Topik: Generasi Z

  • Perusahaan Ramai-ramai Pecat Gen Z di 2024

    Perusahaan Ramai-ramai Pecat Gen Z di 2024

    Jakarta

    Sejumlah perusahaan dilaporkan banyak memangkas pegawai dari kalangan Generasi Z atau Gen Z sepanjang 2024. Para pekerja dengan kelahiran 1997 hingga awal 2010 itu banyak kena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan.

    Berdasarkan laporan terbaru Intelligent, platform konsultasi pendidikan dan karier yang melakukan survei terhadap hampir 1.000 tim HR, menemukan bahwa satu dari enam pemberi kerja enggan merekrut kalangan Gen Z. Hal ini karena reputasi mereka yang dianggap manja dan mudah tersinggung.

    Sebanyak 6 dari 10 perusahaan yang disurvei juga melaporkan telah memecat lulusan universitas baru yang mereka rekrut tahun ini. Beberapa alasan yang dikemukakan meliputi kurangnya motivasi dari karyawan, kurangnya profesionalisme, serta keterampilan komunikasi yang buruk.

    “Banyak lulusan baru mungkin kesulitan memasuki dunia kerja untuk pertama kalinya karena ini bisa menjadi kontras besar dari apa yang biasa mereka alami selama perjalanan pendidikan mereka. Mereka sering kali tidak siap untuk lingkungan yang kurang terstruktur, dinamika budaya di tempat kerja, dan harapan untuk bekerja secara mandiri,” ujar Penasihat utama pendidikan dan pengembangan karier di Intelligent, Huy Nguyen dikutip dari euronews.

    “Meskipun mereka mungkin memiliki pengetahuan teoretis dari perguruan tinggi, sering kali mereka kurang memiliki pengalaman dunia nyata dan keterampilan lunak yang diperlukan untuk berhasil di lingkungan kerja,” tambahnya.

    Manajer perekrutan yang disurvei juga melaporkan bahwa beberapa pekerja Gen Z kesulitan mengelola beban kerja mereka, sering datang terlambat, serta tidak berpakaian atau berbicara dengan cara yang sesuai.

    Laporan terpisah pada April menemukan bahwa pekerja Generasi Z terlalu bergantung pada dukungan orang tua selama proses pencarian kerja. Menurut survei yang dilakukan oleh ResumeTemplates dan melibatkan hampir 1.500 pencari kerja muda, 70% mengaku meminta bantuan orang tua mereka dalam proses mencari kerja.

    Sebanyak 25% bahkan membawa orang tua mereka ke wawancara, sementara banyak lainnya meminta orang tua untuk mengajukan lamaran pekerjaan dan menulis CV untuk mereka.

    Dalam laporan tersebut, pemberi kerja menekankan bahwa beberapa kualitas utama yang mereka cari adalah inisiatif dan sikap positif. Para manajer juga menghargai pengalaman dunia nyata, baik melalui magang maupun pekerjaan, dan pada tingkat yang lebih rendah, keberadaan media sosial yang sesuai serta menghindari diskusi politik.

    “Lulusan baru yang memulai pekerjaan pertama mereka harus menunjukkan profesionalisme, bukan dengan menyesuaikan diri pada norma-norma yang ketinggalan zaman, tetapi dengan bersikap hormat dan berkomitmen pada pekerjaan mereka,” ujar Nguyen.

    Beberapa alasan yang dikemukakan untuk keputusan ini meliputi kurangnya motivasi karyawan, kurangnya profesionalisme, serta keterampilan komunikasi yang buruk, di antara faktor lainnya.

    Beberapa alasan mengapa Gen Z sulit mendapatkan pekerjaan dan gampang dipecat perusahaan

    1. Kurangnya motivasi atau inisiatif: 50%
    2. Kurangnya profesionalisme: 46%
    3. Keterampilan organisasi yang buruk: 42%
    4. Keterampilan komunikasi yang buruk: 39%
    5. Tantangan dalam menerima umpan balik: 38%
    6. Kurangnya pengalaman kerja yang relevan: 38%
    7. Keterampilan pemecahan masalah yang buruk: 34%
    8. Keterampilan teknis yang tidak memadai: 31%
    9. Tidak cocok dengan budaya perusahaan: 31%
    10. Kesulitan bekerja dalam tim: 30%

    (fdl/fdl)

  • Hampir 50 Persen Gen Z di Indonesia Hadapi Tekanan Mental, Imbas Tuntutan Akademik hingga Medsos – Halaman all

    Hampir 50 Persen Gen Z di Indonesia Hadapi Tekanan Mental, Imbas Tuntutan Akademik hingga Medsos – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gen Z dikenal sebagai generasi adaptif, melek teknologi, dan berani berinovasi. Namun, mereka juga menghadapi tekanan yang tidak dihadapi generasi sebelumnya.

    Berjubelnya informasi di media sosial dan pemberitaan media massa, dapat menciptakan tekanan, hingga menimbulkan kecemasan dan stres terhadap Gen Z.

    Oleh karenanya, kesejahteraan mental menjadi isu yang sangat relevan dan mendesak. 

    “Berdasarkan data, hampir 50 persen generasi Z di Indonesia dilaporkan menghadapi tekanan mental akibat tuntutan akademik, pekerjaan, dan media sosial,” kata founder Indonesia Mental Inspirasi, Mohsein Saleh Badegel di sela pre launching buku berjudul Street Fighter di Semarang Jateng belum lama ini.

    Acara ini juga dirangkai dengan seminar bertajuk Anger Management 101: Kelola Amarahmu untuk Kesehatan Mental yang Lebih Baik yang menghadirkan Ade Ayu Ariesta, Psikolog  Direktur PT IMI Semarang, serta Kuriake Kharismawan, Psikolog sekaligus Dosen UNIKA Semarang.

    Untuk itulah, Mohsein Saleh, menekankan pentingnya kesadaran akan kesehatan mental dan pengelolaan emosi di era modern seperti sekarang ini.

