Topik: Harga minyak dunia

  • Pengamat Ramal Harga Minyak Bisa Tembus US5 per Barel Jika Selat Hormuz Ditutup

    Pengamat Ramal Harga Minyak Bisa Tembus US$145 per Barel Jika Selat Hormuz Ditutup

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat memproyeksikan harga minyak dunia bisa melambung ke level US$145 per barel jika Iran menutup Selat Hormuz. Hal ini tak lepas dari terganggunya jalur pengiriman minyak dunia.

    Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran penting bagi pengiriman minyak. Menurutnya, 20% pengiriman minyak dan gas (migas) dunia melalui selat tersebut.

    Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti menilai jika selat tersebut resmi ditutup imbas memanasnya konflik di Timur Tengah, bakal terjadi disrupsi pasokan global. Apalagi, Iran memiliki kontribusi sekitar 5% terhadap pasokan minyak global.

    Yayan berpendapat, disrupsi pasokan minyak imbas ditutupnya Selat Hormuz bakal lebih dalam dibanding efek dari perang Rusia-Ukraina pada 2022.

    “Kemungkian disrupsinya sekitar 3% hingga 4%, kemungkinan harga minyak jika Selat Hormuz ditutup harga bisa di kisaran US$100 hingga US$145 per barel,” ucap Yayan kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).

    Adapun, dilansir dari Reuters, harga minyak dunia sudah mulai bergejolak. Bahkan, melonjak ke level tertinggi sejak Januari 2025 pada perdagangan pagi ini, Senin (23/6/2025).

    Tercatat, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman terdekat naik US$1,92 atau 2,49% menjadi US$78,93 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,89 atau 2,56% ke posisi US$75,73 per barel.

    Kendati demikian, proyeksi kenaikan harga minyak tersebut bakal bergantung pada berapa lama Selat Hormuz ditutup. Menurutnya, semakin lama selat itu ditutup, semakin parah jika efeknya.

    Dia menilai efek buruk penutupan Selat Hormuz, bahkan bakal menimpa Iran sendiri.

    “Selat Hormuz vital tak hanya untuk perdagangan internasional, tapi bagi Iran sendiri untuk melakukan aktivitas perdagangan internasional. Kalau tutup dalam jangka panjang itu enggak baik bagi ekonomi Iran,” jelas Yayan.

    Yayan berpendapat hal tersebut pun bakal berdampak bagi Indonesia, yakni harga BBM bisa naik. Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah dan para pemangku kepentingan mulai mencari pasokan minyak mentah tak hanya dari Timur Tengah.

    “Strateginya kita kan sudah ada hubungan dagang dengan AS, saya kira harus kita akselerasi impor BBM dari AS atau negara lainnya,” ucap Yayan.

    Sementara itu, Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai harga minyak bisa melonjak jika eskalasi di Timur Tengah kian meluas. Artinya, jika konflik meluas dan tak hanya melibatkan Israel, Iran, dan AS, maka harga minyak bisa melambung.

    Namun, jika konflik itu masih terbatas, harga minyak perlahan akan kembali turun.

    “Kalau terbatas, perlahan harga akan kembali turun ke fundamentalnya di kisaran US$60-US$70 per barel. Kalau perang meluas, ya tidak ada yang tahu berapa batas atasnya,” kata Pri Agung.

    Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia. Di satu sisi, pemerintahan Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup selat tersebut.

    Penutupan ini telah dibahas oleh Parlemen Republik Islam Iran pada Minggu (22/6/2025), di mana mereka telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran.

    Selat Hormuz, yang terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Selat ini memiliki panjang hampir 161 kilometer (km) dan lebar 34 km pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran di setiap arah hanya selebar 3 km.

    Selat Hormuz cukup dalam dan lebar untuk dilalui kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia dan merupakan salah satu jalur minyak paling penting di dunia.

    Volume minyak yang mengalir melalui selat ini sangat besar. Jika selat ditutup, hanya sedikit jalur alternatif perdagangan minyak yang tersedia.

    Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20% dari konsumsi minyak bumi global.

