Topik: Good Governance

  • Menperin tekankan penguatan pengawasan dalam pelaksanaan SBIN

    Menperin tekankan penguatan pengawasan dalam pelaksanaan SBIN

    Minahasa, Sulawesi Utara (ANTARA) – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan keberhasilan pelaksanaan Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN) tidak hanya ditentukan oleh kebijakan dan program yang tepat sasaran, tetapi juga oleh sistem pengawasan yang kuat, objektif dan transparan.

    “Pengawasan menjadi elemen penting dalam memastikan kebijakan dan program industri berjalan sesuai regulasi serta mencapai hasil yang optimal. Kita ingin tata kelola industri nasional tumbuh dengan prinsip akuntabilitas dan integritas,” ujar Menperin dalam pernyataan diterima di Minahasa, Sulawesi Utara, Rabu.

    Agus menekankan bahwa pengawasan di lingkungan Kemenperin harus berorientasi pada perbaikan sistem dan tata kelola, bukan semata-mata mencari kesalahan.

    “Dengan tata kelola yang baik, maka setiap program akan memberikan manfaat nyata bagi dunia industri dan masyarakat,” katanya.

    Menurut dia, SBIN hadir sebagai cetak biru industrialisasi Indonesia di era pasca pandemi dan pasca karbon. Strategi ini memadukan nilai-nilai kemandirian ekonomi, transformasi teknologi, serta keberlanjutan lingkungan dalam satu kerangka terpadu.

    Ia mengatakan empat pola pikir utama yang menjadi pilar SBIN, yaitu industrialisasi berbasis sumber daya alam, pengembangan ekosistem industri, penguasaan teknologi, dan penerapan prinsip keberlanjutan.

    Guna menindaklanjuti arahan tersebut, Inspektur Jenderal Kemenperin M Rum mengatakan kementeriannya tengah memperkuat fungsi pengawasan agar lebih terintegrasi dan sesuai dengan arah kebijakan nasional.

    Menurut dia, pengawasan akan menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya peningkatan kinerja sektor industri melalui penerapan prinsip good governance dan manajemen risiko.

    “Kami memastikan setiap kebijakan dan program industri berjalan secara efektif, transparan, serta bebas dari penyimpangan. Pengawasan ini bukan sekadar mencari kesalahan tetapi memastikan tata kelola dan manajemen risiko diterapkan dengan benar,” ujar Rum.

    Irjen Kemenperin mengatakan selama ini masih terdapat sejumlah pekerjaan di lingkungan industri yang belum sepenuhnya sesuai dengan regulasi yang berlaku, sehingga menghambat optimalisasi capaian kinerja. Karena itu, langkah perbaikan diarahkan pada pembentukan sistem pengawasan terpadu di bawah satu atap agar lebih terkoordinasi dan terukur.

    “Ke depan, pengawasan akan satu atap sesuai dengan arahan pimpinan dan dilaksanakan secara objektif. Dengan fungsi pengawasan satu atap, efektivitas dan akuntabilitas kinerja di lingkungan industri akan lebih mudah diukur dan dievaluasi,” katanya.

    Lebih lanjut, Rum menilai, penguatan fungsi pengawasan ini juga membuka peluang pengembangan jabatan baru yang lebih profesional dan spesifik di bidang pengawasan industri.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Fokus ekspansi, TOBA pastikan tak ikut di “waste to energy” Danantara

    Fokus ekspansi, TOBA pastikan tak ikut di “waste to energy” Danantara

    Saat ini TBS sedang menjajaki peluang investasi dan akuisisi bisnis hijau di pasar regional, seperti Vietnam, Malaysia dan Thailand

    Jakarta (ANTARA) – PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) memastikan untuk fokus memperluas peluang ekspansi ke pasar internasional utamanya di Asia Tenggara, dan tidak memprioritaskan untuk ikut proyek waste to energy (WTE) Danantara Indonesia.

    Perseroan telah melakukan ekspansi bisnis ke pasar Asia Tenggara pada 2023 melalui akuisisi Asia Medical Enviro Services (AMES), dan terakhir akuisisi CORA Environment pada 2025, yang mana inisiasi bisnis waste management tersebut menunjukkan hasil nyata dan semakin menjanjikan.

    “Kemajuan bisnis pengelolaan limbah ini menjadi sebuah advantage sekaligus peluang bagi TBS untuk membentuk platform pengolahan limbah regional di Asia Tenggara melalui ekspansi ke pasar internasional,” ujar SVP Corporate Finance and Investor Relations TOBA Mirza Rinaldy Hippy dalam Paparan Kinerja Kuartal III-2025 di Jakarta, Selasa.

    Mirza mengatakan bisnis pengolahan limbah di pasar internasional Asia Tenggara memiliki potensi yang menarik, sehingga keikutsertaan dalam proyek waste to energy yang dijalankan oleh Danantara Indonesia tidak menjadi prioritas bagi perseroan.

    “Saat ini TBS sedang menjajaki peluang investasi dan akuisisi bisnis hijau di pasar regional, seperti Vietnam, Malaysia dan Thailand,” ujar Mirza.

    Selain akuisisi, lanjutnya, perseroan juga aktif melakukan ekspansi organik melalui investasi belanja modal untuk penambahan kapasitas pengelolaan dan penambahan fasilitas daur ulang di Singapura.

    “Aspirasi menjadi pemain global ini menegaskan transformasi bisnis kami untuk menjadi perusahaan yang sepenuhnya fokus pada bisnis hijau dan energi bersih yang berdampak dan berkelanjutan, sekaligus diharapkan dapat membawa nama Indonesia di kancah internasional di bidang energi terbarukan,” ujar Mirza.

    TOBA menyiapkan anak usaha yaitu CORA Environment sebagai salah satu jangkar bisnis, setelah perseroan diproyeksikan meninggalkan sepenuhnya bisnis batu bara pada tahun 2030 mendatang.

    Entitas ini sebelumnya bernama SembWaste dan Sembcorp Environment, yang diakuisisi TOBA pada awal tahun 2025.

    Sembcorp Environment Pte Ltd merupakan perusahaan regional Asia Tenggara berbasis di Singapura, yang fokus pada bisnis ekonomi sirkular dan pengelolaan limbah.

    “Sebagai pemain di bisnis pengolahan limbah di tingkat regional, TOBA sejatinya paling siap mengembangkan bisnis waste to energy,” ujar Mirza.

    Per September 2025, segmen pengelolaan limbah TBS menghasilkan pendapatan 111,92 juta dolar AS atau menyumbang sekitar 39 persen dari total pendapatan konsolidasi, serta 88 persen dari adjusted EBITDA

    Dari aspek operasional, CORA Environment di Singapura dan Indonesia mengelola hampir 1 juta ton limbah per tahun dan melayani lebih dari 470 ribu pelanggan serta ribuan perusahaan.

    Selain, CORA, Asia Medical Enviro Services (AMES) telah memproses lebih dari 3 ribu ton limbah rumah sakit di Singapura.

    Sementara itu, ARAH Environmental telah mengelola lebih dari 6.000 ton limbah rumah sakit dan domestik di Indonesia. AMES dan ARAH merupakan anak usaha TOBA yang fokus pada pengolahan limbah rumah sakit.

    “Keberhasilan dalam bisnis pengolahan limbah di Singapura dan Indonesia, membuat TBS untuk ancang-ancang ekspansi ke negara lain di regional, seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia,” ujar Mirza.

    Dalam kesempatan ini, Analis Mirae Sekuritas Farras Farhan mengapresiasi keputusan TOBA yang memilih jalan sendiri dalam pengembangan proyek energi hijau berbasis limbah, kendati secara kapabilitas dan kapasitas layak mengikuti tender Danantara Indonesia.

    “Ketidakikutsertaan TBS dalam tender proyek WTE Danantara merupakan bentuk kedisiplinan good governance yang dapat menganulir terbentuknya persepsi conflict of interest mengingat eks-wadirut sekarang menjabat CIO Danantara. Ini sesuatu yang positif karena menunjukkan keteladanan,’’ ujar Farras.

    Farras menilai keputusan TBS Energy untuk tidak mengikuti tender Danantara Indonesia bukan berarti mengurangi minat perusahaan di sektor waste to energy, namun menunjukkan fokus strategis perseroan untuk memperkuat portofolio bisnis yang sudah matang.

    “CORA Environment sudah melewati tahap pembentukan model bisnis dan integrasi teknologi pengelolaan limbah. Dengan rekam jejaknya yang berasal dari SembWaste dan Sembcorp Environment, CORA sudah punya pengalaman operasional regional. Jadi masuk akal bila TBS memilih fokus ekspansi ke negara-negara yang lebih siap secara regulasi dan infrastruktur,” ujar Farras.

    Sebagaimana diketahui, Danantara Indonesia menyatakan terdapat lebih dari 107 perusahaan tertarik mengikuti tender proyek waste to energy dalam bentuk Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL).

