Jakarta, Beritasatu.com – Generasi Z tengah menghadapi tantangan ekonomi yang cukup berat. Dalam sebuah survei terbaru dari Credit Karma, hampir separuh (49%) dari generasi ini, yang kini sebagian besar berada di usia 20-an merasa bahwa merencanakan masa depan adalah hal yang sia-sia.
Sikap pasrah ini turut membentuk pola konsumsi yang bebas dan tanpa perencanaan, terutama selama musim panas. “Mereka merasa putus asa secara finansial dan berfikir apa gunanya menabung untuk masa depan,” ujar advokat keuangan konsumen di Credit Karma Courtney Alev.
Pola pikir seperti ini, yang dikenal dengan istilah “YOLO” (You Only Live Once), bisa berdampak negatif dalam jangka panjang. Jika tidak dikendalikan, hal ini dapat menyebabkan utang berbunga tinggi yang sulit dilunasi, serta menunda pencapaian tujuan hidup penting , seperti hidup mandiri dari orang tua atau menyiapkan dana pensiun.
Menurut para ahli, justru usia muda, akhir remaja hingga awal 20-an adalah masa terbaik untuk membangun kebiasaan keuangan yang sehat. Meski investasi awal hanya dalam jumlah kecil, bunga majemuk dapat memberikan hasil signifikan dalam jangka waktu puluhan tahun.
“Ada banyak konsekuensi keuangan jangka panjang jika generasi ini tidak mulai merencanakan masa depan dan terus menghabiskan uang tanpa kendali,” tegas Alev.
Rasa frustrasi ini dipahami oleh para pakar sebagai reaksi terhadap situasi ekonomi saat ini. Pasar kerja dinilai kurang bersahabat bagi pendatang baru maupun mereka yang ingin pindah pekerjaan.
Meskipun tingkat pengangguran nasional di AS berada di angka 4,2%, angka ini jauh lebih tinggi di kalangan usia 22–27 tahun. Menurut data Federal Reserve Bank of New York per Maret 2025, tingkat pengangguran mencapai 5,8% untuk lulusan perguruan tinggi baru dan 6,9% bagi mereka yang tidak memiliki gelar sarjana
Masalah lain yang membebani kaum muda adalah utang. “Banyak dari mereka merasa tidak punya cukup uang dan terlilit utang,” jelas direktur pelaksana Sun Group Wealth Partners Winnie Sun.
Ia menambahkan bahwa kecemasan juga datang dari ketidakpastian nilai gelar pendidikan mereka di tengah perkembangan artificial intelligence (AI). “Mereka bertanya-tanya, apakah gelar ini akan tetap berguna jika AI mengambil alih pekerjaan mereka?”
Sekitar 50% lulusan perguruan tinggi tahun akademik 2022-2023 meninggalkan kampus dengan utang rata-rata sebesar US$29.300, menurut College Board. Penagihan kembali utang mahasiswa yang gagal bayar juga telah dimulai kembali pada Mei setelah jeda lima tahun. Upaya pemerintahan Biden untuk meringankan beban pinjaman mahasiswa sebagian besar terhambat di pengadilan.
Laporan dari New York Fed pada 2024 menunjukkan bahwa tunggakan kartu kredit meningkat paling cepat di kalangan gen Z dibandingkan generasi lain. Sekitar 15% di antaranya telah memaksimalkan penggunaan kartu kredit mereka.
Kemudahan berbelanja juga menjadi faktor pemicu. “Belanja tidak pernah semudah sekarang,” kata Alev, menyoroti maraknya layanan beli sekarang, bayar nanti (BNPL).
Survei Credit Karma mencatat bahwa 77% pengguna gen Z mengaku layanan BNPL mendorong mereka untuk belanja melebihi kemampuan finansial. Survei ini melibatkan 1.015 orang dewasa, termasuk 182 responden dari gen Z.
Gabungan dari tekanan ekonomi, utang, serta ketidakpastian politik dan kebijakan tarif yang berubah-ubah, semakin menambah beban mental anak muda.
“Semua tantangan ini saling menumpuk dan menciptakan rasa pesimis di kalangan generasi muda yang ingin membangun kehidupan finansial mereka,” pungkas Alev.




/data/photo/2024/10/28/671f4ac68f134.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4035208/original/006769000_1653635186-pinjol_1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5230924/original/039063700_1748055987-Screenshot_2309.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

