Topik: Generasi Z

  • Utang Pinjol hingga Paylater Jadi Kendala Milenial-Gen Z Beli Rumah

    Utang Pinjol hingga Paylater Jadi Kendala Milenial-Gen Z Beli Rumah

    Jakarta

    Pinjaman online (pinjol) hingga buy now pay later (BNPL) menjadi salah satu kendala bagi generasi milenial serta gen Z membeli rumah. Sebab, pinjol serta paylater masuk ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    President Director PT Summarecon Agung Tbk, Adrianto P. Adhi mengatakan selain daya beli masyarakat yang menurun, utang pinjol serta paylater menjadi kendala bagi generasi muda yang ingin mempunyai rumah.

    “Kenapa teman-teman di middle low itu daya belinya juga turun, selain ekonomi memang lagi berat banyak PHK itu satu urusan, tapi sebetulnya ada ancaman yang paling berbahaya adalah pinjol,” kata Adrianto dalam acara Indonesia Summit 2025 di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).

    Tidak Bisa KPR karena Pinjol

    Menurut Adrianto, pinjol menjadi cerminan saat kalangan masyarakat ekonomi ke bawah ingin mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Adrian menyebut banyak yang tidak lolos dalam mengajukan KPR karena utang pinjol.

    “Karena ketika ada pinjaman online kemudian ada paylater ada. Kami punya di Bekasi itu juga ada yang tadi disebut tipe-tipe kecil gitu. Itu begitu KPR-nya nggak lulus karena TV-nya belum lunas kulkasnya belum lunas. Sangat kasihan,” jelas dia.

    Adrianto menilai pinjol mendorong masyarakat untuk berperilaku konsumtif. Apalagi ditambah dengan adanya layanan paylater, konsumtif masyarakat semakin tinggi.

    “Pinjol dan memang terdorong terus untuk konsumtif Dengan adanya paylater pinjol tadi konsumtifnya makin tinggi, tapi akhirnya pada saat harus beli rumah, rumahnya masih kontrakan begitu rumah dia akan kena BI Checking atau SLIK Itu yang jadi masalah sekarang,” tambah Adrianto.

    Milenial-Gen Z Masih Bisa Beli Rumah

    Kendati begitu, dia menyampaikan generasi milenial dan generasi Z masih mampu untuk membeli rumah. Berdasarkan data penjualan di Summarecon Bekasi, jumlah penjualan rumah di kawasan tersebut didominasi pembeli dari milenial 62% dan gen Z 16-17%.

    “Karena waktu itu tahun 2023. Tapi di Summarecon Serpong penjualan oleh adik-adik kita di milenial itu sampai 49%, dari seluruh penjualan kita, dan gen Z-nya lebih bagus, 37%. Artinya, sebetulnya Kami punya satu produk. Nah, itu artinya teman-teman millenial dan gen Z yang dulunya diasumsikan mereka itu lebih senang travelling daripada beli rumah, ternyata beli,” terangnya.

    Lihat juga Video Utang Warga +62 Naik! Pinjol Rp 83,52 T dan Paylater Rp 31,5 T

    (rea/ara)

  • Gen Z Borong Obat Cacing untuk Dikonsumsi, Amankah? Ini Pendapat Para Pakar

    Gen Z Borong Obat Cacing untuk Dikonsumsi, Amankah? Ini Pendapat Para Pakar

    Jakarta

    Belakangan ramai soal generasi Z memborong obat cacing untuk dikonsumsi. Hal ini menyusul kasus balita di Sukabumi, Raya, mengalami cacingan yang kemudian meninggal akibat infeksi. Banyak dari netizen lantas mengaku parno sehingga memilih untuk mengonsumsi obat cacing.

    “Jangan lupa minum obat cacing 6 bulan sekali. Terakhir minum pas SD, sekarang umur 26 baru minum lagi,” tulis narasi video viral di TikTok, dikutip detikcom, Senin (25/8/2025).

    “Para Gen Z ketar-ketir dan langsung memberanikan diri minum obat cacing lagi, terakhir minum pas SD,” tulis narasi lain.

    Aman Dikonsumsi Asal Sesuai Aturan

    Guru Besar Parasitologi Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr Dra Taniawati Supali, menjelaskan obat cacing yang belakangan diborong Gen Z dan mudah ditemukan di apotek sebenarnya aman dikonsumsi oleh orang dewasa, asalkan diminum sesuai aturan dan tidak berlebihan.

    Prof Tania menekankan saat ini yang terpenting adalah memberikan edukasi kepada para orang tua untuk memberikan obat cacing pada anak setidaknya setiap enam bulan.

    “Aman sih sebetulnya, asal sesuai aturan ya minumnya. Kalau dia makannya cuman satu-satu gitu tidak apa-apa (jangan kebanyakan),” kata Prof Tania saat ditemui di Jakarta Pusat, Senin (25/8/2025).

    Ia menuturkan, di daerah dengan cakupan vaksinasi rendah, misalnya campak, penolakan terhadap obat cacing juga kerap terjadi. Banyak orang tua, terutama ibu, belum memahami cara memberikan obat cacing dengan benar kepada anak, bahkan ada yang memilih membuang obat tersebut.

