Topik: haji

  • Amalan Hari Tasyrik Sesuai Sunah dan Keutamaannya

    Amalan Hari Tasyrik Sesuai Sunah dan Keutamaannya

    Jakarta: Umat islam saat ini memasuki Hari Tasyrik atau tiga hari setelah Iduladha. Tahun ini Hari Tasyrik jatuh pada tanggal 7 hingga 9 Juni 2025.

    Hari Tasyrik merujuk pada kata Tasyriq yang berarti penghadapan ke arah timur (arah sinar matahari). Dia mengutip pandangan Ibnu Hajar Al-Asqalani, yang mengatakan terdapat banyak pendapat ulama terkait alasan dinamakannya Hari Tasyrik.

    Sebagian ulama menyatakan tiga hari itu disebut Hari Tasyrik karena orang-orang menjemur daging kurban di waktu tersebut dengan menjadikannya dendeng dan menghamparkan di bawah terik matahari.
    Amalan Hari Tasyrik

    Pada hari tasyrik ini ada dua amalan yang dapat dilakukan oleh umat muslim yang sedang berhaji yaitu mabit di Mina dan melempar jumrah. Bagi yang tidak menjalankan ibadah haji ada beberapa amalan yang bisa dikerjakan, ikuti penjelasan lengkapnya di sini.
    1. Memperbanyak takbir
    Amalan memperbanyak membaca atau mengumandangkan lafal takbir ini dikemukakan Imam Bukhari dengan mengutip sahabat Ibnu Umar dan Abu Hurairah yang bertakbir pada Hari Tasyrik. Ia juga meriwayatkan Muhammad bin Ali yang bertakbir setelah melaksanakan saalat sunnah.

    2. Memperbanyak tahlil dan tahmid
    Bacaan tahlil dan tahmid adalah amalan yang penting dilakukan di hari Tasyrik. Sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Hajar Al-Asqalani dengan mengutip riwayat hadis yang menganjurkan umat Islam untuk membaca tahlil, tahmid, dan takbir.

    3. Beragam jenis amal ibadah
    Abi Jamrah menegaskan amal apa pun yang dikerjakan pada Hari Tasyrik nilainya lebih utama daripada amal yang sama di luar hari tersebut. Pandangan ini juga dikutip Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany.
     

    Dilarang berpuasa pada Hari Tasyrik
    Melansir mui.or.id, larangan puasa di Hari Tasyrik disebabkan waktu tersebut sangat dianjurkan untuk menikmati berbagai hidangan dan olahan dari daging kurban. Dalam hadisnya, Rasulullah pernah mengabarkan terkait larangan ini sebagai berikut:

    “Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, keduanya berkata: “Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari Tasyrik kecuali bagi siapa yang tidak mendapatkan hewan qurban ketika menunaikan haji.” (HR. Bukhari, no. 1859)
    Keutamaan Hari Tasryik

    1. Salah Satu Hari Agung

    Hari Tasyrik disebut sebagai salah satu hari paling paling agung. Berdasarkan hadis dari Abdullah bin Qurth, Rasulullah SAW bersabda:
     
    “Hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari kurban (Iduladha), kemudian hari al-qarr.” (HR. Abu Daud 1765, Ibnu Khuzaimah 2866, dan disahihkan Al-Albani.
     
    Adapun merujuk pada keterangan Ibnu Khuzaimah, Abu Bakar pernah mengatakan bahwa hari al-qarr adalah hari kedua setelah hari kurban.
    2. Hari Dikabulkannya Doa-Doa
    Dalam Lathoif Al-Ma’artif dijelaskan tentang riwayat dari Kinanah Al Quraisy, ia mendengar Abu Musa Al As’ari ra. berkhutbah di hari Iduladha dan berkata:
     
    “Pada tiga hari setelah Iduladha itulah yang disebut Allah SWT sebagai ayyamul ma’dudat. Doa yang dipanjatkan di hari-hari tersebut tidak akan tertolak, maka berdoalah kamu semua dengan berharap kepada-Nya.”
     

    Jakarta: Umat islam saat ini memasuki Hari Tasyrik atau tiga hari setelah Iduladha. Tahun ini Hari Tasyrik jatuh pada tanggal 7 hingga 9 Juni 2025.
     
    Hari Tasyrik merujuk pada kata Tasyriq yang berarti penghadapan ke arah timur (arah sinar matahari). Dia mengutip pandangan Ibnu Hajar Al-Asqalani, yang mengatakan terdapat banyak pendapat ulama terkait alasan dinamakannya Hari Tasyrik.
     
