Topik: Generasi Z

  • Kemendukbangga/BKKBN Dorong Kesadaran Anti-Bullying Lewat Gen Z

    Kemendukbangga/BKKBN Dorong Kesadaran Anti-Bullying Lewat Gen Z

    Jakarta: Fenomena perundungan (bullying) di kalangan Generasi Z kian menjadi perhatian serius, seiring meningkatnya tekanan sosial dan tantangan kesehatan mental di era digital.

    Berdasarkan Journal of Affective Disorders  tahun 2025, secara global bullying (fisik, verbal, siber) menyebabkan kecemasan, depresi, dan ide bunuh diri dan satu dari empat anak mengalaminya dengan efek jangka panjang pada kepercayaan diri. 

    Merespons kondisi tersebut, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN menggelar ‘Gen Z Fest: The Next Wave of Digital Natives’ sebagai upaya mendorong kesadaran kolektif dan peran aktif generasi muda dalam mencegah bullying serta memperkuat ketahanan keluarga. Acara ini  diselenggarakan secara luring di kantor Kemendukbangga/BKKBN, Jakarta, Kamis 18 Desember 2025.

    “Tugas negara, tugas pemerintah adalah memastikan bahwa hal-hal yang berkenaan dengan bullying apapun alasannya, apapun sebabnya, mesti kita lawan,” ujar Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji dalam sambutannya. 

    Generasi Z merupakan kelompok penduduk yang tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital dengan karakter adaptif dan kreatif. Namun, akses informasi yang luas juga membawa tantangan baru, mulai dari perundungan di ruang fisik maupun digital, tekanan sosial, hingga persoalan kesehatan mental. Hal ini membutuhkan pendekatan komunikasi yang relevan dan dekat dengan dunia anak muda.
     

    Gen Z Fest dirancang sebagai ruang dialog nasional yang memadukan unsur edukasi, hiburan, dan partisipasi aktif Gen Z. Kegiatan ini menghadirkan talkshow interaktif bersama Menteri Wihaji, pertunjukan musik, serta keterlibatan influencer dan content creator untuk mengampanyekan nilai kesehatan mental, anti-bullying, dan penguatan peran keluarga.

    Melalui pendekatan kekinian, kegiatan ini diharapkan mampu membangun kedekatan emosional antara pemerintah dan Gen Z, menumbuhkan kesadaran kolektif, serta mendorong generasi muda berperan sebagai agen perubahan dalam pembangunan keluarga dan masyarakat. “Anak muda yang hebat itu bukan anak muda yang banyak gaya, tapi anak muda yang banyak karya,” ujar Influencer Fajar “Sadboy”.

    Jakarta: Fenomena perundungan (bullying) di kalangan Generasi Z kian menjadi perhatian serius, seiring meningkatnya tekanan sosial dan tantangan kesehatan mental di era digital.
     
    Berdasarkan Journal of Affective Disorders  tahun 2025, secara global bullying (fisik, verbal, siber) menyebabkan kecemasan, depresi, dan ide bunuh diri dan satu dari empat anak mengalaminya dengan efek jangka panjang pada kepercayaan diri. 
     
    Merespons kondisi tersebut, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN menggelar ‘Gen Z Fest: The Next Wave of Digital Natives’ sebagai upaya mendorong kesadaran kolektif dan peran aktif generasi muda dalam mencegah bullying serta memperkuat ketahanan keluarga. Acara ini  diselenggarakan secara luring di kantor Kemendukbangga/BKKBN, Jakarta, Kamis 18 Desember 2025.

    “Tugas negara, tugas pemerintah adalah memastikan bahwa hal-hal yang berkenaan dengan bullying apapun alasannya, apapun sebabnya, mesti kita lawan,” ujar Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji dalam sambutannya. 
     
    Generasi Z merupakan kelompok penduduk yang tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital dengan karakter adaptif dan kreatif. Namun, akses informasi yang luas juga membawa tantangan baru, mulai dari perundungan di ruang fisik maupun digital, tekanan sosial, hingga persoalan kesehatan mental. Hal ini membutuhkan pendekatan komunikasi yang relevan dan dekat dengan dunia anak muda.
     

     
    Gen Z Fest dirancang sebagai ruang dialog nasional yang memadukan unsur edukasi, hiburan, dan partisipasi aktif Gen Z. Kegiatan ini menghadirkan talkshow interaktif bersama Menteri Wihaji, pertunjukan musik, serta keterlibatan influencer dan content creator untuk mengampanyekan nilai kesehatan mental, anti-bullying, dan penguatan peran keluarga.
     
    Melalui pendekatan kekinian, kegiatan ini diharapkan mampu membangun kedekatan emosional antara pemerintah dan Gen Z, menumbuhkan kesadaran kolektif, serta mendorong generasi muda berperan sebagai agen perubahan dalam pembangunan keluarga dan masyarakat. “Anak muda yang hebat itu bukan anak muda yang banyak gaya, tapi anak muda yang banyak karya,” ujar Influencer Fajar “Sadboy”.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Aktivisme Gen Z : Demokrasi Siber dalam Arus Deras Informasi