    Menurutnya, edukasi sangat diperlukan terutama di wilayah endemis, seperti desa-desa di mana kebiasaan buang air besar masih dilakukan di tanah.

    “Kalau daerah endemis, kan banyak di desa-desa itu dia BAB-nya di tanah jadi nular lagi, kan cacingnya bertelur di tanah, tumbuh jadi larva terus masuk dari tangan, jadi perlu edukasi,” sambungnya.

    Senada, Pakar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati membenarkan, konsumsi obat cacing memang sebaiknya dilakukan rutin 6 bulan sekali. Terutama bagi mereka yang hidup di daerah dengan prevalensi kasus cacingan yang tinggi.

    “Mengapa perlu 6 bulan sekali? Telur cacing bisa bertahan lama di tanah dan lingkungan, sehingga mudah terjadi reinfeksi. Siklus hidup cacing memungkinkan seseorang kembali terinfeksi dalam beberapa minggu sampai bulan setelah pengobatan,” kata Prof Zullies kepada wartawan, Jumat (22/8).

    “Dosis tunggal obat cacing (albendazol 400 mg atau mebendazol 500 mg) efektif membunuh cacing dewasa, tetapi tidak mencegah telur atau larva baru masuk,” sambungnya.

    Siapa yang Diprioritaskan Minum Obat Cacing?

    Prof Zullies menambahkan, ada kelompok-kelompok yang memiliki prioritas untuk mengonsumsi obat cacing secara rutin, setidaknya enam bulan sekali. Ini disesuaikan dengan risiko yang dimiliki oleh tiap kelompok.

    Berikut kelompok-kelompok yang harus mengonsumsi obat cacing.

    ⁠Anak-anak usia prasekolah (1-5 tahun), rentan karena sering bermain di tanah tanpa alas kaki.Anak usia sekolah (6-14 tahun), termasuk target utama program pemberian obat cacing di sekolah dasarWanita usia subur, termasuk ibu hamil trimester kedua dan ketiga untuk mencegah anemia akibat infeksi cacing.Orang dewasa yang tinggal di daerah endemis dengan sanitasi buruk (misalnya bekerja di sawah, perkebunan, tambang, atau pekerjaan yang sering kontak dengan tanah).Populasi dengan status gizi rendah karena cacingan memperburuk malnutrisi dan anemia.

    Namun, ada juga kelompok yang tidak diwajibkan untuk mengonsumsi obat cacing tiap 6 bulan sekali. Menurut Prof Zullies, ini bisa terjadi karena dukungan lingkungan dan kebersihan pribadi yang baik.

    “Orang dewasa di daerah perkotaan dengan sanitasi baik, air bersih, serta kebersihan pribadi terjaga, biasanya tidak perlu minum obat cacing rutin tiap 6 bulan,” kata Prof Zullies.

    “Namun tetap dianjurkan bila ada risiko tinggi atau gejala,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/kna)

    Tren Gen Z Beli Obat Cacing

    7 Konten

    Kasus meninggalnya seorang bocah di Sukabumi karena kecacingan yang tidak tertangani menuai sorotan banyak pihak. Bahkan memunculkan tren baru di kalangan Gen Z, yakni ramai-ramai beli dan minum obat cacing sendiri.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Cerita Dokter Tangani Pasien Gen Z Transplantasi Ginjal, Dipicu Kebiasaan Ini

    Cerita Dokter Tangani Pasien Gen Z Transplantasi Ginjal, Dipicu Kebiasaan Ini

    Jakarta

    Benar adanya bahwa penyakit ginjal mulai meningkat menyerang usia muda atau Generasi Z. Sakit ginjal atau gagal fungsi ini tak hanya dipengaruhi faktor genetik, namun gaya hidup buruk juga menjadi penyebabnya.

    Spesialis urologi Prof Dr dr Nur Rasyid, SpU(K) dari Siloam Hospitals ASRI bercerita, dirinya sudah puluhan kali menangani pasien muda dengan kondisi gagal ginjal, bahkan sampai harus melakukan transplantasi.

    “Di ASRI (Siloam) kami sudah (menangani) 2 kasus. Di RSCM kami ada 30 kasus. (Pasiennya) anak-anak di bawah 17 tahun, paling muda itu di RSCM kami kerjakan 7 tahun,” kata Prof Rasyid saat ditemui di Jakarta Selatan, Minggu (24/8/2025).

    Menurut Prof Rasyid, transplantasi ginjal merupakan prosedur terbaik bagi pasien ginjal rusak untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik, daripada cuci darah.

    “Kalau orang itu cuci darah terus, pembuluh darahnya jelek, metabolisme jelek. Semua fungsi ginjal digantikan oleh mesin cuci (darah), sehingga akan menurunkan kualitas hidup,” katanya.

    “Bayangin, seminggu (cuci darah) tiga kali, tiduran di mesin cuci 5 sampai 6 jam. Tapi kerusakan pembuluh darahnya, artinya apa? Kerusakan pembuluh darah artinya organnya rusak, ya jantung, hati akhirnya meninggalnya komplikasi yang lain,” sambungnya.

    Menuru Prof Rasyid, pasien-pasien muda dengan kondisi ginjal rusak ini disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti gaya hidup yang kurang baik, di samping memang adanya faktor genetik.