    Pada tahap awal, Danantara Indonesia menyebutkan bahwa akan terdapat 10 PSEL di sepuluh kota di Indonesia, yang rencananya akan diluncurkan pada akhir tahun 2025.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pansel Umumkan Nama yang Lolos Administrasi Dewas dan Direksi BPJS, Cek di Sini

    Pansel Umumkan Nama yang Lolos Administrasi Dewas dan Direksi BPJS, Cek di Sini

    Jakarta

    Panitia Seleksi (Pansel) Calon Anggota Dewan Pengawas (Dewas) dan Direksi BPJS Kesehatan serta BPJS Ketenagakerjaan resmi mengumumkan hasil seleksi administrasi bagi seluruh pendaftar.

    Ketua Pansel BPJS Kesehatan, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, menyampaikan bahwa proses pemeriksaan dokumen telah selesai dan hasilnya diumumkan secara resmi pada Rabu (23/10/2025).

    “Kami telah menyelesaikan proses verifikasi dokumen seluruh pendaftar dan memastikan semuanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Kunta di Jakarta.

    Nama-nama calon yang memenuhi persyaratan administratif dapat diakses melalui laman resmi seleksi DI SINI.

    Kunta menjelaskan, para calon yang lolos tahap administrasi akan melanjutkan ke tahap Seleksi Kompetensi Bidang Jaminan Sosial, yang dijadwalkan berlangsung pada 18 November 2025.

    “Tahapan ini akan menguji pemahaman dan kapasitas para calon dalam bidang jaminan sosial secara mendalam,” jelasnya.

    Tahapan ini menjadi bagian penting dalam proses pemilihan pimpinan BPJS periode 2026 hingga 2031.

    Masyarakat Bisa Beri Tanggapan

    Pansel juga membuka ruang partisipasi publik terhadap para calon yang telah dinyatakan lolos administrasi.

    Masyarakat dapat memberikan tanggapan atau masukan terhadap nama-nama calon mulai 23 Oktober hingga 12 November 2025 melalui mekanisme yang tersedia di laman seleksi resmi.

    “Partisipasi publik menjadi salah satu instrumen penting untuk menjaga integritas dan transparansi proses seleksi,” kata Kunta.

    “Kami ingin memastikan calon pimpinan BPJS yang terpilih nanti benar-benar memiliki kompetensi dan integritas tinggi untuk memperkuat sistem jaminan sosial nasional.”

    Seluruh proses seleksi diklaim dilaksanakan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan dan Penetapan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS.

    Pansel menegaskan setiap tahapan dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan partisipatif, sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

    Halaman 2 dari 2

    (naf/naf)

  • Merebut Kembali Hak Atas Air

    Merebut Kembali Hak Atas Air

    Merebut Kembali Hak Atas Air
    Mahasiswa Pascasarjana Hukum Sumber Daya Alam Universitas Indonesia, Ketua Umum Akar Desa Indonesia, Wasekjend Dewan Energi Mahasiswa, Wakil Bendahara Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
    RAMAI
    di pemberitaan nasional perihal air di Jawa Barat, sesungguhnya bukan sekadar soal perusahaan air kemasan yang menggali sumur dan mengalirkan miliaran liter air dari perut bumi ke dalam botol plastik dengan label industri global.
    Fakta ini adalah cermin retak dari relasi antara negara, pasar, dan rakyat dalam memahami makna air sebagai sumber kehidupan yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana amanat Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.
    Kasus ini bermula dari pengambilan air tanah oleh perusahaan besar, yang di mata masyarakat sekitar menjadi biang dari berkurangnya debit mata air, menurunnya ketersediaan air bersih untuk pertanian, serta meluasnya ketidakadilan akses bagi warga desa di sekitar kawasan industri.
    Dalam banyak kesaksian, masyarakat merasakan bahwa air yang seharusnya menjadi milik bersama telah menjadi milik segelintir pihak yang memiliki izin administratif dan kekuatan modal.
    Di sinilah persoalan mendasar tentang demokrasi air di Indonesia menemukan relevansinya: apakah negara sungguh hadir sebagai pengatur dan pelindung, atau justru menjadi penyedia izin bagi privatisasi sumber kehidupan?
    Persoalan ini mendapat konteks konstitusional penting melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 yang membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) dan menghidupkan kembali Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
    Putusan monumental itu menegaskan bahwa air tidak boleh dikelola dengan semangat liberalisasi dan privatisasi, melainkan harus ditempatkan sebagai barang publik yang dikuasai oleh negara untuk menjamin hak hidup rakyat.
    Mahkamah menilai bahwa UU 7/2004 SDA telah menggeser makna “penguasaan negara” menjadi “pengelolaan oleh pasar” dengan membuka ruang luas bagi investasi swasta tanpa kendali negara yang memadai.
    Dengan demikian, pembatalan undang-undang tersebut bukan hanya tindakan hukum, melainkan juga koreksi moral terhadap arah pembangunan yang terlalu berpihak pada logika ekonomi.
    Air dalam pandangan Mahkamah, adalah hajat hidup orang banyak yang tidak boleh menjadi komoditas yang diperdagangkan secara bebas.
    Mahkamah dalam putusannya menegaskan lima prinsip utama yang menjadi fondasi pengelolaan air secara konstitusional.
    Pertama, setiap bentuk pengusahaan air tidak boleh mengganggu atau meniadakan hak rakyat atas air.
    Kedua, negara berkewajiban memenuhi hak rakyat atas air sebagai hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945.
    Ketiga, pengelolaan air harus menjamin kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya.
    Keempat, keterlibatan swasta hanya dimungkinkan jika negara tidak mampu melaksanakan sendiri pengelolaan air.
    Kelima, pengawasan negara atas seluruh aktivitas pengelolaan air harus kuat, transparan, dan tidak dapat dilepaskan.
    Melalui kelima prinsip ini, MK sesungguhnya sedang menegakkan kembali filosofi kedaulatan rakyat dalam konteks sumber daya alam: negara bukanlah entitas yang menyerahkan, melainkan yang menguasai untuk melindungi.
    Kasus pengambilan air di Jabar memperlihatkan bagaimana prinsip-prinsip konstitusional itu seringkali berhenti di atas kertas.
    Penguasaan air oleh korporasi besar yang memperoleh izin eksploitasi dari pemerintah daerah tanpa mekanisme partisipasi publik yang memadai, memperlihatkan bahwa negara kerap hadir sebagai fasilitator bisnis, bukan pelindung hak dasar warga.
    Ketika air yang menghidupi masyarakat desa berubah menjadi sumber keuntungan korporasi, maka yang terjadi bukan sekadar persoalan administratif, melainkan krisis keadilan ekologis.
    Krisis ini menunjukkan bahwa privatisasi air, baik secara terang-terangan maupun terselubung, telah mengancam makna kedaulatan rakyat atas sumber daya alamnya sendiri.
    Secara konseptual, privatisasi air dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya menyebutkan tiga pola utama yang sering dipakai negara untuk menyerahkan sebagian fungsi pengelolaan air kepada pihak ketiga.
    Pertama,
    outsourcing
    di mana lembaga pemerintah melimpahkan kewajiban pelayanan publik kepada swasta.
    Kedua,
    design-build-operate
    (DBO), yaitu model di mana pihak swasta membangun dan mengelola infrastruktur air dalam jangka waktu tertentu.
    Ketiga, kemitraan publik-privat (
    public-private partnership
    ) yang menempatkan swasta sejajar dengan pemerintah dalam pembagian tugas dan tanggung jawab.
    Ketiganya, meskipun sering disebut sebagai “inovasi tata kelola”, pada hakikatnya merupakan bentuk privatisasi yang dapat menggerus penguasaan negara jika tidak diatur dengan prinsip keadilan sosial.
    Dalam konteks perusahaan global di Jabar, pola privatisasi ini tampak dalam bentuk izin eksploitasi air tanah yang diberikan kepada korporasi besar dengan alasan efisiensi dan investasi daerah.
    Namun dalam praktiknya, izin tersebut justru mengabaikan fakta sosial bahwa sumber air tersebut juga menopang kehidupan pertanian rakyat kecil dan kebutuhan air bersih rumah tangga warga sekitar.
    Fenomena ini menggambarkan pergeseran paradigma negara dari penguasa sumber daya menjadi “broker izin sumber daya”.
    Padahal, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
    Penguasaan di sini mengandung makna pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan, bukan kepemilikan mutlak, melainkan fungsi publik yang melekat pada kewenangan negara.
    Dalam berbagai literatur hukum sumber daya alam, fungsi negara terhadap air sering dijelaskan melalui konsep
    public trust,
    bahwa negara bertindak sebagai wali amanat (
    trustee
    ) bagi rakyat, bukan pemilik atau pedagang.
    Oleh karena itu, segala bentuk kebijakan dan izin yang berpotensi mengganggu akses rakyat terhadap air harus dipandang sebagai pelanggaran terhadap amanat konstitusi.
    Air adalah hak dasar, bukan komoditas ekonomi. Mengubahnya menjadi objek transaksi berarti menempatkan hak hidup rakyat pada mekanisme pasar yang penuh ketimpangan.
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 menjadi peringatan keras bagi pemerintah agar tidak menggunakan alasan pembangunan untuk mengabaikan prinsip keberlanjutan.
    Dalam konteks inilah, persoalan perusahaan air global di Jabar seharusnya dibaca bukan sebagai konflik antara masyarakat dan perusahaan, melainkan sebagai cermin kegagalan negara dalam menegakkan prinsip tata kelola air yang adil dan berkelanjutan.
    Negara semestinya hadir untuk memastikan bahwa setiap tetes air yang diambil dari bumi Indonesia kembali memberi kehidupan bagi rakyat Indonesia, bukan hanya keuntungan bagi segelintir korporasi apalagi asing.
    Pertemuan Konferensi Air Sedunia di Bali beberapa tahun lalu, menegaskan bahwa persoalan air bukan lagi isu lokal, melainkan tantangan global yang menyangkut masa depan kemanusiaan.
    Dalam konferensi tersebut, para pemimpin dunia menyepakati bahwa air adalah sumber kehidupan yang krusial bagi perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan global.
    Pesan kunci yang dihasilkan antara lain menempatkan air sebagai alat perdamaian, bukan sumber konflik, mendorong aksi kolektif lintas negara.
    Selain itu, menegaskan pentingnya hak atas air sebagai hak asasi manusia, serta menekankan hubungan erat antara kemandirian air, ketahanan pangan, dan transisi energi berkelanjutan.
    Gagasan ini sejatinya sejalan dengan semangat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013, air bukan sekadar sumber daya alam, melainkan fondasi keberlanjutan kehidupan manusia dan ekosistem.
    Namun, realitas global menunjukkan bahwa dunia sedang menghadapi krisis air yang semakin akut. Laporan berbagai lembaga internasional memperingatkan bahwa aktivitas manusia telah melampaui batas aman planet dalam hal penggunaan air tawar.
    Degradasi lingkungan, polusi industri, dan perubahan iklim menyebabkan ketersediaan air bersih menurun drastis.
    Di sisi lain, korporasi multinasional justru memperluas kontrol atas sumber-sumber air di berbagai negara berkembang dengan dalih investasi dan efisiensi.
    Pola inilah yang perlahan merasuki tata kelola air di Indonesia, termasuk melalui model bisnis perusahaan air minum dalam kemasan yang memanfaatkan sumber daya air lokal untuk pasar global.
    Tanpa regulasi yang kuat dan kesadaran publik yang tinggi, air yang seharusnya menjadi alat persatuan dapat berubah menjadi sumber ketegangan sosial baru.
    Pesan moral dari konferensi air sedunia tersebut menegaskan bahwa hak atas air adalah hak hidup, dan bahwa setiap kebijakan harus diarahkan untuk menjamin akses universal terhadap air bersih.
    Prinsip ini menuntut tata kelola air yang terbuka, partisipatif, dan berkeadilan. Pemerintah Indonesia harus memastikan bahwa seluruh kebijakan perizinan air, baik di tingkat nasional maupun daerah, tunduk pada prinsip-prinsip keadilan ekologis dan sosial sebagaimana ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi.
    Dalam konteks krisis iklim dan ketahanan pangan, air menjadi simpul antara hak hidup, keberlanjutan ekosistem, dan kedaulatan pangan bangsa. Tanpa pengelolaan yang adil, air dapat menjadi pemicu konflik dan ketimpangan baru di tengah masyarakat.
    Dalam kerangka lebih luas, demokrasi air menjadi bagian penting dari agenda pembangunan berkelanjutan. Indonesia perlu meneguhkan kembali komitmennya bahwa air tidak boleh dikomersialisasi secara berlebihan.
    Masyarakat berhak atas informasi, partisipasi, dan perlindungan dalam setiap proses pengambilan keputusan mengenai sumber air di wilayahnya.
    Hal ini tidak hanya sejalan dengan Pasal 28F UUD 1945 tentang hak memperoleh informasi, tetapi juga dengan prinsip good governance dalam pengelolaan sumber daya alam.
    Penguatan tata kelola air berarti memperkuat demokrasi itu sendiri, sebab air adalah simbol kedaulatan rakyat yang paling nyata.
    Ke depan, tantangan terbesar Indonesia bukan hanya membuat undang-undang baru tentang sumber daya air yang sesuai dengan semangat konstitusi, tetapi juga menegakkan pengawasan yang nyata di lapangan.
    Pemerintah pusat dan daerah harus meninjau ulang seluruh izin pengusahaan air dengan mempertimbangkan tiga prinsip utama, yaitu prioritas pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dan pertanian lokal, perlindungan kelestarian lingkungan dan sumber daya air untuk generasi mendatang, serta keterbukaan informasi publik agar masyarakat dapat terlibat aktif dalam pengawasan.
    Tanpa langkah konkret itu, air akan terus menjadi simbol ketimpangan dan ketidakadilan.
    Akhirnya, menjaga kedaulatan air berarti menjaga kehidupan kita. Air adalah darah bumi yang mengalirkan peradaban. Ketika air dimonopoli oleh pasar, maka kemanusiaan kehilangan jantungnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Itjen Kemnaker Raih Peringkat Kedua IKPA KPPN Jakarta VII Semester I 2025, Bukti Kinerja Anggaran yang Akuntabel  – Page 3