    Sebagian ulama menyatakan tiga hari itu disebut Hari Tasyrik karena orang-orang menjemur daging kurban di waktu tersebut dengan menjadikannya dendeng dan menghamparkan di bawah terik matahari.
    Amalan Hari Tasyrik

    Pada hari tasyrik ini ada dua amalan yang dapat dilakukan oleh umat muslim yang sedang berhaji yaitu mabit di Mina dan melempar jumrah. Bagi yang tidak menjalankan ibadah haji ada beberapa amalan yang bisa dikerjakan, ikuti penjelasan lengkapnya di sini.

    1. Memperbanyak takbir

    Amalan memperbanyak membaca atau mengumandangkan lafal takbir ini dikemukakan Imam Bukhari dengan mengutip sahabat Ibnu Umar dan Abu Hurairah yang bertakbir pada Hari Tasyrik. Ia juga meriwayatkan Muhammad bin Ali yang bertakbir setelah melaksanakan saalat sunnah.

    2. Memperbanyak tahlil dan tahmid

    Bacaan tahlil dan tahmid adalah amalan yang penting dilakukan di hari Tasyrik. Sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Hajar Al-Asqalani dengan mengutip riwayat hadis yang menganjurkan umat Islam untuk membaca tahlil, tahmid, dan takbir.

    3. Beragam jenis amal ibadah

    Abi Jamrah menegaskan amal apa pun yang dikerjakan pada Hari Tasyrik nilainya lebih utama daripada amal yang sama di luar hari tersebut. Pandangan ini juga dikutip Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany.
     

    Dilarang berpuasa pada Hari Tasyrik
    Melansir mui.or.id, larangan puasa di Hari Tasyrik disebabkan waktu tersebut sangat dianjurkan untuk menikmati berbagai hidangan dan olahan dari daging kurban. Dalam hadisnya, Rasulullah pernah mengabarkan terkait larangan ini sebagai berikut:

    “Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, keduanya berkata: “Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari Tasyrik kecuali bagi siapa yang tidak mendapatkan hewan qurban ketika menunaikan haji.” (HR. Bukhari, no. 1859)

    Keutamaan Hari Tasryik

    1. Salah Satu Hari Agung

    Hari Tasyrik disebut sebagai salah satu hari paling paling agung. Berdasarkan hadis dari Abdullah bin Qurth, Rasulullah SAW bersabda:
     
    “Hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari kurban (Iduladha), kemudian hari al-qarr.” (HR. Abu Daud 1765, Ibnu Khuzaimah 2866, dan disahihkan Al-Albani.
     
    Adapun merujuk pada keterangan Ibnu Khuzaimah, Abu Bakar pernah mengatakan bahwa hari al-qarr adalah hari kedua setelah hari kurban.

    2. Hari Dikabulkannya Doa-Doa

    Dalam Lathoif Al-Ma’artif dijelaskan tentang riwayat dari Kinanah Al Quraisy, ia mendengar Abu Musa Al As’ari ra. berkhutbah di hari Iduladha dan berkata:
     
    “Pada tiga hari setelah Iduladha itulah yang disebut Allah SWT sebagai ayyamul ma’dudat. Doa yang dipanjatkan di hari-hari tersebut tidak akan tertolak, maka berdoalah kamu semua dengan berharap kepada-Nya.”
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (RUL)

  • Kisah Meninggalnya Ustaz Yahya Waloni yang Simpan Cerita Hijrah Menyentuh

    Kisah Meninggalnya Ustaz Yahya Waloni yang Simpan Cerita Hijrah Menyentuh

    Jakarta, Beritasatu.com – Dibalik meninggalnya ustaz Yahya Waloni ternyata menyimpan banyak cerita. Salah satunya mengenai keputusannya hijrah untuk menjadi mualaf.

    Sayangnya, ustaz Yahya Waloni tidak menceritakan secara detail mengenai kepastian tahun dirinya resmi memeluk agama Islam.

    “Saya masuk Islam atau mualaf itu pada bulan Ramadan tepatnya di 17 Ramadan, dan 18 Ramadan saya bersyahadat atau diislamkan,” kata ustaz Yahya Waloni dikutip dari podcast Rhoma Irama, Sabtu (7/6/2025).

    Yahya Waloni mengatakan, pada saat itu tidak ada satu orang pun yang mau untuk mengislamkan dirinya.

    “15 Ramadan saya minta tolong kepada Haji Hamid Butu Doka, Departemen Agama Toli-Toli agar saya diislamkan tetapi dia lari,” tuturnya.

    “Kemudian, saya datang ke pengurus seksi kepala KUA Toli-Toli juga takut,” lanjutnya.

    Meski banyak yang menolak, tetapi keinginannya untuk memeluk agama Islam terus dikejarnya. Hingga, pada satu saat bertemu dengan KH Komarun Mustofa.