    “Makin muda umur orang mengalami gangguan fungsi ginjal. Dulu orang tua-tua, sekarang muda-muda. Karena hidup nggak sehat, minuman manis berlebihan, fungsi pankreasnya rusak kena gula (diabetes),” katanya.

    “Lalu junk food, karena nanti pembuluh darahnya jelek. Begitu orang kolesterol tinggi, lemaknya tinggi, ginjalnya turun fungsinya, hipertensi. Makin sering begadang, jadi hipertensi kan,” tutupnya.

    (dpy/suc)

  • Fenomena Gen Z Ramai Minum Obat Cacing di Medsos, Dokter Ingatkan: Jangan Asal Konsumsi, Tiap Obat Pasti Ada Efeknya
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        23 Agustus 2025

    Fenomena Gen Z Ramai Minum Obat Cacing di Medsos, Dokter Ingatkan: Jangan Asal Konsumsi, Tiap Obat Pasti Ada Efeknya Bandung 23 Agustus 2025

    Fenomena Gen Z Ramai Minum Obat Cacing di Medsos, Dokter Ingatkan: Jangan Asal Konsumsi, Tiap Obat Pasti Ada Efeknya
    Editor
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Kasus kematian seorang balita akibat telat penanganan penyakit kecacingan membuat banyak kalangan masyarakat resah, terutama generasi muda.
    Rasa takut akan bahaya cacingan kini ramai diperbincangkan di media sosial.
    Bahkan, sejumlah konten memperlihatkan generasi Z berbondong-bondong membeli obat cacing dan mengkonsumsinya demi mencegah infeksi cacing gelang.
    Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran baru, pasalnya, konsumsi obat cacing tanpa indikasi medis dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.
    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI, DR Dr Riyadi,SpA Subs IPT (K) MKes mengingatkan masyarakat untuk tetap bijak dalam penggunaan obat cacing.
    “Minum obat cacing kalau memang ada gejala itu boleh, dari umur 1 tahun sampai dewasa. Kalau di bawah 1 tahun, obat yang aman adalah pirantel pamoat. Namun, untuk anak di atas 1 tahun dan orang dewasa, konsumsi obat sebaiknya dilakukan atas saran dokter,” kata dr Riyadi dalam wawancara virtual, Jumat (22/8/2025).
    Menurut dr. Riyadi, obat cacing termasuk dalam kategori obat antimikroba yang bekerja melawan mikroorganisme.
    Sama seperti antibiotik, obat ini tidak boleh digunakan sembarangan.
    Kalau digunakan secara berlebihan tanpa indikasi yang jelas, ada kemungkinan menimbulkan resistensi meskipun saat ini belum ada bukti nyata, tapi kita harus waspada.
    “Selain itu, setiap obat tetap punya efek samping meski kecil. Jadi kalau tidak ada gejala, lebih baik jangan minum,” kata dia.
    Ia juga menekankan pentingnya mengikuti rekomendasi resmi dari tenaga kesehatan atau dinas kesehatan setempat.
    “Ikuti indikasi dan anjuran yang diberikan dokter atau otoritas kesehatan. Jangan hanya ikut-ikutan tren di media sosial,” tegasnya.
    Lebih lanjut, dr. Riyadi menjelaskan cara kerja obat cacing.
    “Rata-rata obat cacing bekerja dengan membuat larva terbunuh atau menghambat kemampuan cacing menyerap glukosa. Jadi cacing tidak mendapatkan gula, kemudian mati secara alamiah. Itu wajar jika cacing keluar bersama feses. Justru bagus, berarti obat bekerja, yang berbahaya kalau cacingnya malah mati dan menyumbat di dalam usus,” paparnya.
    Kasus kematian balita akibat kecacingan ini diharapkan menjadi pengingat pentingnya deteksi dini dan penanganan medis yang tepat.
    Cacingan bukanlah penyakit sepele, namun juga tidak bisa ditangani dengan konsumsi obat secara asal.
    Peran orang tua dalam menjaga kebersihan anak, memperhatikan pola makan, serta rutin melakukan pemeriksaan kesehatan sangatlah penting untuk mencegah penyakit ini.
    Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul
    Fenomena Gen Z Ramai Konsumsi Obat Cacing di Medsos, Dokter Ingatkan Jangan Konsumsi Tanpa Indikasi
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tren Beli Obat Cacing di Kalangan Gen Z Buntut Meninggalnya Bocah Sukabumi

    Tren Beli Obat Cacing di Kalangan Gen Z Buntut Meninggalnya Bocah Sukabumi

    Jakarta

    Kasus kematian Raya, balita di Sukabumi, Jawa Barat, pasca infeksi kecacingan sontak menjadi perhatian publik. Penyakit yang selama ini dianggap ringan ternyata bisa berdampak serius bila tidak kunjung diobati, lantaran berpengaruh pada kondisi gizi anak.

    Imbas peristiwa tersebut, tidak sedikit warganet utamanya generasi Z panik dan buru-buru membeli obat cacing. Video-video di TikTok memperlihatkan sejumlah Gen Z yang kembali minum obat cacing setelah bertahun-tahun tidak pernah mengonsumsinya.

    “POV: gen z setelah lihat kasus yang lagi viral, langsung buru-buru minum obat cacing setelah 2 tahun nggak minum obat cacing,” beber salah satu pengguna akun TikTok **iau**lll, seperti dilihat detikcom Jumat (22/8/2025).