    Aktivisme Gen Z : Demokrasi Siber dalam Arus Deras Informasi

    Aktivisme Gen Z : Demokrasi Siber dalam Arus Deras Informasi
    Akademisi dan Peneliti
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    RUANG
    demokrasi Indonesia hari ini semakin ditentukan oleh denyut layar gawai. Di sanalah generasi Z menemukan medan politiknya sendiri. Mereka bukan sekadar penonton pasif atas kebijakan negara, melainkan aktor yang aktif memproduksi wacana, membangun tekanan publik, dan dalam beberapa kasus memengaruhi arah keputusan pemerintah.
    Aktivisme generasi ini tumbuh di tengah arus informasi yang deras, cepat, dan sering kali bising. Fenomena tersebut menandai babak baru
    demokrasi siber
    yang patut dibaca secara kritis dan reflektif. Generasi Z adalah generasi yang lahir ketika internet tidak lagi menjadi kemewahan. Media sosial bukan hanya alat komunikasi, tetapi ruang hidup yang membentuk identitas, relasi sosial, hingga kesadaran politik.
    Tidak mengherankan jika ekspresi aktivisme mereka banyak bermula dari dunia digital. Isu isu publik hadir dalam bentuk video singkat, utas, meme, atau siaran langsung. Politik mengalami pergeseran bentuk dari pidato formal menjadi narasi visual yang emosional dan mudah dibagikan. Dalam konteks ini, aktivisme tidak lagi selalu dimulai dari ruang rapat atau mimbar demonstrasi, melainkan dari
    linimasa
    .
    Di Indonesia, aktivisme Gen Z terlihat jelas dalam berbagai momentum politik. Penolakan terhadap sejumlah rancangan undang undang, kritik atas kebijakan pendidikan, hingga isu lingkungan dan keadilan sosial menemukan gaung luas melalui media sosial. Anak anak muda menjadi produsen narasi tandingan yang menyaingi bahasa resmi negara. Mereka mengurai pasal pasal kebijakan dalam bahasa populer, menyederhanakan isu kompleks, lalu menyebarkannya secara masif.
    Tekanan publik yang terbentuk di ruang digital kerap memaksa elite politik untuk merespons, setidaknya di level wacana. Fenomena ini menunjukkan bahwa demokrasi siber telah membuka pintu partisipasi yang lebih luas.
    Bagi Gen Z, berpendapat tidak harus menunggu ruang formal. Setiap akun adalah mimbar, setiap unggahan adalah pernyataan politik. Hal ini memberi peluang bagi kelompok yang selama ini terpinggirkan dari proses pengambilan keputusan untuk bersuara.
    Namun, perlu diakui bahwa demokrasi yang bergerak cepat juga membawa risiko. Arus informasi yang terlalu deras sering kali mengaburkan batas antara data, opini, dan emosi. Di tingkat global, aktivisme Gen Z bahkan menunjukkan daya tekan yang melampaui batas negara.
    Gerakan iklim yang digerakkan oleh anak muda berhasil mendorong isu lingkungan menjadi agenda utama banyak pemerintahan. Solidaritas lintas negara terbangun melalui kampanye digital yang saling terhubung. Isu konflik kemanusiaan, ketidakadilan rasial, hingga kebebasan berekspresi menjadi perhatian publik global berkat mobilisasi generasi muda di ruang siber.
    Ini menandakan bahwa politik tidak lagi sepenuhnya terikat pada teritori, melainkan pada jaringan. Meski demikian, romantisasi aktivisme digital perlu dihindari. Tidak semua yang viral berujung pada perubahan kebijakan. Banyak gerakan berhenti pada ledakan atensi sesaat tanpa strategi lanjutan.
    Tantangan terbesar aktivisme Gen Z adalah menerjemahkan energi digital menjadi kerja advokasi yang berkelanjutan. Negara bekerja dengan prosedur, regulasi, dan kompromi, sementara ruang digital bergerak dengan logika kecepatan dan emosi. Ketegangan antara dua dunia ini sering membuat tuntutan publik kehilangan daya dorong saat memasuki ruang institusional.
    Masalah lain yang tak kalah serius adalah kualitas deliberasi. Algoritma media sosial cenderung memperkuat pandangan yang seragam dan menyingkirkan nuansa. Aktivisme berisiko terjebak dalam polarisasi dan simplifikasi berlebihan. Isu kompleks direduksi menjadi hitam putih, kawan lawan, benar salah. Dalam jangka panjang, kondisi ini justru dapat melemahkan demokrasi karena ruang dialog menyempit.
    Demokrasi yang sehat membutuhkan perbedaan pandangan yang diperdebatkan secara rasional, bukan sekadar adu viralitas. Refleksi penting juga perlu diarahkan pada etika aktivisme. Siapa yang berbicara atas nama siapa. Apakah suara yang paling keras benar benar mewakili kelompok terdampak.
    Dalam beberapa kasus, aktivisme digital rawan menjadi panggung performatif yang lebih mementingkan citra daripada substansi. Ketika isu publik diperlakukan sebagai konten, ada risiko penderitaan nyata direduksi menjadi komoditas perhatian. Di sinilah kedewasaan politik diuji, terutama bagi generasi muda yang sedang belajar mengelola kekuatan barunya.
    Namun, di balik berbagai tantangan tersebut, terdapat praktik praktik baik yang layak dicatat. Sejumlah kelompok Gen Z di Indonesia mulai membangun pola aktivisme hibrida. Mereka menggabungkan kampanye digital dengan kajian kebijakan, diskusi publik, dan kerja sama dengan organisasi masyarakat sipil.
    Pendekatan ini menunjukkan kesadaran bahwa perubahan kebijakan membutuhkan lebih dari sekadar tekanan massa. Dibutuhkan argumentasi yang solid, data yang kuat, serta kesediaan berdialog dengan pembuat kebijakan.
    Ke depan, peran Gen Z dalam demokrasi Indonesia akan semakin signifikan seiring dengan perubahan demografi pemilih. Tantangannya bukan lagi soal keberanian bersuara, melainkan soal kapasitas mengelola suara tersebut secara bertanggung jawab. Pendidikan literasi digital dan politik menjadi kunci agar partisipasi tidak terjebak dalam euforia sesaat. Negara dan institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk tidak memandang aktivisme muda sebagai ancaman, melainkan sebagai energi korektif bagi demokrasi.
    Pada akhirnya, aktivisme Gen Z adalah cermin dari demokrasi kita sendiri. Ia memperlihatkan harapan sekaligus kegelisahan. Di satu sisi, ada semangat partisipasi yang hidup dan kreatif. Di sisi lain, ada risiko dangkalnya deliberasi di tengah arus besar informasi.
    Demokrasi siber bukan tujuan akhir, melainkan ruang antara yang menuntut kedewasaan kolektif. Jika mampu dikelola dengan etika, literasi, dan strategi yang matang,
    suara Gen Z
    tidak hanya akan ramai di linimasa, tetapi juga bermakna dalam kebijakan publik yang lebih adil dan berpihak pada masa depan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • SPPG Karanggondang, Dapur yang Merajut Berbagai Generasi