    “Datanglah KH Komarun Mustofa output dari Tebu Ireng. Di situ Beliau bilang ke saya, bahwa sehari sebelumnya dia bermimpi ada orang bertubuh besar datang kepadanya, dan ternyata orang itu adalah saya sendiri,” ungkapnya.

    Yahya Waloni mengatakan kepada KH Komarun Mustofa, keyakinannya untuk memeluk agama Islam datang dalam dirinya dan bukan tanpa adanya pemaksaan dari siapa pun.

    “Saya itu menjadi seorang Islam dan pendakwah bukan menjadi cita-cita saya sejak kecil,” ungkapnya.

    “Melalui KH Komarun Mustofa lah yang mengislamkan diri saya. Saya mualaf itu di Toli-Toli, tepatnya pada 18 Ramadan saya masuk Islam,” lanjutnya.

    Setelah resmi berpindah keyakinan, kemudian Yahya Waloni mengajak istri dan anak-anaknya.

    “Setelah memeluk agama Islam, saya mengajak anak dan istri saya. Di situ saya bilang ‘kalau kamu enggak mau ikut, maka kita harus berpisah’. Akhirnya semua ikut keyakinan saya,” tutup ustaz Yahya Waloni semasa hidupnya.

  • Sebelum Wafat, Yahya Waloni Ungkap Pernah Mati Suri di Mimbar

    Sebelum Wafat, Yahya Waloni Ungkap Pernah Mati Suri di Mimbar

    Jakarta, Beritasatu.com – Pengakuan ustaz Yahya Waloni sempat jatuh saat berkhotbah kembali menjadi viral di media sosial (medsos). Yahya Waloni mengaku, sempat jatuh pertama kali berkhotbah saat Idulfitri 2000 di Masjid Almubasyirin H Jakarta Utara.

    “Ini saya harus berkata jujur di depan Pak Haji Rhoma Irama, silakan Pak Haji mengecek sendiri. Karena, saya pernah jatuh saat berkhotbah di Masjid Almubasyirin H Jakarta Utara,” kata ustaz Yahya Waloni dikutip dari podcast Rhoma Irama, Sabtu (7/6/2025).

    Yahya Waloni mengatakan, saat mengalami jatuh di masjid tersebut seharusnya nyawanya sudah tidak ada di dunia ini.

    “Saat saya jatuh, seharusnya saya sudah mati. Saya sudah lewat itu,” jelasnya lagi.

    “Saya mati suri saat itu. Bahkan, saat itu seluruh jemaah yang ada di masjid tersebut menangis,” ungkapnya.

    Yahya Waloni mengatakan, pada saat itu dirinya sedang berkhotbah Idulfitri.

    “Saya itu benar-benar roboh, Pak Haji. Saat itu sudah saya tutup dengan doa, lalu saya roboh,” tuturnya.

    Ia mengatakan, tidak berani mengatakan apa yang dirasakan saat mengalami mati suri saat jatuh di masjid tersebut.

    “Aduh, mohon maaf Pak Haji. Saya tidak berani untuk mengatakannya terlalu dalam soal itu (mati suri),” ungkapnya.

    Sebelumnya, Pendakwah ustaz Muhammad Yahya Waloni (55) meninggal dunia saat menyampaikan khotbah Jumat di Masjid Darul Falah, Kelurahan Minasa Upa, Kecamatan Rappocini, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (6/6/2025) siang.

    Dalam video yang beredar di media sosial terlihat awalnya Yahya Waloni lancar menyampaikan khotbah, di antaranya terkait pentingnya bertakwa kepada Allah Swt, salah satunya dengan menjalankan ibadah kurban.

    Yahya mengisahkan perjuangan Nabi Ibrahim yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anaknya Nabi Ismail yang menjadi awal mula hukum dianjurnya berkurban setiap hari raya Iduladha.

    Setelah selesai membacakan khotbah pertama lalu duduk sejenak, Yahya Waloni sempat bangun untuk melanjutkan membacakan rukun khotbah yang kedua. Namun, tiba-tiba mantan pendeta itu sempoyongan dan terjatuh dari mimbar.

    “Di khotbah kedua (jatuh),” kata Sekretaris DKM Masjid Darul Falah Harfan Jaya Sakti kepada wartawan.

  • Jemaah Haji Asal Mojokerto Meninggal Dunia Usai Lempar Jumrah

    Jemaah Haji Asal Mojokerto Meninggal Dunia Usai Lempar Jumrah

    Mojokerto (beritajatim.com) – Kabar duka datang dari Tanah Suci. Seorang jemaah haji asal Kabupaten Mojokerto, Dasuki Sahrul Jamrowi meninggal dunia usai mengikuti prosesi lempar jumrah di Mina, Makkah, Jumat (6/6/2025) sekitar pukul 22.00 Waktu Arab Saudi (WAS).