    Itjen Kemnaker Raih Peringkat Kedua IKPA KPPN Jakarta VII Semester I 2025, Bukti Kinerja Anggaran yang Akuntabel  – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Inspektorat Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Itjen Kemnaker) kembali menorehkan prestasi membanggakan dalam pengelolaan anggaran negara. Pada Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) KPPN Jakarta VII Award Semester I Tahun 2025, Itjen Kemnaker berhasil meraih peringkat kedua untuk kategori Pagu Sedang dengan nilai 98,89.

    Capaian ini mencerminkan kinerja unggul dalam tata kelola anggaran yang profesional, efisien, transparan, dan akuntabel, sekaligus menegaskan komitmen Itjen Kemnaker dalam memastikan pelaksanaan anggaran negara berjalan optimal.

    Cerminan Sinergi dan Integritas Pengelolaan Anggaran 

    Inspektur Jenderal Kemnaker, Roni Dwi Susanto, menyampaikan apresiasi dan rasa bangga atas capaian tersebut. Menurutnya, keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras dan sinergi seluruh jajaran Itjen Kemnaker dalam menjalankan fungsi pengawasan dan evaluasi pelaksanaan anggaran secara menyeluruh.

    “Capaian ini adalah buah dari komitmen dan dedikasi seluruh tim kami dalam menjaga integritas, akuntabilitas, dan transparansi dalam pengelolaan anggaran. Penghargaan ini juga menjadi cerminan atas upaya keras yang kami lakukan untuk memastikan bahwa setiap anggaran yang dikelola dalam rangka pengawasan internal untuk mencapai tujuan pembangunan bidang ketenagakerjaan,” ungkap Irjen Roni melalui siaran pers Biro Humas Kemnaker, Jumat (10/10/2025). 

    Dorongan untuk Inovasi dan Peningkatan Layanan Publik 

    Lebih lanjut, Roni menegaskan bahwa penghargaan ini tidak hanya menjadi pengakuan atas kinerja yang telah dicapai, tetapi juga menjadi motivasi baru bagi Itjen Kemnaker untuk terus berinovasi. Ke depan, pihaknya akan berfokus pada pengembangan sistem pengawasan dan tata kelola keuangan yang semakin efisien, transparan, dan adaptif terhadap perubahan.

    Itjen Kemnaker berkomitmen memperkuat peran pengawasan internal sebagai bagian dari upaya meningkatkan good governance dan mendukung pencapaian tujuan pembangunan bidang ketenagakerjaan secara berkelanjutan.

    KPPN Jakarta VII Award: Ukuran Kualitas dan Akuntabilitas 

    Sebagai informasi, KPPN Jakarta VII Award merupakan ajang penghargaan yang diberikan kepada satuan kerja di lingkungan kementerian/lembaga yang menunjukkan kinerja terbaik dalam pelaksanaan anggaran. Penilaian dilakukan berdasarkan sejumlah indikator penting, termasuk efektivitas, efisiensi, serta tingkat kepatuhan dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.

    Penghargaan ini sekaligus menjadi cerminan tingkat kepercayaan publik terhadap tata kelola anggaran yang transparan dan tepat sasaran di lingkungan kementerian/lembaga pemerintah.

    Motivasi untuk Terus Berbenah 

    Capaian ini menjadi “energi baru” bagi seluruh jajaran Inspektorat Jenderal Kemnaker untuk terus meningkatkan kinerja dan pengawasan dalam pengelolaan anggaran negara. Selain itu, keberhasilan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi unit kerja lain di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan agar semakin memperkuat komitmen terhadap akuntabilitas dan efisiensi anggaran.

    Dengan nilai hampir sempurna, capaian ini menegaskan posisi Itjen Kemnaker sebagai lembaga pengawasan yang konsisten dalam menjaga transparansi, integritas, dan kinerja fiskal yang bertanggung jawab.

