Topik: Gempa

  • Gempa Afghanistan, Warga Tak Punya Sekop untuk Evakuasi Bayi dari Puing

    Gempa Afghanistan, Warga Tak Punya Sekop untuk Evakuasi Bayi dari Puing

    Kabul

    Ma’souma hendak keluar untuk memberi makan domba-dombanya ketika dia terlempar ke udara. Dia kemudian melihat rumah keluarganya runtuh.

    Hal berikutnya yang diingat oleh wanita berusia 45 tahun itu adalah ibu mertuanya yang menariknya menjauh dari reruntuhan.

    “Rumah itu berputar di sekitar saya dan saya terlempar tiga hingga empat kali sebelum saya terkubur di bawah tumpukan tanah, ujarnya, menggambarkan gempa bumi yang melanda rumahnya di Nayeb Rafi di Afghanistan pada Sabtu (07/10).

    Ma’souma sangat terpukul saat mengetahui bencana tersebut merenggut nyawa bayi perempuannya. “Anak perempuanku yang sedang menyusui sudah tiada,” katanya dengan suara sedih.

    Dia tidak tahu di mana keenam anaknya yang lain berada. “Saya tidak tahu apakah mereka bersama seseorang atau berada di kamp,” ucapnya.

    “Ada 300 hingga 400 rumah di desa itu dan semuanya hilang,” tuturnya.

    Tiga gempa bumi besar telah melanda Afghanistan barat dalam waktu kurang dari seminggu, menewaskan lebih dari 2.000 orang dan melukai hampir 1.800 orang, menurut PBB.

    Perempuan dan anak-anak adalah korban utama gempa bumi di Afghanistan. (Getty Images)

    Gempa bumi telah memblokir rute ke wilayah tersebut, menghambat aliran bantuan. Di beberapa desa, masyarakat terpaksa menggunakan tangan kosong untuk mencari korban selamat dan menemukan jenazah.

    “Kami bahkan tidak punya sekop untuk mengeluarkan bayi perempuan saya. Kami kehilangan dia,” kata Shaima, warga berusia 25 tahun, yang diselamatkan oleh seorang tetangga di Desa Sia Aab. “Rumah itu baru saja runtuh menimpa kami.”

    Baca juga:

    Sebuah makalah tahun 2021 yang diterbitkan dalam Journal of Disaster Risk Studies menemukan bahwa sebagian besar rumah di pedesaan Afghanistan terbuat dari batu bata yang dibakar dengan mortar semen atau batu bata yang dijemur. Konsekuensinya, rumah-rumah di pedesaan Afghanistan sangat rentan terhadap aktivitas seismik.

    Lebih dari 90% korban tewas dalam gempa bumi ini adalah perempuan dan anak-anak, menurut PBB.

    “Perempuan dan anak-anak seringkali berada di rumah, mengurus rumah tangga dan merawat anak-anak. Jadi ketika bangunan runtuh, merekalah yang paling berisiko terdampak,” kata Siddig Ibrahim, petugas lapangan yang bekerja untuk UNICEF.

    Hal itulah yang terjadi pada keluarga Kubra di Desa Keshkak. Remaja berusia 17 tahun itu kehilangan 13 kerabatnya, termasuk ibu, seorang saudara perempuan, seorang bibi, dan tiga keponakan laki-laki. Pinggul dan kaki Kubra patah akibat bencana tersebut.

    “Kami semua berada di dalam rumah dan tidak punya kesempatan untuk menyelamatkan diri,” katanya kepada BBC dari ranjang rumah sakit di kota Herat.

    Mina menempelkan telinganya ke tanah untuk mencari orang yang selamat meski tertimbun reruntuhan (BBC)

    Keluarga Mina, yang tinggal di desa yang sama dengan Ma’souma, juga ikut terpukul akibat bencana tersebut.

    Rumah-rumah milik mereka runtuh jadi dia mengelilingi permukiman itu sambil menempelkan telinganya ke tanah untuk mencoba menemukan tanda-tanda kehidupan.

    “Saya menemukan orang-orang dari suara tangisan mereka,” ucapnya.

    “Anak-anak saya berada di bawah reruntuhan dan tidak ada seorang pun yang membantu mereka,” tuturnya.