    “Jangan lupa minum obat cacing 6 bulan sekali. Terakhir minum pas SD, sekarang umur 26 baru minum lagi,” tulis salah satu narasi video viral.

    “Ketakutan Gen Z: minum obat cacing,” komentar pengguna TikTok lain.

    Kasus Raya memicu diskusi lebih luas di publik, apakah orang dewasa yang tinggal di perkotaan dengan kondisi sehat juga perlu rutin minum obat cacing?

    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Riyadi, SpA, Subs IPT(K), MKes, menegaskan obat cacing pada dasarnya aman dikonsumsi segala usia. Lantaran kecacingan tidak hanya menyerang anak-anak, tetapi juga bisa dialami orang dewasa.

    “Minum obat cacing kalau bergejala boleh, umur 1 tahun sampai umur berapa pun bisa. Di atas 1 tahun, kalau ada gejala, ada indikasi, jangan lupa minum obat harus dengan saran dokter,” jelas dr Riyadi dalam agenda temu media IDAI, Jumat (22/8/2025).

    Namun, ia mengingatkan agar penggunaan obat cacing tetap harus sesuai indikasi. “Obat cacing itu kayak antibiotik, dia antimikroba. Jangan berlebihan karena ada kemungkinan resisten,” tegasnya.

    Infeksi cacing bisa terjadi pada siapa saja, termasuk orang dewasa. Penularannya biasanya melalui makanan yang terkontaminasi atau kebiasaan hidup dengan sanitasi buruk.

    Dikutip dari Mayo Clinic, gejalanya dapat berupa:

    Gatal di area anus atau vaginaGangguan pencernaan seperti diare, mual, atau nyeri perutPenurunan berat badan tanpa sebab yang jelasRasa lelah berkepanjangan

    Menurut dr Riyadi, meskipun jarang secara langsung menyebabkan kematian, kecacingan memiliki dampak kronis. “Kecacingan bisa membuat seseorang lebih rentan terinfeksi penyakit lain dan memperburuk kesehatan dalam jangka panjang,” ujarnya.

    Tidak Semua Orang Perlu Minum

    Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof Zullies Ikawati, mengingatkan agar masyarakat tidak serta-merta latah ikut membeli obat cacing jika tidak ada indikasi. Menurutnya, konsumsi obat cacing tidak diwajibkan bagi semua kelompok masyarakat.

    “Orang dewasa yang sehat, tinggal di lingkungan dengan sanitasi baik, air bersih, serta kebersihan pribadi terjaga, sebenarnya tidak perlu minum obat cacing setiap enam bulan. Namun, tetap dianjurkan bila ada risiko tinggi atau gejala,” tutur Prof Zullies.

    Meski begitu, ia menegaskan bahwa pemberian obat cacing rutin enam bulan sekali sangat dianjurkan bagi mereka yang tinggal di daerah endemis atau wilayah dengan angka kecacingan masih tinggi.

    “Pemberian obat cacing dianjurkan secara rutin setiap 6 bulan sekali, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa yang tinggal di daerah endemis. Hal ini sejalan dengan rekomendasi WHO dan Kementerian Kesehatan RI melalui program mass drug administration (MDA),” jelasnya.

    Risiko Infeksi Ulang

    Prof Zullies menambahkan, obat cacing yang selama ini diberikan, seperti albendazol 400 mg atau mebendazole 500 mg dosis tunggal, efektif membunuh cacing dewasa, tetapi tidak bisa mencegah telur atau larva baru masuk ke tubuh.

    “Seseorang bisa kembali terinfeksi dalam beberapa minggu hingga bulan setelah pengobatan. Obat hanya membunuh cacing dewasa,” ungkapnya.

    Karena itu, bagi kelompok berisiko tinggi, pemberian obat cacing secara berkala menjadi penting agar infeksi tidak berulang dan tidak menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang.

    Kelompok Prioritas Pemberian Obat Cacing

    Prof Zullies merinci kelompok masyarakat yang lebih rentan terinfeksi cacing, sehingga menjadi prioritas dalam pemberian obat cacing rutin, yaitu:

    Anak prasekolah (1-5 tahun): sering bermain tanah tanpa alas kaki.Anak usia sekolah (6-14 tahun): target utama program pemberian obat cacing di sekolah dasar.Wanita usia subur: termasuk ibu hamil trimester kedua dan ketiga.Orang dewasa di daerah endemis dengan sanitasi buruk: seperti pekerja sawah, kebun, tambang, atau mereka yang sering kontak dengan tanah.Populasi dengan status gizi rendah.

    “Dengan memahami sasaran dan jadwal yang tepat, pemberian obat cacing akan lebih efektif dalam mencegah malnutrisi, anemia, serta dampak jangka panjang akibat kecacingan,” pungkas Prof Zullies.

    Fenomena paniknya Gen Z yang ramai-ramai membeli obat cacing memperlihatkan adanya kekhawatiran yang wajar, tetapi perlu dilandasi informasi yang tepat. Obat cacing aman dan bermanfaat, tetapi harus digunakan sesuai indikasi dan anjuran tenaga kesehatan.