    Terkait buku Street Fighter, Mohsein mengatakan, buku itu bisa menjadi inspirasi untuk membantu mereka bangkit dari tantangan dan membangun mental yang lebih. 

    “Street Fighter adalah pesan bagi siapa saja yang sedang berjuang bahwa ketahanan mental dan keberanian. Ini adalah kunci untuk menghadapi kehidupan,” ujar Mohsein.

    Buku itu, kata dia  juga bisa menjadi sumber kekuatan bagi mereka yang merasa kehilangan arah karena tidak ada tantangan yang terlalu besar jika kita memiliki tekad yang kuat dan mental yang tangguh.

    Ia mengatakan, buku Street Fighter tidak hanya menjadi sebuah karya tulis, tetapi juga cerminan perjalanan hidupnya  yang penuh tantangan.

    Buku ini saya tulis untuk menggambarkan bagaimana perjuangan hidup, keterbatasan, dan kegagalan dapat menjadi batu loncatan menuju kesuksesan

    “Buku ini adalah pengingat bahwa kesuksesan sejati dimulai dari diri kita sendiri dari keberanian untuk menghadapi ketakutan, mengelola emosi, dan terus melangkah, satu langkah kecil setiap hari,” katanya.

    Acara pre-launching ini juga didukung oleh Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) yang diwakili oleh Dr. Faisal Hendra,Lc. MA selaku Wakil Rektor III. 

    Ia menyampaikan dukungannya terhadap kegiatan tersebut dan siap mendukung baik dari sisi pendidikan dan pelatihan serta peningkatan kompetensi bagi masyarakat umum. 

    Tokoh-tokoh penting seperti Wakapolda Jateng Brigjen Pol Drs. Agus Suryo Nugroho, SH, M.Hum. juga memberikan dukungan dan motivasinya. Selain itu mendapatkan dukungan dari Jenderal TNI (Purn) Prof Dr H Dudung Abdurachman SE MM dalam video mengucapkan selamat dan sukses serta memberikan inspirasi dan sejumlah tokoh turut hadir memberikan dukungan. (Eko Sutriyanto)

  • Gugum Ridho Putra deklarasi maju jadi calon Ketua Umum PBB 2025-2030

    Gugum Ridho Putra deklarasi maju jadi calon Ketua Umum PBB 2025-2030

    Jakarta (ANTARA) – Tokoh muda Partai Bulan Bintang (PBB) Gugum Ridho Putra secara resmi mendeklarasikan diri untuk maju sebagai calon Ketua Umum PBB periode 2025-2030.

    “Partai Bulan Bintang harus terus menjadi eksponen utama dalam menyuarakan nilai-nilai Islam yang membawa rahmat bagi semesta alam. Keberadaan PBB harus mencerminkan semangat keindonesiaan yang kuat dan memberikan solusi atas tantangan zaman,” kata Gugum dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Deklarasi yang diumumkan di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, itu disampaikan menjelang digelarnya Muktamar IV PBB pada 13 hingga 15 Januari di Bali.

    Dia menegaskan PBB sebagai partai Islam memiliki peran strategis dalam merepresentasikan aspirasi politik umat Islam di Indonesia dengan menyebarkan nilai-nilai Islam yang modern, inklusif, toleran, dan rahmatan lil alamin dalam kerangka kebangsaan.

    Dia juga mengingatkan bahwa setelah 26 tahun berdiri sejak era reformasi, PBB menghadapi tantangan baru yakni pesatnya perkembangan teknologi informasi dan perubahan demografi pemilih, yang kini didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z.

    Hal tersebut, kata dia, menuntut PBB melakukan akselerasi untuk tetap relevan dan menguatkan eksistensinya di tengah masyarakat.

    “Generasi muda adalah masa depan bangsa dan partai ini. Kita harus melibatkan mereka secara aktif, menginspirasi mereka untuk percaya bahwa politik adalah jalan luhur untuk memperbaiki bangsa dan negara. PBB harus berani memberikan ruang dan kepercayaan kepada generasi muda untuk memimpin di level nasional maupun daerah,” katanya.

    Dengan deklarasi tersebut, keponakan dari tokoh sentral PBB Yusril Ihza Mahendra itu pun optimistis mampu membawa Partai Bulan Bintang menjadi lebih progresif dan berdaya saing di kancah politik nasional.

    Deklarasi Gugum Ridho Putra mendapatkan sambutan dari para kader muda PBB yang hadir. Dia juga mengantongi dukungan dari 27 dewan pimpinan wilayah (DPW) PBB se-Indonesia.

    Adapun Muktamar IV PBB di Bali nantinya akan menjadi momentum penting bagi partai tersebut dalam menentukan arah perjuangan ke depan.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • Achmad Firdaus Diangkat Jadi Pemimpin Redaksi Medcom.id

    Achmad Firdaus Diangkat Jadi Pemimpin Redaksi Medcom.id

    Jakarta: Achmad Firdaus resmi dilantik sebagai Pemimpin Redaksi Medcom.id yang baru gantikan Prihadi. Serah terima jabatan (sertijab) dilakukan hari ini, Rabu, 8 Januari 2024 di ruang Editorial MI.

    Acara tersebut dihadiri CEO Media Group Mohammad Mirdal Akib, Direktur Pemberitaan Metro TV Budiyanto serta VP Corporate Communication Media Group Fifi Aleyda Yahya.

    Dengan pergantian Pemimpin Redaksi yang baru ini, Mirdal berharap Medcom.id dapat menjadi media yang mampu mengakomodir seluruh kebutuhan informasi di kalangan anak muda khususnya generasi Z.

    “Medcom di media merupakan salah satu oase anak muda, oleh karena itu semangatnya harus paling tinggi, inovasinya harus paling bagus, gak pernah mau kalah, serta kreativitasnya tak terbendung. Medcom diharapkan jadi salah satu oase supaya kita bisa menjadi anak muda yang knowledge to elevate dan bisa memberi bermanfaat,” ujar Mirdal.
     

