dalam jangka panjang, investasi dalam teknologi, inovasi, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

    “Setiap hari tanpa perwakilan di Amerika Serikat adalah hari di mana posisi tawar kita melemah. Kita kehilangan momentum, kehilangan peluang, dan kehilangan kendali,” kata Andry Satrio Nugroho.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Imbas Kebijakan Tarif Trump, Sektor Otomotif dan Elektronik Nasional di Ujung Tanduk – Halaman all

    Imbas Kebijakan Tarif Trump, Sektor Otomotif dan Elektronik Nasional di Ujung Tanduk – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan tarif impor timbal balik atau ‘Reciprocal Tarrifs’ dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia sebesar 32 persen disebut akan menimbulkan dampak ke sektor otomotif dan elektronik Indonesia

    “Dengan tarif resiprokal 32 persen, sektor otomotif dan elektronik Indonesia berada di ujung tanduk,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudistira kepada Tribunnews, Kamis (3/4/2025).

    Total ekspor produk otomotif Indonesia tahun 2023 ke AS sebesar 280,4 juta dolar AS atau setara Rp 4,64 triliun (kurs 16.600).

    Rata-rata pada 2019-2023, pertumbuhan ekspor produk otomotif ke AS sebesar 11 persen.

    Bhima mengatakan pertumbuhan bisa jadi negatif begitu ada kenaikan tarif yang luar biasa seperti sekarang ini.

    Sebab, adanya tarif ini akan membuat konsumen AS menanggung harga pembelian kendaraan yang lebih mahal, yang berujung pada penjualan kendaraan bermotor turun di AS.

    Dengan penjualan kendaraan bermotor di AS yang menurun, produsen otomotif Indonesia tidak akan semudah itu berpindah ke pasar domestik karena spesifikasi kendaraan dengan yang diekspor berbeda.

    “Imbasnya layoff dan penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif di dalam negeri,” ujar Bhima.

    Bukan hanya otomotif, kata dia, tetapi juga komponen elektronik karena kaitan antara produsen elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor.

    “Ekspor Indonesia tertinggi ke AS adalah komponen elektronik. Jadi elektronik ikut terdampak juga,” ucap Bhima.

    Dampak ke Ekonomi RI

    Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini menyampaikan, pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan terhadap Amerika Serikat (AS).

    Negosiasi perlu dilakukan pasca Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor yang disebutnya sebagai timbal balik atau ‘Reciprocal Tarrifs’. Tarif baru diterapkan terhadap impor yang masuk ke AS dari berbagai negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.

    “Pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan dengan AS dengan segera agar dapat meminimalkan atau mengurangi dampak tariffs bagi produk ekspor Indonesia ke AS,” ujar Eisha saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (3/4/2025).

    Menurutnya, kekuatan negosiasi diplomatik menjadi sangat krusial, dalam memitigasi dampak dari perang dagang dengan AS. Selain itu, pemerintah perlu mengoptimalkan perjanjian dagang secara bilateral dan multilateral, Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), serta inisiasi perjanjian kerja sama dengan negara non-tradisional untuk mendorong ekspor produk terdampak.

    “Misalnya, produk tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan. Sehingga, pelaku ekspor dan industri terdampak dapat mengalihkan pasar ekspor,” tuturnya.

    Eisha melihat, pemerintah perlu memberikan kebijakan Insentif keuangan, subsidi, dan keringanan pajak yang dapat membantu bisnis mengatasi peningkatan biaya dan pengurangan permintaan akibat dampak tarif dan perang dagang AS.

    “Selain itu, investasi dalam kemajuan teknologi dan inovasi, peningkatan keterampilan tenaga kerja  juga diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, sebagai upaya dalam jangka panjang,” tuturnya.

    Diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara yang diberikan tariff reciprocal tersebut, sebesar 32 persen, sementara China (34 persen), EU (20 persen), Vietnam (46 persen), India (26%), Jepang (24%), Thailand (36%), Malaysia (24%), Filipina (17%),Singapura (10%).

    Tariff yang diberlakukan untuk Indonesia lebih tinggi dari negara Asia lain, seperti Malaysia, Singapura, India, Filipina, dan Jepang. Dampak Tarif terhadap pasar keuangan AS, Harga saham AS turun setidaknya 3 persen, dan terdapat penurunan harga saham di pasar keuangan Jepang atau terendah dalam 8 bulan, juga pasar saham Korea Selatan terutama harga saham otomotif.

    Harga emas meningkat mencapai rekor tinggi di atas  3160 dolar AS per troy ons. Sedangkan, harga minyak dunia turun lebih dari 3 persen. Fluktuasi nilai tukar juga terjadi setelah tarif diberlakukan, Japanese Yen menguat terhadap dolar AS. Dimana Yen menjadi salah satu safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi AS.

