Topik: Generasi Z

  • Politik Tak Ada Kawan dan Lawan Abadi

    Politik Tak Ada Kawan dan Lawan Abadi

    GELORA.CO – – Presiden Prabowo Subianto telah melakukan perombakan Kabinet Merah Putih (KMP). Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk mencari formula terbaik demi menyukseskan program pemerintahan periode 2024-2029.

    Pengamat politik Agus Widjajanto, menilai reshuffle kali ini merupakan konsekuensi dari dinamika politik di awal pemerintahan, ketika Prabowo harus mengakomodir berbagai kepentingan. Namun, sebagian menteri justru gagal menjawab ekspektasi publik dan menimbulkan keresahan.

    “Mungkin Presiden Prabowo sedang mencari formasi kabinet yang tepat, di mana awal dibentuk Presiden harus mengakomodir berbagai pihak yang berkepentingan, yang tentu jauh dari keinginan Prabowo sendiri,” kata Agus dalam keterangannya, Senin (22/9).

    Agus menyinggung soal anggapan perombakan kabinet sebagai upaya ‘bersih-bersih Geng Solo’. Ia menyerahkan sepenuhnya spekulasi itu kepada Presiden Prabowo. 

    “Yang pasti dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan politik yang berkuasa,” ujarnya.

    Namun, ia menekankan para menteri yang baru bergabung lebih berhati-hati dalam membuat pernyataan publik. Agus secara khusus menyinggung Menteri Keuangan (Menkeu) baru, Purbaya Yudhi Sadewa, agar tidak mudah mengeluarkan statemen yang menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat.

    “Sampaikan apapun yang akan dilaksanakan dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami masyarakat. Jangan gampang membuat statemen ke publik dengan bahasa yang kadang disalahtafsirkan, lebih baik fokus bekerja dan tunjukkan kinerja yang baik demi kesejahteraan rakyat,” jelasnya.

    Agus mencontohkan, polemik terkait kebijakan menggelontorkan dana Rp 200 triliun ke bank Himbara. Meski bertujuan mendorong ekonomi rakyat, kebijakan itu justru ditafsirkan berbeda oleh sebagian kalangan sehingga menimbulkan kegaduhan.

    Ia juga menyinggung apakah komposisi kabinet baru akan mampu mencapai target menuju Indonesia Emas 2045. Ia menilai hal itu sangat bergantung pada kebijakan yang diambil pemerintah. Apalagi, masyarakat terutama generasi Z semakin kritis terhadap kebijakan yang dianggap merugikan.

    Lebih lanjut, ia menekankan perlunya perbaikan sistem ketatanegaraan, termasuk mengembalikan fungsi MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dengan GBHN yang jelas, serta penegakan hukum yang bersih, adil, dan transparan.

    “Genjot lapangan kerja sebanyak-banyaknya, kurangi belanja APBN yang tidak perlu, arahkan pada program swasembada pangan agar pangan, sandang, papan murah. Kalau itu terwujud maka menuju Indonesia Emas bukan lagi keniscayaan,” pungkasnya

  • 10
                    
                        Keracunan Massal MBG Berulang: Segera Moratorium, Evaluasi, dan Investigasi
                        Nasional