    Achmad Firdaus selaku Pemimpin Redaksi baru mengatakan Medcom.id kedepannya akan lebih fokus mencoba hal baru dan secara konten akan berdiri sendiri dengan sasaran target pasarnya sendiri.

    “Saya dikasih kepercayaan untuk memberi sentuhan yang berbeda untuk Medcom di tahun 2025 ini. Mudah-mudahan Medcom kedepannya dengan kelepasan dan ke anak mudaan nya dapat dijalankan terus dan bisa lebih baik lagi,” kata Firdaus.

    Prihadi selaku Pemimpin Redaksi sebelumnya berharap dengan dilantiknya Pemimpin Redaksi baru ini Medcom.id kedepannya akan jauh lebih baik lagi dan semua harapan dapat segera terealisasi.

    “Teman-teman mohon bisa dukung Mas Daus untuk 2025 apalagi dengan tuntutan yang luar biasa. Berbagai macam keinginan-keinginan untuk membuat event mudah-mudahan segera terealisasi,” ucap Prihadi.

    Jakarta: Achmad Firdaus resmi dilantik sebagai Pemimpin Redaksi Medcom.id yang baru gantikan Prihadi. Serah terima jabatan (sertijab) dilakukan hari ini, Rabu, 8 Januari 2024 di ruang Editorial MI.
     
    Acara tersebut dihadiri CEO Media Group Mohammad Mirdal Akib, Direktur Pemberitaan Metro TV Budiyanto serta VP Corporate Communication Media Group Fifi Aleyda Yahya.
     
    Dengan pergantian Pemimpin Redaksi yang baru ini, Mirdal berharap Medcom.id dapat menjadi media yang mampu mengakomodir seluruh kebutuhan informasi di kalangan anak muda khususnya generasi Z.

    “Medcom di media merupakan salah satu oase anak muda, oleh karena itu semangatnya harus paling tinggi, inovasinya harus paling bagus, gak pernah mau kalah, serta kreativitasnya tak terbendung. Medcom diharapkan jadi salah satu oase supaya kita bisa menjadi anak muda yang knowledge to elevate dan bisa memberi bermanfaat,” ujar Mirdal.
     

    Achmad Firdaus selaku Pemimpin Redaksi baru mengatakan Medcom.id kedepannya akan lebih fokus mencoba hal baru dan secara konten akan berdiri sendiri dengan sasaran target pasarnya sendiri.
     
    “Saya dikasih kepercayaan untuk memberi sentuhan yang berbeda untuk Medcom di tahun 2025 ini. Mudah-mudahan Medcom kedepannya dengan kelepasan dan ke anak mudaan nya dapat dijalankan terus dan bisa lebih baik lagi,” kata Firdaus.
     
    Prihadi selaku Pemimpin Redaksi sebelumnya berharap dengan dilantiknya Pemimpin Redaksi baru ini Medcom.id kedepannya akan jauh lebih baik lagi dan semua harapan dapat segera terealisasi.
     
    “Teman-teman mohon bisa dukung Mas Daus untuk 2025 apalagi dengan tuntutan yang luar biasa. Berbagai macam keinginan-keinginan untuk membuat event mudah-mudahan segera terealisasi,” ucap Prihadi.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (WAN)

  • GODA Kenalkan Motor Listrik dengan Inovasi dan Teknologi Terdepan!

    GODA Kenalkan Motor Listrik dengan Inovasi dan Teknologi Terdepan!

    JABAR EKSPRES – Salah satu produk motor listrik dengan merek GODA mulai diperkenalkan kepada pecinta roda dua di Kota Bandung.

    Melalui event, “ GODA Cross Peak ”motor listrik ini di negara asalnya China telah diproduksi sejak 2019.

    BACA JUGA: Rakata NX3 dan NX8 Cicilan Cuma Rp 500 ribuan

    Dari desain produk ini diklaim. memiliki banyak keunggulan dengan menggabungkan teknologi, inovasi, dan kolaborasi strategis.

    SPV Branding GODA Kevin Aditya memaparkan, event ini sengaja digelar untuk memperkenalkan produk motor listrik yang memiliki keunggulan berbeda dengan produk sejenis.

    BACA JUGA: Rakata S9 dan Rakata X5 dengan Harga Super Hemat

    ’’Keunggulan kami adalah inovasi menjadi kunci keberhasilan Inilah jadi alasan untuk memilih Goda dengan inovasi dan teknologi,’’ ujarnya.

    Produk ini dirancang untuk berbagai kalangan, mulai dari ibu rumah tangga hingga anak-anak, dengan fokus pada efisiensi, daya tahan, dan harga yang terjangkau.

    BACA JUGA: Mau Subsidi Rp 7 Juta untuk Konversi? Simak Tahapannya!

    Motor listrik ini memiliki sejumlah pabrik baterai dengan standar kualitas tinggi yang mengikuti regulasi Cina untuk menjawab kekhawatiran pembeli terkait keamanan dan keawetan.

    Tak hanya berfokus pada inovasi teknologi, pihaknya juga menyesuaikan produknya dengan kondisi medan di Indonesia.

    “Kami menghadirkan line-up seperti Kingkong dan Sporty Lucky yang dirancang khusus untuk medan terjal seperti di Bandung,” jelas Kevin.

    BACA JUGA: Motor Listrik Viar yang Layak Dipertimbangkan, Harganya 7 Jutaan!

    Adapun pada tahun ini, lima produk baru, termasuk dua sepeda listrik dan tiga motor, resmi dipasarkan di Kota Bandung.

    “Kami menargetkan pertumbuhan 20 persen hingga pertengahan tahun dan penjualan 1.000 unit pada 2025,” ungkapnya.

    BACA JUGA: Pameran Kendaraan Listrik Pertama Digelar di Bandung, Disini Tempatnya

    CEO RRQ, Andrean Paulin Husein mengatakan, potensi besar sepeda listrik di kalangan anak muda masih sangat terbuka.