  • Benarkah Tuduhan Adanya ‘Genosida Kristiani’ di Nigeria?

    Benarkah Tuduhan Adanya ‘Genosida Kristiani’ di Nigeria?

    Jakarta

    Di Nigeria, di barat Afrika, serangan demi serangan menyulut api tuduhan adanya “genosida kristiani” di wilayah tengah dan utara negeri. Pemengaruh media sosial, tokoh politik hingga organisasi lokal dan dunia ramai-ramai mengecam pembunuhan massal terhadap umat Kristen.

    Di platform media sosial X, senator konservatif Amerika Serikat Ted Cruz menuduh “kelompok jihadis Islam” sebagai dalang, dan mendesak rancangan sanksi terhadap pemerintah Nigeria.

    Pemerintah di Abuja membantah tuduhan tersebut.

    Menteri Informasi dan Orientasi Nasional, Mohammed Idris, mengakui bahwa Nigeria memang menghadapi krisis keamanan, tapi bukan perang agama. Menurutnya, klaim adanya “pembantaian sistematis dan disengaja terhadap umat Kristen adalah tidak akurat dan berbahaya.”

    Situasi keamanan di negeri di jantung Afrika itu memburuk sejak bertahun-tahun, khususnya di wilayah utara yang mayoritas muslim. Sekitar 10.000 orang tewas dan ratusan lainnya diculik sejak Bola Tinubu menjadi presiden Nigeria pada pertengahan 2023 lalu. Pertumpahan darah akhirnya memaksa hingga tiga juta orang mengungsi.

    Negara bagian Benue dan Plateau di wilayah tengah Nigeria adalah kawasan yang paling terdampak. Di sana, kelompok bersenjata membunuh dan menculik warga, serta menghancurkan bangunan, sekolah, klinik, dan tempat ibadah.

    Baik analis maupun penyintas melaporkan bahwa kekerasan bukan semata-mata oleh faktor agama, tetapi acap dipicu oleh sengketa lahan, perubahan iklim, kemiskinan, kemiskinan, serta lemahnya tata kelola pemerintahan.

    Perebutan lahan subur adalah sumber konflik

    Adapun di sabuk tengah Nigeria, negara bagian Benue, Plateau, Nasarawa, dan Kaduna Selatan, petani dan penggembala baku bunuh berebut lahan subur.

    Pada bulan Juli, sekelompok orang menyerbu desa pertanian Yelwata di Benue, menewaskan sedikitnya 160 orang. Perebutan wilayah subur menjadi titik konflik di sabuk tengah Nigeria. Para petani yang sebagian besar Kristen dan para kelompok peternak Fulani yang mayoritas Muslim memiliki sejarah panjang sarat pertikaian dan bentrokan.

    Serangan dan balasan dari kedua pihak telah berlangsung selama puluhan tahun dan semakin mematikan. Komunitas petani Kristen menjadi pihak yang paling dirugikan lantas menuduh pemerintah telah gagal menekan konflik ini, meremehkan besarnya skala kekerasan ini, beserta konflik etnis dan perebutan wilayah di dalamnya.

    Fr. Atta Barkindo, Direktur Eksekutif The Kukah Centre yang berbasis di Abuja, menyakini narasi “genosida kristiani” berakar dari ketidakmampuan pemerintah melindungi warganya.

    “Apa yang terjadi di Nigeria, saya tidak ingin perdebatan ini mengaburkan masalah yang sesungguhnya, adalah masalah cara berpikir,” kata Barkindo kepada DW.

    “Ini adalah persoalan sejarah. Menurut saya, tidak ada niat sengaja dari pemerintah Nigeria untuk membunuh umat Kristen atau menggunakan aparat negara untuk melakukannya. Saya percaya yang ingin disampaikan orang adalah kekecewaan terhadap kegagalan pemerintah melindungi warganya. Dan ketika sebagian besar korban di sini adalah umat Kristen, persepsi tersebut secara alami muncul.”

    Kisah para korban

    Pada suatu Minggu malam yang tenang di bulan Mei, Comfort Isfanus sedang menyiapkan makan malam di dapur kecilnya di daerah Bokkos, Negara Bagian Plateau, ketika ia mendengar langkah kaki tergesa di luar rumah.

    Suaminya, Danladi, berlari masuk ke halaman, terengah-engah. Ia baru saja mendengar kabar bahwa sekelompok pria bersenjata sedang menuju ke komunitas mereka. Ia lantas menyuruh Comfort pergi membawa anak-anak ke tempat aman, kisah Comfort kepada DW.

    “Setelah kami melarikan diri, ia tinggal di rumah bersama adiknya. Mereka (para penyerang) menemui mereka di rumah dan membunuh mereka. Rumah kami dibakar habis dan sekarang kami menderita tanpa makanan, tanpa tempat berlindung untuk anak-anak. Tidak ada makanan, tidak sekolah, tidak ada pekerjaan.”

    Karimatu Aminu juga kehilangan suaminya. Pada suatu Kamis pagi di akhir Desember, ia mengantar suaminya ke ladang. Sang suami memintanya mampir ke pasar untuk membeli beberapa kebutuhan. Itulah, kata Karimatu kepada DW, terakhir kalinya ia melihat suaminya hidup.

    “Ini bukan tentang satu kelompok saja… Ketika rumah seorang peternak Fulani dibakar hari ini, besok rumah komunitas Kristen juga dibakar. Kedua pihak kehilangan keluarga juga rumah mereka,” ujarnya.

    Kristen dan muslim yang tidak mempercayai satu sama lain

    Bagi banyak komunitas di wilayah konflik, kekerasan tidak lagi sekadar nyawa berbalas nyawa antara petani pribumi dan penggembala Fulani, tetapi juga upaya untuk mengusir mereka dari tanah sendiri.

    Rasa ketidakpercayaan pribumi di Nigeria terhadap etnis Fulani tergolong tinggi. Permusuhan diyakini muncul di masa ketika gerakan Jihad Islam, yang banyak dimotori kaum Fulani, menyapu wilayah utara dan tengah Nigeria, mengguncang struktur sosial serta sistem politik setempat.

    Para analis mengatakan sejarah panjang tersebut ikut diwariskan dalam konflik modern. Banyak kelompok pribumi yang dulu tidak sepenuhnya ditaklukkan — kini menafsirkan krisis yang terjadi sebagai kelanjutan dari agresi sejarah, memperdalam rasa ketidakpercayaan antar umat Kristen dan muslim.

    Pada bulan Juni, pemimpin tradisional etnis pribumi Tiv di Negara Bagian Benue, James Ortese Iorzua Ayatse, menolak narasi konflik antara petani dan peternak. “Yang kami hadapi di Benue adalah invasi genosida berskala penuh yang direncanakan dengan baik, kampanye perampasan tanah oleh teroris peternak dan bandit,” katanya.

    Mendorong diskusi

    Menurut Samuel Malik, peneliti senior di lembaga kajian pan-Afrika Good Governance Africa, akar ketidakamanan di Nigeria justru terletak pada campuran kompleks dari “kegagalan tata kelola, korupsi, kemiskinan, tekanan ekonomi akibat perubahan iklim, pemberontakan, dan kejahatan terorganisir,” dan menyebutnya sebagai genosida hanya menyederhanakan kompleksitas tersebut.

    Narasi seperti “genosida kristiani” justru menutupi faktor-faktor penyebab konflik yang saling tumpang tindih di negara itu, dan bisa merusak upaya perdamaian lintas agama dan komunitas.

    “Narasi ‘genosida kristiani’ yang sebagian besar dipromosikan oleh kelompok advokasi Barat berdampak signifikan seperti sedang melabeli seseorang atau sesuatu agar bisa menghukumnya,” kata Malik kepada DW.

    “Narasi ini mendorong pemerintah asing, terutama Amerika Serikat, untuk menjatuhi hukuman secara moral kepada Nigeria, dimana seharusnya mereka dapat mendorong keterlibatan konstruktif berbasis bukti,” jelas Malik.”Hal ini juga merusak reputasi internasional pemerintah Nigeria, menggambarkan mereka seolah-olah terlibat dalam penganiayaan berbasis agama, yang akhirnya mempersulit bahkan menggagalkan upaya penanganan masalah keamanan.”

    Barkindo sepakat bahwa narasi tersebut dapat memperdalam perpecahan dan rasa ketidakpercayaan antar komunitas.

    Namun, ia juga mengatakan bahwa narasi itu dapat membantu meningkatkan kesadaran tentang kekerasan yang terjadi,”Ini menimbulkan pertanyaan yang melampaui sekadar klaim genosida. Ini menyoroti isu-isu penting tentang keamanan dan ketidakamanan secara umum di negara ini, serta mengapa kita perlu membuka mendiskusikan hal ini,” jelas direktur The Kukah Centre tersebut.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • HMI: MBG dan antikorupsi jadi mesin penggerak ekonomi setahun Prabowo

    HMI: MBG dan antikorupsi jadi mesin penggerak ekonomi setahun Prabowo

    Jakarta (ANTARA) – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menilai dua kebijakan menonjol seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pemberantasan korupsi besar-besaran merupakan mesin penggerak utama menuju kemandirian ekonomi nasional dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan arah pembangunan yang tegas, terukur, dan berbasis hasil,” ujar Ketua Umum HMI Cabang Bogor Fathan Putra Mardela dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

    Menurutnya, program MBG bukan hanya kebijakan sosial, tetapi strategi ekonomi yang menciptakan multiplier effect alias efek berganda secara luas.