    10 Keracunan Massal MBG Berulang: Segera Moratorium, Evaluasi, dan Investigasi Nasional

    Keracunan Massal MBG Berulang: Segera Moratorium, Evaluasi, dan Investigasi
    Pemerhati masalah politik, pertahanan-keamanan, dan hubungan internasional. Dosen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung.
    PROGRAM
    Makan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya dirancang sebagai ikon politik sekaligus kebijakan unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
    Saat kampanye, program ini digadang-gadang sebagai jawaban atas problem klasik gizi buruk, stunting, serta ketidakmerataan akses pangan di kalangan anak sekolah.
    Namun, beberapa bulan setelah implementasi, alih-alih menjadi kebanggaan, MBG justru berubah menjadi sumber krisis nasional.
    Tagar
    #MakanBeracunGratis
    yang viral di media sosial menjadi simbol runtuhnya kepercayaan publik terhadap program ini.
    Tidak ada yang meragukan besarnya skala dan niat baik program MBG. Dengan alokasi anggaran mencapai Rp 71 triliun, pemerintah berupaya memastikan jutaan pelajar Indonesia mendapat asupan gizi layak setiap hari.
    Namun, fakta di lapangan menunjukkan kontras yang tajam, di mana lebih dari 5.360 anak menjadi korban keracunan hingga September 2025. Beberapa kasus mencatat angka korban yang mencengangkan, seperti 569 pelajar di Garut dan 277 pelajar di Banggai Kepulauan.
    Jika program dengan dana raksasa justru menghasilkan derita massal, pertanyaan mendasar harus diajukan; di mana letak kesalahannya?
    Apakah pada strategi desain kebijakan, lemahnya implementasi, atau ada faktor sabotase yang sengaja dimainkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab?
    Analisis data menunjukkan bahwa akar persoalan dalam Program MBG bukan sekadar insiden teknis, melainkan kegagalan sistemik yang menyentuh hampir seluruh aspek tata kelola.
    Kegagalan ini bisa dilihat dari empat dimensi utama yang saling berkaitan, yaitu kecepatan pelaksanaan, integritas kelembagaan, manajemen rantai pasok, serta krisis kepercayaan publik.
    Pertama, pelaksanaan program dilakukan secara tergesa-gesa dalam skala nasional tanpa infrastruktur pengawasan memadai.
    Orientasi pemerintah tampaknya lebih berat pada aspek kuantitas, seperti hanya menghitung berapa banyak dapur yang dibangun, dan berapa banyak anak yang terlayani.
    Sementara dimensi kualitas pangan dan keamanan konsumsi terabaikan. Akibatnya, makanan yang seharusnya menjadi penopang gizi justru berulang kali memicu keracunan massal pada anak-anak, kelompok yang seharusnya paling dilindungi.
    Kedua, terdapat masalah serius terkait dapur fiktif dan dugaan korupsi. DPR mengungkapkan adanya sekitar 5.000 dapur MBG yang ternyata tidak benar-benar ada.
    Fakta ini membuka indikasi kuat bahwa sebagian dana program menguap tanpa manfaat nyata bagi masyarakat.
    Jika temuan ini benar, maka persoalannya bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan praktik korupsi terstruktur yang merampas hak anak-anak Indonesia untuk memperoleh makanan bergizi dengan aman.
    Ketiga, kelemahan juga tampak dalam rantai pasok dan sistem logistik. Kasus keracunan massal akibat pergantian pemasok ikan menegaskan bahwa mekanisme verifikasi dan kontrol kualitas sangat rapuh.
    Tidak hanya itu, laporan tentang makanan basi, menu berbelatung, hingga kontroversi penggunaan wadah makanan (
    food tray
    ) yang dituding mengandung minyak babi memperburuk citra program di mata publik.
    Masalah-masalah ini menunjukkan bahwa aspek teknis – mulai dari penyimpanan, distribusi, hingga standar kebersihan – tidak dikelola secara profesional.
    Keempat, krisis semakin dalam akibat defisit kepercayaan publik. Alih-alih mengakui kesalahan dan membuka ruang transparansi, pemerintah justru menerbitkan surat pernyataan yang meminta orangtua murid untuk tidak menuntut apabila terjadi keracunan.
    Langkah ini bukan hanya gagal meredakan keresahan, melainkan semakin memperkuat persepsi bahwa negara berupaya lepas dari tanggung jawab moral dan hukum.
    Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap program MBG kian merosot, bahkan berpotensi bergeser menjadi penolakan terbuka.
    Dengan demikian, jelas bahwa masalah MBG tidak berhenti pada level teknis, melainkan mencerminkan cacat desain kebijakan dan lemahnya tata kelola.
    Jika tidak segera diperbaiki melalui evaluasi menyeluruh dan investigasi transparan, program yang semula digadang-gadang sebagai ikon kepedulian sosial justru berisiko tercatat sebagai kegagalan monumental dalam sejarah kebijakan publik Indonesia.
    Tidak sedikit yang menduga adanya unsur sabotase terhadap MBG. Dugaan ini muncul karena banyaknya insiden terjadi serentak di berbagai daerah dengan pola mirip, seperti keracunan massal, pasokan bahan pangan rusak, hingga isu sensitif soal halal.
    Namun, tanpa bukti empiris yang kuat, asumsi ini masih spekulatif.
    Yang lebih nyata adalah indikasi inkompetensi dan tata kelola yang buruk. Jika Badan Gizi Nasional (BGN) gagal memverifikasi dapur, mengawasi rantai pasok, serta menjaga standar kebersihan, maka tanggung jawab utama tetap berada di pundak pemerintah.
    Sabotase mungkin ada, tetapi kelemahan sistem yang membuka celah terjadinya sabotase itu.
    Persoalannya, dampak krisis MBG melampaui aspek kesehatan. Ia kini menjelma menjadi liabilitas politik bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.
    Kegagalan dalam mengelola program unggulan bisa menjadi preseden buruk, yakni rakyat kehilangan kepercayaan pada janji-janji politik.
    Situasi semakin sensitif karena korbannya adalah pelajar sekolah, mayoritas Generasi Z, kelompok yang sangat aktif di media sosial dan memiliki kemampuan mobilisasi opini.
    Jika pemerintah tidak segera melakukan evaluasi fundamental, isu MBG bisa bergulir menjadi gerakan massa yang lebih besar, apalagi di tengah polarisasi politik pasca-pemilu.
    Dalam situasi krisis seperti saat ini, langkah paling rasional yang dapat ditempuh pemerintah adalah moratorium sementara terhadap Program MBG, khususnya di daerah-daerah yang mencatat kasus keracunan massal dengan korban terbanyak.
    Moratorium bukan berarti membatalkan niat mulia untuk memberi makan anak bangsa, melainkan langkah darurat untuk menghentikan jatuhnya korban baru sambil melakukan evaluasi mendalam.
    Setelah moratorium, yang diperlukan adalah investigasi independen yang transparan. Tim investigasi ini idealnya melibatkan berbagai pihak, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, akademisi, organisasi masyarakat sipil, serta perwakilan orangtua murid.
    Dengan komposisi lintas sektor, investigasi diharapkan mampu menyentuh akar persoalan, bukan sekadar menutup permukaan masalah.
    Fokus utama harus mencakup verifikasi ulang terhadap lebih dari 8.000 dapur MBG untuk memastikan apakah benar-benar ada atau fiktif; audit forensik alur anggaran guna mencegah kebocoran dana; uji laboratorium acak terhadap menu yang disajikan di sekolah; serta pemeriksaan menyeluruh atas rantai pasok bahan makanan, mulai dari pemasok hingga distribusi terakhir.
    Langkah berikutnya adalah desain ulang mekanisme program. Pengalaman menunjukkan bahwa model yang terlalu sentralistik sangat rentan menimbulkan masalah.
    Karena itu, desentralisasi menjadi pilihan logis dengan memberdayakan kantin sekolah dan UMKM katering lokal yang sudah terverifikasi.
    Dengan memotong rantai distribusi, risiko makanan basi, rusak, atau terkontaminasi bisa ditekan secara signifikan.
    Di sisi lain, desentralisasi juga membuka peluang pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal sehingga manfaat program terasa lebih luas.
    Pengawasan terhadap program pun perlu ditransformasikan secara partisipatif dan berbasis digital. Orangtua murid bisa dilibatkan melalui komite sekolah untuk memastikan kualitas makanan, sementara data distribusi, hasil uji sampel, serta laporan keluhan harus dipublikasikan secara transparan dalam
    dashboard
    daring
    real-time
    .
    Dengan mekanisme ini, pengawasan publik tidak hanya menjadi formalitas, melainkan benar-benar hidup dan responsif.
    Namun, semua reformasi itu akan kehilangan makna bila pemerintah kembali terjebak pada pola komunikasi lama yang defensif dan tertutup. Komunikasi krisis yang beradab menjadi kunci.
    Membungkam keluhan publik atau menggulirkan narasi propagandis hanya akan memperburuk luka kepercayaan masyarakat. Sebaliknya, yang dibutuhkan adalah komunikasi yang jujur, terbuka, dan empatik.
    Presiden Prabowo harus tampil di depan publik, tidak sekadar menyampaikan permintaan maaf, tetapi juga menunjukkan rencana konkret perbaikan dengan langkah yang terukur.
    Dengan cara itu, kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan, dan program MBG bisa kembali menempati posisi semula sebagai kebijakan pro-rakyat yang membanggakan.
    Program MBG adalah kebijakan dengan niat luhur, tetapi implementasi yang buruk telah mengubahnya menjadi bencana politik dan sosial.
    Oleh karena itu, dibutuhkan langkah drastis, yaitu moratorium, evaluasi menyeluruh, dan investigasi independen.
    Jika reformasi dilakukan dengan transparan, MBG masih bisa diselamatkan sebagai program strategis yang membanggakan.
    Namun, jika pemerintah memilih jalan pintas dengan retorika kosong dan perbaikan kosmetik, MBG berpotensi tercatat sebagai kegagalan monumental dalam sejarah kebijakan sosial Indonesia.
    Dan bagi Presiden Prabowo, kegagalan ini bisa berbalik menjadi bom waktu politik yang merusak legitimasi kepemimpinannya sejak tahun pertama berkuasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pesan Penting Miliarder Muda dan Bos AI Meta Alexandr Wang untuk Gen Z, Wajib Tahu! – Page 3