  • Video: IHSG Merah Merona – Iran Ancam Tutup Selat Hormuz

    Video: IHSG Merah Merona – Iran Ancam Tutup Selat Hormuz

    Jakarta, CNBC Indonesia –IHSG mengalami tekanan besar di awal pekan, seiring memburuknya sentimen pasar. Mayoritas saham melemah, IHSG ditutup ambles 1,74 % ke level 6.787,14.

    Sementara itu, harga minyak dunia melonjak tajam dan kini menyentuh level tertinggi dalam enam bulan terakhir. Minyak Brent naik 2,44 % menjadi 78,89 Dolar as per barel.

    Selengkapnya dalam program Evening Up CNBC Indonesia, Senin (23/06/2025).

  • 4 Dampak yang Bakal Dirasakan Indonesia Imbas Penutupan Selat Hormuz, Harga BBM Naik? – Page 3

    4 Dampak yang Bakal Dirasakan Indonesia Imbas Penutupan Selat Hormuz, Harga BBM Naik? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Krisis geopolitik yang kian memanas di kawasan Timur Tengah, terutama ancaman penutupan Selat Hormuz, dikhawatirkan akan memberikan efek domino terhadap harga minyak global.

    Pengamat energi dari Universitas Indonesia, Iwa Garniwa, menilai dampaknya sangat besar, terutama bagi negara-negara importir seperti Indonesia. Menurutnya, setidaknya ada empat dampak utama yang harus diwaspadai.

    “Jika harga minyak dunia melonjak tajam akibat krisis di Selat Hormuz, Indonesia sebagai negara importir bersih akan menghadapi beberapa dampak,” kata Iwa kepada Liputan6.com, Senin (23/6/2025).

    Adapun dampak bagi Indonesia yang akan dirasakan yakni, pertama, kenaikan biaya impor minyak. Kedua, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.

    Dampak ketiga, yakni tekanan terhadap inflasi nasional. Kemudian dampak keempat, potensi terganggunya stabilitas ekonomi.

    “Perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya, seperti diversifikasi sumber energi dan meningkatkan efisiensi energi,” ujarnya.

    Ia juga menekankan pentingnya memperkuat kemandirian energi nasional. Peran pemerintah sangat penting dengan melakukan strategi peningkatan pemanfaatan sumber daya alam sendiri secara optimal.

     

     

  • Pertumbuhan Ekonomi 7% Sulit Digapai Tahun Ini, RI Bisa Apa?

    Pertumbuhan Ekonomi 7% Sulit Digapai Tahun Ini, RI Bisa Apa?

    Jakarta

    Pertumbuhan ekonomi senilai 7% dinilai bakal sulit digapai Indonesia akhir tahun ini. Target pertumbuhan tinggi itu sempat diungkap Presiden Prabowo Subianto, dia percaya diri hingga akhir tahun pertumbuhan sebesar 7% bisa digenjot dari perekonomian Indonesia.

    Namun, daripada mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar itu, pemerintah diminta untuk fokus mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi setidaknya sampai target 5,2% seperti dalam APBN.

    Hal ini diungkapkan oleh Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet. Menurutnya target pertumbuhan ekonomi 7% untuk jangka pendek terlalu berat untuk digapai.

    “Menurut saya, ketimbang mengejar target yang 7%, dalam jangka pendek, atau sampai akhir tahun 2025, setidaknya pemerintah perlu fokus dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi di 5%,” sebut Rendy ketika dihubungi detikcom, Senin (23/6/2025).

    Optimalisasi yang bisa dilakukan pemerintah misalnya dengan melakukan akselerasi belanja pemerintah, hingga mempertimbangkan memperluas cakupan stimulus pemerintah pada angka yang lebih rasional.

    Meski begitu, Rendy bilang target pertumbuhan sampai 7% bukan berarti menjadi semu buat ekonomi Indonesia. Target itu bisa saja ditetapkan dan diraih dalam jangka panjang.

    “Dalam jangka panjang, target pertumbuhan 7%, dapat dicapai dengan berbagai cara, misalnya dengan mengaktifkan kembali industri atau reindustrialisasi. Serta menyelesaikan berbagai permasalahan struktural, hingga peningkatan SDM,” sebut Rendy.