    SPPG Karanggondang, Dapur yang Merajut Berbagai Generasi

    SPPG Karanggondang, Dapur yang Merajut Berbagai Generasi
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com –
    Uap panas mengepul dari deretan wajan besar di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Karanggondang, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. 
    Suara sodet beradu dengan panci bersahutan sejak pagi, sementara para pekerja bergerak cepat menyiapkan ratusan porsi makanan. Sekilas, suasananya tampak seperti dapur produksi pada umumnya. 
    Namun, jika diperhatikan lebih dekat, justru mempertemukan beragam kalangan usia. Mulai dari ibu-ibu, generasi
    milenial
    , hingga generasi Z, bekerja berdampingan dalam satu ritme kerja yang sama.
    Di sana, Program
    Makan Bergizi Gratis
    (
    MBG
    ) dijalankan setiap hari. Bukan hanya sebagai upaya pemenuhan gizi anak-anak sekolah di sekitarnya, tetapi juga sebagai ruang kerja lintas generasi bagi warga sekitar.
    Koordinator Pemorsian
    SPPG
    Karanggondang Darwini atau akrab disapa Ani, menjadi salah satu wajah yang selalu ada di area pembagian makanan. Ia memastikan seluruh komponen menu, mulai dari nasi, lauk, susu, hingga buah, tersedia sejak awal hingga akhir proses pemorsian. 
    “Dari tempat nasi, tutup, sampai susu dan buah harus lengkap dari awal sampai akhir. Enggak boleh ada yang kurang,” ujar Ani.
    Jika stok mulai menipis, Ani segera berkoordinasi dengan ahli gizi atau staf kantor agar bahan tambahan dapat disiapkan tepat waktu sebelum jadwal distribusi dimulai.
    “Biasanya sebelum pemorsian selesai, kami sudah konfirmasi dulu supaya tidak telat saat distribusi,” katanya. 
    Baginya, kelancaran pemorsian menjadi kunci agar makanan bisa sampai ke tangan anak-anak penerima manfaat tanpa hambatan. Soal lingkungan kerja, Ani mengaku tidak pernah merasa terbebani bekerja dengan rekan yang usianya lebih muda, malah membuat suasana dapur terasa lebih cair.  
    Keterlibatannya di
    dapur MBG
    pun berdampak langsung bagi kehidupannya. Ia merasa senang bisa terlibat dalam program tersebut. Dukungan keluarga pun menguatkan keputusannya untuk tetap bekerja di
    SPPG Karanggondang
    .
    “Saya
    happy
    . (Gaji di sini) sangat membantu menambah penghasilan dan buat nabung,” ungkap dia. 
    Sementara itu, Akuntan SPPG Karanggondang, Dipta Aqila Zahidah bertanggung jawab mengelola pencatatan keuangan harian, mulai dari pengeluaran bahan makanan, logistik, gaji relawan, hingga biaya operasional.
    Sebagai generasi Z, Dipta kerap berkolaborasi dengan relawan yang lebih senior. Bersama ahli gizi, ia bertugas menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), menghitung biaya operasional dapur, mengecek stok, hingga membuat laporan keuangan. 
    Perbedaan usia sempat menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam hal komunikasi. Ia mengakui, karakternya yang cenderung tertutup turut memengaruhi proses adaptasi tersebut. 
    “Cukup sulit karena saya
    introvert.
    Dengan (adanya) perbedaan umur (antar-pekerja), awalnya agak sulit,” ungkapnya. 
    Namun, seiring waktu, proses saling memahami berjalan perlahan. Ia menilai, relawan yang lebih tua mampu mengayomi sehingga komunikasi menjadi lebih cair. Keseharian di dapur itu pula membuat perbedaan usia tidak lagi terasa sebagai jarak.
    “Lama-lama bisa komunikasi dengan baik,” ujar Dipta.
    Bagi Dipta, SPPG Karanggondang bukan sekadar tempat bekerja. Ia bahkan menyebut dapur tersebut sebagai rumah kedua.
    Padatnya aktivitas membuatnya lebih banyak berinteraksi dengan sesama relawan dibandingkan dengan keluarga di rumah. Keseharian yang intens inilah relasi antar rekan kerja lintas usia terbangun.
    “Lebih sering di dapur jika dibandingkan di rumah,” katanya. 
    Peran penting lain di SPPG tersebut adalah ahli gizi yang tugasnya diemban Nur Azizah. Setiap hari, ia menyusun menu bergizi seimbang, menentukan standar porsi, serta melakukan pengawasan kualitas dan keamanan makanan sebelum didistribusikan.
    Baginya, pekerjaan di dapur bukan semata soal hitungan gizi di atas kertas. Ia harus memastikan standar tersebut dipahami dan dijalankan oleh relawan dengan latar usia serta kebiasaan yang berbeda. Karena itu, pendekatan kerjanya pun disesuaikan.
    Ia menilai pekerja dari generasi Z relatif cepat memahami prosedur, meski kerap disertai banyak pertanyaan.
    “Kalau
    gen Z
    itu cepat menangkap, tetapi banyak bertanya. Ini bagaimana, itu bagaimana,” kata dia.
    Sementara itu, relawan milenial cenderung lebih teliti, meski terkadang masih membawa kebiasaan memasak rumahan.
    “Kadang masih terbawa seperti masak di rumah, padahal di sini porsinya bisa ratusan sampai ribuan,” sambung Azizah.
    Menurutnya, dapur produksi tidak bisa disamakan dengan dapur rumah tangga karena menuntut standar keamanan dan higienitas yang lebih tinggi.
    Untuk menjembatani perbedaan pandangan tersebut, ia kerap memberi contoh langsung di lapangan serta membagikan video pendek dari media sosial sebagai materi edukasi. 
    Ia juga terus mengedukasi seputar penggunaan sejumlah peralatan dapur modern, seperti alat potong serbaguna dan pengering ompreng. Sebab, peralatan ini dapat membantu menjaga efisiensi kerja sekaligus higienitas makanan.
    Pengelola SPPG Karanggondang, Andung Supriagi, menjelaskan bahwa kolaborasi lintas generasi memang dirancang sejak awal sebelum beroperasional. Proses rekrutmen dilakukan dengan mengacu pada petunjuk teknis Badan Gizi Nasional (BGN) serta melibatkan pemerintah desa.
    Menurutnya, wawancara tatap muka menjadi krusial untuk melihat motivasi pelamar.
    “Kami memprioritaskan mereka yang benar-benar membutuhkan pekerjaan, bukan sekadar ingin mencoba,” tegasnya. 
    Pelamar dengan motivasi kuat, lanjut Andung, cenderung lebih bertahan dan bertanggung jawab terhadap tugasnya. Komposisi usia juga diperhitungkan. Karena, jika seluruh tenaga kerja berasal dari satu kelompok usia, efektivitas kerja justru berpotensi menurun. 
    Oleh karena itu, SPPG Karanggondang sengaja menerapkan variasi demografi, termasuk dari berbagai usia. Meski diakui membawa tantangan terutama karena para pekerja belum pernah bekerja sama sebelumnya.
    “Maka dari itu, kami lakukan evaluasi secara rutin untuk mengetahui kelemahan masing-masing pekerja serta mengidentifikasi yang harus ditingkatkan. Sistem reward and punishment juga kami terapkan,” katanya. 
    Selain itu, sistem kerja rotasi juga diterapkan sejak awal agar setiap pekerja memahami alur kerja dapur secara menyeluruh, mulai dari pemorsian hingga pencucian ompreng. Pola ini dinilai efektif membangun, saling pengertian, serta kerja sama yang solid dalam tim lintas generasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penduduk IKN Tembus 147.427 Jiwa hingga Akhir 2025

    Penduduk IKN Tembus 147.427 Jiwa hingga Akhir 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap total penduduk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara telah mencapai 147.427 jiwa hingga akhir 2025. Potret tersebut didapatkan dari hasil Pendataan penduduk IKN (PPIKN) 2025.