    Pesan Penting Miliarder Muda dan Bos AI Meta Alexandr Wang untuk Gen Z, Wajib Tahu! – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Alexandr Wang, pendiri Scale AI dan kini menjabat Chief AI Officer di Meta memiliki pesan penting untuk generasi muda, terutama untuk generasi Z (Gen Z) yang saat ini masih duduk di bangku SMP.

    Tampil sebagai miliarder termuda di dunia saat berusia 24 tahun dengan kekayaan mencapai Rp 53 triliun, Alexandr Wang menjadi sosok penting d balik ambisi Meta menciptakan divisi superintelligence.

    Kini diusia yang berusia 28 tahun, Alexandr berharap para Gen Z untuk melupakan game, olahraga, atau hobi setelah sekolah.

    “Kalau kamu berusia 13 tahun, habiskan semua waktu kamu untuk vibe coding. Itu cara kamu harus hidup,” kata Wang sebagaimana dikutip dari wawancara podcast TBPN, Minggu (21/9/2025).

    Menurutnya, dunia teknologi saat ini sedang berada di momen revolusi. Semua kode pernah ia tulis diyakini akan digantikan oleh kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI) dalam kurun waku lima tahun mendatang.

    “Secara harfiah, semua kode yang pernah saya tulis akan digantikan model AI,” ujarnya. Karena hal tersebut, dia pun sadar, “teradikalisasi oleh AI coding.”

     

  • Prabowo Mau Realisasi Program 3 Juta Rumah Dikebut demi Kejar 8 Target Ini 2025

    Prabowo Mau Realisasi Program 3 Juta Rumah Dikebut demi Kejar 8 Target Ini 2025

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto mengungkap sasaran dan target dari Program 3 Juta Rumah yang semestinya dijalankan pada 2025 ini.

    Hal itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025 yang resmi diundangkan sejak 30 Juni 2025.

    Dalam beleid itu, Prabowo menetapkan setidaknya 8 poin utama dari pelaksanaan Program 3 Juta Rumah yang semestinya dapat direalisasikan oleh kementerian teknis, yakni Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) sepanjang tahun ini.