    Almarhum merupakan jemaah asal Dusun Pendowo, Desa Ngrowo, Kecamatan Bangsal yang tergabung dalam kloter 47 Embarkasi Surabaya. Almarhum diduga meninggal akibat serangan jantung saat perjalanan kembali ke penginapan usai melaksanakan lempar jumrah aqobah.

    Kepala Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kabupaten Mojokerto, Muttakin membenarkan kabar tersebut. Menurutnya, almarhum sebelumnya bergabung dengan rombongan dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) Armina untuk melaksanakan lempar jumrah setelah salat Maghrib.

    “Dalam perjalanan menuju lokasi jumrah, beliau mengeluh kelelahan. Polisi kemudian mencarikan kursi roda dan almarhum sempat didorong oleh petugas jasa dorong setelah memberikan uang 50 riyal,” ungkapnya, Sabtu (7/6/2025).

    Namun, almarhum memilih untuk kembali berjalan kaki hingga tiba di lokasi jumrah. Setelah melempar jumrah dan memotong rambut, almarhum mengeluh sakit dan dikawal kembali ke arah penginapan.

    “Sampai di terowongan terakhir, beliau terjatuh dan dinyatakan meninggal dunia beberapa menit kemudian oleh tim medis. Jenazah almarhum kemudian dibawa ke rumah sakit oleh petugas medis dan kepolisian untuk proses pemakaman sesuai prosedur yang berlaku di Arab Saudi,” jelasnya.

    Sebagai informasi, jumlah jemaah haji asal Kabupaten Mojokerto tahun 2025 mencapai 1.039 orang. Pemerintah mengimbau para jemaah untuk menjaga kondisi fisik selama menjalani rangkaian ibadah haji yang cukup menguras tenaga. [tin/ian]

  • Flip Luncurkan Safaraya, Marketplace Umrah Resmi untuk Ibadah Lebih Tenang – Page 3

    Flip Luncurkan Safaraya, Marketplace Umrah Resmi untuk Ibadah Lebih Tenang – Page 3

    Adapun lonjakan tersebut dipicu oleh meningkatnya daftar tunggu Haji, pertumbuhan kelas menengah, serta pemulihan sektor perjalanan pasca pandemi.

    Kendati demikian, tingginya minat ini kerap diiringi sejumlah tantangan, mulai dari ketidakjelasan harga paket, kekhawatiran akan legalitas agen travel, hingga kerumitan dalam memahami regulasi baru yang diberlakukan oleh Pemerintah Arab Saudi.

    Untuk itu, melalui Safaraya, calon jamaah dapat membandingkan berbagai paket Umrah resmi dari agen berizin PPIU, melakukan pemesanan dan pembayaran uang muka secara online, serta mengakses layanan pelanggan yang responsif.

    Seluruh penyedia jasa di platform ini telah terverifikasi dan terdaftar resmi di sistem Nusuk, platform otorisasi perjalanan Umrah dari Pemerintah Arab Saudi.

    Direktur Utama Almiqat Indonesia Syahidin Nurul Ikhwan pun menyambut baik solusi ini. Sebagai salah satu mitra Flip, kolaborasi ini disebut sebagai langkah positif dalam membangun kepercayaan publik untuk beribadah Umrah.

  • Lempar Jumrah Bisa Diwakilkan, Jemaah Haji Lansia Diminta Tak Paksakan Diri

    Lempar Jumrah Bisa Diwakilkan, Jemaah Haji Lansia Diminta Tak Paksakan Diri

    Jakarta

    Jemaah haji Indonesia yang lanjut usia (lansia) diminta tidak memaksakan diri melempar jumrah. Lempar jumrah bisa diwakilkan dan hajinya tetap sah.

    “Ya, sahnya lansia itu yang sudah murur (mabit dengan cara melintas di Muzdalifah) itu sebaiknya berada di Mina ini dengan penuh ketenangan. Tidak boleh memaksakan kehendak untuk Jamarat karena jauhnya jarak yang ditempuh. Sehingga banyak buktinya ini ketika balik ke maktabnya ini, itu sudah tersasar ke mana-mana dan itu lelah,” ujar Pembimbing Ibadah Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Madinah, Aswadi, di Mina, Sabtu (7/6/2025).

    Dia meminta para jemaah haji lansia tetap di tenda selama masa lempar jumrah. Aswadi mengatakan lempar jumrah para jemaah lansia dapat diwakilkan oleh jemaah haji lainnya atau petugas. Jemaah haji lansia bisa meminta ketua regu, ketua rombongan, teman se-kloter atau petugas haji untuk mewakilinya melempar jumrah.

    “Nah, karena itu untuk jumrah tanggal 11-12 (Zulhijah) untuk nafar awal itu sebaiknya lempar itu diwakilkan bagi mereka yang memiliki kemampuan dan kekuatan. Sehingga yang lansia ini nggak usah lempar secara pribadi dan memaksakan kehendak karena keabsahannya itu adalah bisa diwakilkan,” ujar Aswadi.