    Sepeda listrik kini tidak hanya menjadi alat transportasi, tetapi juga bagian dari gaya hidup generasi Z.

    “Kami ingin menyinkronkan sepeda listrik dengan e-Sports dan otomotif, karena anak muda sekarang lebih aware terhadap teknologi seperti ini,” katanya. (zar/yan).

  • Awas Gen Z Terjebak Anchoring Bias, Apa Itu?

    Awas Gen Z Terjebak Anchoring Bias, Apa Itu?

    Jakarta: Generasi Z, yang dikenal dengan kecerdasan digitalnya dan kemampuan beradaptasi yang tinggi, ternyata juga rentan terhadap bias kognitif, salah satunya anchoring bias.
     
    Melansir laman Investopedia, anchoring bias adalah kecenderungan seseorang untuk terlalu bergantung pada informasi awal yang didapat, bahkan ketika informasi tersebut tidak relevan atau tidak akurat.
     
    Anchoring bias terjadi ketika seseorang menggunakan informasi pertama yang didapat sebagai titik acuan (anchor) untuk membuat keputusan selanjutnya. Informasi ini, meskipun mungkin tidak relevan, akan memengaruhi penilaian dan keputusan mereka, bahkan ketika informasi baru yang lebih akurat tersedia.
    Contohnya, saat membeli sebuah produk, harga pertama yang kita lihat bisa menjadi anchor. Jika harga awal yang kita lihat adalah Rp1 juta, maka kita cenderung akan menganggap harga Rp800 ribu sebagai harga yang lebih murah, meskipun harga sebenarnya mungkin masih tergolong mahal.
     
    Anchoring bias dapat berdampak negatif bagi Gen Z, terutama dalam konteks investasi dan pengambilan keputusan finansial.
     

    Contoh anchoring bias

    – Terjebak dalam harga beli
    Gen Z yang membeli saham dengan harga tertentu mungkin terjebak dalam anchoring bias. Mereka cenderung mempertahankan saham tersebut meskipun harganya turun, berharap saham tersebut akan kembali ke harga beli awal, padahal kondisi pasar mungkin sudah berubah.
     
    – Membuat keputusan investasi yang buruk
    Anchoring bias dapat membuat Gen Z terjebak dalam investasi yang tidak menguntungkan. Mereka mungkin terpaku pada informasi awal tentang suatu investasi, tanpa mempertimbangkan data terbaru atau analisis yang lebih mendalam.
     
    – Terpengaruh oleh iklan dan promosi
    Gen Z rentan terhadap iklan dan promosi yang menawarkan harga diskon atau promo terbatas. Mereka mungkin terjebak dalam anchoring bias dan membeli produk yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, hanya karena tergiur oleh harga awal yang rendah.
     

    Tips untuk menghindari anchoring bias

    – Hindari fokus pada informasi awal
    Jangan terpaku pada informasi pertama yang didapatkan. Selalu cari informasi tambahan dari berbagai sumber untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas.
     
    – Pertimbangkan berbagai faktor
    Saat membuat keputusan, pertimbangkan semua faktor yang relevan, bukan hanya informasi awal yang didapatkan.
     
    – Jangan terburu-buru
    Berikan waktu untuk menganalisis informasi dan membuat keputusan yang matang. Jangan terburu-buru membuat keputusan hanya karena terpengaruh oleh informasi awal.
     
    – Bersikap objektif
    Cobalah bersikap objektif dan tidak terpengaruh oleh emosi saat membuat keputusan. Berfokuslah pada fakta dan data yang akurat.
     
    Anchoring bias adalah bias kognitif yang umum, tetapi dengan memahami mekanismenya dan menerapkan tips di atas, Gen Z dapat menghindari jebakannya dan membuat keputusan yang lebih rasional dan cerdas. (Laura Oktaviani Sibarani)
    Ini Istilah-istilah dalam Investasi, Gen Z Pemburu Cuan Perlu Tahu Nih!
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Ini 5 Investasi yang Paling Digemari Gen Z, Mana Favoritmu?

    Ini 5 Investasi yang Paling Digemari Gen Z, Mana Favoritmu?

    Jakarta: Generasi Z, yang dikenal dengan jiwa petualang dan kecakapan digitalnya, semakin menunjukkan ketertarikan pada dunia investasi. Mereka memahami pentingnya menabung untuk masa depan dan mencari cara untuk mengembangkan aset mereka.
     
    Melansir laman OTTO, berikut lima instrumen investasi yang paling digemari Gen Z:
     

    1. Reksa dana

    Reksa dana menjadi pilihan populer bagi Gen Z karena mudah diakses dan fleksibel. Mereka bisa memulai investasi dengan modal kecil dan memilih jenis reksadana sesuai dengan profil risiko dan tujuan keuangan.
     
    Reksa dana juga dikelola oleh manajer investasi profesional, sehingga Gen Z tidak perlu memiliki pengetahuan mendalam tentang pasar modal.
     

    2. Uang receh (tap in investment)

    Konsep investasi ‘uang receh’ semakin diminati oleh Gen Z. Mereka bisa menabung sedikit demi sedikit, bahkan dengan nominal kecil, dan menginvestasikannya dalam produk keuangan yang aman dan menguntungkan.
    Platform investasi digital seperti Otto menawarkan fitur ‘Tap in Investment’ yang memungkinkan pengguna untuk menabung secara otomatis dengan jumlah yang kecil dan teratur.
     

    3. Emas digital

    Emas digital menjadi alternatif menarik bagi Gen Z yang ingin berinvestasi dalam emas tanpa harus membeli fisiknya. Investasi emas digital mudah diakses, aman, dan lebih terjangkau daripada membeli emas batangan. Gen Z dapat membeli dan menjual emas digital dengan mudah melalui platform investasi digital.
     

    4. Saham

    Investasi saham semakin populer di kalangan Gen Z, terutama dengan munculnya platform investasi online yang mudah digunakan. Gen Z dapat membeli saham perusahaan yang mereka yakini akan tumbuh dan memberikan keuntungan di masa depan.
     