    Pertama, Prabowo membidik persentase rumah tangga dengan akses hunian layak, terjangkau dan berkelanjutan mencapai level 67 persen.

    Kedua, jumlah rumah tangga dengan akses hunian layak, terjangkau dan berkelanjutan yang difasilitasi mencapai 314.124 unit per tahun.

    Ketiga, jumlah unit rumah baru yang terbangun dapat mencapai 476 unit per tahun. Keempat, jumlah unit rumah yang ditingkatkan kualitasnya dengan target mencapai 38.504 unit per tahun.

    Kelima, jumlah penyediaan unit hunian vertikal yang terpadu baik milik maupun sewa dapat mencapai 1.944 unit per tahun. Keenam, jumlah rumah tangga yang menerima fasilitas pembiayaan perumahan atau bantuan subsidi/kemudahan perumahan mencapai 273.200 unit per tahun.

    Ketujuh, terciptanya peningkatan tata kelola hunian publik, privat dan perlindungan konsumen (rekomendasi kebijakan) satu unit. Terakhir, membidik luasan hektare permukiman kumuh yang ditangani secara terpadu dapat mencapai 177,84 hektare per tahun.

    “Percepatan penyediaan perumahan dan permukiman dengan segmentasi yang perlu dilayani mencakup masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), termasuk generasi milenial dan generasi Z, masyarakat miskin dan rentan,” bunyi beleid tersebut seperti dikutip Sabtu, 20 September.

    Adapun pemerintah melalui Kementerian PKP menargetkan pembangunan dan renovasi 3 juta rumah per tahun yang dapat menampung 9-10 juta jiwa.

    Saat ini, jumlah kebutuhan perumahan di Indonesia antara lain 20 juta keluarga ingin melakukan renovasi rumah, sekitar 10 juta keluarga belum memiliki rumah dan 6 juta keluarga tidak memiliki rumah dan tinggal di hunian tidak layak.

    Untuk menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah menyiapkan tiga langkah strategis, yaitu renovasi 2 juta rumah, revitalisasi kawasan pesisir dan tepian sungai dan terakhir pembangunan perumahan di lokasi-lokasi yang berdekatan sesuai dengan tempat kerja.

  • Mengenal Fenomena Career Minimalism yang Sering Diterapkan Gen Z

    Mengenal Fenomena Career Minimalism yang Sering Diterapkan Gen Z

    JAKARTA – Generasi Z atau Gen Z yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 kini sudah banyak yang memasuki dunia kerja. Dengan Gen Z yang semakin banyak sudah bekerja, kini muncul fenomena baru dalam dunia kerja, yakni career minimalism.

    Fenomena tersebut muncul sebagai respons terhadap pengalaman generai sebelumnya, terutama Millenials, yang rela mengorbankan waktu dan energi demi bekerja berakhir menghadapi krisis ekonomi hingga berdampak pada mental dan fisik.

    Gen Z melihat kenyataan tersebut mengambil langkah berani dengan menolaknya. Bagi Gen Z, bekerja harus seimbang dengan kehidupan pribadi, dan tidak terlalu mengejar jabatan.

    Mengutip dari Up Worthy, pada Sabtu, 20 September, data menyebut 68 persen pekerja Gen Z tidak akan mengejar posisi manajerial, kecuali ada kompensasi yang jelas, seperti gaji lebih tinggi.

    “Gen Z lebih bersedia untuk merangkul pola pikir fleksibel dibandingkan generasi yang lebih tua. Sementara generasi sebelumnya sering memprioritaskan naik jabatan,” tutur Career Pivot Strategits di Glassdoor, Janel Abrahami.

    Gen Z lebih mencari padanan karier berupa jalur berkelanjutan, di mana mereka bisa mendapat peluang yang sesuai dengan kebutuhan mereka pada saat itu. Mereka bisa menerima jabatan lebih rendah demi peran lebih kreatif, atau beralih industri, hingga disebut career minimalism.

    Namun, meski disebut career minimalism, semangat Gen Z tetap tinggi. Sebanyak 57 persen pekerja Gen Z memiliki side hustle atau pekerjaan sampingan, lebih banyak daripada generasi mana pun sebelumnya.

    Tak hanya itu, bagi Gen Z keseimbangan hidup dan kerja merupakan kebutuhan. Dalam memilih pekerjaan mereka sangat mempertimbangkan work-life balance, bahkan dibandingkan dengan gaji tinggi.

    “Meski demikian, tidak berarti Gen Z meninggalkan pekerjaan. Sebaliknya, mereka mendefinisikan ulang ambisi melalui career minimalism. Jika Gen Z merasa tidak didukung dalam mencapai work-life balance, mereka mungkin menjadi kurang termotiviasi atau mulai mencari peluang yang lebih sesuai dengan nilai dan gaya hidup mereka,” pungkasnya.

  • Menyoal Pembusukan di Balik Temuan Mayat di Mobil Diduga Milik Penyanyi D4vd

    Menyoal Pembusukan di Balik Temuan Mayat di Mobil Diduga Milik Penyanyi D4vd

    Jakarta

    Mayat membusuk ditemukan dalam mobil Tesla diduga pemilik penyanyi D4vd. D4vd adalah seorang penyanyi juga penulis lagu paling populer di kalangan generasi Z.