    Aswadi mengingatkan jemaah haji untuk menjaga kesehatan agar bisa pulang ke Tanah Air dan kembali berkumpul dengan keluarga. Dia mengatakan lempar jumrah juga bisa dijamak untuk meringankan jemaah.

    “Tidak perlu dilakukan sendiri, bahkan jemaah yang ada di tempat kejauhan ini tidak harus setiap malam berangkat ke Jamarat untuk lempar. Bisa dijamak atau bisa digabungkan harinya itu. 11 (Zulhijah) tidak lempar, tapi lemparnya itu 12 (Zulhijah). Satu tempat untuk dua hari, satu tempat untuk dua hari, satu tempat untuk dua hari lagi. Selesai itu ringan sebenarnya itu. Kenapa kita itu memikirkan persulit ke sana, kemari, tapi tersesat. Ujung-ujungnya itu adalah menyulitkan yang lain,” ujarnya.

    (haf/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Video: Hari Tasyrik, Jamaah Haji Lontar Jumrah Simbol Lawan Setan

    Video: Hari Tasyrik, Jamaah Haji Lontar Jumrah Simbol Lawan Setan

    Jakarta, CNBC Indonesia- Setelah melaksanakan Wukuf di Arafah pada 9 Dzulhijah 1446 Hijrah atau pada Kamis 5 Juni 2025, Jamaah haji bergerak ke Muzdalifah untuk bermalam (mabit).

    Jemaah kemudian bergerak menuju Mina untuk melaksanakan lempar jumrah Aqabah pada 10 Dzulhijah atau Jum’at, 6 Juni 2025

    Pada hari Sabtu, 7 Juni 2025, rangkaian puncak ibadah haji 2025 memasuki fase penting, yakni lempar jumrah di Jamarat, Mina pada hari-hari Tasyrik 11-13 Dzulhijah

    Jamaah akan melaksanakan lempar jumrah di tiga tugu yakni Ula, Wustha, dan Aqabah. Masing-masing tiang tersebut memiliki jarak antara 200 meter hingga 250 meter.

    Setiap jamaah haji diharuskan mengumpulkan tujuh butir kerikil untuk melempar setiap tiang yang menjadi simbol perlawanan terhadap godaan setan dan wujud ketaaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala

    Bagi jamaah haji yang memilih melakukan Nafar Awal akan meninggalkan Mina lebih awal sehingga akan melanjutkan melontar jumrah pada 11 dan 12 Dzulhijah kemudian menuju Mekah sebelum matahari terbenam untuk melaksanakan tawaf ifadah, sa’i, dan tahallul kedua.

    Sementara sebagian jamaah lainnya yang melakukan Nafar Akhir tetap di Mina untuk mabit dan melempar jumrah selama 3 hari tasyrik yakni 11-13 Dzhulhijah atau 7-9 Juni 2025, dan kemudian baru kembali ke Mekkah setelah semua ibadah selesai.

    Rangkaian ibadah haji akan ditutup dengan tawaf wada sebelum jemaah haji kembali ke kampung halaman atau menuju ke Madinah untuk ziarah makam Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam

  • Pendakwah yang Menyala Sampai Padam

    Pendakwah yang Menyala Sampai Padam

    OLEH: AHMADIE THAHA

    DI Masjid Darul Falah, Makassar Sulawesi Selatan, Jumat siang, 6 Juni 2025, udara masih harum oleh jejak pagi. Minyak wangi masih merebak dari baju gamis jamaah yang baru saja menunaikan salat Iduladha. Ketupat dan opor masih hangat dalam ingatan.

    Belum lama mereka pulang sebentar ke rumah, mengganti baju koko, lalu kembali lagi ke masjid untuk salat Jumat — karena hari raya tetap tidak membatalkan kewajiban mingguan.

    Dan di atas mimbar, berdiri sosok yang suaranya dikenal lebih lantang dari toa masjid: Ustaz Dr. H. Muhammad Yahya Yopie Waloni, M.Th. Usianya menjelang 55 tahun.

    Beliau berkhutbah tentang pengorbanan. Ayat demi ayat, hadits demi hadist, meluncur dari bibirnya seperti biasanya. Suaranya membakar, mengguncang, kadang-kadang juga menyulut kontroversi.

    Tapi siang itu, ada ketenangan aneh dalam suaranya. Ia bicara tentang Nabi Ibrahim dan Ismail, tentang ketundukan total pada kehendak Ilahi. Mungkin, tanpa disadari, ia sedang mengisyaratkan sebuah perpisahan.