    Namun, investasi saham memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan reksa dana, sehingga penting untuk melakukan riset dan memahami risiko sebelum berinvestasi.
     

    5. Properti

    Meskipun membutuhkan modal yang lebih besar, investasi properti tetap menjadi pilihan menarik bagi Gen Z, terutama untuk jangka panjang. Mereka dapat membeli properti untuk disewakan atau untuk dijual kembali di masa depan dengan harapan mendapatkan keuntungan.
     
    Gen Z juga semakin tertarik pada konsep ‘co-living’ dan ‘shared ownership’ yang memungkinkan mereka untuk memiliki properti dengan biaya yang lebih terjangkau.
     
    Investasi merupakan langkah penting untuk mencapai tujuan keuangan dan membangun masa depan yang lebih baik.
     
    Dengan memahami berbagai instrumen investasi dan menerapkan tips di atas, Gen Z dapat memulai perjalanan investasi mereka dengan bijak dan mencapai hasil yang optimal. (Laura Oktaviani Sibarani)

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Kekerasan dan Iklan Obat Dominasi Penyiaran Sepanjang 2024

    Kekerasan dan Iklan Obat Dominasi Penyiaran Sepanjang 2024

    Oleh; M Nur Huda, S.H

    (Komisioner KPID Provinsi Jawa Tengah; Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran)

    TRIBUNJATENG.COM – Sepanjang tahun 2024, tayangan kekerasan dan iklan obat mendominasi dugaan pelanggaran yang ditemukan pada Lembaga Penyiaran (LP) televisi dan radio. Bentuk tayangan kekerasan beragam, mulai dari kekerasan fisik hingga verbal. Sedangkan iklan obat, banyak melanggar regulasi terkait penggunaan frekuensi publik.

    Berdasarkan pantauan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah dan laporan Masyarakat dari 1 Januari hingga 31 Desember 2024, tercatat 1.823 dugaan pelanggaran dalam tayangan televisi. Dari jumlah tersebut, 562 kasus berkaitan dengan konten kekerasan. Angka ini meningkat dibandingkan Tahun 2023 yang tercatat 1.598 kasus, dengan 493 kasus di antaranya terkait kekerasan.

    Pelanggaran tayangan kekerasan mencakup berbagai kategori: Hiburan, 3,4 persen ditemukan dalam film, musik, atau drama. Jurnalistik, 42,4 persen ditemukan dalam berita atau liputan. Variety Show, 8,2 persen muncul dalam acara hiburan campuran seperti talk show atau reality show.

    Selain itu, ditemukan 488 kasus dugaan pelanggaran iklan (47,9 persen ), termasuk iklan yang tidak etis, menipu, atau mempromosikan produk terlarang. Dugaan pelanggaran lain meliputi, Program Jurnalistik: 180 kasus (17,4 persen ), seperti penyebaran hoaks atau berita tidak akurat. Perlindungan Anak: 181 kasus (17,1 % ), termasuk tayangan yang tidak sesuai untuk anak. Siaran Rokok dan NAPZA: 177 kasus (17,1 % ), melibatkan promosi atau ajakan konsumsi rokok dan NAPZA, dan ruang lingkup pelanggaran lainnya.

    Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengatur bahwa isi siaran harus memberikan informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat bagi masyarakat. Pasal 36 ayat (4) melarang konten yang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, serta pelecehan terhadap martabat manusia.

    Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (Per KPI) tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) juga mengatur secara tegas larangan menampilkan kekerasan, ungkapan kasar, atau makian dalam siaran. Namun, sepanjang 2024, KPID Jawa Tengah tetap harus mengeluarkan 16 surat teguran kepada LP karena melanggar aturan ini, sedangkan banyak lainnya ditempuh dengan cara persuasif.

    Beberapa faktor yang menyebabkan tayangan kekerasan mendominasi, pertama; daya tarik, konten kekerasan dianggap menarik perhatian penonton dan mampu meningkatkan rating. Kedua; alasan komersial, program dengan rating tinggi menarik lebih banyak pengiklan. Ketiga; kesadaran rendah, banyak produsen program tidak mengutamakan nilai edukasi dan moral. Keempat; pengawasan lemah, kurangnya tindakan tegas di internal Perusahaan LP membuat pelanggaran terus berulang. Kelima; normalisasi kekerasan, kekerasan dianggap sebagai hiburan sehingga terus muncul dalam berbagai format.

    Untuk mengatasi masalah ini, keterlibatan masyarakat sangat penting. Langkah-langkah yang dapat dilakukan di antaranya, memilih tayangan yang mendidik dan bebas dari kekerasan, memberikan umpan balik kepada stasiun televisi atau penyedia konten, menggunakan fitur kontrol orangtua untuk menyaring tayangan tidak sesuai, dan meningkatkan literasi media keluarga agar lebih bijak dalam memilih tontonan.

    Dengan kesadaran bersama, diharapkan tayangan di media penyiaran dapat lebih mendidik dan sesuai dengan nilai-nilai moral dan budaya Indonesia.

    Temuan lain yang cukup banyak, baik hasil pantauan tim pemantau maupun monitoring di lapangan yaitu siaran iklan obat tradisional maupun pengobatan tradisional yang disiarkan di televisi maupun radio yang mengudara di Jawa Tengah.

    Sebenarnya, tidak ada larangan bagi LP untuk menerima iklan dari produsen obat-obatan, terlebih keduanya telah sepakat menjalin bisnis untuk saling menguntungkan, produsen membutuhkan promosi dan LP membutuhkan pendapatan di tengah situasi saat ini. Namun, harus tetap mematuhi rambu-rambu yang diatur dalam peraturan tentang penyiaran, yaitu harus memberikan informasi yang obyektif, lengkap, tidak menyesatkan, tidak menggunakan kata yang berlebihan dan klaim yang berlebihan. 