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa total 147.427 jiwa penduduk IKN itu terdiri atas 43.293 rumah tangga.

    “Penduduk IKN saat ini di wilayah delineasi IKN tercatat sebanyak 147.427 jiwa atau sebanyak 43.293 rumah tangga,” jelasnya dalam agenda Penyerahan Produk Kerja Sama PPIKN 2025 di Kantor BPS, di Jakarta, Selasa (16/12/2025).

    Dalam penjelasannya, terdapat empat desa dengan konsentrasi penduduk paling tinggi, di antaranya Desa Samboja Kuala, Desa Muara Jawa Ulu, Desa Muara Jawa Pesisir, dan Desa Telemow. Adapun, empat desa tersebut memiliki kepadatan penduduk mencapai lebih dari 400 orang per kilometer persegi.

    Selanjutnya, imbuh Amalia, jika dilihat berdasarkan generasi, dari total sekitar 147.427 jiwa, penduduk IKN didominasi oleh generasi Z dan generasi milenial yang mencapai lebih dari setengah populasi Ibu Kota Nusantara.

    “Komposisi ini menunjukkan bahwa IKN memiliki potensi penduduk produktif yang besar untuk mendukung pembangunan kota baru yang modern dan dinamis,” pungkasnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Kementerian PPN/Bappenas telah memproyeksikan jumlah penduduk dan urbanisasi yang akan terjadi di IKN menjadi 1,5 juta hingga 1,6 juta jiwa pada 2035.

    Sementara itu, jumlah penduduk IKN diprediksi akan terus bertambah dan tembus hingga 2 juta jiwa pada 2045. 

  • Pembelaan Laras Faizati di Balik Unggahan Bakar Mabes Polri
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Desember 2025

    Pembelaan Laras Faizati di Balik Unggahan Bakar Mabes Polri Megapolitan 16 Desember 2025

    Pembelaan Laras Faizati di Balik Unggahan Bakar Mabes Polri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Terdakwa kasus dugaan penghasutan demo anarkistis akhir Agustus 2025, Laras Faizati, menegaskan tidak memiliki niat menghasut massa lewat unggahan media sosialnya.
    Hal itu disampaikan Laras saat menjalani pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025).
    Ia mengakui sempat mengunggah sejumlah Instagram Story pada 29 Agustus 2025.
    Empat unggahan di antaranya kemudian dilaporkan karena dituding memprovokasi publik.
    Unggahan pertama berisi kiriman ulang video tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang terjadi malam sebelumnya, Kamis (28/8/2025).
    Laras menambahkan kalimat bernada keras sebagai luapan emosinya terhadap aparat kepolisian.
    Menurut Laras, kalimat tersebut ditulis secara spontan karena kekecewaan dan kemarahan atas peristiwa yang terjadi.
    “Itu spontanitas kekecewaan dan kemarahan saya saja. Karena runtutan kejadian yang terjadi, dari mulai ya Affan Kurniawan dilindas, meninggal, dan juga ada video yang tersebar bahwa mobil tank tersebut kabur begitu saja tidak bertanggung jawab,” jelas Laras di persidangan.
    Unggahan kedua berisi kabar meninggalnya Affan yang disertai ucapan belasungkawa.
    Unggahan ketiga memperlihatkan foto Laras yang tersenyum sambil menunjuk Gedung Mabes Polri.
    Foto itu diambil dari kantornya di ASEAN Inter-Parliamentary Assembly.
    Laras mengatakan, ekspresi tersenyum yang berlawanan dengan kalimat keras dalam unggahan tersebut merupakan cara dirinya mengekspresikan kemarahan melalui sarkasme, gaya yang menurutnya lazim di kalangan Generasi Z.
    Ia menegaskan, kalimat ajakan membakar Gedung Mabes Polri sama sekali tidak dimaksudkan sebagai provokasi.
    “Saya memang tidak ada intensi untuk provokasi atau apa pun. Itu imej yang saya punya di Instagram dan kehidupan saya, yang silly dan fun kalau bahasa Inggrisnya. Jadi tidak ada keseriusan dalam postingan itu,” ungkap dia.
    Selain itu, Laras merasa tidak memiliki kemampuan menggerakkan massa.
    Saat itu, akun Instagram-nya hanya memiliki sekitar 3.900 pengikut, dengan penonton Instagram Story berkisar 300–500 orang.
    Pada unggahan keempat, Laras menyelipkan humor dalam kritiknya terhadap kepolisian.
    Salah satunya melalui kalimatnya, “Policemen should be serving our country but why do I serve harder than all of them combined.”
    Kalimat tersebut secara literatur berarti, “Polisi seharusnya mengabdi kepada negara, tetapi kenapa saya justru ‘mengabdi’ lebih keras dibandingkan mereka semua jika digabungkan.”
    Menurut Laras, kata serve memiliki makna ganda dalam slang Gen Z dan tidak dimaksudkan sebagai kritik literal soal pengabdian.
    “Saya merasa saya lagi cantik, pakaian saya bagus, rambut saya bagus. Jadi di sini sebenarnya saya lagi mendeskripsikan pakaian saya yang ‘I serve hard’ artinya ya pakaian saya lagi keren gitu di situ. Dicampurkan dengan unsur humor lah intinya,” jelas Laras.
    Meski mengakui kalimatnya keras, Laras menegaskan bahwa dirinya tidak membenci polisi.
    “Saya marah, iya. Tapi tidak seemosi untuk sampai saya sebenci itu sama polisi. Karena saya memang lagi marah sama kejadiannya (dilindasnya Affan Kurniawan oleh rantis Brimob), jadi saya tetap tersenyum dan tidak menunjukkan pose saya marah,” sambung dia.
    Di hadapan majelis hakim, Laras juga mengungkapkan rasa ketidakadilan atas ancaman hukuman yang ia hadapi, yang menurutnya lebih berat dibanding aparat yang ia kritik.
    “Selama ini saya selalu bangga menjadi warga negara Indonesia, tapi ketika saya buka suara untuk bela sungkawa, untuk marah, untuk boleh mengekspresikan kecewa saya, saya malah ada di sini,” tutur Laras sambil terisak.
    “Saya malah mendapatkan hukuman penjara yang lebih lama daripada oknum-oknum yang melindas Affan Kurniawan,” lanjutnya.
    Selain ancaman hukuman, Laras mengaku khawatir dengan keselamatan ibu dan adiknya. Ia menyebut telah mengalami doxing setelah ditangkap.
    Identitas pribadinya, mulai dari KTP, nama orang tua, hingga alamat rumah, disebarkan oleh pihak tak dikenal. Awak media juga mendatangi rumah keluarganya.
    “Saya juga khawatir akan masa depan saya, akan keamanan keluarga saya dan saya sendiri, karena saya sudah di-doxing, identitas saya di mana-mana,” tutur Laras.
    Sebagai anak muda yang masih aktif bekerja, Laras merasa penangkapannya telah merenggut hak-hak dasarnya.
    “Saya malah dipidanakan seperti ini, saya merasa hak saya sebagai manusia itu tidak ada karena ini semua. Saya harus kehilangan pekerjaan saya, saya harus kehilangan waktu saya sebagai anak muda, sebagai tulang punggung, harusnya saya bisa berkarya,” ungkapnya.
    Nama Laras termasuk dalam tiga tahanan yang direkomendasikan Komisi Reformasi Polri untuk segera dibebaskan.
    Anggota Komisi Reformasi Polri, Mahfud MD, menyampaikan rekomendasi itu setelah mendengar paparan tim kuasa hukum Laras.
    Mendengar hal tersebut, Laras menyampaikan terima kasih dan berharap rekomendasi itu menjadi pertimbangan majelis hakim.
    “Saya berterima kasih karena nama saya sudah di-mention oleh Bapak Mahfud MD. Semoga ini akan juga menjadi pertimbangan untuk keadilan saya juga,” kata Laras.
    Ia juga berharap rekomendasi serupa diberikan kepada tahanan lain dengan kasus sejenis.
    Jaksa Penuntut Umum mendakwa
    Laras Faizati
    telah menghasut publik untuk melakukan tindakan anarkistis dalam demonstrasi akhir Agustus 2025.
    Penghasutan tersebut disebut berangkat dari unggahan Laras terkait kematian Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis Brimob pada 28 Agustus 2025.
    Dalam salah satu unggahan, jaksa menilai Laras mengajak publik melakukan tindakan anarkis.
    “Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia artinya adalah, ‘Ketika kantormu tepat disebelah Mabes Polri. Tolong bakar gedung ini dan tangkap mereka semua! Aku ingin sekali membantu melempar batu, tapi ibuku ingin aku pulang. Mengirim kekuatan untuk semua pengunjuk rasa!!’” kata jaksa.
    Jaksa juga mengaitkan unggahan tersebut dengan percobaan pembakaran fasilitas di sekitar SPBU Mabes Polri.
    Dalam perkara ini, Laras didakwa dengan empat pasal, termasuk pasal-pasal dalam UU ITE serta Pasal 160 dan 161 KUHP tentang penghasutan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wali Kota Mojokerto Tekankan Peran Strategis Keluarga untuk Indonesia Emas 2045