    “Tarif yang diberlakukan AS bisa berpotensi menjadi boomerang bagi Ekonomi AS, yakni inflasi tinggi, harga barang tinggi karena tarif, dapat berdampak pada pasar tenaga kerja AS,” tuturnya.

    Bagaimana dampaknya terhadap perekonomi Indonesia?
     
    Secara rata-rata tahunan, pangsa pasar ekspor Indonesia ke negara tujuan AS sebesar 10,3 persen, terbesar kedua setelah ekspor Indonesia ke China.

    Penerapan tarif pada produk-produk ekspor Indonesia ke AS, akan berdampak secara langsung, tarif tersebut akan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia ke AS secara signifikan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan.

    Secara teori, dengan adanya penerapan tarif, maka akan terjadi trade diversion dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi.

    Sehingga akan berdampak pada biaya yang tinggi bagi pelaku ekspor untuk komoditas unggulan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furniture, dan produk pertanian, dampaknya adalah melambatnya produksi, dan lapangan pekerjaan.

  • AS Umumkan Kebijakan Tarif, Indef: Pemerintah RI Perlu Negosiasi Perdagangan dengan Trump – Halaman all

    AS Umumkan Kebijakan Tarif, Indef: Pemerintah RI Perlu Negosiasi Perdagangan dengan Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini menyampaikan, pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan terhadap Amerika Serikat (AS).

    Negosiasi perlu dilakukan pasca Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor yang disebutnya sebagai timbal balik atau ‘Reciprocal Tarrifs’. Tarif baru diterapkan terhadap impor yang masuk ke AS dari berbagai negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.

    “Pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan dengan AS dengan segera agar dapat meminimalkan atau mengurangi dampak tarif bagi produk ekspor Indonesia ke AS,” ujar Eisha saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (3/4/2025).

    Menurutnya, kekuatan negosiasi diplomatik menjadi sangat krusial, dalam memitigasi dampak dari perang dagang dengan AS. Selain itu, pemerintah perlu mengoptimalkan perjanjian dagang secara bilateral dan multilateral, Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), serta inisiasi perjanjian kerja sama dengan negara non-tradisional untuk mendorong ekspor produk terdampak.

    “Misalnya, produk tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan. Sehingga, pelaku ekspor dan industri terdampak dapat mengalihkan pasar ekspor,” tuturnya.

    Eisha melihat, pemerintah perlu memberikan kebijakan Insentif keuangan, subsidi, dan keringanan pajak yang dapat membantu bisnis mengatasi peningkatan biaya dan pengurangan permintaan akibat dampak tarif dan perang dagang AS.

    “Selain itu, investasi dalam kemajuan teknologi dan inovasi, peningkatan keterampilan tenaga kerja  juga diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, sebagai upaya dalam jangka panjang,” tuturnya.

    Diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara yang diberikan tariff reciprocal tersebut, sebesar 32 persen, sementara China (34 persen), EU (20%), Vietnam (46%), India (26%), Jepang (24%), Thailand (36%), Malaysia (24%), Filipina (17%),Singapura (10%).

    Tariff yang diberlakukan untuk Indonesia lebih tinggi dari negara Asia lain, seperti Malaysia, Singapura, India, Filipina, dan Jepang. Dampak Tarif terhadap pasar keuangan AS, Harga saham AS turun setidaknya 3 persen, dan terdapat penurunan harga saham di pasar keuangan Jepang atau terendah dalam 8 bulan, juga pasar saham Korea Selatan terutama harga saham otomotif.

    Harga emas meningkat mencapai rekor tinggi di atas  3160 dolar AS per troy ons. Sedangkan, harga minyak dunia turun lebih dari 3 persen. Fluktuasi nilai tukar juga terjadi setelah tarif diberlakukan, Japanese Yen menguat terhadap dolar AS. Dimana Yen menjadi salah satu safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi AS.

    “Tarif yang diberlakukan AS bisa berpotensi menjadi boomerang bagi Ekonomi AS, yakni inflasi tinggi, harga barang tinggi karena tarif, dapat berdampak pada pasar tenaga kerja AS,” tuturnya.

    Bagaimana dampaknya terhadap perekonomi Indonesia?
     
    Secara rata-rata tahunan, pangsa pasar ekspor Indonesia ke negara tujuan AS sebesar 10,3 persen, terbesar kedua setelah ekspor Indonesia ke China.

    Penerapan tarif pada produk-produk ekspor Indonesia ke AS, akan berdampak secara langsung, tarif tersebut akan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia ke AS secara signifikan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan.

    Secara teori, dengan adanya penerapan tarif, maka akan terjadi trade diversion dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi.

    Sehingga akan berdampak pada biaya yang tinggi bagi pelaku ekspor untuk komoditas unggulan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furniture, dan produk pertanian, dampaknya adalah melambatnya produksi, dan lapangan pekerjaan.