    Lalu — seperti potongan film yang terlalu dramatis untuk kenyataan — suara itu mengecil. Bibirnya seperti masih hendak bicara, tapi suaranya terhisap. Tubuhnya lunglai, kemudian jatuh menggebrak ke lantai mimbar.

    Tak ada efek suara. Hanya kesunyian yang mendadak menggigit. Jemaah panik. Sujud pun tertunda. Shalat Jumat diinterupsi oleh kenyataan: sang khatib tak bergerak. Innalillahi wa inna ilayhi rajiun.

    Meninggal di atas mimbar seperti itu adalah cita-cita sebagian pendakwah. Mungkin juga kita. Tapi sedikit yang betul-betul “dijemput” Allah saat masih menggenggam tugasnya.

    Yahya Waloni, mantan pendeta yang menjadi pendakwah Islam, tampaknya telah menyelesaikan naskah hidupnya di titik paling dramatis. Di atas mimbar. Dalam khutbah tentang pengorbanan.

    Namun, jangan buru-buru menjadikannya bak malaikat. Sosok ini adalah tokoh yang penuh warna  — dan terkadang over –saturasi. Yahya Waloni bukan pendakwah kalem ala Ustaz Abdul Somad atau dai televisi yang sopan dan rapi seperti Aa Gym.

    Ia dikenal sebagai juru bicara Islam “garis keras”, bersuara lantang, dan… yah, cukup senang menabrak tembok toleransi. Dalam daftar kontroversinya: menyebut kitab suci agama lain sebagai palsu, sehingga dijatuhi vonis lima bulan penjara karena ujaran kebencian.

    Dalam dunia medsos, ia dijuluki “Ustaz Pansos” — alias Panjat Sosial, label sinis yang, ironisnya, malah menambah popularitasnya. Tapi, apakah semua itu membatalkan nilai perjuangannya? Belum tentu. Tentu tidak.

    Fakta tak bisa dibantah: ia adalah seorang mualaf yang memilih jalan Islam dengan total. Islam kaffah, bahkan bersama istrinya yang juga muallafah.

    Ustaz yang lahir di kota Manado pada 30 November 1970 dari keluarga Kristen Minahasa yang taat ini pernah memimpin sekolah teologi Kristen. Lalu ia meninggalkan semuanya untuk menyatakan syahadat.

    Tidak mudah menjadi mualaf di usia matang, apalagi setelah menjadi tokoh dalam agama sebelumnya. Ia kehilangan teman, posisi, dan — mungkin juga — rasa aman. Tapi ia tetap maju. Dalam gaya yang kadang bikin jemaah mengangguk, kadang menggeleng, tapi tak pernah membuat mereka diam.

    Dan di sinilah kita perlu jujur: tak semua yang keras itu jahat, tak semua yang lembut itu benar. Yahya Waloni adalah potret Islam yang bergulat dengan realitas pluralisme di Indonesia, tapi punya batasan akidah yang tak bisa ditawar.

    Sebagian melihatnya sebagai pembela akidah. Sebagian lagi melihatnya sebagai pembelah harmoni. Ia adalah semacam refleksi keras kepala dari kita semua yang tak selesai berdamai dengan sejarah konversi, trauma kolonial, dan luka-luka teologis.

    Tapi apa pun penilaian kita, kematiannya di mimbar adalah simbol yang tidak bisa diremehkan. Bayangkan: ia menghembuskan napas terakhir di hadapan jemaah. Di atas mimbar. Di Hari Raya, persis saat jutaan haji bersatu di padang Arafah. Di sela khutbah tentang pengorbanan. Dan di hari Jumat!

    Apakah itu kebetulan? Atau skenario ilahi dengan naskah paling puitis sekaligus suci?

    Tubuhnya memang dilarikan ke RS Bahagia — nama rumah sakit yang sangat ironis dalam konteks duka. Tapi bagi sebagian orang, terutama mereka yang percaya bahwa hidup adalah medan jihad ideologis, ia tidak wafat biasa. Ia syahid di jalan dakwah.

    Dan seperti biasa, setelah jenazah dikafani, media sosial pun mulai mengkafani narasi. Ada yang mengenangnya sebagai pahlawan iman. Ada yang mengecamnya sebagai provokator.

    Tapi mungkin, Yahya Waloni akan tersenyum dari alam sana, sebab seperti yang biasa ia ucapkan: “Biar saya yang maki, yang penting kamu mikir.” Kini, setelah ia tak bisa bicara lagi, kita yang mesti berpikir.

    Tentang cara menyampaikan dakwah tanpa melukai. Tentang bagaimana menjaga akidah tanpa membakar jembatan kemanusiaan. Dan tentang bagaimana, kadang, satu nyawa yang padam bisa lebih nyaring dari seribu ceramah.