    Regulasi yang mengatur tentang iklan obat-obatan pun sudah cukup lengkap, baik yang termuat dalam Per KPI tentang P3 dan SPS maupun dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Semisal dalam EPI, Iklan tidak boleh menjanjikan kemampuan untuk menyembuhkan penyakit. Iklan tidak boleh menggunakan kata, ungkapan, penggambaran, atau pencitraan yang menjanjikan penyembuhan, melainkan hanya untuk membantu menghilangkan gejala dari sesuatu penyakit.

    Lembaga Penyiaran vs Media Sosial

    Sementara itu, di era digital yang terus berkembang pesat, lembaga penyiaran televisi dan radio menghadapi tantangan yang signifikan akibat pertumbuhan platform media sosial seperti YouTube dan TikTok. Platform-platform ini tidak hanya mengubah cara masyarakat mengonsumsi konten, tetapi juga memengaruhi model bisnis dan relevansi LP.

    Masyarakat terutama generasi muda, semakin cenderung mengonsumsi konten melalui perangkat mobile dan platform digital. YouTube dan TikTok menawarkan fleksibilitas yang tidak dimiliki televisi atau radio, seperti kemampuan untuk memilih konten kapan saja dan di mana saja. Format konten yang singkat dan interaktif di TikTok, misalnya, sangat menarik bagi generasi Z dan milenial, yang sering kali mengutamakan pengalaman yang cepat dan personal.

    Platform media sosial memungkinkan individu dan kreator independen untuk memproduksi dan mendistribusikan konten secara langsung. Dengan biaya produksi yang lebih rendah dan akses ke audiens global, kreator ini sering kali mampu bersaing dengan LP. Sebagai hasilnya, televisi dan radio harus berinovasi untuk menghasilkan konten yang lebih relevan dan menarik.

    Begitupula Pengiklan, kini semakin beralih ke platform digital karena kemampuannya untuk menargetkan audiens secara spesifik dan mengukur efektivitas kampanye secara real-time. Hal ini berdampak langsung pada pendapatan iklan LP, yang sebelumnya menjadi sumber pendapatan utama. YouTube dan TikTok menawarkan metrik yang lebih rinci dan opsi penargetan yang lebih canggih.

    Semakin banyaknya pilihan platform dan konten, audiens televisi dan radio mulai terpecah. Generasi muda cenderung lebih tertarik pada konten yang sesuai dengan minat mereka, yang sering kali disediakan oleh kreator di media sosial. Lembaga penyiaran harus bekerja keras untuk mempertahankan audiens mereka, terutama dengan membuat konten yang relevan untuk berbagai segmen masyarakat.

    Termasuk perkembangan teknologi seperti streaming on-demand dan algoritma kecerdasan buatan telah mempermudah pengguna untuk menemukan konten yang sesuai dengan preferensi mereka. LP sering kali tertinggal dalam memanfaatkan teknologi ini, sementara platform seperti YouTube dan TikTok terus berinovasi untuk memberikan pengalaman yang lebih personal kepada pengguna.

    Strategi Menghadapi Tantangan

    Untuk tetap relevan, LP televisi dan radio perlu melakukan langkah-langkah strategis, antara lain, beradaptasi dengan digitalisasi yaitu mengintegrasikan platform digital ke dalam operasi mereka, seperti membuat saluran YouTube atau menyajikan podcast. Kolaborasi dengan kreator konten, yakni bekerja sama dengan kreator independen untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Fokus pada konten lokal dan berkualitas, yakni memberikan nilai tambah yang tidak dapat ditemukan di platform global. 

    Selain itu, juga harus memanfaatkan teknologi canggih, yakni menggunakan analitik data dan algoritma untuk memahami preferensi audiens dan menyajikan konten yang relevan. Kemudian, diversifikasi sumber pendapatan, yaitu menjelajahi model bisnis baru seperti langganan premium atau kemitraan dengan merek.

    Meskipun menghadapi tantangan besar dari platform media sosial, televisi dan radio masih memiliki peluang untuk tetap relevan. Kunci utamanya adalah inovasi, adaptasi, dan kemampuan untuk memahami perubahan kebutuhan audiens. Dengan strategi yang tepat, LP dapat bersaing dalam ekosistem media yang semakin kompleks dan terus berkembang, tentunya tetap dalam koridor regulasi tentang penyiaran.

    Upaya KPID 

    Dalam situasi ini, KPID memiliki peran penting dalam memastikan bahwa LP lokal memproduksi konten yang berkualitas, relevan, mampu bersaing dengan media sosial dan sesuai dengan kebutuhan Masyarakat, serta mematuhi rambu-rambu penggunaan frekuensi publik. Sebagai lembaga pengawas dan pengatur penyiaran, KPID memiliki berbagai strategi untuk meningkatkan kualitas produksi lembaga penyiaran.

    Beberapa upaya yang dilakukan, semisal rutin mensosialisasikan pedoman penyiaran yang berisi standar dan regulasi bagi LP. Pedoman ini mencakup aspek etika, kualitas konten, perlindungan terhadap anak, dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal. Penegakan pedoman ini dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan evaluasi berkala terhadap program-program siaran.

    Kemudian juga melakukan pelatihan, lokakarya, dan seminar bagi sumber daya manusia (SDM) di LP. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi produser, jurnalis, dan tim kreatif dalam menghasilkan konten yang informatif, edukatif, dan menghibur. Topik pelatihan mencakup teknik produksi, penggunaan teknologi penyiaran, dan pendekatan kreatif dalam pembuatan konten.

    Tak hanya itu, KPI mendorong LP untuk memanfaatkan teknologi canggih, seperti penyiaran berbasis internet (streaming), analitik data, dan alat produksi digital. Teknologi ini membantu LP menghasilkan konten dengan kualitas teknis yang lebih baik dan sesuai dengan preferensi audiens. 

    KPID juga melakukan monitoring terhadap program siaran untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan pedoman yang berlaku. Hasil evaluasi ini digunakan untuk memberikan masukan konstruktif kepada LP, sehingga mereka dapat terus meningkatkan kualitas produksi.