    Melalui program itu, kata dia, pemerintah membeli bahan pangan dari petani, peternak, dan UMKM dalam negeri, sehingga ekonomi rakyat ikut bergerak.

    Untuk itu, dirinya berpendapat MBG membuka ruang ekonomi baru bagi sektor pertanian dan pangan lokal. Dengan pengelolaan rantai pasok yang transparan, disebutkan bahwa koperasi, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan kelompok tani dapat berperan sebagai penyedia utama bahan pangan.

    “Pendekatan ini memperkuat ekonomi rakyat dan mempercepat transformasi ekonomi menuju basis produksi domestik yang berdaya saing,” tuturnya.

    Kendati demikian, Fathan memberi catatan kritis agar implementasi MBG tidak hanya berhenti di tataran seremonial atau administratif. Ia menekankan perlunya pengawasan ketat di daerah, terutama terkait akurasi data penerima manfaat dan distribusi logistik.

    Kalau pelaksanaan MBG tidak dikawal secara transparan dan digital, menurut dia, potensi kebocoran bisa terjadi di level operasional, padahal tujuan utama program membangun ekonomi dari bawah.

    Selain itu, dia mengapresiasi langkah pemerintah dalam memberantas korupsi secara tegas.

    Ia menilai kebijakan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa pemerintahan Prabowo–Gibran ingin menegakkan prinsip tata kelola yang baik atau good governance secara konsisten.

    “Korupsi bukan cuma masalah hukum, tapi juga masalah ekonomi. Kalau anggaran bocor, rakyat kecil yang dirugikan, karena itu reformasi birokrasi dan digitalisasi anggaran perlu terus diperkuat hingga ke tingkat daerah,” kata Fathan.

    Meski begitu, ia mengingatkan pemberantasan korupsi tidak boleh bersifat selektif, sehingga penting adanya transparansi proses hukum dan perlindungan bagi pengawas kebijakan publik agar semangat antikorupsi benar-benar berakar di sistem pemerintahan.

    Dikatakan bahwa MBG menggerakkan ekonomi dari bawah, sementara antikorupsi memastikan arah pembangunan tetap lurus. Tetapi tanpa pengawasan publik yang kuat, sambung dia, keduanya bisa kehilangan makna sosialnya.

    Oleh karenanya, dia menilai sinergisitas antara pembangunan ekonomi rakyat dan tata kelola pemerintahan bersih akan menjadi fondasi kuat bagi Indonesia menuju kemandirian dan keadilan sosial.

    “Keberhasilan MBG tidak hanya diukur dari berapa banyak anak yang mendapat makanan bergizi, tapi juga dari seberapa besar petani diuntungkan, usaha lokal berkembang, dan anggaran publik dikelola secara bersih dan berkelanjutan,” katanya.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pakar UMY sebut aplikasi reses berpeluang tingkatkan transparansi DPR

    Pakar UMY sebut aplikasi reses berpeluang tingkatkan transparansi DPR

    “Aplikasi reses bisa menjadi sarana transparansi dan akuntabilitas anggota legislatif. Masyarakat bisa tahu kapan jadwal reses berlangsung, aspirasi apa yang diserap, serta tindak lanjut yang dilakukan. Semuanya dapat diakses secara real-time dan ter

    Yogyakarta (ANTARA) – Pakar Teknologi Informasi dan Komunikasi Pemerintahan Digital Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Helen Dian Fridayani menilai gagasan penerapan aplikasi pelaporan reses digital berpeluang meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kerja anggota DPR.

    “Aplikasi reses bisa menjadi sarana transparansi dan akuntabilitas anggota legislatif. Masyarakat bisa tahu kapan jadwal reses berlangsung, aspirasi apa yang diserap, serta tindak lanjut yang dilakukan. Semuanya dapat diakses secara real-time dan terbuka,” ujar Helen dalam keterangannya di Yogyakarta, Selasa.

    Menurut Helen, kehadiran aplikasi tersebut juga dapat memperluas partisipasi publik, terutama bagi masyarakat di daerah yang sulit dijangkau anggota DPR.

    Namun, dia menyebut efektivitas sistem itu amat bergantung pada kesiapan infrastruktur digital, tingkat literasi masyarakat, dan komitmen politik agar tidak berhenti sebagai proyek formalitas.

    “Kita harus realistis. Kesiapan infrastruktur digital di Indonesia belum merata. Di daerah 3T, jaringan internet masih terbatas. Jadi meskipun aplikasinya bagus, kalau masyarakat tidak punya akses jaringan atau belum paham cara menggunakannya, tetap tidak akan efektif,” ujar dia.

    Helen menilai terdapat tiga aspek utama agar aplikasi tersebut benar-benar mencerminkan prinsip “good governance”, yaitu keterbukaan informasi publik, dokumentasi digital yang akuntabel, dan kontrol publik yang luas.

    Agar aplikasi reses benar-benar mampu menjembatani komunikasi antara DPR dan masyarakat, Helen menyarankan agar sistem itu dilengkapi fitur interaktif yang mudah digunakan, seperti kategori isu berdasarkan bidang aspirasi, misalnya pendidikan, ekonomi, atau infrastruktur.

    “Ketika masyarakat melapor dan segera mendapat tanggapan, itu akan menumbuhkan kepercayaan. Sebaliknya, jika aspirasi tidak direspons, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan dan hal itu berdampak pada legitimasi politik anggota DPR,” ujarnya.

    Selain itu, lanjut Helen, integrasi sistem juga peting diterapkan agar aplikasi reses tidak berjalan sendiri-sendiri.

    Sistem dalam aplikasi itu sebaiknya diselaraskan dengan berbagai platform pemerintahan digital yang telah ada, seperti “e-planning” dan “e-budgeting”, sehingga dapat membentuk ekosistem “e-parliament” dan “e-government” yang saling memperkuat.

    “Jika sistem ini terintegrasi dan dikelola secara profesional, aplikasi reses bisa menjadi instrumen penting dalam mewujudkan DPR yang lebih transparan, akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi publik,” tutur Helen.

    Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengusulkan untuk membuat aplikasi laporan bagi Anggota DPR RI selama menjalankan masa reses sebagai bagian dari upaya transformasi DPR RI agar lebih terbuka bagi publik.

    Nantinya, kata dia, setiap Anggota DPR RI wajib untuk melaporkan kegiatan resesnya ke dalam aplikasi itu, baik bentuk kegiatannya hingga keterangan lokasi kegiatan. Setiap Anggota DPR akan memiliki satu akun untuk aplikasi itu.

    “Jadi kalau masyarakat ingin buka, ketik misalnya tinggal Sufmi Dasco, gitu. Jadi tinggal buka, dilihat,” kata Dasco saat dihubungi di Jakarta, Senin (13/10).

    Pewarta: Luqman Hakim
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tugas dan Wewenang DPR RI serta Hak-Haknya

    Tugas dan Wewenang DPR RI serta Hak-Haknya

    Bisnis.com, JAKARTA – DPR RI bertugas menjalankan tiga fungsi utama yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. Tugas tersebut mencakup menyusun dan membahas RUU bersama Presiden, menetapkan APBN, serta mengawasi pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah.

    DPR RI memiliki wewenang untuk membentuk undang-undang, memberi persetujuan APBN, menggunakan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat, serta memberi persetujuan atas perjanjian internasional dan pengangkatan pejabat sesuai UUD 1945 dan UU MD3.

    DPR RI merupakan lembaga legislatif yang mewakili rakyat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. DPR RI berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang menjalankan fungsi pembentukan undang-undang, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan untuk mewujudkan prinsip checks and balances.

    Landasan konstitusional DPR RI termuat dalam UUD 1945 Pasal 19-22B dan ketentuan turunannya, serta dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) beserta perubahannya.

    Ketentuan konstitusional mendefinisikan bahwa DPR RI memegang kekuasaan membentuk undang-undang dan melaksanakan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan sebagai fungsi utama lembaga perwakilan rakyat.

    Pengertian dan Kedudukan DPR dalam Sistem Pemerintahan Indonesia

    DPR RI adalah Dewan Perwakilan Rakyat yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum dan mewakili seluruh warga negara di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Kedudukan DPR RI berada sejajar dengan Presiden dan DPD dalam arsitektur ketatanegaraan modern pasca amandemen UUD 1945. UUD 1945 menegaskan bahwa anggota DPR dipilih melalui pemilu dan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk UU, sementara aturan lebih lanjut mengenai tugas, wewenang, alat kelengkapan, dan tata cara kerjanya diatur dalam UU MD3.