    Pada akhirnya keponakannya datang membantu dan mereka berhasil menarik 10 anak dari reruntuhan. Namun tiga putranya, dua cucunya, dan ayah mertuanya kehilangan nyawa.

    Mina dan keluarganya telah dipindahkan ke kamp pengungsi di kota Herat. Dua putrinya dirawat di rumah sakit karena cedera tulang belakang dan salah satu putranya berada dalam kondisi kritis.

    Baca juga:

    Wilayah ini hanya memiliki satu rumah sakit milik pemerintah yang kewalahan menangani jumlah korban jiwa, kata seorang perawat muda bernama Sahar. Dia berkata kepada BBC, kamar mayat penuh dengan cepat sehingga staf rumah sakit harus meletakkan jenazah di lantai, bahkan menumpuknya.

    “Jumlah jenazah terlalu banyak. Dari bayi hingga usia 70 tahun, semua orang tergeletak di sana. Bertumpuk-tumpuk,” kata Sahar.

    Sahar mengatakan, rumah sakit tersebut kesulitan menyediakan air minum untuk semua pasien. Meskipun kekacauan pekan lalu mulai mereda, staf rumah sakit kelelahan.

    Satu-satunya rumah sakit milik pemerintah di wilayah tersebut kewalahan menangani bencana ini. (Getty Images)

    “Bekerja tanpa kenal lelah selama beberapa hari dan melihat begitu banyak orang tewas dan terluka telah berdampak buruk pada kesehatan mental kami,” ujar Sahar.

    “Setiap orang yang datang ke sini mempunyai kisah menyakitkan tentang tragedi yang telah merenggut orang yang mereka cintai. Mereka menceritakannya kepada kami dan kami menangis bersama mereka,” ucapnya.

    Dalam sebuah pernyataan pada 9 Oktober lalu, Wakil Perdana Menteri Urusan Perekonomian dari pemerintahan Taliban, Abdul Ghani Baradar, mengatakan pemerintah memberikan “bantuan segera”, tetapi kelompok tersebut telah meminta lebih banyak bantuan dari komunitas internasional.

    Sejumlah organisasi kemanusiaan mengatakan respons yang mereka salurkan lambat karena banyak negara enggan berhubungan langsung dengan pemerintah Taliban. Perhatian juga terfokus pada konflik di Israel dan Gaza.

    (nvc/nvc)

  • Afghanistan Kembali Diguncang Gempa M 6,3

    Afghanistan Kembali Diguncang Gempa M 6,3

    Kabul

    Afghanistan kembali diguncang gempa bumi dengan Magnitudo 6,3 pada Rabu (11/10) pagi waktu setempat. Gempa terbaru itu mengguncang area yang sama, di mana gempa dengan kekuatan serupa mengguncang pada akhir pekan lalu dan menewaskan lebih dari 2.000 orang.

    Seperti dilansir AFP, Rabu (11/10/2023), Survei Geologi Amerika Serikat atau USGS melaporkan bahwa gempa bumi M 6,3 itu mengguncang pada Rabu (11/10) pagi, sekitar pukul 05.10 waktu setempat dan berpusat di lokasi berjarak 29 kilometer sebelah utara kota Herat. Pusat gempa disebut tergolong dangkal.

    Para relawan dan petugas penyelamat telah bekerja sejak Sabtu (7/10) waktu setempat, dalam upaya terakhir menemukan korban selamat dalam gempa sebelumnya. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut gempa pada akhir pekan meratakan seluruh desa dan berdampak pada lebih dari 12.000 orang.

    Para pejabat lokal dan nasional memberikan perhitungan yang berbeda soal jumlah korban tewas dan luka akibat gempa sebelumnya. Namun Kementerian Urusan Bencana Afghanistan menyebut sedikitnya 2.053 orang tewas akibat gempa pada Sabtu (7/10) lalu.

    Belum ada laporan mengenai jumlah korban baru setelah gempa M 6,3 mengguncang di dekat Herat pada Rabu (11/10) pagi waktu setempat.

    Gempa bumi pada akhir pekan, yang juga berkekuatan M 6,3, dilaporkan menghancurkan 11 desa di distrik Zenda Jan, Provinsi Herat.