    Aspek pengawasan produk obat-obatan, KPID Jateng juga telah bekerjasama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Masing-masing saling berkoordinasi dalam upaya pengawasan peredaran produk obat terlarang.

    Peran KPID dalam membangun ekosistem penyiaran yang sehat dan berkualitas sangat krusial. Dengan berbagai upaya yang melibatkan regulasi, pelatihan, penghargaan, dan inovasi teknologi, KPID tidak hanya mendukung LP untuk memenuhi standar kualitas, tetapi juga membantu menciptakan konten yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Keberhasilan inisiatif ini tidak mungkin dilakukan KPID sendirian, melainkan juga harus didukung berbagai pihak, antaralain Lembaga penyiaran sendiri, eksekutif dan legislatif di daerah serta masyarakat.(*)

  • 7 Alasan Kenapa Gen-Z Semakin Malas Menikah

    7 Alasan Kenapa Gen-Z Semakin Malas Menikah

    Jakarta: Di Indonesia, pernikahan telah lama dianggap sebagai salah satu tonggak penting dalam kehidupan.

    Namun, tren di kalangan Generasi Z menunjukkan pergeseran yang signifikan: semakin banyak yang merasa pernikahan bukanlah prioritas utama. Apa saja alasan di balik fenomena ini? Berikut ulasannya:
     
    1. Tekanan Ekonomi
    Generasi Z menghadapi tantangan ekonomi yang tidak kecil. Biaya hidup yang terus meningkat, harga properti yang semakin mahal, serta ketidakpastian pasar kerja membuat banyak dari mereka menunda atau bahkan enggan untuk menikah.

    Mereka merasa belum siap secara finansial untuk memenuhi tanggung jawab dalam pernikahan, apalagi jika harus memiliki anak.
     
    2. Prioritas Karier dan Pengembangan Diri
    Generasi Z cenderung memprioritaskan karier dan pengembangan diri sebelum mempertimbangkan pernikahan.

    Mereka ingin mencapai kestabilan finansial dan personal terlebih dahulu. Hal ini juga dipengaruhi oleh pandangan bahwa pernikahan bisa membatasi kebebasan untuk mengejar mimpi dan tujuan hidup.
     
    3. Pergeseran Nilai Sosial
    Nilai-nilai sosial di kalangan Generasi Z telah mengalami perubahan. Jika sebelumnya pernikahan dianggap sebagai suatu keharusan, kini banyak yang melihatnya sebagai pilihan.

    Kebebasan dan otonomi pribadi menjadi prioritas utama. Bahkan, gaya hidup “childfree” mulai diterima di kalangan tertentu.
     
    4. Pengalaman Pribadi yang Buruk
    Banyak anggota Generasi Z yang tumbuh dalam keluarga dengan pengalaman buruk, seperti perceraian atau konflik rumah tangga.

    Pengalaman ini membuat mereka ragu untuk membangun keluarga sendiri, karena takut mengulangi kesalahan yang sama.
     
    5. Biaya Pernikahan yang Tinggi
    Di Indonesia, pernikahan kerap kali menjadi acara besar yang melibatkan biaya tinggi untuk resepsi, adat, dan kebutuhan lainnya.

    Hal ini membuat Generasi Z berpikir dua kali untuk menikah, terutama jika mereka merasa uang tersebut lebih baik digunakan untuk investasi atau kebutuhan pribadi.
     
    6. Kemandirian Finansial
    Kemandirian finansial menjadi tujuan utama bagi banyak Generasi Z. Mereka merasa bahwa menikah sebelum mencapai kestabilan ekonomi hanya akan menambah beban.

    Dengan menunda pernikahan, mereka berharap bisa lebih fokus mencapai target finansial mereka.
     
    7. Pengaruh Media Sosial
    Media sosial turut membentuk pandangan Generasi Z terhadap pernikahan. Banyak yang lebih terinspirasi oleh kisah-kisah kebebasan dan eksplorasi diri daripada cerita tentang kehidupan rumah tangga.

    Tekanan untuk menjalani kehidupan “sempurna” yang terlihat di media sosial juga membuat mereka takut gagal dalam pernikahan.

    Generasi Z tidak serta-merta menolak pernikahan, tetapi mereka lebih selektif dan hati-hati dalam mengambil keputusan ini. Faktor ekonomi, nilai sosial yang berubah, dan pengalaman pribadi menjadi alasan utama mengapa mereka semakin malas menikah.

    Pada akhirnya, keputusan untuk menikah atau tidak adalah pilihan pribadi yang harus dihormati, dengan mempertimbangkan kebahagiaan dan tujuan hidup masing-masing individu.

    Baca Juga:
    10 Tanda Kamu Sebenarnya Cakep Tapi Tidak Sadar

    Jakarta: Di Indonesia, pernikahan telah lama dianggap sebagai salah satu tonggak penting dalam kehidupan.
     
    Namun, tren di kalangan Generasi Z menunjukkan pergeseran yang signifikan: semakin banyak yang merasa pernikahan bukanlah prioritas utama. Apa saja alasan di balik fenomena ini? Berikut ulasannya:
     
    1. Tekanan Ekonomi
    Generasi Z menghadapi tantangan ekonomi yang tidak kecil. Biaya hidup yang terus meningkat, harga properti yang semakin mahal, serta ketidakpastian pasar kerja membuat banyak dari mereka menunda atau bahkan enggan untuk menikah.
     
    Mereka merasa belum siap secara finansial untuk memenuhi tanggung jawab dalam pernikahan, apalagi jika harus memiliki anak.
     
    2. Prioritas Karier dan Pengembangan Diri
    Generasi Z cenderung memprioritaskan karier dan pengembangan diri sebelum mempertimbangkan pernikahan.
    Mereka ingin mencapai kestabilan finansial dan personal terlebih dahulu. Hal ini juga dipengaruhi oleh pandangan bahwa pernikahan bisa membatasi kebebasan untuk mengejar mimpi dan tujuan hidup.
     