    Setelah diidentifikasi kepolisian setempat, mayat yang ditemukan merupakan gadis remaja yang dilaporkan hilang sejak tahun lalu.

    Kantor pemeriksa medis wilayah Los Angeles AS mengonfirmasi mayat yang ditemukan di dalam kendaraan di tempat derek di Hollywood 8 September adalah Celeste Rivas, berusia 15 tahun.

    Rivas terakhir terlihat pada April 2024 di Lake Elsinore, sekitar 95 km di tenggara pusat kota Los Angeles. Ia berusia 13 tahun saat itu. Para pejabat belum menentukan penyebab kematiannya, tetapi LAPD menganggap kematian itu sebagai pembunuhan.

    Mayat itu ditemukan setelah seseorang mencium bau busuk yang berasal dari Tesla, kata polisi, menurut sejumlah media berita.

    Beberapa media berita lokal melaporkan bahwa kendaraan itu terdaftar atas nama D4vd, yang nama aslinya adalah David Anthony Burke, (20). Pihak berwenang belum mengaitkan D4vd dengan kematiannya. Kepolisian Los Angeles mengatakan kepada Guardian, mereka tidak akan secara resmi memverifikasi identitas Rivas, penyebab kematian, atau pemilik Tesla hitam tersebut.

    Polisi mengatakan kepada Los Angeles Times bahwa mobil itu diderek dari kawasan elit Bird Streets di Hollywood Hills, tempat mobil itu ditinggalkan pada awal September.

    LAPD mengeluarkan surat perintah penggeledahan di rumah tempat penyanyi itu menginap di Hollywood Hills, lapor LAist.

    Dalam pernyataannya pada hari Rabu, kantor pemeriksa medis mengatakan Rivas tampaknya telah meninggal di dalam kendaraan untuk waktu yang lama sebelum ditemukan kata para pejabat.

    Terlepas dari kasus tersebut, bagaimana kondisi mayat yang sudah membusuk dalam waktu lama?

    Dikutip dari Medical News Today, pembusukan adalah proses alami ketika jaringan tubuh yang sebelumnya hidup terurai menjadi komponen yang lebih sederhana. Menurut ahli forensik M Lee Goff, proses ini dimulai sejak seseorang meninggal dan berlanjut hingga hanya tersisa kerangka.

    Pada fase awal, ada tiga tanda utama: livor mortis, rigor mortis, dan algor mortis.

    Livor mortis terjadi saat sirkulasi darah berhenti sehingga kulit tampak pucat, lalu darah mengendap ke bagian tubuh terbawah karena gravitasi. Proses ini bisa dimulai satu jam setelah kematian dan berlangsung hingga 12 jam.

    Rigor mortis muncul 2 hingga 6 jam setelah kematian, ketika otot menegang sehingga tubuh menjadi kaku, lalu mengendur kembali setelah 1 hingga 3 hari. Sementara itu, algor mortis membuat tubuh kehilangan kemampuan mengatur suhu dan mendingin sesuai suhu lingkungan dalam 18 hingga 20 jam.

    Seiring waktu, perubahan makin nyata. Warna tubuh bisa berubah kehijauan, kulit mulai mengelupas, muncul pola marbling pada permukaan kulit, hingga timbul bau khas pembusukan. Lalat biasanya datang lebih awal, bertelur di area luka atau lubang tubuh. Dari telur inilah lahir belatung yang berperan penting dalam mengurai jaringan lunak. Beberapa jenis lalat bahkan langsung menetas dalam bentuk larva yang segera memakan daging.

    Goff membagi proses pembusukan ke dalam lima tahap. Tahap segar adalah saat tanda-tanda dekomposisi masih minim, meski proses internal sudah dimulai. Tahap kembung ditandai penumpukan gas di perut sehingga tubuh tampak membesar.

    Memasuki tahap pembusukan aktif, kulit pecah akibat aktivitas belatung dan gas keluar, menimbulkan bau yang sangat menyengat. Ahli pemakaman Caitlin Doughty menggambarkan bau ini sebagai campuran manis, asam, dan amis yang sulit dilupakan.

    Selanjutnya, tubuh memasuki pascapembusukan, ketika hanya tersisa kulit, tulang rawan, dan tulang. Pada fase ini kumbang biasanya datang untuk memakan sisa jaringan lunak. Tahap terakhir adalah kerangka, ketika tubuh hanya meninggalkan tulang, kadang dengan rambut yang masih melekat.

    Lama waktu pembusukan sangat bergantung pada lingkungan. Di iklim kering atau dengan suhu sangat ekstrem, tubuh bisa terjaga lebih lama dalam kondisi mumifikasi, bukan membusuk seperti biasa.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Anggota Komisi X DPR Minta Ekstrakurikuler Roblox di Solo Diawasi
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        18 September 2025

    Anggota Komisi X DPR Minta Ekstrakurikuler Roblox di Solo Diawasi Regional 18 September 2025