    Bagi masyarakat yang tinggal di daerah endemis atau masuk kelompok berisiko, pemberian obat cacing rutin merupakan langkah penting untuk menjaga kesehatan. Namun, bagi mereka yang hidup di lingkungan bersih dengan sanitasi baik, konsumsi obat cacing bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan gejala yang muncul dan tetap perlu anjuran dokter.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video: Dokter Ingatkan soal Tren Beli Obat Cacing Usai Kasus Balita Sukabumi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

    Tren Gen Z Beli Obat Cacing

    5 Konten

    Kasus meninggalnya seorang bocah di Sukabumi karena kecacingan yang tidak tertangani menuai sorotan banyak pihak. Bahkan memunculkan tren baru di kalangan Gen Z, yakni ramai-ramai beli dan minum obat cacing sendiri.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Gen-Z FOMO Minum Obat Cacing gegara Kasus Sukabumi? Ini Anjuran Ahli Farmasi UGM

    Gen-Z FOMO Minum Obat Cacing gegara Kasus Sukabumi? Ini Anjuran Ahli Farmasi UGM

    Jakarta

    Viral di media sosial para Generasi Z atau Gen Z memborong obat cacing untuk dikonsumsi. Bukan tanpa alasan, ini setelah penyakit kecacingan yang merenggut nyawa balita di Sukabumi, Jawa Barat.

    Menanggap hal ini, Pakar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati membenarkan bahwa konsumsi obat cacing memang sebaiknya dilakukan rutin 6 bulan sekali. Terutama bagi mereka yang hidup di daerah dengan prevalensi kecacingan yang tinggi.

    “Mengapa perlu 6 bulan sekali? Telur cacing bisa bertahan lama di tanah dan lingkungan, sehingga mudah terjadi reinfeksi. Siklus hidup cacing memungkinkan seseorang kembali terinfeksi dalam beberapa minggu sampai bulan setelah pengobatan,” kata Prof Zullies kepada wartawan, Jumat (22/8/2025).

    “Dosis tunggal obat cacing (albendazol 400 mg atau mebendazol 500 mg) efektif membunuh cacing dewasa, tetapi tidak mencegah telur atau larva baru masuk,” sambungnya.

    Siapa yang Diprioritaskan Minum Obat Cacing?

    Prof Zullies menambahkan bahwa ada kelompok-kelompok yang memiliki prioritas untuk mengonsumsi obat cacing secara rutin, setidaknya enam bulan sekali. Ini disesuaikan dengan risiko yang dimiliki oleh tiap kelompok.

    Berikut kelompok-kelompok yang harus mengonsumsi obat cacing.

    ⁠Anak-anak usia prasekolah (1-5 tahun), rentan karena sering bermain di tanah tanpa alas kaki.Anak usia sekolah (6-14 tahun), termasuk target utama program pemberian obat cacing di sekolah dasarWanita usia subur, termasuk ibu hamil trimester kedua dan ketiga untuk mencegah anemia akibat infeksi cacing.Orang dewasa yang tinggal di daerah endemis dengan sanitasi buruk (misalnya bekerja di sawah, perkebunan, tambang, atau pekerjaan yang sering kontak dengan tanah).Populasi dengan status gizi rendah karena kecacingan memperburuk malnutrisi dan anemia.

    Namun, ada juga kelompok yang tidak diwajibkan untuk mengonsumsi obat cacing tiap 6 bulan sekali. Menurut Prof Zullies, ini bisa terjadi karena dukungan lingkungan dan kebersihan pribadi yang baik.

    “Orang dewasa di daerah perkotaan dengan sanitasi baik, air bersih, serta kebersihan pribadi terjaga, biasanya tidak perlu minum obat cacing rutin tiap 6 bulan,” kata Prof Zullies.

    “Namun tetap dianjurkan bila ada risiko tinggi atau gejala,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Mengenal Performative Male yang Lagi Ramai Dibahas”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/up)

    Tren Gen Z Beli Obat Cacing

    4 Konten

    Kasus meninggalnya seorang bocah di Sukabumi karena kecacingan yang tidak tertangani menuai sorotan banyak pihak. Bahkan memunculkan tren baru di kalangan Gen Z, yakni ramai-ramai beli dan minum obat cacing sendiri.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Mayoritas Warga RI Habiskan Rp50.000-Rp100.000 untuk Paket Internet

    Mayoritas Warga RI Habiskan Rp50.000-Rp100.000 untuk Paket Internet

    Bisnis.com, JAKARTA— Mayoritas masyarakat Indonesia mengalokasikan dana Rp50.000–Rp100.000 setiap bulan untuk membeli paket internet operator seluler.Temuan tersebut berdasarkan Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

    Menurut survei, proporsi masyarakat yang mengeluarkan Rp50.000–Rp100.000 untuk internet mencapai 52,27% pada 2025, meningkat dibandingkan 45,01% pada 2024.Sementara itu, sebanyak 34,52% masyarakat hanya mengeluarkan kurang dari Rp50.000, turun dari 36,52% pada 2024.

    Adapun masyarakat yang menghabiskan Rp101.000–Rp250.000 tercatat 12,20%, menurun dari 16,43% pada tahun sebelumnya.