    Hubungan DPR dengan Presiden merupakan hubungan yang bersifat saling mengimbangi. Presiden mengajukan RUU dan melaksanakan APBN, sedangkan DPR membahas serta menyetujui pembentukan undang-undang dan APBN serta mengawasi pelaksanaannya.

    Hubungan DPR dengan DPD dilakukan terutama pada bidang tertentu seperti otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan, pemekaran, penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang terkait perimbangan keuangan pusat dan daerah melalui mekanisme pembahasan dan pemberian pertimbangan. Desain ini memperkuat representasi politik dan kewilayahan.

    Tugas dan Fungsi Utama DPR

    Konstitusi memerintahkan DPR untuk menjalankan tiga fungsi utama: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Penegasan fungsi ini tercantum eksplisit dalam Pasal 20A ayat (1) UUD 1945 dan dielaborasi pada UU MD3 (serta perubahannya).

    Rumusan konstitusional ini menempatkan DPR sebagai “tiga serangkai” pelaksana fungsi perwakilan yang memayungi pembentukan norma hukum, pengelolaan keuangan negara, dan penjaminan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.

    1. Tugas dan Fungsi Legislasi DPR

    DPR memegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang bersama Presiden.
    Proses legislasi (melalui Program Legislasi Nasional/Prolegnas) mencakup empat tahapan, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, dan pengesahan bersama pemerintah.
    Badan Legislasi (Baleg) berperan penting dalam menyusun dan menyusun prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

    Dasar konstitusional menegaskan DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang, pengaturan lebih lanjut dipaparkan dalam UU MD3.

    Contoh implementasi fungsi legislasi direfleksikan saat DPR mengesahkan RUU KUHP menjadi UU pada 6 Desember 2022 dalam rapat paripurna. Momen reformasi hukum pidana yang mengakhiri rezim KUHP kolonial. Peristiwa pengesahan ini didokumentasikan oleh instansi pemerintah dan berbagai kanal resmi.

    2. Tugas dan Fungsi Anggaran DPR

    DPR berwenang membahas dan menetapkan APBN bersama Presiden setiap tahun.
    DPR dapat menyetujui atau menolak usulan anggaran yang diajukan pemerintah.
    Pembahasan APBN dilakukan melalui komisi-komisi DPR yang bermitra dengan kementerian/lembaga terkait.

    DPR berperan menetapkan APBN dengan memperhatikan aspirasi masyarakat, kondisi ekonomi makro, serta kebijakan fiskal tahunan. Persetujuan RUU APBN menjadi UU APBN menegaskan kewenangan konstitusional DPR dalam hal keuangan negara.

    Pemerintah dan DPR secara reguler menyepakati postur APBN tahun berjalan, misalnya APBN 2025 disahkan DPR pada September 2024, dan proses serupa berlanjut pada APBN 2026.

    Pengawasan anggaran merupakan kelanjutan alamiah fungsi ini, yaitu menilai realisasi belanja, efektivitas program, dan penyerapan anggaran. Seringkali dilakukan melalui rapat kerja, rapat dengar pendapat, kunjungan kerja, dan permintaan keterangan resmi kepada kementerian/lembaga terkait.

    3. Tugas dan Fungsi Pengawasan DPR

    DPR memiliki tugas untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah agar sesuai dengan kepentingan rakyat.
    Bentuk pengawasan meliputi rapat kerja, rapat dengar pendapat, kunjungan lapangan, dan penggunaan hak interpelasi, hak angket, serta hak menyatakan pendapat.

    Fungsi pengawasan DPR didefinisikan sebagai kewenangan mengawasi pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah. Bentuk pengawasan meliputi rapat kerja, kunjungan lapangan, rekomendasi kebijakan, dan penggunaan hak-hak konstitusional DPR: hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat sebagaimana diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945 dan dijabarkan rinci dalam UU MD3.

    Pengawasan merupakan instrumen untuk memastikan akuntabilitas eksekutif dan mendorong tata kelola pemerintahan yang baik. Praktik pengawasan dapat berwujud permintaan klarifikasi kebijakan, penilaian kinerja kementerian, hingga pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk isu strategis.

    Hak interpelasi memberi ruang DPR meminta keterangan pemerintah mengenai kebijakan penting dan berdampak luas, hak angket memberi ruang penyelidikan, hak menyatakan pendapat memungkinkan DPR menguji atau menyampaikan sikap resmi atas kebijakan tertentu.

    Wewenang DPR Menurut UUD 1945

    Wewenang DPR merupakan turunan dari fungsi konstitusional yang dirumuskan dalam Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 23, Pasal 11, dan pasal-pasal terkait UUD 1945, serta dielaborasi lebih lanjut pada UU MD3 dan undang-undang sektoral. Wewenang tersebut meliputi antara lain:

    Membentuk undang-undang bersama Presiden. Konstitusi menegaskan DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Presiden mengajukan RUU dan bersama DPR membahas hingga persetujuan.
    Menetapkan APBN bersama Presiden. DPR membahas dan menyetujui RUU APBN untuk ditetapkan menjadi undang-undang setiap tahun anggaran.
    Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah. Wewenang ini dilembagakan melalui hak interpelasi, angket, dan hak menyatakan pendapat sebagai sarana kontrol.
    Memberikan persetujuan atas hal-hal tertentu di ranah hubungan luar negeri dan jabatan publik. Konstitusi menetapkan Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain pada lingkup yang diatur. Ketentuan operasional mengenai ratifikasi perjanjian diatur lebih lanjut dalam UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
    Memberikan pertimbangan/ persetujuan konstitusional lain sesuai pasal-pasal relevan (misalnya dukungan DPR dalam kebijakan strategis tertentu yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat sebagaimana dijelaskan DPR dalam dokumen resmi).

    Batasan wewenang DPR ditentukan oleh konstitusi dan UU, prinsip pemisahan kekuasaan, serta putusan Mahkamah Konstitusi yang dapat menafsirkan ulang bingkai kewenangan jika terjadi sengketa norma.

    Hak-Hak DPR dan Anggota DPR

    Hak DPR sebagai lembaga (hak kolektif) dirumuskan konstitusi dan UU MD3, yakni:

    Hak Interpelasi: Hak meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Mekanisme pengusulan dan pengesahan hak interpelasi diatur rinci dalam UU MD3, termasuk jumlah minimal pengusul dan tata cara sidang paripurna.
    Hak Angket: Hak melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
    Hak Menyatakan Pendapat: Hak menyampaikan pandangan atau penilaian terhadap kebijakan pemerintah dan kejadian luar biasa serta tindak lanjutnya dalam kerangka konstitusional.

    Hak individu anggota DPR mencakup antara lain hak mengajukan usul RUU, hak imunitas terkait pernyataan dan pendapat dalam sidang atau di luar sidang sepanjang terkait pelaksanaan tugas, serta hak protokoler dan keuangan/administratif sesuai ketentuan UU MD3.

    Konstitusi juga menyebut anggota DPR berhak mengajukan usul RUU, mempertegas peran legislatif pada level personal wakil rakyat.

    Contoh Implementasi Fungsi DPR dalam Kehidupan Bernegara

    1. Contoh fungsi legislasi

    DPR dan Pemerintah mengesahkan RUU KUHP menjadi UU pada 6 Desember 2022 sebagai reformasi hukum pidana nasional. Peristiwa pengesahan tercatat pada kanal resmi pemerintah dan lembaga hukum, menandai transisi dari KUHP kolonial ke KUHP nasional dengan masa transisi sebelum berlaku efektif penuh.

    Implementasi ini mencerminkan fungsi legislasi berjalan melalui tahapan perencanaan, pembahasan, hingga persetujuan paripurna.

    2. Contoh fungsi anggaran

    DPR menyetujui APBN 2025 dalam rapat paripurna pada September 2024 dan melanjutkan siklus tahunan dengan pembahasan APBN 2026 pada 2025. Persetujuan APBN memuat kesepakatan defisit, belanja, dan prioritas program yang akan dijalankan pemerintah.

    Proses ini menggambarkan peran DPR dalam menetapkan arah kebijakan fiskal setiap tahun.

    3. Contoh fungsi pengawasan

    DPR menggunakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat untuk meminta klarifikasi kebijakan, menilai dampak program, dan mengevaluasi capaian indikator. Di ranah hak konstitusional, hak interpelasi dimaknai sebagai saluran resmi DPR untuk meminta keterangan pemerintah atas kebijakan yang penting dan strategis.

    Praktik dan mekanisme ini diulas luas dalam rujukan hukum dan edukasi publik. 

    Analisis pengamat politik dan akademisi menempatkan kinerja DPR yang efektif sebagai prasyarat tata kelola yang akuntabel. Pengawasan yang aktif dinilai menopang good governance karena mendorong transparansi, partisipasi, dan koreksi kebijakan bila diperlukan.