    Wali Kota Mojokerto Tekankan Peran Strategis Keluarga untuk Indonesia Emas 2045

    Mojokerto (beritajatim.com) – Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-26 Dharma Wanita Persatuan (DWP) berlangsung khidmat di Ruang Sabha Mandala Madya, Balai Kota Mojokerto. Tahun ini, DWP mengusung tema ‘Peran Strategis Dharma Wanita Persatuan dalam Pendidikan Anak Bangsa untuk Indonesia Emas 2045’.

    Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari hadir langsung dan memberikan arahan terkait pentingnya peran DWP dalam membangun fondasi keluarga ASN yang berkualitas. Menurutnya, tema peringatan HUT DWP tahun ini sejalan dengan visi besar negara untuk menyiapkan generasi emas pada tahun 2045.

    “ASN tidak mungkin bisa berkontribusi maksimal untuk pemerintah daerah kalau urusan rumah tangganya tidak ada kedamaian dan kondusifitas. Maka peran strategis Dharma Wanita ini adalah menjaga itu. Keluarga yang harmonis menjadi titik awal ASN dapat bekerja optimal dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,” ungkapnya, Jumat (12/12/2025).

    Dalam arahannya, Ning Ita (sapaan akrab, red) menekankan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah, namun tidak akan bermakna tanpa Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Karena itu, penguatan kualitas manusia sejak usia dini menjadi prioritas, terutama di tengah tantangan era informasi yang sangat cepat dan disruptif.

    Orang nomor satu di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto ini turut menyoroti pentingnya pendidikan, pola asuh, serta pencegahan stunting sebagai bagian dari upaya membangun generasi berkualitas. Tantangan terbesar, katanya, berada pada kelompok remaja, yang kini hidup dalam lingkungan digital serba terbuka.

    “Tantangan kita saat ini ada pada remaja. Kita harus update perkembangan generasi Z dan generasi Alfa agar komunikasi bisa nyambung. Di sinilah peran ketahanan keluarga menjadi penting, diawali dengan bonding yang kuat antara orang tua dan anak,” terangnya.

    Melihat fenomena kenakalan remaja yang mulai muncul bahkan di kota kecil seperti Mojokerto, Ning Ita menginisiasi program baru bertajuk STAR (Sekolah Orang Tua Remaja). Program tersebut digagas karena menurunnya komunikasi keluarga, lemahnya ikatan emosional, serta kurangnya ketahanan keluarga di era modern.

    “Saya berharap Dharma Wanita dan PKK ikut berperan. Kalau gerakan ini kita lakukan secara keroyokan, tidak hanya pemerintah kota tapi juga organisasi-organisasi wanita, insyaallah kita mampu menghantarkan calon-calon pemimpin bangsa dari Kota Mojokerto,” ujarnya.

    Ning Ita mengajak DWP dan PKK untuk turut menyukseskan program STAR agar gerakan ini dapat berjalan masif dan memberi dampak luas. Di akhir acara, Ning Ita menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh anggota Dharma Wanita Persatuan yang merayakan HUT ke-26.