    Selamat jalan, Ustaz Yahya Waloni. Akhir hidupmu mungkin bukan akhir damai. Tapi siapa tahu, itu awal dari percakapan baru — yang lebih jujur, lebih terbuka, dan lebih manusiawi, tentu tanpa pernah harus mengorbankan akidah.

    (Penulis adalah Wartawan Senior dan Pengasuh Ma’had Tadabbur Quran)

  • Ibadah Haji dari Masa ke Masa dan Sederet Teknologi yang Menunjangnya

    Ibadah Haji dari Masa ke Masa dan Sederet Teknologi yang Menunjangnya

    Jakarta

    Ibadah haji tahun ini diperkirakan diikuti oleh sekitar 2 juta jemaah. Kunjungan mereka, seperti yang terjadi pada generasi sebelumnya, dimungkinkan bahkan ditingkatkan pengalamannya berkat teknologi modern.

    Peneliti Andrea Stanton yang merupakan Associate Professor Studi Islam dan Afiliasi Fakultas Pusat Studi Timur Tengah di University of Denver, di Colorado, Amerika Serikat, mengamati bahwa dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengembangkan sejumlah aplikasi smartphone yang ditujukan untuk memudahkan organisasi kelompok jemaah haji dalam beribadah.

    Peziarah memanfaatkan aplikasi tersebut dengan panduan untuk membantu mereka menemukan dan beribadah di lokasi suci tertentu. Negara ini juga meluncurkan kartu pintar bagi jemaah untuk mengakses layanan dan informasi haji, serta melakukan pembayaran tanpa uang tunai.

    “Seiring perubahan itu terjadi, liputan berita tentang haji sering menyebut tentang teknologi yang terlibat, menggambarkannya sebagai fenomena baru yang ‘mengubah’ ibadah haji,” sebut Stanton dalam tulisannya di The Conversation yang dikutip detikINET.

    “Padahal sebagai sejarawan Timur Tengah dan pakar Islam kontemporer, saya tahu bahwa teknologi telah menjadi jantung pelaksanaan haji sejak pertengahan 1800-an. Teknologi transportasi dan komunikasi telah lama menjadi dasar pengelolaan ibadah ziarah ke Tanah Suci oleh pemerintah dan pengalaman spiritual para peziarah,” sambungnya.

    Teknologi perjalanan

    Dalam hal teknologi penunjang perjalanan haji, ada masa ketika kapal uap menjadi andalan dan dielu-elukan. Sejak tahun 1850-an, teknologi kapal uap memungkinkan lebih banyak Muslim untuk menunaikan ibadah haji meskipun mereka tinggal jauh dari Makkah.

    Menurut pakar sejarah Islam dan Timur Tengah Eric Schewe, layanan transportasi Eropa memanfaatkan para penumpang jemaah haji untuk menambah penghasilan di luar pengiriman kargo komersial melalui Terusan Suez. Dengan mengangkut dan menurunkan jemaah haji di pelabuhan Arab di sepanjang rute yang sudah dilalui kapal mereka, para pedagang dapat memperoleh penghasilan tambahan di musim haji.

    “Para peziarah sangat mengapresiasi keamanan, kecepatan, keandalan, dan biaya perjalanan kapal uap yang lebih terjangkau. Dampaknya, mereka dapat menempuh perjalanan ibadah haji lebih cepat dan lebih terjangkau dibandingkan periode sebelumnya dalam sejarah. Dari tahun 1880-an hingga 1930-an, jumlah jemaah haji setiap tahun meningkat empat kali lipat,” jelas Stanton.

    Sementara kapal uap membantu mereka yang bepergian lewat jalur laut, kereta api menunjang jemaah yang datang melalui jalur darat, terutama mereka yang berasal dari Rusia, yang perjalanannya sering kali mencakup perjalanan dengan kereta api ke Odessa, di Ukraina saat ini, atau pelabuhan Laut Hitam, tempat mereka menyeberang ke Istanbul dengan kapal uap, kemudian ke Makkah.

    Teknologi komunikasi

    Sebelum keberadaan internet di smartphone, telegraf memainkan peran penting dalam ibadah haji. Pemerintah Ottoman menggunakan jaringan telegrafnya yang luas untuk memerintah dan sebagai tanda kemerdekaan dari dominasi Eropa. Jaringan telegraf ini mencakup ibu kota di Istanbul, Damaskus, Suriah, hingga ke Makkah. Di masa itu, para pejabat konsuler Eropa, perusahaan kereta api dan kapal uap, dan bahkan jemaah haji menggunakan sistem telegraf untuk komunikasi terkait haji.

    Di sisi lain, Kecepatan perjalanan kereta api dan uap memunculkan kekhawatiran para peziarah membawa pulang penyakit menular, seperti yang terjadi dengan wabah kolera yang merebak setiap musim haji di tahun 1800-an.