    Anggota Komisi X DPR Minta Ekstrakurikuler Roblox di Solo Diawasi
    Tim Redaksi
    SOLO, KOMPAS.com
    – Ekstrakurikuler Roblox yang diperkenalkan oleh Wali Kota Solo, Respati Ardi, untuk siswa jenjang SMP, menarik perhatian Komisi X DPR.
    Anggota Komisi X DPR, Juliyatmono, menyatakan bahwa program ini merupakan terobosan baru yang memberikan ruang bagi siswa di Solo untuk berkreasi.
    “Saya kira itu terobosan. Bersama Menteri Dikdasmen sudah sering didiskusikan. Akan ada hal-hal bersifat local wisdom bagaimana agar muatan lokal itu betul-betul bisa memberikan ruang peserta didik untuk berkreasi secara maksimal,” ungkap Juliyatmono di Solo, Jawa Tengah, pada Kamis (18/9/2025).
    Juliyatmono menekankan pentingnya pengawasan dalam penggunaan teknologi digital agar anak-anak tidak terjerumus ke dalam dampak negatif.
    “Yang penting lagi-lagi di dunia yang sedemikian sangat bebas, kontrol pengawasan ini menjadi sangat penting bagi generasi anak-anak kita,” tambahnya.
    Meskipun ekstrakurikuler Roblox ditujukan untuk siswa di atas 12 tahun, mantan Bupati Karanganyar ini menekankan perlunya pendampingan agar anak-anak tidak mengakses konten negatif.
    “Pendampingan itu disesuaikan dengan umur-umur ini. Harus dievaluasi bagaimana pendampingannya sesuai umur itu supaya semua nyaman. Jangan sampai saling menghakimi nanti,” jelasnya.

    Sebelumnya, Wali Kota Solo, Respati Ardi, menjelaskan bahwa ekstrakurikuler Roblox dilaksanakan di Solo Techno Park (STP), Gedung STC Lantai 2, Ruang Game Working Space.
    Respati menyampaikan bahwa tujuan dari ekstrakurikuler ini adalah untuk melatih siswa agar lebih kreatif dan bersosialisasi dengan teman-temannya di dunia online.
    “Ekskul ini didampingi oleh gurunya, orangtuanya. Gimana kita melihat perkembangan dunia digital dan Roblox ini jika dengan pengawasan yang tepat, dengan pelatihan yang tepat, membuat anak-anak bisa kreatif dan bisa bersosialisasi dengan kawan-kawannya di dunia online,” kata Respati di Solo, Jawa Tengah, pada Jumat (12/9/2025).
    Lebih lanjut, Respati menekankan bahwa siswa perlu diberikan pelajaran yang menyenangkan dan tidak hanya terfokus pada pelajaran formal.
    Menurutnya, anak-anak SMP saat ini bukan lagi Generasi Z, tetapi Generasi Alpha yang potensi kreatifitasnya perlu dikawal.
    “Anak-anak ini harus diberikan pelajaran dari hal-hal yang menyenangkan. Apalagi sudah bukan Gen Z lagi, ini Gen Alpha yang harus kita kawal potensinya sehingga game-game seperti Roblox, Minecraft, PK XD, yang akan menimbulkan kreativitas,” tambahnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kisah Inspiratif Santri di Jambi, Menimba Ilmu Agama sambil Bertani

    Kisah Inspiratif Santri di Jambi, Menimba Ilmu Agama sambil Bertani

    Jambi, sebuah provinsi yang membentang di tengah Pulau Sumatera menjadi salah daerah penghasil kekayaan alam. Komoditi utama pertanian di Provinsi Jambi adalah hasil perkebunan sawit dan karet. Selain itu, provinsi ini juga penghasil komoditi kopi, pinang, kulit kayu manis.

    Pengembangan sektor pertanian seharusnya bisa mendongkrak perekonomian provinsi berjuluk “sepucuk jambi sembilan lurah” ini dan menjadi peluang meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

    Namun, sayangnya sektor pertanian di Provinsi Jambi belum maksimal mendongkrak perekonomian daerah. Di era disrupsi teknologi sekarang, pertanian menjadi sektor yang terpinggirkan dan dianggap tidak populer terutama untuk kalangan generasi z (GenZ).

    Hasil Sensus Penduduk 2020 (SP2020) Provinsi Jambi menunjukkan struktur penduduk didominasi oleh generasi milenial sebesar 31,93 persen dan generasi Z sebesar 42,26 persen. Namun, dominasi generasi muda tersebut tidak terjadi pada sektor pertanian.

    Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri terhadap pembangunan pertanian berkelanjutan di Jambi. Generasi muda seharusnya bisa meneruskan tongkat estafet untuk keberlanjutan sektor pertanian.

    Dari hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 jumlah petani usia muda yang umurnya kurang dari 45 tahun hanya 40,45 persen dari total rumah tangga pertanian. Masih lebih besar petani yang berusia lebih dari 45 tahun yaitu mencapai 317.210 rumah tangga.

    Susilowati dalam buku Potensi Pertanian Provinsi Jambi Peta Baru Pertanian Berkelanjutan yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS). berkesimpulan bahwa minat generasi muda Provinsi Jambi untuk menekuni sektor pertanian luntur seiring pergeseran stigma dan memburuknya citra bertani.

    “Sektor pertanian dianggap kurang bergengsi dan tidak bisa memberikan imbalan yang memadai,” tulis Susilowati.