    Yang jelas, saat ini ekonomi Indonesia akan dihadapkan dengan kondisi ekonomi dunia yang memburuk. Perang di Timur Tengah bakal menekan minat investasi dan meningkatkan risiko nilai tukar yang melemah.

    Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira bisa saja pertumbuhan ekonomi Indonesia tak mencapai 5% tahun ini bila kondisi buruk ekonomi dunia tak diantisipasi.

    Belum lagi ada potensi harga minyak dunia akan terus meningkat seiring dengan panasnya konflik. Bila harga minyak naik terus, pada ujungnya inflasi energi bisa terjadi, khususnya apabila perusahaan sampai terpaksa melakukan penyesuaian harga BBM, LPG, dan juga tarif listrik imbas harga minyak yang meroket.

    “Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan bisa 4,5-4,7% year on year jauh dari mimpi 7%. Perang di timur tengah membuat investasi melemah, risiko kurs juga meningkat tajam,” papar Bhima kepada detikcom.

    (hal/kil)

  • Sulitnya Ekonomi RI Genjot Pertumbuhan 7% Seperti Keinginan Prabowo

    Sulitnya Ekonomi RI Genjot Pertumbuhan 7% Seperti Keinginan Prabowo

    Jakarta

    Ekonomi Indonesia diperkirakan bisa tumbuh sampai 7% tahun ini. Perkiraan ini diungkapkan Presiden Prabowo Subianto di depan publik internasional pada pidatonya di dalam St. Petersburg International Economic Forum 2025 akhir pekan lalu.

    Menurut prediksi, yang diklaimnya didapatkan dari para ahli ekonomi, perrtumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun akan mencapai 7%. Sementara itu di tengah tahun ini, ekonomi Indonesia akan kembali tumbuh ke level 5% untuk hitungan satu semester. Di kuartal I sebelumnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit melambat dengan pertumbuhan cuma 4,87%.

    “Para ahli saya mengatakan kepada saya bahwa pada semester pertama ini, pertumbuhan ekonomi kita lebih dari 5%. Bahkan, pada akhir tahun ini, pertumbuhan ekonomi kita bisa mencapai hampir 7% atau bahkan lebih,” beber Prabowo saat berpidato di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025.

    Sulit Diwujudkan

    Pertumbuhan ekonomi hingga 7% di akhir tahun ini sendiri dinilai bakal sulit untuk diwujudkan. Menurut Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet dibutuhkan setidaknya pertumbuhan ekonomi hingga 7% selama kuartal II, III, dan IV tahun ini bila ingin apa yang diungkapkan Prabowo terwujud.

    “Saya kira sangat sulit, jika tidak mau dikatakan mustahil, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 7% di akhir tahun ini. Jika berkaca pada pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama, maka di sisa kuartal di tahun ini, dibutuhkan pertumbuhan setidaknya 7% di setiap kuartalnya,” beber Rendy ketika dihubungi detikcom, Senin (23/6/2025).

    Target pertumbuhan ekonomi sebesar 7% disebut jauh dari realitas yang ada saat ini, saat capaian pertumbuhan ekonomi di Indonesia stagnan di 5%.

    Rendy mengatakan kalaupun pemerintah ingin mendorong pertumbuhan ekonomi melalui intervensi fiskal, hasilnya pasti tak bisa instan. Tantangannya juga banyak agar belanja pemerintah bisa diserap dengan baik untuk mengungkit pertumbuhan.

    “Kalau pun pemerintah ingin mendorong pertumbuhan tersebut melalui intervensi kebijakan fiskal, ini juga masih akan menemui tantangan karena dibutuhkan waktu untuk kemudian menyerap belanja pemerintah yang akan dikeluarkan dari rencana stimulus yang dikeluarkan pemerintah,” sebut Rendy.

    Pertumbuhan Ekonomi di Bawah 5%

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira justru menyebut kemungkinan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini justru bakal berada di bawah 5%. Jauh dari target Prabowo hingga 7%.

    Dia mengatakan kondisi ekonomi dunia yang buruk bakal menghantam Indonesia. Perang di Timur Tengah bakal menekan minat investasi dan meningkatkan risiko nilai tukar yang melemah.