    Kelompok dengan pengeluaran lebih dari Rp250.000 merupakan yang paling kecil, yakni hanya 1,02%, turun dari 1,61% pada 2024. Selain itu, survei juga menemukan persepsi masyarakat terhadap biaya internet. Sebanyak 48,39% menilai biaya internet tahun ini masih sama dengan tahun lalu, 43,49% merasa semakin mahal, sementara hanya 8,12% yang menilai lebih murah.

    APJII mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2025 mencapai 229,43 juta jiwa, naik dari 221,56 juta pada 2024. Dari sisi penetrasi, tingkatnya mencapai 80,66% pada 2025, meningkat dibandingkan 79,50% (2024), 78,19% (2023), dan 77,01% (2022).

    Berdasarkan wilayah, Pulau Jawa masih mendominasi dengan 58% dari total pengguna, disusul Sumatra (20,5%), Sulawesi (6,46%), Kalimantan (6,05%), Bali dan Nusa Tenggara (5,13%), serta Maluku dan Papua (3,71%).

    Dari sisi gender, pengguna laki-laki mencapai 51% dengan penetrasi 82%, sementara perempuan 49% dengan penetrasi 78%. Wilayah 3T hanya menyumbang 1,91% dari total pengguna, sedangkan daerah non-3T mendominasi dengan 98,9%.

    Pengguna internet didominasi oleh Generasi Z (25,54%) dan milenial (25,17%), diikuti Gen Alpha (23%) dan Gen X (18,15%). Aktivitas internet terutama digunakan untuk media sosial, komunikasi daring, dan layanan publik.

    Mayoritas masyarakat mengakses internet lewat ponsel, disusul laptop, tablet, dan smart TV yang belakangan semakin banyak digunakan. Dari sisi koneksi, mobile data masih menjadi pilihan utama (68%), kemudian WiFi (28%) baik dari rumah, kantor, maupun fasilitas publik.

  • Rayakan HUT ke-80 RI, Ini Sederet Peran Grab untuk Indonesia

    Rayakan HUT ke-80 RI, Ini Sederet Peran Grab untuk Indonesia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pagi di Jakarta selalu riuh. Di antara deru kendaraan, pengemudi Grab mengantar penumpang ke tempat kerja, mengirim pesanan makanan yang masih hangat, atau mengantarkan belanjaan pasar ke rumah pelanggan yang menunggu. Sekilas, ini hanya rutinitas harian. Namun, di balik setiap perjalanan, ada denyut ekonomi yang bergerak, menghubungkan pelaku usaha, pekerja, dan konsumen dalam satu ekosistem.

    Dampaknya tidak kecil. Studi Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 2023 menunjukkan industri ini menyumbang Rp 382,62 triliun, atau sekitar 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Di dalam peta industri yang luas ini, Grab menjadi salah satu motor penggerak yang bukan hanya menghadirkan layanan transportasi dan pengantaran, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi jutaan orang.

    Laporan Oxford Economics 2024 mengungkap, Grab Indonesia menguasai sekitar 50% atau separuh industri ride-hailing dan pengantaran online di Tanah Air. Angka ini bukan sekadar pangsa pasar, melainkan jutaan perjalanan setiap hari yang terhubung dengan jutaan peluang penghasilan, dari Aceh hingga Papua.

    Bagi banyak Mitra Pengemudi, Grab adalah titik balik. Menurut Riset ITB 2024, separuh dari Mitra Pengemudi Grab pernah kehilangan pekerjaan atau menganggur sebelumnya. Berdasarkan data internal Grab 2018-2024, platform ini telah menciptakan lebih dari 4,6 juta peluang kerja dari digitalisasi UMKM. Bahkan, satu dari lima mitra merchant adalah anak muda generasi Z yang memulai bisnis pertamanya lewat ekosistem ini. Hal ini tentu membuktikan bahwa inovasi digital bisa membuka pintu karier dan usaha bagi generasi masa depan.

    Grab memahami bahwa UMKM butuh lebih dari sekadar akses pasar. Melalui program Kota Masa Depan, lebih dari 200.000 pelaku usaha di 15 kota kecil telah mendapatkan pelatihan digital. Lewat GrabMart Pasar, lebih dari 5.200 pedagang tradisional kini merambah dunia online, menjangkau pelanggan yang sebelumnya berada di luar jangkauan mereka. Untuk memastikan para pelaku usaha ini bisa bertahan dan berkembang, Grab bersama OVO telah menyalurkan lebih dari Rp 6 triliun modal usaha kepada445.000 Mitra Pengemudi dan UMKM.

    Kisah sukses mereka tak berhenti di dalam negeri. Beberapa UMKM binaan Grab pernah membawa produk Indonesia ke panggung internasional, seperti MotoGP Mandalika, G20 Bali, hingga World Economic Forum (WEF) Davos 2025. Di sana, mereka tidak hanya menjual produk, tetapi juga membawa cerita tentang inovasi lokal dan ketahanan ekonomi rakyat Indonesia.

    Pendidikan pun mendapat porsi penting. Sejak 2022, program GrabScholar telah membantu 3.474 pelajar di 171 kota. Dukungan ini mencakup biaya sekolah, buku, kegiatan ekstrakurikuler, hingga kebutuhan hidup, sehingga para penerima beasiswa bisa fokus belajar tanpa terbebani masalah finansial.