    Meski memiliki tantangan, namun sektor pertanian juga tak bisa anggap remeh. Sektor ini bisa menjadi pilar kekuatan ekonomi di Indonesia, khususnya di Provinsi Jambi.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, sektor pertanian berkontribusi sebesar 10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Masih menurut statistik BPS, sektor pertanian menyumbang 12,53 persen terhadap perekonomian nasional, dan tumbuh positif sebesar 1,30 persen jika dibandingkan pada 2022.

  • Ahli: Pembinaan ideologi Pancasila harus sasar generasi muda digital

    Ahli: Pembinaan ideologi Pancasila harus sasar generasi muda digital

    Jakarta (ANTARA) – CEO Alvara Institute Hassanuddin Ali menekankan pentingnya pembinaan ideologi Pancasila yang menyasar generasi muda dengan pendekatan digital agar lebih efektif menjangkau masyarakat luas.

    “Generasi muda adalah anak kandung internet. Mereka terbiasa mengonsumsi konten visual dan digital sehingga pembinaan ideologi Pancasila tidak bisa lagi disampaikan dengan cara konvensional,” katanya di Jakarta, Kamis.

    Pendapat itu disampaikan Hassanuddin sebagai narasumber ahli dalam rapat dengar pendapat umum terkait Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Ideologi Pancasila dengan Badan Legislasi DPR RI di komplek parlemen, Jakarta.

    Hassanuddin menyoroti mayoritas penduduk Indonesia saat ini berasal dari generasi Z dan milenial dengan jumlah mencapai 53 persen dari total populasi. Karakteristik kelompok tersebut berbeda dengan generasi sebelumnya.

    Dia mengatakan pembinaan ideologi Pancasila harus menyasar generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, melalui pendekatan digital dan visual agar lebih efektif.

    Generasi muda lebih banyak memperbincangkan musik, film, olahraga, dan teknologi dibanding isu politik atau ideologi. Karena itu, pesan Pancasila yang berat harus dikemas dalam bahasa sederhana dan visual agar bisa diterima.

    Hassanuddin kemudian mencontohkan tren budaya populer, seperti K-pop, yang dengan cepat menarik perhatian anak muda. Hal itu menjadi tantangan bagi negara untuk mengomunikasikan nilai kebangsaan dengan cara yang sama menariknya.

    Ia menambahkan media sosial berbasis visual, seperti TikTok, Instagram, dan YouTube lebih relevan untuk generasi muda dibandingkan platform lama, seperti Facebook atau X.

    “Kalau ideologi Pancasila tidak dikomunikasikan dengan cara yang sama menariknya maka akan sulit diterima generasi muda,” ujarnya.

    Selain itu, ia mengusulkan adanya survei tahunan untuk mengukur sejauh mana internalisasi Pancasila berhasil di masyarakat, serta pentingnya strategi literasi dan kontra narasi digital di tengah maraknya perdebatan ideologi di media sosial.

    Rapat dengar pendapat yang dipimpin Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan itu juga menghadirkan narasumber lain, yakni Ahmad Basarah dan Kepala Badan Keahlian DPR Prof. Bayu Dwi Anggono, yang memberikan masukan terkait landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam penyusunan RUU Pembinaan Ideologi Pancasila.

    Pewarta: Aria Ananda
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Siapa Sushila Karki yang Dipercaya Memimpin Transisi di Nepal?

    Siapa Sushila Karki yang Dipercaya Memimpin Transisi di Nepal?

    Jakarta

    Sushila Karki ditunjuk sebagai perdana menteri sementara Nepal pada Jumat (12/9), dan menjadi perempuan pertama yang memegang jabatan tertinggi di negeri Himalaya tersebut.

    Penunjukan ini terjadi setelah demonstrasi berdarah menewaskan sedikitnya 72 orang dan melukai ribuan lainnya, serta memaksa Perdana Menteri Khadga Prasad Oli mengundurkan diri.

    Pemberontakan yang dipimpin Generasi Z — istilah untuk mereka yang lahir antara 1997 hingga 2012 — dipicu larangan media sosial oleh pemerintah, serta kemarahan atas korupsi yang merajalela, gaya hidup mewah keluarga pejabat dan kelesuan ekonomi.

    Mantan ketua Mahkamah Agung berusia 73 tahun itu ditunjuk sebagai perdana menteri interim, setelah perundingan selama berhari-hari antara Presiden Nepal Ram Chandra Paudel, para pemimpin protes kaum muda, serta tokoh masyarakat sipil.

    “Kami ingin melihat Karki sebagai perdana menteri karena integritasnya, pengabdian seumur hidup pada keadilan, dan citranya sebagai sosok antikorupsi,” kata Raksha Bam, salah satu penghubung utama kelompok Gen Z, kepada DW.

    Karki menggambarkan demonstrasi antikorupsi yang dipimpin Gen Z sebagai “revolusi yang membalikkan segalanya” setelah banyak kantor pemerintahan dan dokumen negara dihancurkan.

    Siapa Sushila Karki?

    Lahir pada tahun 1952, Karki aktif dalam politik mahasiswa melalui Partai Kongres Nepal yang berhaluan liberal, sebelum meninggalkan politik untuk meniti karier di bidang hukum.

    Pada 2012, Karki menjadi salah satu dari dua hakim Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman penjara kepada seorang menteri aktif karena korupsi. Dia juga memberi hak kepada perempuan Nepal untuk mewariskan kewarganegaraan kepada anak-anak mereka.

    Karki kemudian menjadi perempuan pertama yang menjabat ketua Mahkamah Agung. Selama masa jabatannya antara Juli 2016 hingga Juni 2017, dia dianggap gigih membela independensi peradilan, hak-hak perempuan, dan perjuangan melawan korupsi.

    Pada 2017, pemerintah berusaha memakzulkan Karki setelah dia membatalkan penunjukan kepala kepolisian pilihan eksekutif, yang menurutnya melanggar prinsip seleksi berbasis rekam jejak dan kapabilitas. PBB menyebut pemakzulan itu “bermotif politik,” dan pengadilan menggagalkan langkah tersebut.

    Apa arti perdana menteri perempuan bagi Nepal?

    Banyak yang meyakini, penunjukan Karki sebagai perdana menteri interim mencerminkan tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan.

    “Pilihan terhadapnya di tengah krisis menunjukkan bahwa masyarakat kita dinamis dan tidak anti-perempuan,” ujar Abhi Subedi, profesor sekaligus penyair dan dramawan Nepal, kepada DW.

    “Kemampuannya berdiri teguh untuk keadilan adalah kekuatannya. Keberanian, karakter, dan visi itulah yang menginspirasi kaum muda Gen Z untuk melihatnya sebagai pemimpin mereka.”

    Meski begitu, struktur patriarki di Nepal sudah lama mulai terkikis. Sejak konstitusi baru diadopsi pada 2015, perempuan silih berganti menduduki jabatan tertinggi negara, termasuk presiden, ketua Mahkamah Agung, dan ketua parlemen.

    Penulis Nepal Bhushita Vasistha berpendapat, peran Karki sebagai perdana menteri interim tidak seharusnya dilihat semata-mata dari lensa gender atau identitas.

    “Ini revolusi akal sehat,” ujarnya kepada DW. “Berbeda dengan revolusi berbasis kelas, di sini semua orang — tanpa memandang identitas dan ideologi — bersuara menuntut tata kelola yang baik dan melawan korupsi.”

    Tantangan di luar dan dalam

    Segera setelah pelantikan, Karki membubarkan parlemen dan mengumumkan pemilu baru pada 5 Maret 2026.

    Dia meminta kementerian terkait untuk mulai membangun kembali fasilitas publik yang hancur akibat protes — termasuk kompleks kantor perdana menteri, sejumlah kementerian, Mahkamah Agung, dan gedung parlemen.

    Meski keadaan berangsur normal, tantangan terbesar penguasa baru Nepal adalah menyelenggarakan pemilu tepat waktu, dan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan terpilih berikutnya.

    Komunitas internasional — termasuk India, Cina, Amerika Serikat, Jepang, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa — menyambut baik penunjukkan Karki.

    “Sekarang dia harus memenangkan kepercayaan partai-partai politik yang dulu pernah mencoba menyingkirkannya,” kata Dev Raj Dahal, seorang ilmuwan politik, kepada DW.

    “Ini juga menjadi peluang untuk mereformasi partai politik agar inklusif, tangguh, berorientasi pada rakyat, mengedepankan dialog antargenerasi, dan bebas dari kepemimpinan yang tidak kompeten.”

    Pemerintahan interim tampaknya mendapat dukungan dari aparat keamanan, kelompok politik populis, kalangan intelektual, dan kaum muda — sebuah dukungan luas yang menurut Dahal pada akhirnya memaksa partai-partai mapan ikut menyesuaikan diri.

    Di luar ranah politik, Karki juga harus menyingkirkan politisi dan birokrat korup yang terlibat dalam skandal.

    “Salah satu hambatan terbesar adalah perdana menteri harus bekerja dengan birokrasi yang justru menjadi akar korupsi,” kata Mukunda Acharya, mantan asisten inspektur jenderal Kepolisian Nepal.

    Balananda Sharma, pensiunan jenderal yang memimpin integrasi mantan pemberontak Maois ke dalam angkatan bersenjata nasional, menekankan pentingnya kerja sama militer.

    “Kepemimpinan baru harus mendapatkan kepercayaan Tentara Nepal untuk menjaga ketertiban yang rapuh, sekaligus menahan tekanan yang merugikan cita-cita demokrasi,” ujarnya kepada DW.

    Selain itu, Karki juga harus tetap waspada terhadap upaya kelompok pro-monarki atau kekuatan asing yang ingin memanfaatkan kerentanan politik Nepal demi agenda mereka sendiri — termasuk menghidupkan kembali monarki, pemerintahan militer, atau dominasi eksternal.

    Namun Bam menegaskan bahwa Generasi Z akan terus memperjuangkan mandatnya.

    “Kami tidak sekadar menggerakkan protes, tapi ingin mencapai tujuan yang telah kami tetapkan,” katanya kepada DW.

    Secara keseluruhan, Nepal kini berada di titik penentu. Karki, dulu dikenal sebagai hakim antikorupsi yang berani melawan campur tangan politik, kini memikul tugas membimbing negara menuju stabilitas dan pembaruan demokrasi.

    Apakah Sushila Karki mampu memenuhi harapan generasi muda yang gelisah akan menentukan bukan hanya warisannya, tetapi juga arah masa depan demokrasi Nepal yang rapuh.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)