    “Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan bisa 4,5-4,7% year on year jauh dari mimpi 7%. Perang di timur tengah membuat investasi melemah, risiko kurs juga meningkat tajam,” papar Bhima kepada detikcom.

    Belum lagi ada potensi harga minyak dunia akan terus meningkat seiring dengan panasnya konflik. Bila harga minyak naik terus, pada ujungnya inflasi energi bisa terjadi, khususnya apabila perusahaan sampai terpaksa melakukan penyesuaian harga BBM, LPG, dan juga tarif listrik imbas harga minyak yang meroket.

    Dari sisi masyarakat, Bhima mengatakan akan sulit menggenjot pertumbuhan ekonomi bila konsumsi rumah tangga daya belinya lesu. Potensi penambahan pendapatan masyarakat juga banyak hilang karena PHK massal terjadi, konsumsi masyarakat menurutnya kian melemah paska lebaran.

    Sementara itu, dari sisi pemerintah, dia menilai banyak sekali kebijakan yang justru tak mampu mengungkit gerak perekonomian.

    “Efisiensi anggaran pemerintah menambah berat tekanan ekonomi, di saat yang sama program populis MBG belum bisa jadi penggerak roda ekonomi dibanding efek efisiensi belanja lainnya,” pungkas Bhima.

    Tonton juga “Gubernur Lemhannas: Rebana Berpotensi Jadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru” di sini:

    (kil/kil)

  • AS Panik, Desak China Bujuk Iran Tak Tutup Selat Hormuz

    AS Panik, Desak China Bujuk Iran Tak Tutup Selat Hormuz

    GELORA.CO -Amerika Serikat (AS) meminta bantuan China untuk mencegah penutupan Selat Hormuz oleh Iran.

    Hal tersebut dikatakan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, setelah Press TV milik pemerintah Iran melaporkan parlemen negaranya telah menyetujui rencana untuk menutup selat yang sangat strategis tersebut. 

    Selat Hormuz merupakan salah satu rute pelayaran terpenting di dunia. Sekitar 20 persen pasokan minyak dan gas dunia diketahui melintas di perairan itu.

    “Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka (Iran) mengenai hal itu, karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk minyak mereka,” kata Rubio dalam wawancara dengan Fox News, dikutip Senin 23 Juni 2025.

    Permintaan ini dilontarkan AS karena China memiliki hubungan dekat dengan Teheran. Negara ini juga diketahui membeli lebih banyak minyak dari Iran daripada negara lain, dengan jumlah 1,8 juta barel per hari bulan lalu.

    Gangguan terhadap pasokan minyak dinilai akan berdampak besar bagi perekonomian Negeri Tirai Bambu.

    “Jika mereka (menutup Selat), itu akan menjadi bunuh diri ekonomi bagi mereka (China). Dan kita masih memiliki pilihan untuk mengatasinya, tetapi negara-negara lain juga harus mempertimbangkannya. Itu juga akan merugikan ekonomi negara lain jauh lebih parah daripada ekonomi kita,” tandasnya.

    Harga minyak dunia sendiri tercatat telah melonjak sejak AS terlibat dalam perang yang kian memanas antara Israel dan Iran.

    Mengutip dari Investing.com, harga minyak mentah berjangka Brent hari ini tercatat melonjak 2,44 persen menjadi 78,89 Dolar AS per barel.

    Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal AS ikut naik 2,53 persen menjadi 75,71 Dolar AS per barel. 

  • Waka Komisi XI DPR sebut pemerintah harus siapkan skenario krisis

    Waka Komisi XI DPR sebut pemerintah harus siapkan skenario krisis

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengingatkan pemerintah untuk menyiapkan skenario krisis untuk menanggapi konflik antara Iran dan Israel yang kemudian melibatkan Amerika Serikat.

    “Ini bukan sekadar konflik regional, melainkan guncangan geopolitik yang bisa memicu krisis energi global, memperlemah rupiah, mendorong inflasi, dan memperbesar beban fiskal. Pemerintah harus memiliki skenario krisis yang terukur,” ujar Hanif dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa skenario krisis diperlukan sebab saat ini terdapat sinyal bahaya yang pertama, yakni potensi melonjaknya harga minyak dunia hingga 100 dolar Amerika Serikat per barel.