    Pergerakan jemaah haji dari Makkah pulang ke negara asalnya juga menjadi perhatian kekuatan kolonial di masa itu, yang khawatir berkumpulnya massa umat Islam bisa memunculkan kekuatan politik baru bahkan kerusuhan politik.

    Sejumlah negara pun menerapkan peraturan yang memungkinkan pelacakan dengan mengandalkan teknologi cetak. Belanda pada tahun 1825 mulai mewajibkan para peziarah punya paspor, sedangkan Prancis pada tahun 1892 mulai mewajibkan peziarah Aljazair memiliki izin perjalanan. Inggris, di tahun 1886 memberikan kontrak eksklusif kepada agen perjalanan Thomas Cook untuk perjalanan haji dari India yang mengharuskan jemaah membeli tiket terlebih dahulu untuk setiap tahap perjalanan.

    “Peraturan-peraturan ini membantu jemaah menjalankan ibadah haji dengan aman. Tapi mereka juga berupaya meminimalkan potensi risiko politik dan kesehatan publik bagi kekuatan kolonial yang menguasai sebagian besar populasi dunia,” terang Stanton.

    Era modern

    Penyebaran perjalanan udara komersial mulai tahun 1940-an mengubah dinamika haji lebih jauh lagi. Jalur udara memungkinkan perjalanan lebih cepat, lebih terjangkau, dan lebih aman dibandingkan perjalanan menggunakan kapal uap.

    Perjalanan menggunakan pesawat memungkinkan lebih banyak Muslim bisa berpartisipasi dalam ibadah haji, sekaligus menciptakan tantangan logistik, politik dan ekonomi yang besar karena jumlah jemaah meningkat enam hingga tujuh kali lipat antara tahun 1950-1980.

    Selain itu, kehadiran teknologi komunikasi modern semakin mempopulerkan haji. Misalnya, stasiun radio meliput haji, dan mulai tahun 1940-an liputan haji disiarkan ke para pendengar radio di rumah. Kemudian, televisi sejak tahun 1960-an menayangkan cuplikan para peziarah yang mengelilingi atau berjalan di sekitar Ka’bah. Tayangan ini menginspirasi dan memotivasi pemirsa televisi ingin pergi haji juga.

    Sementara itu, tingkat melek huruf yang meningkat pun memungkinkan umat Islam membaca lebih banyak panduan haji tertulis yang membantu mereka menavigasi penginapan, makan, dan ibadah.

    Meski teknologi semakin memudahkan perjalanan ibadah haji, kebanyakan Muslim, bahkan saat ini, tidak serta merta bisa pergi berhaji kapan saja. Kebanyakan yang melakukan ibadah haji hanya bisa pergi satu kali seumur hidup mereka.

    Dengan kemudahan perjalanan dan komunikasi, kemampuan Kerajaan Arab Saudi menangani kunjungan para peziarah menjadi tantangan utama. Mereka diharapkan dapat menjamu, memberikan pengalaman yang aman, sehat, dan bermakna secara spiritual bagi semua jamaah

    (rns/rns)

  • Cerita Menag Ada yang Doakan Timnas Menang Saat Wukuf: Alhamdulillah Makbul

    Cerita Menag Ada yang Doakan Timnas Menang Saat Wukuf: Alhamdulillah Makbul

    Mekkah

    Jemaah haji Indonesia telah melaksanakan wukuf di Arafah kemarin siang. Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar bercerita ada jemaah haji RI yang turut mendoakan Timnas Indonesia menang saat bertanding dengan China.

    “Kami di sini juga mendoakan untuk bapak ibu di Tanah Air. Termasuk juga alhamdulillah juga masih sempat-sempatnya juga mendoakan PSSI menang pada saat wukuf di Arafah itu,” kata Nasaruddin di Mina, Arab Saudi, Jumat (6/6/2025).

    Nasaruddin pun bersyukur doa itu makbul atau tercapai. Dia berharap seluruh jemaah haji tak berhenti mendoakan hal baik untuk Indonesia selama berada di Tanah Suci.

    “Alhamdulillah mudah-mudahan doa kita makbul,” ujarnya.

    Dia juga berharap seluruh jemaah haji Indonesia tetap menjaga kesehatan hingga bisa pulang ke Indonesia. Dia mengingatkan jemaah tak boleh memandang remeh suhu panas ekstrem meski telah menjalani wukuf.

    “Semoga hari yang tersisa ini bapak ibu perbanyak berdoa, berzikir, mengaji di kemah masing-masing,” ujarnya.

    Timnas Indonesia menang 1-0 atas China dalam pertandingan itu. Timnas akan lanjut ke babak keempat kualifikasi Piala Dunia 2026.

    (haf/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini