Topik: Generasi Z

  • DPD RI jaring calon Duta DPD RI untuk jadi jembatan negara-masyarakat

    DPD RI jaring calon Duta DPD RI untuk jadi jembatan negara-masyarakat

    Jakarta (ANTARA) – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menjaring calon Duta DPD RI 2025 sebagai inisiatif strategis untuk menjaring putra-putri terbaik daerah yang mampu menjadi jembatan antara lembaga negara dan masyarakat di tingkat akar rumput.

    Ketua DPD RI Sultan B Najamudin mengatakan program ini menjadi bagian dari komitmen DPD RI untuk memperkuat peran daerah dalam pembangunan nasional dan meningkatkan partisipasi generasi muda dalam kehidupan demokrasi.

    “Melalui para duta ini, kami ingin menghadirkan wajah baru DPD yang lebih dekat dengan rakyat, terutama generasi muda. Mereka akan menjadi agen literasi konstitusi dan penyambung suara daerah dari lapisan paling bawah,” kata Sultan di Jakarta, Jumat.

    Dia menjelaskan, kehadiran Duta DPD RI merupakan langkah inovatif untuk memperluas jangkauan lembaga dalam menangkap aspirasi masyarakat secara langsung.

    Dia menegaskan, generasi muda, khususnya generasi Z, kini menjadi kekuatan strategis dalam pembangunan bangsa. Mereka tidak hanya aktif di ruang digital, tetapi juga memiliki kepedulian tinggi terhadap isu sosial, politik, dan ekonomi.

    “DPD melihat potensi besar anak muda untuk berperan sebagai katalis perubahan. Karena itu, kita ingin menggerakkan mereka agar tidak hanya jadi objek pembangunan, tetapi juga subjek yang berkontribusi nyata,” katanya.

    Program Duta DPD RI, kata dia, diharapkan dapat membantu kantor DPD RI di ibu kota provinsi dalam menjalankan fungsi pelayanan aspirasi masyarakat di daerah.

    Para duta akan berkolaborasi langsung dengan anggota DPD RI dan kepala kantor DPD di masing-masing provinsi untuk menyosialisasikan peran dan fungsi lembaga, sekaligus menampung aspirasi generasi muda di berbagai komunitas.

    “Duta DPD akan berperan aktif di daerah, turun ke masyarakat, mengikuti forum-forum komunitas, hingga menjadi role model kepemimpinan muda. Mereka inilah yang akan membantu memastikan suara rakyat benar-benar sampai ke Senayan,” kata dia

    Adapun dia menjelaskan pemilihan Duta DPD RI 2025 dibuka untuk warga negara Indonesia berusia 18 hingga 24 tahun, dengan latar belakang pendidikan minimal SMA/sederajat, berpenampilan menarik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki wawasan kebangsaan dan kemampuan komunikasi publik yang baik.

    Peserta juga diwajibkan membuat video pendek berdurasi dua menit mengenai DPD RI dan ciri khas daerah masing-masing, yang diunggah ke akun Instagram mereka dengan menandai akun resmi DPD RI dan pimpinan lembaga.

    Setelah pendaftaran yang berlangsung pada 27–31 Agustus 2025, tiga pasang calon terbaik dari tiap provinsi akan diseleksi kembali secara daring, sebelum ditetapkan satu pasang finalis yang mewakili provinsinya ke tahap karantina nasional di Jakarta.

    Para finalis akan mengikuti karantina dan grand final di Jakarta pada 1–3 November 2025, dengan berbagai sesi pembekalan seperti wawasan kebangsaan, kepemimpinan muda, public speaking, etika, serta table manner.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Makin Banyak Gen Z Ngeluh Lutut Sering Nyeri, Inikah Penyebabnya?

    Makin Banyak Gen Z Ngeluh Lutut Sering Nyeri, Inikah Penyebabnya?

    Jakarta

    Nyeri lutut sebelumnya selalu identik dengan lanjut usia (lansia), yang dianggap sebagai kondisi penuaan. Namun, semakin ke sini, para Generasi Z juga banyak yang mulai mengalami kondisi tersebut.

    “lutut aku yang kanan sering nyeri sakit, aku cobain gerakan ini, gerakan terakhir yang kanan kerasa banget,” tulis netizen di TikTok, dikutip Selasa (28/10/2025).

    “kak aku klo abis beraktivitas berat seprti ngebasket,jogging,dll,itu kok lutut aku kek nyeri/sakit gituu itu knp yahh smpe jalan aja skitt pls jawab kak..itu berbahaya gakk dan itu penyakit apa,” tambah lainnya.

    Lantas, faktor-faktor apa yang menajdi penyebab adanya pergeseran usia nyeri lutut pada para ‘remaja jompo’ ini?

    Spesialis ortopedi, dr Ivan Mucharry Dalitan, SpOT (K) dari Siloam Hospitals Mampang mengatakan makin banyaknya anak-anak muda yang mulai mengeluh nyeri lutut diduga karena pergeseran tren sedentary lifestyle menuju hidup sehat.

    “Sekarang tuh generasi muda kita tuh lebih aktif. Kalau lebih aktif pasti ada kemungkinan untuk cedera. Kenapa bisa cedera? Misalnya yang hobi lari, mungkin ada hubungan dengan larinya,” kata dr Ivan kepada wartawan di Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).

    “Satu, persiapan larinya mungkin kurang atau teknik larinya kurang cocok, atau bisa juga berat badan yang berlebih. Jadi penyebabnya itu multifaktor,” sambungnya.

    Bagaimana Mencegahnya?

    dr Ivan menambahkan kepada anak-anak muda yang ingin lebih aktif berolahraga, seperti lari, padel, atau minisoccer haruslah mengukur kemampuan diri terlebih dahulu.

    “Bahwa untuk melakukan suatu kegiatan itu kita harus tahu dulu bagaimana cara melakukannya dengan enak,” katanya.

    Kalaupun memang ada cedera di bagian lutut karena olahraga, sebaiknya konsultasikan kepada dokter. Hal ini bukan berarti itu menandakan sebagai kondisi yang buruk.

    “Kami lihat dulu cederanya seperti apa. Karena sebagian besar itu sebenarnya hanya butuh istirahat. Sama kami olah masalah cederanya itu apa,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

  • Cara Lawan Hoaks dan Deepfake di Media Sosial

    Cara Lawan Hoaks dan Deepfake di Media Sosial

    Jakarta, Beritasatu.com — Salah satu tantangan terbesar di era digital adalah penyebaran hoaks. Meskipun Generasi Z (Gen Z) dianggap melek teknologi, kelompok ini tetap rentan terhadap informasi palsu. Influencer Karina Meidy menjelaskan bagaimana cara melawan hoaks dan deepfake di media sosial.

    ‘’Dengan meleknya pada dunia digital, sebagai Gen Z saya merasa bahwa generasi kami lah yang paling peka dan sensitif terhadap berita, isu, atau informasi hoaks yang tersebar di masyarakat,’’ ujat Karina.

    Untuk itu, menurutnya Gen Z bisa melakukan hal kreatif positif yang dapat menangkal berita negatif melalui media sosial dan konten, seperti lagu dan gerakan-gerakan yang dapat membantu mendorong minimnya penyebaran berita hoaks.

    • Menyaring, menelaah, dan memverifikasi informasi dari berbagai sumber, termasuk institusi resmi pemerintah dan media berita yang kredibel.

    • Melaporkan berita, akun, atau sumber mencurigakan yang menyebarkan hoaks berulang kali melalui saluran pelaporan resmi secara online.

    • Membantu menyebarkan informasi yang benar melalui platform media sosial pribadi, terutama bagi influencer, untuk menginterpretasikan fakta kepada publik.

    Karina berharap ada lebih banyak program literasi digital yang disasar pada Gen Z.

    “Sebagai generasi yang paling ‘melek’ dunia digital, kita lah yang paling banyak dan paling sering terpapar berita hoaks; untuk itu literasi digital diperlukan untuk menambah pengetahuan, etika berkomunikasi, dan juga membentuk kepribadian yang berintelektual sebagai generasi muda,” bebernya.

    Selain itu, sebagai influencer Karina sebisa mungkin selalu memberikan edukasi, berbagi pengalaman, dan membangun komunitas yang berkaitan dengan penangkalan hoaks di platform sosial medianya.

    ‘’Menurut saya, ada beberapa peran yang dilakukan Influencer dalam melawan hoaks di sosial media, yaitu menjadi suara untuk mengklarifikasi berita hoaks tertentu dan memberikan penjelasan detail sesuai fakta dan sumber terpercaya,’’ ungkapnya.

    Ia menambahkan bahwa influencer juga penting untuk rutin memberikan konten berupa pengingat agar publik tidak mudah percaya pada informasi yang belum jelas kebenarannya.

    “Dan tidak mudah percaya terhadap berita yang beredar, yang belum jelas kebenarannya,’’ tandasnya.

  • Adnan Purichta: Generasi Muda Harus Mengambil Peran Nyata dalam Pembangunan

    Adnan Purichta: Generasi Muda Harus Mengambil Peran Nyata dalam Pembangunan

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Mantan Bupati Gowa dua periode,Adnan Purichta Ichsan YL  memberikan semangat kepada para generasi muda, terutama sebagai motor penggerak pembangunan Indonesia Emas 2045, hal ini diungkapkannya saat menjadi narasumber dalam program KITA INDONESIA yang digelar RRI Makassar di Auditorium Universitas Ciputra Makassar, Senin (27/10/2025).

    Menurutnya, visi Indonesia Emas bukan sekadar cita-cita jangka panjang, tetapi menjadi arah dan semangat bersama untuk menyiapkan sumber daya manusia yang unggul, kreatif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

    “Generasi muda harus mengambil peran nyata dalam pembangunan, bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai pelaku perubahan. Masa depan bangsa ada di tangan anak muda yang berani berinovasi dan berpikir maju,” ujar Adnan.

    Menurutnya, yang akan menikmati Indonesia Emas 2045 adalah mereka yang saat ini anak-anak muda generasi Z.

    “Yang akan menikmati nanti dari program Indonesia Emas 2045 , adalah adek-adek ,(peserta, red) 20 tahun dari sekarang. Salah satu indikator dari Indonesia Emas 2045 adalah bonus demografinya yaitu usia produktif anak muda lebih banyak dari pada orang tuanya,” ujar Adnan.

    Lebih jauh, Adnan menjelaskan kenapa ada program Indonesia Emas 2045, karena ini merupakan kesempatan emas dari Indonesia, dimana di prediksi Indonesia akan menjadi negara terkuat ekonomi ke empat di dunia.

    “Setiap negara memiliki satu kesempatan emas, sehingga ini harus memanfaatkannya tentunya akan ada tantangan yang dihadap, masalah Sumber Daya Manusia (SDM) agar berkualitas, kegiatan yang dilaksanakan RRI Makassar, sangatlah bagus terutama dalam mendorong kompetensi generasi gen z,” paparnya

  • Gen Z Dominasi Dunia Maya, Literasi Digital Jadi Kebutuhan Mendesak

    Gen Z Dominasi Dunia Maya, Literasi Digital Jadi Kebutuhan Mendesak

    Jakarta, Beritasatu.com — Budaya instan yang melekat pada Generasi Z berjalan seiring dengan pesatnya penetrasi teknologi. Sebagai pengguna terbesar teknologi, generasi digital-native kini mendominasi ruang digital: lebih dari 56 persen pengguna internet di Indonesia berusia di bawah 30 tahun (BPS, 2024). Kondisi ini membuat Gen Z menjadi kelompok yang paling sering terekspos informasi, baik yang bermanfaat maupun berbahaya, sehingga upaya perlindungan dan literasi menjadi mendesak.

    Fenomena budaya instan memengaruhi cara Gen Z mengonsumsi informasi. Pakar literasi digital, Deden Mauli Darajat, menjelaskan bagaimana algoritma media sosial mendorong format yang singkat dan menarik, sehingga kebiasaan baru terbentuk: ingin tahu banyak hal, tapi dalam waktu yang sangat singkat.

    ‘’Fenomena budaya instan memang melekat pada Gen Z. Mereka tumbuh di dunia yang serba cepat dan visual, di mana informasi datang seketika hanya lewat layar,’’ ujar Deden.

    Deden menekankan bahwa budaya instan memiliki dua sisi: adaptasi dan kreativitas di satu pihak, tetapi potensi hilangnya kedalaman berpikir dan refleksi kritis di pihak lain.

    ‘’Ketika kita terbiasa hanya menonton reels atau membaca headline, otak dilatih untuk berpikir cepat tapi tidak mendalam. Akibatnya, kemampuan analisis menurun. Gen Z sering bereaksi cepat, tapi belum tentu memahami konteks. Ini berbahaya di tengah banjir informasi. Kalau tidak punya daya kritis, mereka mudah terjebak pada disinformasi atau clickbait. Karena itu, perlu dibangun budaya baru, tidak hanya mengonsumsi, tapi juga memproduksi konten informatif yang diverifikasi dan bernilai,’’jelasnya.

    Mindful digital behavior dan Peran Gen-Z

    Deden menyoroti pentingnya mindful digital behavior—kemampuan mengelola waktu, emosi, dan perhatian di dunia digital, sebagai kunci agar Gen Z tidak menjadi target DFK (disinformasi, fitnah, kebencian).

    ‘’Gen Z perlu belajar mengelola waktu, emosi, dan perhatian di dunia digital. Tantangan mereka bukan lagi soal akses teknologi, tapi soal digital well-being dan kemampuan memilah informasi. Kalau kesadaran ini dibangun, Gen Z justru bisa jadi tameng budaya instan, di mana mereka bisa menunjukkan bahwa cepat bukan berarti dangkal, dan kreatif bukan berarti asal viral,’’ ujarnya.

    Menurut Deden, pendekatan meningkatkan literasi untuk digital native harus bersifat kolaboratif dan kontekstual (tidak kaku), melainkan mengikuti gaya komunikasi yang akrab di kalangan muda.

    ‘’Pertama, literasi digital perlu diajarkan sejak sekolah, bukan hanya teknis, tapi juga soal etika dan verifikasi. Kedua, gunakan pendekatan sebaya, libatkan influencer dan content creator muda yang jadi panutan Gen Z,’’ ungkapnya.

    Sementara itu, lembaga pendidikan dan komunitas digital dapat menggandeng berbagai pemangku kepentingan untuk menyusun kampanye literasi interaktif—misalnya program berbasis sekolah, kampus, dan komunitas kreator.

    ‘’Jangan kaku atau formal, tapi gunakan gaya dan platform yang akrab dengan mereka, seperti TikTok, Instagram, atau podcast,’’ imbuhnya.

    Ancaman Disinformasi, Fitnah, dan Ujaran Kebencian (DFK)

    Sebagai pengguna aktif sekaligus kelompok yang paling terekspos, Gen Z rentan terhadap DFK. Algoritma yang menciptakan echo chamber memperbesar risiko terpapar narasi sempit yang memicu polarisasi.

    ‘’Algoritma media sosial sering menciptakan echo chamber, ruang gema informasi yang membuat orang hanya terpapar pada pandangan yang disukainya. Di situ disinformasi dan ujaran kebencian mudah tumbuh. Dampaknya bisa ke mana-mana: polarisasi, kehilangan empati, bahkan krisis kepercayaan publik. Maka, Gen Z harus dibekali dengan critical thinking dan empati digital agar tidak mudah terprovokasi,’’ pungkasnya.

    Deden merangkum tiga langkah konkret untuk mengantisipasi ancaman DFK pada Gen Z: edukasi berkelanjutan, ekosistem kolaboratif, dan pendekatan empatik.

    ‘’Saya melihat ada tiga hal. Pertama, edukasi berkelanjutan. Literasi digital bukan cukup satu kali pelatihan, tapi harus jadi budaya di sekolah dan kampus,’’ ucapnya.

    Untuk ekosistem kolaboratif, Deden mengusulkan program bersama komunitas digital dan content creator, misalnya gerakan bertajuk Gen Z Tameng Digital, yang mendorong anak muda menjadi pelindung kebenaran digital.

    ‘’Kedua, ekosistem kolaboratif. Komunitas dan content creator bisa membentuk gerakan seperti “Gen Z Tameng Digital” untuk mengajak anak muda jadi pembela kebenaran digital,’’ katanya.

    Pendekatan empatik menjadi poin ketiga: jangan menakut-nakuti, tetapi ajak Gen Z sebagai bagian dari solusi.

    ‘’Mereka ini kreatif luar biasa. Kalau diarahkan, mereka bisa jadi digital fact-checker alami yang menjaga ruang digital tetap sehat dan beradab,’’ tutupnya.

  • Literasi Digital Kunci Gen Z untuk Lawan Hoaks

    Literasi Digital Kunci Gen Z untuk Lawan Hoaks

    Jakarta, Beritasatu.com – Berpikir kritis sangat penting ketika dunia dipenuhi beragam informasi. Pakar Literasi Digital Santi Indra Astuti menjelaskan bahwa berpikir kritis diwujudkan dengan menimbang kebenaran informasi sebelum menerimanya.

    ‘’Caranya dengan melakukan periksa fakta, penelusuran pada sumber informasi yang terpercaya, serta melakukan crosscheck atau cross-reference,’’ ujar Santi.

    Menurutnya, upaya meningkatkan literasi digital untuk melawan hoaks dilakukan dengan beberapa cara, antara lain meningkatkan kecakapan digital masyarakat melalui beragam edukasi, baik formal maupun informal.

    ‘’Mengaktifkan agen-agen literasi digital dari berbagai segmen untuk mendeteksi keberadaan hoaks atau informasi yang berpotensi menjadi hoaks dan membekali masyarakat sebagai agen literasi digital untuk menyebarluaskan klarifikasi hoaks dan mengedukasi yang lain,’’ bebernya.

    Lebih lanjut, ia mengatakan cara melawan hoaks dapat ditempuh melalui beberapa jalur. Pertama (jangka pendek), melokalisir atau mempersempit ruang lingkup hoaks. Hal ini dapat dilakukan dengan klarifikasi secepatnya dan seakurat mungkin. Jangan biarkan hoaks menguasai “medan informasi”.

    Kedua, mengaktifkan warganet atau anggota grup chat menjadi kelompok periksa fakta yang terlatih untuk menelusuri kebenaran informasi, lalu menyebarluaskan hasilnya.

    Ketiga (jangka panjang), melakukan edukasi literasi digital dan kampanye anti hoaks kepada siapa saja, kapan saja. Kolaborasi antar pemangku kepentingan menjadi kunci agar edukasi dan kampanye anti hoaks dapat menjangkau semua lapisan.

    ‘’Dan yang keempat dengan cara mengantisipasinya terlebih dulu. Hoaks itu sebenarnya ada yang bersifat musiman, misalnya hoaks menjelang Pemilu, menjelang peristiwa beragama, atau event lain seperti imunisasi. Hoaks seperti ini sudah bisa ditebak, kapan munculnya dan narasinya seperti apa. Misalnya, jika terjadi peristiwa bencana alam, pasti akan disusul dengan hoaks seputar bencana susulannya, dana bantuannya, atau lokasi bencana sejenis. Demikian juga saat Pemilu, demonstrasi, atau peristiwa lainnya,’’ jelas Santi.

    Ia juga mengungkapkan bagaimana hoaks menyebar secara cepat dan cara melawannya.

    ‘’Pertama, pembuat hoaks biasanya ahli dalam memainkan emosi orang. Narasi hoaks pada umumnya men-trigger emosi, sehingga orang mudah terpancing untuk mempercayai, maupun menyebarluaskan,’’ujar Santi.

    Kedua, rendahnya kapasitas literasi masyarakat membuat mereka mudah percaya pada informasi dan jarang melakukan pemeriksaan fakta.

    ‘’Ketiga, ada operasi algoritma yang memungkinkan informasi apapun, termasuk hoaks, didistribusikan dengan cepat dan masif oleh media digital, termasuk media sosial,’’ ujarnya.

    Santi melanjutkan, hoaks muncul memanfaatkan celah lemahnya sistem informasi, lambatnya arus informasi resmi, dan minimnya informasi dari pihak yang seharusnya memberi keterangan. Dalam situasi vakum seperti ini, jalur informasi diambil alih oleh produsen hoaks.

    Mengapa Gen Z Perlu Diberi Prioritas?

    Literasi digital bagi masyarakat, khususnya pada Generasi Z (Gen Z), sangat diperlukan karena pada dasarnya seluruh anggota masyarakat membutuhkan kemampuan literasi digital. Survei Penetrasi Internet APJII 2024 mencatat Gen Z (lahir 1997–2012) merupakan kelompok pengguna internet terbesar di Indonesia, menyumbang sekitar 34,4% dari total pengguna internet.

    Khusus bagi Gen Z, kemampuan literasi digital menjadi hal yang mendesak karena merekalah yang akan menjadi generasi penerus bangsa. Selain itu, Gen Z merupakan pengguna terbesar media digital saat ini. Tanpa dibekali literasi digital, mereka berisiko salah memanfaatkan informasi yang diterima dan mengalami berbagai masalah.

    ‘’Dunia Gen Z didominasi oleh dunia digital. Tanpa literasi digital yang memadai, mereka bisa terjebak pada perilaku yang berisiko, seperti cyberbullying, pelanggaran privasi, penipuan, dan lain-lain,’’ kata Santi.

    Hoaks juga mempengaruhi kesehatan mental. Bagaimana hoaks membuat orang tidak nyaman, merasa tidak aman, tidak bisa hidup dengan tenang, hidup dalam suasana paranoia, dan akhirnya mempengaruhi pertimbangan orang secara sehat dan rasional saat harus mengambil keputusan penting.

    ‘’Dari segi hubungan interpersonal, kepercayaan pada informasi dibangun oleh trust atau kepercayaan pada tokoh-tokoh yang dianggap sebagai panutan. Maka, sangat mudah opini di tengah publik diprovokasi, diputarbalikkan, di-framing, disesatkan (misleading), untuk mencapai maksud-maksud tertentu. Hal inilah yang membuat orang percaya pada hoaks karena percaya pada sumber informasinya yang menurutnya selalu benar,’’ lanjut Santi.

    “Sedemikian parahnya hoaks, sehingga saya mengategorikannya bukan sekadar masalah literasi digital, atau ketertinggalan teknologi (digital), tetapi masalah peradaban yang membutuhkan kolaborasi multi-stakeholder untuk mengatasinya,” tutup Santi.

  • Pelajar Indonesia Tantang AI lewat Kompetisi Berpikir Kritis – Page 3

    Pelajar Indonesia Tantang AI lewat Kompetisi Berpikir Kritis – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Ratusan pelajar mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA), ditantang berpikir kritis terhadap berbagai isu aktual, dalam ajang kompetisi berpikir kritis 5th Critical Thinking Championship (CTC) 2025.

    Kompetisi tahunan yang digelar sejak 2021 ini menjadi wadah bagi pelajar dari berbagai sekolah di Indonesia untuk mengasah kemampuan berpikir kritis, analitis dan solutif terhadap berbagai isu yang sedang ramai diperbincangkan saat ini, seperti Privacy in Artificial Intelligence (AI), Youth Financial Literacy, dan Uncertainty in the Education System.

    “Sangat penting untuk usia anak dan remaja berlatih berpikir kritis untuk peningkatan prestasi akademik, pemecahan masalah, kemandirian dan menyaring informasi,” kata Kepala Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Maria Veronica Irene Herdjiono saat babak final 5th Critical Thinking Championship (CTC) 2025.

    Irene juga menekankan pentingnya siswa berpikir kritis untuk membedakan informasi akurat, serta tidak hanya mengandalkan AI sebagai alat bantu, namun harus diimbangi dengan pola pikir mandiri.

    “Mari kita dorong anak-anak terus berpikir kritis, kreatif dan berinovasi,” ujarnya, Jumat (24/10/2025).

    Dalam babak final yang berlangsung Minggu lalu, para peserta terbaik berhasil keluar sebagai juara di masing-masing kategori SD hingga SMA. Untuk kategori SD, juara pertama diraih oleh Masaru Sabiq dari SD Islam Al Fauzien Depok dengan total skor 143.

    Disusul dengan skor 141 oleh Muhammad Zain Rifai dari SDI Raudhah Tangerang Selatan, dan Naufal Kamil Alfarrasy dari SD Islam Al Fauzien Depok sebagai juara ketiga dengan skor 134.

    Pada kategori SMP, posisi juara pertama diraih oleh Jacquelyn Calista Chen dari SMP Citra Kasih Jakarta Barat (skor 159), diikuti oleh Abrar Fathullah El Sundy dari Al Irsyad Satya Islamic School Bandung (skor 155), dan Khensy Alicia dari SMP Avicenna Jagakarsa (skor 146).

    Sementara itu, di kategori SMA, juara pertama diraih oleh Wynona Callula Almayra dengan skor 162, diikuti oleh Arhael Putri Raspati (skor 150), keduanya berasal dari SMA Labschool Bintaro. Posisi ketiga berhasil diraih Melvin Octavilano Adam dari SMA Al Umanaa Boarding School Sukabumi yang berhasil menempati posisi ketiga dengan skor 147.

    Adapun total skor maksimum yang dapat dicapai peserta ialah 180 poin berasal dari 3 orang juri.

    Dari total ratusan peserta yang mendaftar dari lebih 50 sekolah di Indonesia, CTC 2025 berhasil menjaring 15 finalis dari 13 sekolah yang tersebar di Tangerang, Depok, Bengkulu, Bekasi, Yogyakarta, Medan, dan Surabaya.

    Para juara dalam kompetisi ini berhasil meraih uang tunai, voucher belajar, medali dan sertifikat. Total hadiah mencapai Rp27.000.000. Selain itu, sebagai bentuk penghargaan, 21 esai terbaik dari para peserta terpilih akan diterbitkan dalam sebuah buku oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dengan judul buku “Solution for Uncertainties”, Tiga Krisis Generasi Z : Privasi Digital, Relevansi Sekolah, & Kemandirian Finansial.

  • 1 Tahun Pemerintahan Prabowo, Bagaimana Kiprah Gibran Setahun Terakhir?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        20 Oktober 2025

    1 Tahun Pemerintahan Prabowo, Bagaimana Kiprah Gibran Setahun Terakhir? Nasional 20 Oktober 2025

    1 Tahun Pemerintahan Prabowo, Bagaimana Kiprah Gibran Setahun Terakhir?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka kini telah genap berusia satu tahun sejak pelantikan pada 20 Oktober 2024.
    Meski kini menjabat Wakil Presiden, Gibran masih tetap mempertahankan gaya blusukan seperti pada saat dirinya menjadi Wali Kota Solo.
    Jabatan tertinggi kedua di Indonesia tidak menyurutkan langkah Gibran untuk berjalan kaki menyusuri gang-gang dan pelosok daerah.
    Blusukan masih sering dilakukan Gibran untuk mengecek program Presiden RI Prabowo Subianto agar terlaksana dengan baik di lapangan, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), Cek Kesehatan Gratis (CKG), Bantuan Subsidi Upah (BSU), hingga Sekolah Rakyat.
    Kunjungan terkait program pemerintah dilakukan Gibran di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Bahkan, dalam beberapa blusukan, Gibran kerap didampingi beberapa pejabat, seperti Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto.
    Dari catatan Kompas.com, mereka pernah melakukan kunjungan kerja (kunker) bersama sebanyak dua kali, yakni ke Sleman, Yogyakarta dan Batam, Kepulauan Riau.
    Selain blusukan, Gibran pernah meluncurkan terobosan berupa program Lapor Mas Wapres. Program ini merupakan sarana pengaduan publik yang bisa diakses secara langsung dari Istana Wapres maupun lewat aplikasi WhatsApp.
    Layanan ini dibuka dari hari Senin sampai dengan hari Jumat sejak pukul 08.00 hingga pukul 14.00 WIB di Istana Wapres. Sementara, aduan online bisa disampaikan warga melalui WhatsApp 08111 704 2207.
    Tidak hanya itu, putra Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu juga pernah melakukan kunjungan kenegaraan ke Papua Nugini pada 15 September 2025.
    Dalam keterangan Sekretariat Wakil Presiden, Gibran bertemu dengan Perdana Menteri Papua Nugini (PNG) James Marape di Melanesian Haus, Kantor PM, Port Moresby.
    Pertemuan tersebut sekaligus memperingati 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Papua Nugini serta memperkuat kerja sama strategis di kawasan Pasifik.
    Lewat pertemuan ini, sejumlah kesepakatan pun dicapai di antaranya peningkatan kerja sama pertahanan, pengembangan ekonomi perbatasan melalui implementasi SOP MoU on Cross Border Movement of Commercial Buses and Coaches.
    Kemudian, kesepakatan kelanjutan program hibah pembangunan oleh Indonesia, serta penguatan kerja sama regional yang inklusif dalam kerangka Melanesian Spearhead Group dan Pacific Islands Forum.
    Namun, di balik sederet aktivitas tersebut, sejumlah kalangan masih mempertanyakan efektivitas peran Gibran sebagai wapres.
    Pengamat politik, Adi Prayitno menilai peran Gibran sebagai wapres belum signifikan karena cenderung seremonial dan belum menyentuh dalam aspek kebijakan strategis.
    “Peran wapres belum kelihatan signifikan. Hanya terlihat di sejumlah acara seremonial dan beberapa kunjungan. Publik belum melihat peran wapres dalam pengambilan kebijakan strategis,” ujar Adi saat dihubungi
    Kompas.com
    , Jumat (17/10/2025).
    Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) ini bahkan merasa publik masih bingung dengan peran dan pekerjaan wapres saat ini. Adi lantas membandingkan dengan wapres sebelumnya, yakni Wapres ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla dan Wapres ke-13 RI Ma’ruf Amin.
    “Berbeda dengan JK yang misalnya fokus urusan ekonomi. Kiai Ma’ruf Amin yang berkecimpung di ekonomi syariah. Pernah suatu waktu wapres Gibran bicara anak muda dan hilirisasi. Tapi konkretnya seperti apa belum terlihat,” papar Adi.
    Di sisi lain, Adi menilai program Lapor Mas Wapres yang diinisiasi Gibran sangat bagus. Hanya saja, implementasinya masih tidak terlihat dalam satu tahun ini.
    “Implementasinya tak terlihat. Padahal ini janji politik dan ide yang sangat bagus, problemnya pada level kenyataan di lapangan,” tutur Adi.
    Pandangan serupa disampaikan Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro juga menilai peran Gibran sebatas simbolis saja. Gibran juga dinilai hanya menjadi pelengkap kerja Presiden Prabowo.
    “Saya lihat memang peran Wapres di masa Mas Gibran masih sebatas prosedur ataupun simbolis ya. Belum tampak fungsi-fungsi substantifnya, fungsi-fungsi real dan konkretnya karena memang kita tahu posisi Wapres ini sebagai pelengkap dari kerja-kerja yang dilakukan oleh Presiden,” ucap Agung.
    Namun, menurutnya, banyak publik berekspektasi Gibran akan mengikuti jejak sang ayah, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Oleh karenanya, sebagai Wapres, seharusnya Gibran lebih maksimal dalam bekerja dan lebih banyak hadir ke masyarakat.
    “Dan melepas bayang-bayang sang ayah untuk bisa berdiri sendiri atas nama pribadi itu tidak mudah. Jadi koreksinya ya kalau saya ke depan Mas Gibran lebih mengoptimalkan kinerjanya, lebih tampil, serba hadir,” kata Agung.
    Blusukan yang dilakukan Gibran selama setahun terakhir dinilai masih identik dengan Jokowi, sehingga tidak ada gebrakan baru dari pria berusia 38 tahun ini.
    Padahal sebagai wapres di usia yang masih muda, Gibran diharapkan memiliki kebaruan dan inovasi.
    Agung menilai Gibran perlu membuat gebrakan yang menjawab tantangan generasi muda, seperti ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
    “Ya karena memang kita tahu blusukan itu sudah
    trademark-
    nya Pak Jokowi. Jadi kalau misalkan dia melakukan hal yang sama, istilahnya tidak ada yang baru, yang beda sebagaimana napas beliau mewakili generasi Z dan milenial yang identik dengan kebaruan, inovasi gitu,” ucap Agung.
    “Jadi selain blusukan, apa lagi yang bisa dilakukan oleh seorang Wapres? Itu kan yang ditunggu dan dinantikan oleh publik hari ini, dan saya kira itu yang harus dijawab oleh Mas Gibran,” lanjut dia.
    Gibran dinilai perlu membuat gebrakan yang menyentuh hal konkret di masyarakat, khususnya anak muda.
    Terlebih, kegiatan blusukan yang rutin dilakukan juga tidak selalu dapat menjangkau anak muda atau masyarakat dari kelas menengah ke atas.
    “Blusukan itu kan mungkin menyapa masyarakat kelas menengah ke bawah ya, tapi masyarakat kelas menengah atas yang itu menjadi pusat populasi gen Z milenial, ini harus ditreatment juga oleh Mas Gibran, nggak bisa dengan blusukan,” terangnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • HNW Puji Cara Kreatif Sosialisasi 4 Pilar MPR Lewat Lomba Cerdas Cermat

    HNW Puji Cara Kreatif Sosialisasi 4 Pilar MPR Lewat Lomba Cerdas Cermat

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) membuka babak penyisihan Lomba Cerdas Cermat (LCC) Empat Pilar MPR RI Provinsi Jawa Barat, di Bandung, kemarin. Pembukaan ditandai dengan membunyikan alat musik angklung oleh HNW bersama tokoh lainnya.

    Dalam sambutannya, HNW mengatakan LCC adalah model sosialisasi yang paling disukai dan dekat dengan siswa SLTA dan generasi Z. Hal ini sudah dirasakan sejak lama, bahkan saat dirinya masih menjadi Ketua MPR 2004-2009. Oleh karena itu, digelarnya sosialisasi 4 pilar MPR RI dengan metode LCC pasca pandemi COVID-19 harus diapresiasi dan patut disyukuri.

    “Dulu saat awal sosialisasi anggaran MPR sangat terbatas, MPR juga tidak memiliki perwakilan di daerah, padahal MPR adalah satu-satunya lembaga negara yang diberikan tugas oleh UU untuk melaksanakan sosialisasi terhadap segala putusan MPR termasuk Pancasila maupun perubahan konstitusi (UUD) yang terjadi selama era reformasi beserta implikasinya. Maka, patut disyukuri jika sekarang, pimpinan MPR bersama dan pimpinan Badan Sosialisasi yang didalamnya ada Pak Agun Gunanjar Sudarsa, Pak Abidin Fikri dan Ibu Nurul Arifin, sepakat kembali menyelenggarakan kegiatan yang sangat disukai, sangat dekat dengan anak-anak muda yaitu sosialisasi Empat Pilar melalui Lomba Cerdas Cermat Empat Pilar MPR,” ungkap HMW dalam keterangannya, Minggu (19/10/2025).

    HNW menambahkan, LCC hadir sebagai kegiatan yang semakin diminati oleh sekolah termasuk para guru dan murid. Pasalnya, LCC bukan hanya menghadirkan kegiatan yang atraktif, menarik, dan kompetitif, tapi juga efektif untuk menyampaikan nilai-nilai karakter bangsa sebagaimana ketentuan dalam 4 Pilar MPR RI.

    Menurutnya, penyampaian materi melalui metode Lomba Cerdas Cermat sangat disukai generasi muda/gen Z. Sebab, di zaman modern ini, para generasi muda cenderung menolak kegiatan yang sifatnya indoktrinasi, seperti yang terjadi sebelum era reformasi.

    HNW pun menilai LCC menjadi sarana yang baik karena kehadirannya diterima dengan antusias oleh para pelajar. Ia berharap melalui LCC para pelajar akan semakin mengenal karakter bangsanya sehingga muncul kecintaan terhadap bangsa dan negara.

    “Semoga peserta LCC dari provinsi Jawa Barat, ini bisa meneruskan perjuangan para pendahulunya, baik sebelum masa kemerdekaan maupun setelah merdeka. Karena para pahlawan asal Jabar sangat banyak jumlahnya, mereka berjasa besar dalam menyiapkan Indonesia merdeka maupun setelahnya,” kata HNW.

    Adapun rencananya, kedua babak penyisihan tersebut akan dilaksanakan dalam waktu dekat, agar terpilih peserta yang mewakili masing masing provinsi di tingkat pusat. Agun menegaskan LCC merupakan metode sosialisasi kepada para siswa SMA untuk memahami, mendalami, kemudian mengimplementasikan Empat Pilar MPR RI dalam kehidupan sehari hari dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    “LCC tidak dilaksanakan begitu saja. Di dalamnya terkait dengan asta cita yang ditetapkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Yaitu penguatan ideologi Pancasila, demokrasi dan HAM. LCC dimaknai sebagai bagian dari karakter. Melalui empat pilar kebangsaan, ini diharapkan para siswa memiiki pola pikir, bicara dan tindakan tangan berkarakter Pancasila,” pungkas Agun.

    Sebagai informasi, pembukaan babak penyisihan LCC Empat Pilar MPR RI turut dilakukan oleh bersama Wakil Ketua Badan Sosialisasi Agun Gunanjar Sudarsa dan Abidin Fikri. Kemudian, anggota Badan Sosialisasi Nurul Arifin, Sekda Provinsi Jabar Dr Herman Suryatman, Sekretaris Jenderal MPR Siti Fauziah, Kepala Biro Persidangan MPR RI Wachid Nugroho serta Kepala Bidang Pembinaan SMA Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Iis Rustiasih.

    Adapun babak penyisihan LCC Provinsi Jabar diikuti 9 SLTA, yaitu, SMAN 1 Pamijahan Kabupaten Bogor, SMAN 1 Palimanan kabupaten Cirebon, SMAN 1 Cianjur kabupaten Cianjur, SMAN 1 Bandung kota Bandung, SMAN 2 Kota Bogor, SMAN 1 Kota Sukabumi, SMAN 1 Majalengka, SMAN 3 Bekasi dan SMAN 2 Karawang.

    Setelah bertanding dengan sesama peserta, keluar sebagai pemenang dan akan mewakili Provinsi Jabar di tingkat Nasional yakni, SMAN 1 Majalengka. Di babak final, SMAN 1 Majalengka mengalahkan SMAN 1 Karawang yang duduk di peringkat kedua, dan SMAN 3 Bekasi di peringkat ketiga.

    (akn/ega)

  • by.U Layani 10 Juta Pelanggan, Telkomsel hingga Tri Berebut Pasar Gen Z

    by.U Layani 10 Juta Pelanggan, Telkomsel hingga Tri Berebut Pasar Gen Z

    Bisnis.com, JAKARTA — Persaingan operator seluler dalam memperebutkan pasar generasi muda atau Gen Z makin panas. PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) melalui by.U, bertarung dengan PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk. dengan brand Axis dan PT Indosat Tbk. dengan brand Tri memperebutkan pasar anak muda. 

    Survei terbaru Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat, jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2025 mencapai 229 juta jiwa.

    Dari jumlah itu, mayoritas pengguna berasal dari kalangan Generasi Z (13–28 tahun) dan Milenial (29–44 tahun) yang dikenal sebagai generasi digital-native. Bagi mereka, internet bukan lagi fasilitas tambahan, melainkan kebutuhan utama dalam aktivitas sehari-hari.

    VP Brand & Marketing Communications Telkomsel, Emir G. Surya mengatakan perusahaan berupaya memberikan pelayanan terbaik untuk pelanggan Gen Z.

    Perusahaan berfokus pada 4  pilar yang terdiri dari fleksibilitas penuh dan harga yang terjangkau, simple dan transparan, hiburan tanpa batas, hingga jaringan luas.

    “Jaringan nomor 1 Telkomsel, dimana by.U mengandalkan jaringan terluas dan terdepan untuk memastikan Gen Z selalu terkoneksi kapan saja, di mana saja,” kata Emir G. Surya, dikutip Minggu (19/10/2025). 

    Emir mengatakan sejak diluncurkan pada Oktober 2019, by.U tumbuh pesat sebagai pilihan utama pengguna muda Indonesia. Hingga kuartal ketiga 2025, jumlah pelanggan by.U telah melampaui 10 juta pengguna aktif. Adapun secara keseluruhan pada semester I/2025 total pelanggan Telkomsel mencapai 158,8 juta pelanggan.

    Selain pada sisi teknis, kata Emir, by.U juga menonjol dalam hal komunikasi brand. Mengusung gaya bahasa yang santai, jenaka, dan relevan dengan kultur digital muda, by.U konsisten menghadirkan komunikasi yang terasa personal dan otentik.

    Alih-alih menggandeng duta merek konvensional, by.U justru aktif berkolaborasi dengan komunitas lokal, kreator digital, hingga tim e-sports.

    “by.U memahami karakter Gen Z yang suka hal-hal unik, fun, dan penuh kejutan,” kata Emir. 

    Telkomsel bukanlah satu-satunya operator yang menyasar Gen Z. XLSMART dan Indosat juga melakukan hal yang sama. 

    XLSMART melalui brand Axis juga melakukan berbagai program dan kampanye untuk memperluas pasar mereka di Gen Z. Axis menggelar acara olah raga kompetisi Futsal antar pelajar untuk mendekatkan merk Axis kepada pelajar SMAN.

    Adapun Axis turut berkontribusi terhadap total pelanggan XLSmart yang menyentuh 82,6 juta pelanggan pada semester I/2025. 

    Sementara itu Indosat mengandalkan brand Tri untuk menjangkau anak muda. Tri belum lama menggelar program loyalitas agar pelanggan Gen Z tetap setia dan tidak berpindah ke operator lain. 

    Tri menggelar program Bombas Tri 2025 dengan hadiah utama yaitu mobil listrik BYD Atto 1 Dynamic. Total pelanggan Indosat pada semester I/2025 mencapai 95,4 juta pelanggan, sebagiannya merupakan pelanggan Gen Z pengguna Tri.