    Dengan demikian, kata dia, Indonesia sebagai negara pengimpor minyak akan terdampak hal tersebut, seperti lonjakan subsidi energi dan memperlebar defisit anggaran negara.

    “Kita menghadapi risiko ganda. Nilai tukar rupiah bisa tertekan karena penguatan dolar AS, sementara beban subsidi energi melonjak. Jika tidak diantisipasi, maka tekanan ini bisa mengguncang APBN 2025 dan memukul daya beli masyarakat,” ujarnya.

    Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah untuk segera menyesuaikan asumsi makro ekonomi dalam penyusunan rancangan APBN 2025.

    Ia juga menekankan pentingnya penguatan koordinasi antara otoritas fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas makroekonomi di tengah ketidakpastian global.

    “Bank Indonesia harus menjaga kredibilitas kebijakan moneter dan stabilitas nilai tukar, sementara pemerintah perlu memperkuat cadangan energi dan jaring pengaman sosial,” tuturnya.

    Terakhir, kata dia, pemerintah perlu memperkuat langkah diplomatik, dan menyiapkan strategi jangka menengah untuk mempercepat transisi energi maupun mengurangi ketergantungan pada impor.

    “Stabilitas global memang di luar kendali kita, tetapi menjaga ketahanan nasional yang mencakup ketahanan ekonomi, energi, dan pangan, adalah tanggung jawab kita bersama. Jangan sampai kita hanya bersikap reaktif. Kita harus punya rencana darurat sejak sekarang,” katanya.

    Sebelumnya, AS menyerang tiga fasilitas nuklir Iran di wilayah Natanz, Fordow, dan Isfahan, pada Minggu (22/6) dini hari waktu Iran.

    Trump mengatakan bahwa serangan tersebut bertujuan membatasi kemampuan Iran untuk mengembangkan senjata nuklir dan memaksa mereka untuk “mengakhiri perang” dengan Israel.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Azhari
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Siap-Siap, Harga Minyak Dunia Bisa Tembus Segini Imbas Selat Hormuz Ditutup – Page 3

    Siap-Siap, Harga Minyak Dunia Bisa Tembus Segini Imbas Selat Hormuz Ditutup – Page 3

    Yayan juga menjelaskan bahwa salah satu konsekuensi utama dari penutupan selat ini adalah terjadinya disrupsi pada rantai pasok minyak global. Ia membandingkan situasi ini dengan perang Rusia-Ukraina, yang juga menyebabkan terganggunya suplai energi secara global.

    “Berdasarkan data historis dari konflik Ukraina, disrupsi pasokan bisa mengurangi supply minyak sekitar 2 persen per hari. Kalau hal serupa terjadi karena konflik Iran, tentu akan ada eskalasi besar dalam harga minyak dunia,” ujarnya.

    Dari kalkulasi sementara, Yayan memprediksi bahwa harga minyak bisa melonjak hingga ke kisaran USD120 hingga USD135 per barel jika disrupsi berlangsung terus-menerus dalam beberapa waktu.

    Namun, ia juga mengingatkan bahwa prediksi ini masih bersifat spekulatif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pergerakan harga, mulai dari dinamika pasar, sentimen global, hingga sejauh mana eskalasi konflik berlangsung.

    “Kalau misalkan kita lihat sejauh mana bahwa harga minyak itu akan didorong sampai dengan USD130 ya saya kira, spekulasinya mungkin bisa iya dan bisa tidak,” pungkasnya. 

  • Harga BBM Terbaru di Tengah Wacana Iran Tutup Selat Hormuz

    Harga BBM Terbaru di Tengah Wacana Iran Tutup Selat Hormuz

    Bisnis.com, JAKARTA — Iran tengah mempertimbangkan untuk menutup Selat Hormuz. Penutupan jalur pengiriman minyak dunia itu pun diproyeksi bisa mengerek harga BBM di Indonesia.

    Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menjelaskan, Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran penting bagi pengiriman minyak. Menurutnya, 20% pengiriman minyak dan gas (migas) dunia melalui selat tersebut.

    Dia berpendapat, kalau selat tersebut resmi ditutup imbas memanasnya konflik di Timur Tengah, jalur distribusi jelas akan terganggu. Imbasnya, harga minyak dunia bakal naik.

    Indonesia, kata dia, sebagai net importir bisa ikut terdampak; harga BBM di dalam negeri bakal melonjak.

    “Sebagai net importer, dampaknya justru lebih besar atas kenaikan minyak ini ke BBM kita,” jelas Moshe kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).

    Pernyataan Moshe bukan isapan jempol. Melansir Reuters, harga minyak mentah dunia melonjak ke level tertinggi sejak Januari 2025 pada perdagangan pagi ini.

    Kenaikan harga minyak itu tak lepas dari meningkatnya kekhawatiran pasokan setelah Amerika Serikat (AS) bergabung dengan Israel dalam serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran akhir pekan lalu.

    Tercatat, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman terdekat naik US$1,92 atau 2,49% menjadi US$78,93 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,89 atau 2,56% ke posisi US$75,73 per barel.

    Lantas berapa harga BBM di dalam negeri saat ini?

    Harga BBM di Indonesia umumnya berubah setiap bulan pada tanggal 1. Oleh karena itu, harga BBM di seluruh SPBU Pertamina, Shell, BP, dan Vivo saat ini masih mengacu pada harga per 1 Juni 2025.

    Dikutip dari laman resmi MyPertamina, Senin (23/6/2025), untuk Pertamax (RON 92) turun menjadi Rp12.100 per liter atau turun dari sebelumnya Rp12.400 per liter. 

    Adapun, harga Pertamax Turbo (RON 98) kini dipatok Rp13.050 per liter atau turun dari sebelumnya Rp13.300 per liter. Harga Pertamax Green (RON 95) kini ditetapkan senilai Rp12.800 dari sebelumnya Rp13.150 per liter pada Mei lalu. 

    Lalu, harga Dexlite (CN 51) juga turun dari Rp13.600 menjadi Rp12.740 per liter. Sedangkan, harga Pertamina Dex (CN 53) turun dari Rp13.900 menjadi Rp13.200 per liter.

    Di samping itu, harga BBM di SPBU Shell juga mengalami penurunan. Tercatat, Shell Super setara Pertamax turun dari Rp12.730 per liter pada bulan lalu menjadi Rp12.370 per liter. 

    Harga Shell V-Power turun dari Rp13.170 per liter menjadi Rp12.480 per liter. Shell V-Power Diesel turun dari Rp13.810 per liter menjadi Rp13.250 per liter dan Shell V-Power Nitro+ turun dari Rp13.360 per liter menjadi Rp13.070 per liter.

    Tak hanya Pertamina dan Shell, harga BBM di SPBU BP juga turun. Perinciannya, harga BP Ultimate kini dipatok Rp12.840 per liter. Ini turun dibanding bulan sebelumnya yang senilai Rp13.170 per liter. 

    Sementara itu, harga BP 92 turun dari Rp12.600 menjadi Rp12.370 per liter dan BP Ultimate Diesel turun dari Rp13.810 menjadi Rp13.250 per liter.

    Tak ketinggalan, SPBU Vivo juga menurunkan harga BBM besutannya bulan ini. Vivo menurunkan harga Revvo 90 menjadi Rp12.260 per liter dari sebelumnya Rp12.650 per liter bulan lalu. 

    Sedangkan, harga Revvo 92 dipatok Rp12.340 per liter. Harga ini turun dibanding harga bulan lalu yang dipatok Rp12.730 per liter. Harga Revvo 95 dipatok Rp13.810 per liter pada 1 Juni 2025. Harga ini turun dibanding Mei yang sebesar Rp13.170 per liter.