    3. Pergeseran Nilai Sosial
    Nilai-nilai sosial di kalangan Generasi Z telah mengalami perubahan. Jika sebelumnya pernikahan dianggap sebagai suatu keharusan, kini banyak yang melihatnya sebagai pilihan.
     
    Kebebasan dan otonomi pribadi menjadi prioritas utama. Bahkan, gaya hidup “childfree” mulai diterima di kalangan tertentu.
     
    4. Pengalaman Pribadi yang Buruk
    Banyak anggota Generasi Z yang tumbuh dalam keluarga dengan pengalaman buruk, seperti perceraian atau konflik rumah tangga.
     
    Pengalaman ini membuat mereka ragu untuk membangun keluarga sendiri, karena takut mengulangi kesalahan yang sama.
     
    5. Biaya Pernikahan yang Tinggi
    Di Indonesia, pernikahan kerap kali menjadi acara besar yang melibatkan biaya tinggi untuk resepsi, adat, dan kebutuhan lainnya.
     
    Hal ini membuat Generasi Z berpikir dua kali untuk menikah, terutama jika mereka merasa uang tersebut lebih baik digunakan untuk investasi atau kebutuhan pribadi.
     
    6. Kemandirian Finansial
    Kemandirian finansial menjadi tujuan utama bagi banyak Generasi Z. Mereka merasa bahwa menikah sebelum mencapai kestabilan ekonomi hanya akan menambah beban.
     
    Dengan menunda pernikahan, mereka berharap bisa lebih fokus mencapai target finansial mereka.
     
    7. Pengaruh Media Sosial
    Media sosial turut membentuk pandangan Generasi Z terhadap pernikahan. Banyak yang lebih terinspirasi oleh kisah-kisah kebebasan dan eksplorasi diri daripada cerita tentang kehidupan rumah tangga.
     
    Tekanan untuk menjalani kehidupan “sempurna” yang terlihat di media sosial juga membuat mereka takut gagal dalam pernikahan.
     
    Generasi Z tidak serta-merta menolak pernikahan, tetapi mereka lebih selektif dan hati-hati dalam mengambil keputusan ini. Faktor ekonomi, nilai sosial yang berubah, dan pengalaman pribadi menjadi alasan utama mengapa mereka semakin malas menikah.
     
    Pada akhirnya, keputusan untuk menikah atau tidak adalah pilihan pribadi yang harus dihormati, dengan mempertimbangkan kebahagiaan dan tujuan hidup masing-masing individu.
     
    Baca Juga:
    10 Tanda Kamu Sebenarnya Cakep Tapi Tidak Sadar

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (SUR)

  • Ini Istilah-istilah dalam Investasi, Gen Z Pemburu Cuan Perlu Tahu Nih!

    Ini Istilah-istilah dalam Investasi, Gen Z Pemburu Cuan Perlu Tahu Nih!

    Jakarta: Generasi Z, dengan gaya hidup yang dinamis dan akrab dengan dunia digital, memiliki cara pandang unik tentang investasi. Namun demikian, masih banyak Gen Z yang masih belum memahami istilah-istilah yang ada dalam investasi.
     
    Istilah-istilah investasi mungkin asing bagi generasi sebelumnya. Karena itu, yuk kita bahas empat istilah investasi ala Gen Z yang menarik untuk dipelajari, dilansir dari laman resmi Bank Indonesia.
     
    1. Soft saving: Menabung dengan santai?

    ‘Soft saving’ menggambarkan kecenderungan Gen Z untuk menunda menabung karena ingin menikmati berbagai hal di masa sekarang. Mereka cenderung menabung dengan santai, tidak terlalu fokus pada target dan jangka waktu tertentu.
     
    2. Teknik snowball: Mulai kecil, hasilnya besar

    Teknik snowball menekankan pentingnya memulai dari hal kecil, baik untuk investasi maupun pembayaran utang. Konsepnya sederhana: mulailah dengan jumlah kecil, secara konsisten dan disiplin, dan seiring waktu, jumlah tersebut akan ‘berguling’ menjadi lebih besar.  
     
    Contohnya, investasi kecil secara rutin akan menghasilkan keuntungan yang semakin besar seiring waktu, begitu pula dengan pembayaran utang yang dilakukan secara disiplin akan melunasi hutang lebih cepat.
     

     

    3. Sunk cost fallacy: Kehilangan kesempatan karena terjebak

    Sunk cost fallacy adalah kecenderungan untuk terus berinvestasi dalam sesuatu, bahkan jika sudah jelas itu tidak menguntungkan, karena kita sudah mengeluarkan banyak waktu, uang, atau usaha di dalamnya.  
    Contohnya, rela antre lama di kafe viral,  walaupun ternyata harganya mahal dan tidak sepadan dengan rasa, hanya karena sudah menunggu lama. Sunk cost fallacy membuat kita kehilangan kesempatan untuk melakukan hal lain yang mungkin lebih menguntungkan.
     
    4. Anchoring bias: Tergiur diskon dan lupa harga total

    Anchoring bias adalah kecenderungan untuk terpaku pada angka pertama yang kita lihat, misalnya harga diskon, dan lupa mempertimbangkan harga total yang harus dibayar. Hal ini bisa membuat kita terburu-buru membeli sesuatu tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan finansial kita.
     
    Investasi tidak hanya menguntungkan secara pribadi, dengan potensi keuntungan di masa depan, tetapi juga berdampak positif bagi negara. Investasi yang tinggi dapat mendorong pembangunan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
     
    Istilah-istilah investasi ala Gen Z menunjukkan mereka memiliki cara pandang yang unik dan menarik tentang pengelolaan keuangan. Meskipun terkadang terkesan santai, Gen Z memiliki semangat untuk memulai investasi dari hal kecil dan  mencari peluang untuk meningkatkan kesejahteraan di masa depan. (Laura Oktaviani Sibarani)
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)