    Di sisi sosial, Grab berkolaborasi dengan pemerintah melalui Program Makan Bergizi Gratis dan pemeriksaan kesehatan tanpa biaya. Ribuan murid, ratusan guru, serta puluhan UMKM dan koperasi telah merasakan manfaatnya. Bahkan, Grab menjadi institusi pertama di Indonesia yang menjalankan program MBG khusus untuk anak berkebutuhan khusus, dengan komitmen CSR senilai lebih dari USD 1 juta.

    Langkah hijau juga terus diakselerasi. Sejak 2019, lebih dari 11.000 armada listrik Grab telah beroperasi, mengurangi sekitar 30.000 ton emisi karbon dan menghemat jutaan liter BBM. Integrasi layanan dengan KCIC, MRT, KAI, Transjakarta, dan KRL membantu masyarakat beralih ke transportasi yang lebih ramah lingkungan dan terintegrasi.

    “Tahun 2025 menjadi momen istimewa. GrabBike genap 10 tahun hadir di Indonesia, tumbuh dari layanan roda dua pertama Grab di Tanah Air menjadi simbol kemudahan mobilitas, peluang usaha, dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Perayaan ini bertepatan dengan 80 tahun kemerdekaan Indonesia, seakan menegaskan bahwa perjalanan Grab, dari jalanan kota hingga panggung dunia, adalah tentang melangkah bersama, membangun negeri yang makin inklusif dan berdaya saing,” tulis pernyataan Grab Indonesia dikutip Minggu (17/8/2025).

    Sejak pertama hadir di Indonesia pada 2014, Grab telah menjangkau lebih dari 300 kota dan kabupaten. Dari satu perjalanan ke perjalanan lainnya, dari satu transaksi ke transaksi berikutnya, Grab terus merangkai cerita tentang bagaimana teknologi bisa menghadirkan manfaat nyata bagi semua – bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk masa depan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan penuh peluang. 

    (bul/bul)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Semangat Siawa SD di Dumai Riau Tanam Pohon demi Masa Depan

    Semangat Siawa SD di Dumai Riau Tanam Pohon demi Masa Depan

    Dumai

    Dengan semangat membara, siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 001 Bintan, Dumai ramai-ramai menanam pohon. Mereka tak hanya menancapkan batang ke tanah, melainkan menanamkan tekad untuk merawat bumi.

    Kegiatan digelar siswa SDN 001 Bintan bersama Polsek Dumai Kota, pada Jumat (15/8/2025). Kanit Binmas Ipda Agust Ronald Simanjuntak yang mewakili Kapolres Dumai AKBP Angga F Herlambang menyampaikan kegiatan penanaman pohon ini digelar untuk menanamkan kecintaan para siswa terhadap lingkungan sejak dini.

    “Kami datang ke sini bukan hanya untuk menanam pohon, tapi juga untuk menanamkan kesadaran. Generasi Z adalah masa depan bangsa, dan di tangan merekalah kelestarian lingkungan akan berlanjut,” ujar Agust, Sabtu (16/8/2025).

    Menurutnya, pohon yang ditanam hari ini adalah investasi jangka panjang untuk keberlangsungan ekosistem di Bumi Lancang Kuning. Para siswa juga diajak untuk lebih peduli terhadap kebersihan, dimulai dari lingkungan rumah dan sekolah.

    Polisi mengedukasi siswa SDN 01 Bintan, Dumai Kota, Dumai tentang lingkungan dan penanaman pohon, Jumat (15/8/2025). Foto: dok. Polres Dumai

    Pada kesempatan itu, Agust juga memberikan penyuluhan tentang dampak nyata dari kerusakan lingkungan dan bagaimana cara menanggulanginya. Ia mencontohkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Provinsi Riau adalah ulah manusia dan itu sangat berdampak buruk, tidak hanya bagi kesehatan, tetapi juga berdampak negatif terhadap citra atau marwah Provinsi Riau, tak hanya di nasional tetapi juga internasional.

    Selain itu, Agust Simajuntak juga menyoroti peran vital hutan bagi ekosistem. Hutan yang memberikan oksigen bagi makhluk hidup di sekitarnya harus dirawat dan dijaga.

    “Hutan adalah paru-paru dunia. Tanpa hutan, kita tidak akan bisa bernapas dengan lega. Oleh karena itu, kita semua punya tanggung jawab untuk peduli hutan, misalnya dengan tidak melakukan pembakaran sembarangan dan melaporkan aktivitas ilegal yang merusak hutan,” jelasnya.

    “Kami sangat berterima kasih atas kehadiran bapak-bapak dari Polsek Dumai Kota. Kegiatan ini sangat bermanfaat, terutama dalam menumbuhkan karakter peduli lingkungan pada anak-anak kami,” tuturnya.

    (mei/jbr)

  • Gandeng Digiplus, Tambah 8x Lipat Layanan Pelanggan

    Gandeng Digiplus, Tambah 8x Lipat Layanan Pelanggan

    Bisnis.com, JAKARTA — Produsen Smartphone, Motorola, memperluas jangkauan pasarnya melalui kerja sama yang terjalin dengan perusahaan distributor dan ritel teknologi, Digiplus. Perusahaan juga menambah hingga 8x lipat layanan pelanggan (customer service) di Tanah Air. 