    “Semoga terus sukses dan berkiprah untuk mendukung ASN serta mengantarkan generasi bangsa menuju Indonesia Emas 2045,” tutupnya. [tin/ian]

  • Kampoeng Dolanan Hadirkan Permainan Tradisional Inovatif di Sangihe

    Kampoeng Dolanan Hadirkan Permainan Tradisional Inovatif di Sangihe

    Sangihe, Beritasatu.com – Kampoeng Dolanan Sulawesi menarik perhatian masyarakat Sangihe dengan menghadirkan berbagai permainan tradisional yang dikemas secara inovatif. Perwakilan komunitas, Destu Ayu Hapsari, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan mengenalkan kembali permainan klasik kepada generasi muda sekaligus menjadi ajang nostalgia bagi orang dewasa.

    Salah satu permainan yang paling mencuri perhatian adalah ular tangga raksasa. Tidak seperti permainan tradisional pada umumnya, papan ular tangga ini dibuat dari bahan baliho berukuran sekitar tiga kali tiga meter.

    Dalam versi raksasa ini, pemain menjadi pion yang bergerak mengikuti kotak permainan, sedangkan dadu yang digunakan juga berukuran besar.

    “Ular tangga raksasa, jadi balihonya ukuran mungkin tiga kali tiga meter yang jadi pionnya adalah diri kita sendiri,” ujar Destu.

    Selain ular tangga, komunitas ini juga menghadirkan permainan klasik lainnya seperti cengkeng atau engkley (lompat-lompatan), lompat goroh (lompat tali), tarik tambang, serta permainan berbasis baliho seperti jejak langkah, yang mengharuskan pemain mengikuti jejak telapak tangan dan kaki yang tersedia di permukaan papan.

    Destu menambahkan, permainan-permainan tersebut dikemas secara menarik untuk memikat generasi Z dan generasi Alfa yang tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Sementara bagi orang dewasa, kegiatan ini menjadi kesempatan untuk menikmati kembali keseruan permainan tempo dahulu.

    “Permainan tradisional bukan cuma nostalgia, tetapi menjadi hal baru bagi anak-anak untuk diperkenalkan di tengah teknologi,” pungkasnya.

    Kehadiran Kampoeng Dolanan Sulawesi di Sangihe diharapkan dapat menghidupkan kembali kecintaan pada permainan tradisional sekaligus mempererat interaksi sosial lintas generasi.

     

  • Perhatian Khusus Anak Berhadapan Hukum: Wali Kota Kediri Serahkan BLT DBHCHT Senilai Rp3,6 Juta

    Perhatian Khusus Anak Berhadapan Hukum: Wali Kota Kediri Serahkan BLT DBHCHT Senilai Rp3,6 Juta

    Kediri (beritajatim.com) – Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati menegaskan komitmen pemerintah daerah terhadap perlindungan anak dengan menyerahkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 13 anak yang berhadapan dengan hukum, dalam sebuah acara yang digelar di Ruang Kilisuci, Balai Kota Kediri, Rabu (10/12/2025). Bantuan ini dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan dasar dan mendukung pendampingan psikologis.

    BLT tersebut bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan diberikan dalam jumlah signifikan, yakni Rp3.600.000 per anak. Harapannya, bantuan ini dapat membantu memenuhi kebutuhan dasar serta memberikan dukungan bagi anak-anak tersebut agar tetap memperoleh perlindungan dan perhatian yang layak di tengah proses hukum yang mereka hadapi.

    Pada kesempatan ini, Mbak Wali juga memberikan motivasi kuat kepada para anak yang hadir. Ia menegaskan bahwa mereka tetap memiliki hak yang sama, seperti anak-anak muda seusia mereka, untuk mendapatkan perlindungan, pendidikan, serta kesempatan meraih masa depan yang lebih baik.

    “Dengan begitu, Pemerintah Kota Kediri hadir untuk mendukung cita-cita adik-adik sekaligus meringankan beban para orang tua. Salah satu upayanya adalah melalui pemberian BLT ini. Semoga bantuan ini bermanfaat dan dapat memenuhi kebutuhan adik-adik,” ujar Mbak Wali.

    Wali Kota Kediri menjelaskan bahwa sebagian anak yang hadir merupakan saksi maupun korban, yang secara psikologis juga berpotensi mengalami trauma. Oleh karena itu, BLT yang didapat ini juga bisa membantu menunjang kebutuhan pendampingan, termasuk layanan psikolog apabila diperlukan, demi menjaga kesehatan mental mereka.

    “Saya titip pesan kepada para orang tua, agar selalu mendampingi anak-anaknya. Peran orang tua adalah kunci penting yang menentukan masa depan anak,” tambahnya.
    Ia mengingatkan, ketika dukungan orang tua kurang, tentu hal itu akan berpengaruh pada kondisi mental dan perkembangan mereka. “Mari kita bersama-sama saling mendukung anak-anak,” imbuhnya.

    Kepada para anak, Mbak Wali juga memberikan semangat agar tetap percaya diri dan terus berusaha meraih cita-cita setinggi mungkin, sebuah pesan yang penting untuk membangun kembali harapan di kalangan Generasi Z.

    “Untuk adik-adik, jangan pernah merasa sendiri. Tetap semangat belajar, dan jangan takut memiliki cita-cita yang tinggi. Insyaallah kalian bisa menjadi anak-anak yang sukses,” pesannya.
    Turut hadir dalam penyerahan bantuan ini adalah Kepala Dinas Sosial Imam Muttakin, serta para penerima BLT dan orang tua pendamping. [nm/kun]

  • Penuh Energi, Mbak Wali Kediri Serahkan SK Kenaikan Pangkat, BLT, dan Bonus Atlet Berprestasi

    Penuh Energi, Mbak Wali Kediri Serahkan SK Kenaikan Pangkat, BLT, dan Bonus Atlet Berprestasi

    Kediri (beritajatim.com) – Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati menggunakan apel pagi rutin hari ini di Halaman Balai Kota Kediri sebagai panggung penyerahan simbolis SK Kenaikan Pangkat, Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan bonus bagi atlet berprestasi, menegaskan komitmen Pemkot Kediri terhadap kinerja, ekonomi, dan olahraga. Acara yang berlangsung pada Selasa (09/12/2025) ini dipenuhi energi positif dan semangat kolaborasi.

    Wali Kota termuda di Jawa Timur tersebut menyampaikan bahwa momen ini adalah pengingat penting bagi seluruh elemen Kota Kediri. “Apel pagi ini sebagai pengingat bahwa setiap dari kita memegang perannya masing-masing. ASN meningkatkan kualitas pelayanan, masyarakat terus berdaya, dan para atlet membawa prestasi bagi Kota Kediri. Semua bergerak dalam satu tujuan: mewujudkan Kota Kediri MAPAN,” ujar Vinanda Prameswati.

    Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati menyerahkan SK Kenaikan Pangkat ASN

    Kenaikan Pangkat ASN: Apresiasi atas Kinerja dan Dedikasi

    Agenda pertama adalah penyerahan SK Kenaikan Pangkat ASN periode 1 Desember 2025 kepada 30 penerima. Mbak Wali mengingatkan bahwa kenaikan pangkat bukan hanya tanda penghargaan atas kinerja yang telah dijalankan, melainkan juga amanah besar.

    Amanah tersebut menuntut ASN untuk menjaga integritas, meningkatkan profesionalitas, dan meneguhkan kembali komitmen pelayanan publik. Kualitas layanan publik adalah perhatian utama bagi masyarakat, terutama Generasi Z yang menuntut efisiensi birokrasi.

    “Harapan saya, momentum ini menjadi dorongan bagi seluruh pegawai agar terus meningkatkan kualitas kerja serta menjadi bagian dari ASN berakhlak dan bangga melayani masyarakat,” ungkapnya.

    Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati menyerahkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada karyawan pabrik rokok.

    Penyerahan BLT: Menguatkan Ketahanan Ekonomi Warga

    Setelah penyerahan SK, Mbak Wali menyerahkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada penerima manfaat, sebagai bentuk kehadiran nyata pemerintah dalam mendukung stabilitas ekonomi warga. Hari ini, bantuan diserahkan kepada 50 orang buruh pabrik rokok dan 49 orang kategori fakir miskin. Adapun rincian bantuan yang diterima, buruh pabrik rokok menerima Rp1 juta, sementara kategori fakir miskin menerima Rp1,2 juta.

    Para penerima manfaat ini sebelumnya telah melalui tahapan verifikasi dan validasi ketat, mulai dari usulan kelurahan pada Dinsos sesuai desil Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang telah dipersyaratkan. Penyerahan BLT ini akan dijadwalkan secara bertahap, baik di kelurahan, melalui perbankan, maupun dinas sosial.

    Untuk buruh pabrik rokok, syaratnya adalah ber-KTP Kota Kediri meskipun ia bekerja di pabrik rokok di luar Kota Kediri. Sementara untuk fakir miskin, syaratnya masuk dalam DT-SEN desil 1-3 yang belum pernah menerima bantuan dari pusat.

    “Adanya bantuan langsung tunai ini merupakan bentuk kehadiran dan komitmen Pemerintah Kota Kediri dalam mendukung masyarakat yang membutuhkan agar dapat terus bertahan, berkembang, dan sejahtera,” jelasnya. “Kami berharap bantuan ini dapat membantu meningkatkan stabilitas ekonomi keluarga dan meringankan kebutuhan masyarakat. Tolong pergunakan BLT ini sebaik-baiknya.”

    Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati menyerahkan bonus kepada atlet berprestasi.

    Apresiasi Atlet Berprestasi: Dorongan untuk Terus Membawa Nama Harum Kota Kediri

    Momen berikutnya adalah penyerahan apresiasi kepada pahlawan olahraga Kota Kediri. Bonus diserahkan bagi total 78 pelatih dan 246 atlet yang telah berjuang pada Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) IX Jawa Timur tahun 2025 dengan total nilai Rp2.833.000.00.

    Selain itu, tali asih juga diserahkan kepada 15 atlet yang berjuang pada Kejuaraan Paralympic Provinsi (KEPARPROV) Jawa Timur tahun 2025. Rincian tali asih untuk atlet paralimpik adalah: peraih medali emas Rp3 juta, medali perak Rp2 juta, medali perunggu Rp1 juta. Pelatih menerima Rp2,5 juta dan pendamping Rp1,5 juta.

    Prestasi olahraga Kota Kediri sangat mencolok, terbukti pada gelaran PORPROV, Kota Kediri meraih peringkat 4 dengan total 175 medali (69 emas, 53 perak, dan 53 perunggu). Sementara pada KEPARPROV, Kota Kediri berhasil meraih 15 medali (6 emas, 6 perak, dan 3 perunggu), menempatkan kontingen I Kota Kediri sebagai juara umum 3 se-Jawa Timur.

    Prestasi yang telah diraih ini membawa nama harum Kota Kediri dan menunjukkan bahwa dengan kerja keras, disiplin, dan semangat juang, para atlet muda mampu bersaing dan berdiri sejajar dengan daerah lain. “Atas nama pemerintah saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh atlet dan pelatih,” pungkasnya. [nm/ted]

  • Laporan Strava Ungkap Gen Z Ganti Doomscrolling dengan Keringat

    Laporan Strava Ungkap Gen Z Ganti Doomscrolling dengan Keringat

    Jakarta: Laporan tahunan ke-12 Year In Sport: Trend dari aplikasi gaya hidup aktif global, Strava, yang dirilis pada 3 Desember 2025, menyoroti adanya pergeseran budaya yang signifikan, di mana Generasi Z (Gen Z) secara kolektif mulai meninggalkan kebiasaan pasif seperti scrolling di media sosial atau “doomscrolling” dan beralih fokus ke aktivitas fisik di dunia nyata.

    Dengan menganalisis miliaran aktivitas dari 180 juta pengguna globalnya dan hasil survei terhadap lebih dari 30.000 responden, laporan tersebut menemukan bahwa Gen Z kini memprioritaskan koneksi nyata, kebugaran, dan komunitas.

    Data menunjukkan bahwa Gen Z tidak hanya bergerak lebih banyak, tetapi juga mengalokasikan waktu dan uang mereka untuk kebugaran. Sebanyak 65% Gen Z mengaku terdampak inflasi, namun 30% dari mereka berencana meningkatkan pengeluaran untuk menjaga kebugaran pada tahun 2026.

    Bahkan, prioritas finansial Gen Z sangat jelas: 64% lebih memilih mengalokasikan uang untuk membeli perlengkapan olahraga dibandingkan untuk berkencan. Minat pada kencan aktif pun meningkat, dengan 46% responden menyatakan “boleh banget” menjadikan aktivitas olahraga sebagai pilihan kencan pertama.

    “Sebagai kelompok dengan pertumbuhan tercepat di Strava, kami melihat Gen Z mencari pengalaman nyata, bukan waktu layar yang lebih panjang,” ujar Michael Martin, CEO Strava. Ia menambahkan bahwa lebih dari setengah Gen Z berencana lebih sering menggunakan Strava pada 2026, sementara penggunaan platform lain seperti Instagram dan TikTok akan tetap sama atau justru berkurang.