    DPR RI didefinisikan sebagai lembaga perwakilan rakyat yang menjalankan tiga fungsi utama: legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPR RI memiliki wewenang membentuk undang-undang bersama Presiden, menetapkan APBN, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang serta kebijakan pemerintah.

    DPR RI memiliki hak-hak konstitusional, interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat untuk menjamin fungsi pengawasan berjalan efektif. Seluruh kewenangan, fungsi, dan hak tersebut diatur dan dibatasi oleh UUD 1945 dan UU MD3 beserta peraturan perundang-undangan terkait sebagai pagar sistem demokrasi dan prinsip checks and balances.

  • Konstitusionalisasi dan Profesionalisme BUMN

    Konstitusionalisasi dan Profesionalisme BUMN

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto menginginkan BUMN dikelola dengan standar internasional, kalau perlu menarik profesional dari berbagai negara, dari luar Indonesia, untuk memimpin BUMN. Pernyataan yang sama juga diberikan Jokowi saat menjadi Presiden Indonesia, pada tahun 2017. Kedua Presiden nampaknya “gemas” melihat BUMN tidak kunjung jaya. Suka atau tidak, ini adalah sinyal dari CEO Indonesia, bahwa kinerja BUMN masih buruk.

    Memang, kinerja BUMN tidak kunjung cemerlang. Tahun 2024 dividen BUMN tercatat Rp85,5 triliun, naik dibandingkan tahun 2024 yang sebesar Rp81,2 triliun. Total aset BUMNpadatahun 2024 Rp10.950 triliun, naik 5,3% yoy dari Rp10.402 triliun pada tahun 2023.

    Artinya, Dividend to Assets Ratio “hanya” 0,78%. Tidak berubah dari tahun sebelumnya, padahal diketahui ada beberapa perusahaan yang bahkan memberikan hampir seluruh labanya menjadi dividen, karena kebutuhan keuangan Pemerintah. Dividend to Assets Ratio atau seberapa besar bagian aset perusahaan yang “dikembalikan” kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, yang dapat menunjukkan seberapa agresif perusahaan dalam membagikan dividen dibandingkan mempertahankan aset untuk reinvestasi.

    Rasio yang berguna untuk melihat apakah aset perusahaan benar-benar menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Serta, juga dapat dipakai untuk menunjukkan stabilitas keuangan, karena perusahaan dengan rasio dividen terhadap aset yang konsisten biasanya memiliki arus kas yang stabil dan struktur keuangan yang sehat.

    Ada kemungkinan, terjadi white collar fraud, di mana manajemen mengambil hak lebih dari yang sewajarnya, baik melalui gaji, tunjangan, bonus, hingga tantiem. Presiden memerintahkan untuk menghapus bonus tahunan atau tantiem bagi dewan komisaris BUMN. Penghapusan yang baru saja dilakukan ini diklaim menghemat dana hingga US$500 juta atau sekitar Rp8,31 triliun per tahun.Tentu saja, masalah yang lebih besar dalah BUMN kita secara rerata mengalami undermanaged.

    Dilaporkan, total laba konsolidasi BUMN tahun 2024 tercatat sebesar Rp304 triliun, turun dari tahun 2023 sebesar Rp327 triliun.Artinya, return on asset (ROA) BUMN pada tahun 2024 adalah 2,77%; turun dari 3,14% dari tahun sebelumnya. ROA yang wajar untuk perusahaan di Indonesia umumnya adalahdi atas 5%, dengan nilai di atas 20% dianggap sangat baik.Patokan ideal dapat bervariasi tergantung industrinya, sehingga ROA yang baik juga perlu dibandingkan dengan perusahaan sejenis dalam industri yang sama.
    Panduan umum untuk ROA yang wajar. Namun, secara umum dapat dikatakan nilai di atas 5% dianggap ROA yang sehat dan efisien dalam menggunakan aset.Di atas 20% dianggap sangat baik, menunjukkan profitabilitas yang tinggi dari total aset yang dimiliki.Di bawah 5% dianggap perusahaan dengan intensitas aset yang tinggi atau kurang efisien, namun angka ini bisa berbeda tergantung industri. Jika kita bandingkan keraguan tahun 2024, maka selisih ROA terhadap nilai minimum yang seharusnya dicapai adalah 2,23% terhadap total asset, maka pada tahun 2024 BUMN mengalami value asset destruction lebih kurang Rp 244,18 trilyun, hampir sebesar total aset PT Telkom pada akhir tahun 2024 yangRp 299,67 trilyun.
    Artinya, 44,5% terhadap asset value creation yang Rp 548 trilyun.

    Jumlah BUMN yang tercatat pada tahun 2024 adalah47 BUMN, yang merupakan hasil dari proses konsolidasi dari 114 BUMN sebelumnya.Jumlah ini masih akan terus berkurang karena target Kementerian BUMN adalah merampingkannya menjadi 30 perusahaan yang tergabung dalam 11 klaster (holding) hingga tahun 2034. Secara keseluruhan, termasuk anak perusahaan -yang sebenarnya sudah tidak dimasukkan pada nomenklatur BUMN-terdapat 1.046 BUMN. Dari seluruh BUMN, sekitar53% (554 perusahaan) mengalami kerugian, sementara 47%, (492) untung .Total keuntungan besar berasal dari sebagian kecil BUMN, di mana 97% dari total dividen BUMN berasal dari hanya 8 perusahaan: BRI, Mandiri, Mind-Id (Pertambangan), Pertamina, Telkom, BNI, PLN, dan Pupuk Indonesia.

    Mengapa, Karena, Bagaimana

    Pertanyaan ini digunakan untuk mencari apa yang salah, dan bukan siapa yang salah, menemukan akar masalah, dan memperoleh solusi yang efektif. Ini adalah inti metode root cause analysis (RCA), untuk menemukan masalah dari masalah mengapa BUMN berkinerja kurang membanggakan -untuk melembutkan istilah “tidak berkinerja”.

    Pertanyaan “mengapa yang pertama” adalah “mengapa BUMN berkinerja buruk”. Jika menggunakan RCA, ternyata akar masalahnya bukanlah tentang kinerjanya sendiri, melainkan alat ukur kinerja. Artinya, kita tidak boleh mengukur kompetensi ikan dengan mengukur kemampuannya memanjat pohon; atau mengukur kompetensi monyet dengan menilai berapa lama dapat menyelam dalam air. Alat ukur kinerja BUMN yang dipergunakan oleh Kementerian BUMN dan para konsultan manajemen bisnis, termasuk dari kampus terkemuka di Indonesia, adalah kriteria kinerja bisnis murni, yaitu laba dan keberlanjutan laba tersebut. Jadi, semua BUMN dianggap sebagai perusahaan pencipta laba saja.

    Tidak salah, karena pasal 33 UUD 1945 ayat (4) menyebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi, artinya berbasiskan persaingan pasar, dalam arti semua pelaku bersaing secara bebas, kalau perlu sempurna-bebas. BRI, BNI, Mandiri, Telkom, BUMN kontruksi dan properti, konsultan, berada pada zona ini. Namun, konstitusi menyebutkan tiga pelaku bisnis, terutama BUMN, yang berada pada zona yang berbeda. Adalah BUMN yang berada pada zona ” penting bagi negara” (ayat 2), termasuk di dalamnya industri militer, industri strategis, dan mungkin juga pos, ataupun perkebunan dan kehutanan, karena mengusai lahan yang sangat luas; zona “menguasai hajat hidup orang banyak” (ayat 2), termasuk transportasi massal, kelistrikan, air bersih, hingga limbah; dan zona “kekayaan alam” (ayat 3), termasuk minyak & gas, panas bumi, hingga pertambangan.

    Sesat pikir alat ukur ini adalah jenis hasty generalizationatauovergeneralization logical fallacy. Sama seperti Nasarudin Hoja memelihara burung srigunting. Suatu hari ia menangkap burung dara, dan menganggapnya sebagai srigunting yang cacat. Maka diguntinglah ekor dan sayapnya supaya sama dengan srigunting. Demikian juga Kementerian BUMN dan para cerdik-cendekia melihat BUMN. Jadi, jawabanya “mengapanya” adalah karena Pemerintah menggunakan satu ukuran untuk semua barang. Padahal ada yang perlu diukur dengan meter, kubik, liter, barrel, bahkan gas bumi diukurnya dengan MMBtu (Million British Thermal Units).

    BUMN “demokrasi ekonomi” diukur dengan kriteria bisnis murni. BUMN sumberdaya alam diukur dengan kriteria bisnis ditambah dengan beban biaya untuk generasi masa depan yang tidak lagi menuai kekayaan alam yang sudah diekstraksi hari ini dan kemarin. BUMN penting bagi negara dinilai dari keefektivannya mengungkit (leverage) kekuatan ekonomi nasional dari sektor strategis yang diampunya. BUMN hajat hidup orang banyak dari mutu dan efisiensi layanan. Solusinya, harus ada kebijakan tentang alat ukur kinerja yang asimetrik, berbeda dari satu kluster BUMN ke yang lain.

    Mengapa terjadi demikian, dan ini adalah “mengapa yang ke dua”. Karena pembuat kebijakan tidak mengerti (atau mungkin tidak mau mengerti) Pasal 33 UUD 1945. Baik karena menggampangkan, atau karena pengaruh dari lembaga lain yang lebih kuat, baik lembaga nasional maupun internasional. Solusinya adalah bentuk tim revisi UU BUMN (setelah terakhir dikoreksi dengan UU No. 1/2025) yang mengerti konstitusi dan setiap untuk menjalankan konstitusi, dan perbaiki undang-undang BUMN sesegera mungkin, agar kesalahan tidak semakin membesar.

    Pasalnya, hari ini kesalahannya sudah sangat besar. Holdingisasi BUMN dibuat tanpa mengerti (baca: tanpa peduli) amanat konstitusi. Terlebih semenjak pembuat kebijakannya mempunyai defisit tentang konsep konstitusi dan kebangsaan. Sejak urusannya hanya mengejar keuntungan sebesar-besarnya, dengan cara apa pun. Khas perilaku pemilik bisnis swasta -berbeda jika yang bersangkutan adalah manajer profesional di perusahaan, entah swasta atau BUMN. Tidak salah, jika ia mengurus usahanya sendiri. Namun, tidak pada tempatnya saat mengurus usaha milik rakyat. Benar, BUMN bukan “Badan Usaha Milik Nenek Lu”, tetapi menjadi “Badan Usaha Milik Nenek Gue”.

    “Mengapa ke tiga” adalah tidak adanya good governance di Kementerian BUMN. Pasca reformasi (1999 dan seterusnya), sangat mudah dan sangat sering seorang Dirut diberhentikan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Di jaman SMS, ada seorang Dirut BUMN diberhentikan melalui SMS oleh Menterinya. Padahal tidak ada kasus korupsi, kinerja BUMN yang dipimpinnya baik. Kemudian, Menteri mendadak menunjuk staf yang bertugas mencatat notulen rapat suatu BUMN, menjadi Direktur di perusahaan yang sedang dibahas. Ada juga Dirut yang pagi-pagi dirinya tahu kalau diberhentikan dari sebuah berita di media online. Ada juga, dan ini masih “segar”, di mana Direksi yang diundang rapat oleh Kementerian, nampaknya dengan mendadak, dan rapatnya secara daring. Setelah dibuka, disampaikan oleh Kementerian bahwa para Direksi diberhentikan terhitung hari itu. Semua prinsip tata kelola yang baik lenyap, berganti dengan feodalisme yang dibungkus narasi-narasi tentang kemodernan dan keprofesiolan. Mungkin ibarat pemilik toko kelontong yang bisa melakukan sesuka-hatinya. L’état, c’est moi. Negara adalah saya. Aturan adalah saya. Solusinya, jangan hanya BUMN yang harus di-GCG-kan, tetapi Kementerian dan Menterinya juga lebih harus di-G(C)G-kan.

    “Mengapa ke empat” adalah politisasi BUMN. Ada yang mengatakan BUMN rawan korupsi. Mungkin benar. Namun, hemat saya, yang dikorupsi jauh dari sekedar uang, namun profesionalisme. Adalah 165 politisi yangmenjadi komisaris BUMN, yang terdiri dari 104kader partaipolitik dan 61 orang dari kelompokrelawan. Apapun alasannya, termasuk membuat selembar surat keterangan bermaterai, mengaku bukan politisi/relawan, ujungnya tetap sama: partai politik. Apa yang hendak dikatakan lagi. Solusinya, buang jauh-jauh politisasi BUMN, masukkan kembali profesionalisasi. Tiadakan politisi di BUMN. Berikan waktu kepada mereka untuk dikelola oleh para profesional dengan cara profesional. Jika mau hebat, jangan pernah menjadikan BUMN sebagai organisasi partisan. Ini penyakit utama yang menyebabkan BUMN remuk di masa Orde Baru.

    “Mengapa ke lima” adalah birokratisasi BUMN. Disebutkan sebanyak 32wamenyang rangkap jabatan sebagaikomisaris BUMN, dan entah berapa puluh Dirjen, Deputi, dan pejabat Negara lain yang merangkap komisaris BUMN. Kalau perusaaan swasta, tidak mengapa, namun ketika masuk BUMN, maka birokratisasi BUMN terjadi -bahkan setengah politisasi karena para birokrat senior (eselon 1) rerata adalah pejabat semi-politik. Lagi-lagi, ini juga penyakit utama yang menyebabkan BUMN remuk di masa Orde Baru. Solusinya, lakukan debirokratisasi; jangan angkat birokrat dan pejabat ASN dan AMN/APN (Aparatur Militer, Aparatur Kepolisian) yang aktif, menjadi komisaris BUMN, mulai Dirjen, Deputi, hingga Wakil Menteri/Kepala Badan. Para pejabat pemerintahan yang berkualitas tinggi dan berintegritas, setelah pensiun, dapat diangkat menjadi pejabat komisaris BUMN, paling banyak dua kali, termasuk kalau berganti BUMN. Itu adalah “hadiah” untuk pelayanannya yang baik dan bermutu tinggi.

    “Mengapa ke enam” adalah jangan ada KKN, korupsi, kolusi, dan nepotisme di BUMN. Jelas, sudah disepakati, BUMN harus menjadi agen yang corruptive-proof. Tidak mudah, karena ada kondisi di mana transaksi bisnis di BUMN terjadi di luar, bahkan “di atas” BUMN. Tidak bisa, misalnya Danantara atau Kementerian BUMN, bahkan kementerian teknis yang sangat berkuasa, mungkin seperti ESDM, ikut membuat keputusan operasional korporasi di BUMN. Kolusi masih bisa, misalnya mengangkat teman dan kolega menjadi pejabat, padahal tidak kompeten. Juga, termasuk meniadakan nepotisme politik dalam BUMN, misalnya mengangkat keluarga dari pejabat negara/pemerintahan dalam jabatan BUMN, padahal yang bersangkutan tidak kompeten. Bahkan, meskipun kompeten, tetap dilarang, karena pasti ada konflik kepentingan yang merusak profesionalitas pengelolaan BUMN. Tidak ada lagi pemanggilan BUMN oleh lembaga politik seperti DPR, seperti yang lazim dilakukan selama ini. Jika ada masalah, maka yang harus menanggung -untuk dipanggil-adalah “Bapak”nya, yaitu Menteri BUMN, dan/atau Danantara.

    Agenda

    Adalah benar jika Presiden Prabowo menyatakan bahwa untuk membuat BUMN berkinerja, bahkan kalau perlu mempunyai kelas internasional, maka pilihannya adalah mengundang masuk manajer profesional berkewarganegaraan bukan Indonesia menjadi pemimpin BUMN. Garuda sudah merekrut dua manajer dari luar Indonesia. BUMN China juga sudah melakukannya terlebih dahulu. Kita berharap, kebijakan tersebut benar-benar mengatasi masalah BUMN.

    Meski demikian, catatan kita adalah, supaya Pemerintah tidak membiasakan diri membuat kebijakan yang jump to conclusion. Karena, diskusi kita menemukan bahwa ada enam masalah penting di BUMN yang harus diselesaikan dahulu, atau setidaknya bersamaan, namun dalam waktu yang segera, di luar mencari pemimpin BUMN dari negara lain. Pertama, perbaiki, kalau perlu ganti, ukuran kinerja, menjadi ukuran yang sesuai. Kedua, perbaiki kebijakan (UU) BUMN menjadi UU yang konstitusional. Ketiga, pastikan Kementerian BUMN dan Danantara melaksanakan good governance, tanpa ada perkecualian. Keempat, jangan ada lagi politisasi BUMN. Kelima, jangan ada lagi birokratisasi BUMN. Keenam, jadikan BUMN menjadi lembaga yang bebas KKN.

    Pada saat saya membantu Menteri Tanri Abeng pada tahun 1998-1999, kami sangat yakin bahwa hanya menjadikan BUMN sebagai korporasi yang dimanajemeni secara profesional lah yang menjadikannya benar-benar sebagai kekayaan bangsa, dan bukan kekayaan kekuasaan. Dan, kami berhasil.

    Ada Robby Djohan yang menyelamatkan Garuda, dan kemudian memimpin merjer empat bank BUMN yang remuk menjadi satu bank yang sekarang menjadi salah satu Bank Mandiri. Ada Djokosantoso Moeljono yang memimpin pemulihan Bank BRI, yang sekarang menjadi salah satu yang terbesar.

    Ada Eri Riyana yang memimpin Timah. Tidak semuanya berhasil, namun implementasi manajemen profesional yang menjadi kunci keberhasilan revitalisasi BUMN, tanpa kecuali. Resep Inilah yang dipergunakan Singapura dan China, dan mereka berhasil. Hemat saya, pengalaman baik yang sudah pernah dilakukan, dan tetap relevan di negara pembanding terbaik (best practices), nampaknya perlu dijadikan sebagai inti kebijakan BUMN Indonesia sekarang ini.

    (hns/hns)