    Country Head Motorola Indonesia, Bagus Prasetyo, kesamaan visi menjadi alasan perusahaannya dengan cepat menjalin kerjasama dengan Digiplus. Keduanya ingin Motorola lebih cepat menjangkau pelanggan pada kehadirannya yang kedua kali di Indonesia. 

    Motorola saat ini sedang berusaha untuk bangkit kembali setelah sempat vakum 8 tahun di pasar Indonesia. 

    “Motorola siap menawarkan produk yang mencakup semua lini masyarakat, sementara Digiplus siap memanfaatkan channel besar mereka untuk memasarkan produk kami,” kata Bagus, di Jakarta, Kamis (14/8/2025).

    Dia juga mengatakan demi keberlanjutan pemasaran produknya, Motorola meningkatkan jumlah ketersediaan customer service dari 16 titik, kini menjadi 128 titik yang tersebar di sejumlah provinsi di Indonesia. Dengan begitu, pelanggan dapat dengan mudah mencari letak customer service terdekat dari wilayah tempat tinggal.

    Meskipun ingin dikenal sebagai perusahaan produsen smartphone yang ‘pantang menyerah’ dan berani berinovasi, Motorola tidak muluk-muluk dalam menetapkan proyeksi bisnis.

    Mereka menyebut akan terlebih dahulu menyediakan pilihan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, sembari membangun kembali kepercayaan terhadap brand.

    Nama Motorola yang tenar hanya di sebagian generasi, seperti milenial, juga dianggap sebagai tantangan besar perusahaan dalam memasarkan produk.

    Bagus mengatakan perusahaan menyiapkan dua pendekatan dalam memasarkan produk. Untuk generasi milenial, dan yang sudah familiar dengan Motorola, perusahaan tidak akan menekankan pada sisi nostalgia, tetapi pada sisi inovasi terbaru, yang menunjukkan seberapa jauh perjalanan Motorola dalam mengembangkan teknologinya.

    Smartphone lipat Motorola

    Sementara itu untuk generasi Z atau yang belum familiar, Motorola menggunakan strategi iklan dengan gaya komunikasi yang lebih disesuaikan, serta kerja sama dengan Pantone untuk menawarkan warna produk yang vibrant, serta mengetahui tren warna tiap tahun.

    “Ditunggu saja informasi selanjutnya, kami tidak menutup kemungkinan untuk melebarkan sayap ke ranah produk Internet of Things (IoT),” kata Bagus. 

    Motorola telah meluncurkan tiga produknya, yaitu Moto G45 5G yang menawarkan harga terjangkau, serta seri Moto Edge 60 Fusion & Edge 60 Pro yang menjangkau target pasar menengah ke atas.

    Terbaru, mereka memperkenalkan varian Moto G86 Power 5G, yang ditenagai chipset Mediatek Dimensity 7400, serta kapasitas baterai sebesar 6720 mAh. 

    Produk terbaru ini dijual dengan harga eksklusif Rp4,4 juta di Shopee, dan pengguna juga mendapatkan bonus paket internet perdana IM3 Freedom 3GB, serta 30 hari langganan Vision+.

    Fitur-fitur AI dan Keamanan Bawaan Motorola

    Motorola menanamkan asisten kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) khusus pada setiap seri smartphone-nya dengan nama MotoAI.

    Asisten AI tersebut bekerja secara internal di dalam handphone, bukan cloud, sehingga menjamin keamanan bagi setiap pengguna.

    MotoAI mendukung kreativitas dan produktivitas pengguna dengan dua fitur AI-nya, yaitu Image Studio yang mampu menghasilkan gambar lewat prompt, dan Playlist Studio, yang mampu membuat playlist lagu sesuai dengan suasana.

    Sementara itu untuk produktivitas, terdapat fitur-fitur seperti berikut ini:

    Pay Attention, yang berfungsi sebagai transkriptor rekaman audio, mampu mengenali siapa pembicara yang tengah berbicara

    Remember This, semacam fitur yang memungkinkan pengguna “melatih” MotoAI untuk mengingat peristiwa yang terjadi di suatu hari

    Ask or Search, yang mampu merangkum atau mencarikan informasi tambahan terkait suatu hasil pencarian

    Catch Me Up, yang mampu merangkum notifikasi, memudahkan pengguna yang sangat sibuk, sehingga tidak terlewatkan satu pun pemberitahuan

    Fitur-fitur yang terdapat dalam MotoAI bahkan dapat terintegrasi dengan layanan AI berbasis cloud seperti Google Gemini dan Perplexity, menawarkan pengalaman AI secara hybrid yang lengkap kepada pelanggan

    Tidak hanya dari fitur AI, Motorola juga melengkapi perangkatnya dengan fitur Moto Secure, sebuah aplikasi keamanan bawaan yang di dalamnya lengkap berisi berbagai fungsi, seperti misalnya Find My Device untuk melacak ponsel apabila hilang, dan Protect from Online Scammers, yang menghindarkan pengguna dari panggilan atau SMS penipuan.

    Terdapat pula Family Space, berfungsi seperti semacam “kids mode” yang ditingkatkan, karena tidak hanya dapat melindungi anak-anak ketika sedang menggunakan ponsel, tetapi juga bagi orang tua yang tidak terlalu mengerti teknologi.