    Meskipun lari tetap menjadi olahraga paling populer di Strava, tren aktivitas lain, seperti berjalan kaki dan latihan beban, menunjukkan pertumbuhan signifikan di kalangan anak muda.

    Lari dan Race: Gen Z 75% lebih sering menjadikan race atau event sebagai motivasi utama berolahraga dibandingkan dengan Gen X.

    Latihan Beban: Gen Z tercatat dua kali lebih mungkin daripada Gen X untuk menjadikan latihan beban sebagai olahraga utama, dengan peningkatan jumlah Gen Z yang berlatih angkat beban untuk membentuk tubuh mencapai 61% lebih banyak dibanding Gen X. Tren ini juga kuat di kalangan perempuan, yang 21% lebih mungkin untuk merekam aktivitas Latihan Beban di Strava pada 2025 dibandingkan laki-laki.

    Komunitas: Jumlah Klub baru di Strava hampir naik empat kali lipat pada 2025, mencapai total 1 juta klub. Klub hiking (5,8x) dan klub lari (3,5x) adalah yang paling pesat pertumbuhannya, menandakan peralihan dari komunitas daring ke pertemuan tatap muka.Pola Aktivitas Unik di Indonesia

    Laporan ini juga mengungkap data menarik dari Indonesia:Wilayah Teraktif: Sulawesi Utara menjadi wilayah paling aktif di Indonesia dengan median langkah harian terbanyak secara nasional (5.392 langkah), disusul Banten (5.342) dan Sulawesi Selatan (5.308).

    Pola Pagi di Yogyakarta: Secara global, kota Yogyakarta dinobatkan sebagai kota dengan pengguna yang paling banyak bergerak di pagi hari, dengan 55,4% aktivitas dilakukan antara pukul 4–7 pagi.

    Gaya Berjalan: Sulawesi Tenggara memimpin sebagai wilayah dengan pejalan kaki tercepat di Indonesia (pace rata-rata 00.12.37/km), sementara Nusa Tenggara Timur menjadi juara dalam jangkauan jarak rata-rata (3,9 km per sesi).

    Dengan tren yang semakin menguat, Gen Z tidak hanya mengubah kebiasaan individu tetapi juga membentuk ulang tatanan sosial, menjadikan aktivitas fisik dan koneksi komunitas sebagai inti dari gaya hidup masa depan.

    Jakarta: Laporan tahunan ke-12 Year In Sport: Trend dari aplikasi gaya hidup aktif global, Strava, yang dirilis pada 3 Desember 2025, menyoroti adanya pergeseran budaya yang signifikan, di mana Generasi Z (Gen Z) secara kolektif mulai meninggalkan kebiasaan pasif seperti scrolling di media sosial atau “doomscrolling” dan beralih fokus ke aktivitas fisik di dunia nyata.
     
    Dengan menganalisis miliaran aktivitas dari 180 juta pengguna globalnya dan hasil survei terhadap lebih dari 30.000 responden, laporan tersebut menemukan bahwa Gen Z kini memprioritaskan koneksi nyata, kebugaran, dan komunitas.
     
    Data menunjukkan bahwa Gen Z tidak hanya bergerak lebih banyak, tetapi juga mengalokasikan waktu dan uang mereka untuk kebugaran. Sebanyak 65% Gen Z mengaku terdampak inflasi, namun 30% dari mereka berencana meningkatkan pengeluaran untuk menjaga kebugaran pada tahun 2026.

    Bahkan, prioritas finansial Gen Z sangat jelas: 64% lebih memilih mengalokasikan uang untuk membeli perlengkapan olahraga dibandingkan untuk berkencan. Minat pada kencan aktif pun meningkat, dengan 46% responden menyatakan “boleh banget” menjadikan aktivitas olahraga sebagai pilihan kencan pertama.
     
    “Sebagai kelompok dengan pertumbuhan tercepat di Strava, kami melihat Gen Z mencari pengalaman nyata, bukan waktu layar yang lebih panjang,” ujar Michael Martin, CEO Strava. Ia menambahkan bahwa lebih dari setengah Gen Z berencana lebih sering menggunakan Strava pada 2026, sementara penggunaan platform lain seperti Instagram dan TikTok akan tetap sama atau justru berkurang.
     
    Meskipun lari tetap menjadi olahraga paling populer di Strava, tren aktivitas lain, seperti berjalan kaki dan latihan beban, menunjukkan pertumbuhan signifikan di kalangan anak muda.
     
    Lari dan Race: Gen Z 75% lebih sering menjadikan race atau event sebagai motivasi utama berolahraga dibandingkan dengan Gen X.
     
    Latihan Beban: Gen Z tercatat dua kali lebih mungkin daripada Gen X untuk menjadikan latihan beban sebagai olahraga utama, dengan peningkatan jumlah Gen Z yang berlatih angkat beban untuk membentuk tubuh mencapai 61% lebih banyak dibanding Gen X. Tren ini juga kuat di kalangan perempuan, yang 21% lebih mungkin untuk merekam aktivitas Latihan Beban di Strava pada 2025 dibandingkan laki-laki.
     
    Komunitas: Jumlah Klub baru di Strava hampir naik empat kali lipat pada 2025, mencapai total 1 juta klub. Klub hiking (5,8x) dan klub lari (3,5x) adalah yang paling pesat pertumbuhannya, menandakan peralihan dari komunitas daring ke pertemuan tatap muka.Pola Aktivitas Unik di Indonesia
     
    Laporan ini juga mengungkap data menarik dari Indonesia:Wilayah Teraktif: Sulawesi Utara menjadi wilayah paling aktif di Indonesia dengan median langkah harian terbanyak secara nasional (5.392 langkah), disusul Banten (5.342) dan Sulawesi Selatan (5.308).
     
    Pola Pagi di Yogyakarta: Secara global, kota Yogyakarta dinobatkan sebagai kota dengan pengguna yang paling banyak bergerak di pagi hari, dengan 55,4% aktivitas dilakukan antara pukul 4–7 pagi.
     
    Gaya Berjalan: Sulawesi Tenggara memimpin sebagai wilayah dengan pejalan kaki tercepat di Indonesia (pace rata-rata 00.12.37/km), sementara Nusa Tenggara Timur menjadi juara dalam jangkauan jarak rata-rata (3,9 km per sesi).
     
    Dengan tren yang semakin menguat, Gen Z tidak hanya mengubah kebiasaan individu tetapi juga membentuk ulang tatanan sosial, menjadikan aktivitas fisik dan koneksi komunitas sebagai inti dari gaya hidup masa depan.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (MMI)