    Berikut daftar harga BBM terbaru per 23 Juni 2025: 

    1. Pertamina 

    – Pertalite (RON 90): Rp10.000 per liter 

    – Solar Subsidi: Rp6.800 per liter 

    – Pertamax (RON 92): Rp12.100 per liter 

    – Pertamax Green (RON 95): Rp12.800 per liter 

    – Pertamax Turbo (RON 98): Rp13.050 per liter 

    – Dexlite (CN 51): Rp12.740 per liter 

    – Pertamina Dex (CN 53): Rp13.200 per liter 

    2. Shell 

    – Shell Super: Rp12.370 per liter 

    – Shell V-Power: Rp12.840 per liter 

    – Shell V-Power Diesel: Rp13.250 per liter 

    – Shell V-Power Nitro+: Rp13.070 per liter 

    3. BP 

    – BP Ultimate: 12.840 per liter 

    – BP 92: Rp12.370 per liter 

    – BP Ultimate Diesel: Rp13.250 per liter 

    4. SPBU Vivo 

    – Revvo 90: Rp12.260 per liter 

    – Revvo 92: Rp12.340 per liter 

    – Revvo 95: Rp12.810 per liter 

    – Diesel Primus Plus: Rp13.210 per liter

  • Harga BBM Terancam Naik jika Selat Hormuz Ditutup

    Harga BBM Terancam Naik jika Selat Hormuz Ditutup

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha mengingatkan risiko harga BBM di dalam negeri bisa melonjak jika Selat Hormuz. Penutupan selat itu dapat mengganggu rute pengiriman minyak mentah dunia.

    Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menjelaskan, Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran penting bagi pengiriman minyak. Menurutnya, 20% pengiriman minyak dan gas (migas) dunia melalui selat tersebut.

    Dia berpendapat, kalau selat tersebut resmi ditutup imbas memanasnya konflik di Timur Tengah, jalur distribusi jelas akan terganggu. Imbasnya, harga minyak dunia bakal naik.

    “Dan kita sudah lihat harga minyak sekarang itu sudah di angka US$77 per barel, malah masuk ke US$79. Baru saja saya lihat ini sekarang, US$79 sudah, dan mendekati US$80,” ucap Moshe kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).

    Moshe mengatakan, konflik di Timur Tengah yang kini melibatkan Amerika Serikat (AS) menjadi sentimen buruk bagi pasar. Harga minyak dunia benar-benar bisa naik drastis jika konflik berkepanjangan.

    Di sisi lain, Indonesia sebagai net importir juga kebagian getahnya. Buntutnya, harga BBM dalam negeri bisa naik. Lebih jauh, kenaikan biaya energi itu dapat memperburuk kinerja industri.

    “Sebagai net importer, dampaknya justru lebih besar atas kenaikan minyak ini ke BBM kita. Kemampuan industri untuk membayar itu akan jadi menurun. Dan itu yang sangat dikhawatirkan, produktivitas bisa menurun, daya saing kita juga menurun,” jelas Moshe.

    Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah memperkuat kemampuan fiskal. Apalagi, situasi global makin runyam imbas konflik dan perang tarif. Selain membuat harga minyak naik, Moshe menyebut hal itu juga dapat membuat nilai tukar rupiah melemah. Imbasnya, inflasi pun bisa meningkat.

    Moshe mengatakan, jika inflasi naik, maka kegiatan industri dan investasi pun bakal tertekan. Hal ini membuat ekonomi Indonesia melemah.

    “Nah di situ lah butuhnya peran pemerintah untuk memberikan insentif, memberikan bantuan, sehingga pemerintah sekarang harus sudah mulai menghemat,” tutur Moshe.

    Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia. Di satu sisi, Pemerintahan Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup selat tersebut.

    Penutupan ini telah dibahas oleh Parlemen Republik Islam Iran pada Minggu, di mana mereka telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran.

    Selat Hormuz, yang terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Selat ini memiliki panjang hampir 161 kilometer (km) dan lebar 34 km pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran di setiap arah hanya selebar 3 km.

    Selat Hormuz cukup dalam dan lebar untuk dilalui kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia dan merupakan salah satu jalur minyak paling penting di dunia.

    Volume minyak yang mengalir melalui selat ini sangat besar. Jika selat ditutup, hanya sedikit jalur alternatif perdagangan minyak yang tersedia.

    Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20% dari konsumsi minyak bumi global.