    “Tidak ada satu pun rumah yang tersisa, bahkan tidak ada kamar yang menjadi tempat kami bermalam,” sebut warga setempat, Mohammad Naeem (40), yang kehilangan 12 anggota keluarganya, termasuk ibunya, dalam gempa pada Sabtu (7/10) lalu.

  • Di Mana Kami Sembunyi Saat Kematian Datang dari Langit?

    Di Mana Kami Sembunyi Saat Kematian Datang dari Langit?

    Jakarta

    Warga Kota Gaza hidup di tengah ketakutan karena serangan balasan Israel masih terus berlanjut. Namun mereka juga memiliki pilihan yang sangat terbatas untuk menyelamatkan diri.

    “Setiap kali terjadi gempuran, rasanya seperti gempa bumi menghantam gedung. Saya merasakan jantung saya berdebar ketakutan dan seluruh tubuh saya gemetar, kata Nadiya yang enggan menyebutkan nama aslinya.

    Pada Senin (09/10) pagi, dia dibangunkan oleh suara pintu dan jendela yang pecah. “Gempuran dimulai pada pukul 08.00 pagi dan berlangsung hingga tengah malam. Tidak berhenti sedetik pun.”

    Ibu dari dua anak laki-laki satu berusia lima tahun, satu lagi berusia tiga bulan tinggal di rumah susun yang baru saja dibeli dan didekorasi oleh keluarganya. Dia bertahan di sana bersama kedua anaknya, sementara suaminya – seorang dokter di organisasi bantuan internasional – menangani korban luka di lapangan.

    “Apa yang terjadi? Dan kapan itu akan berakhir? anak sulungnya bertanya. Nadiya mengatakan satu-satunya cara untuk menenangkannya adalah dengan mengatakan kepadanya bahwa “mendengar suara ledakan beberapa saat lebih lambat dari ledakan yang sebenarnya terjadi” adalah cara mengetahui bahwa mereka aman.

    Ini adalah jenis pengetahuan yang tidak diharapkan dapat dipahami oleh anak berusia lima tahun, namun bagi Nadiya, ini adalah cara terbaik saat ini.

    Bagaimanapun, ledakan masih berdampak bagi keluarganya karena bayi laki-lakinya yang berusia tiga bulan mengalami kejang-kejang dan menolak makan.

    Selama beberapa hari terakhir, Nadiya menolak meninggalkan rumahnya yang “setiap sudutnya memiliki kenangan. Namun pada Senin (09/10) malam, dia mendengar tetangganya berlari menuruni tangga sambil berteriak: “Evakuasi! Evakuasi!”

    Ibu muda itu ragu-ragu selama beberapa detik, otaknya bingung memutuskan apa yang harus dibawa. Kemudian dia menangis karena ketidakberdayaan dan ketakutan.

    Dia meninggalkan gedung tersebut bersama kedua anaknya, namun mengatakan dia tidak dapat mengenali lingkungan tersebut karena bangunan di sekitar bloknya telah rata dengan tanah.

    Dia kini berusaha untuk sampai ke rumah orang tuanya dengan selamat, namun dia berkata: “Di mana kita bisa bersembunyi ketika kematian datang dari langit?”

    Nadiya dan warga Gaza lainnya yang berbicara dengan BBC mengatakan skala kerusakan di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya.

    ‘Tiada tempat yang aman di Gaza’

    Di kawasan lain, Dina, 39 tahun, berlindung dari serangan udara Israel bersama ibu, ayah, saudara perempuan, dan dua keponakannya di vila mereka yang memiliki taman. Mereka tinggal di daerah pesisir kelas atas, Rimal.

    Sebelum serangan Israel berlangsung, kawasan Rimal merupakan kawasan permukiman yang tenang sekitar 3km dari pusat kota.

    Pada Senin (9/10) sore, keluarga tersebut mulai mendengar suara tembakan keras di sekitar lingkungan tersebut.

    “Kami pikir kami aman di dalam rumah, namun tiba-tiba dan tanpa peringatan, jendela pecah, pintu terbanting dan terbang, kata Dina. “Beberapa bagian atap runtuh di sekitar kepala kami.”

    Karena terkejut, mereka tetap tinggal di dalam rumah yang rusak tersebut ketika enam serangan udara berikutnya menghantam daerah itu.

    Saat suasana mulai tenang, Dina dan keluarganya melarikan diri, meninggalkan segalanya.

    Mereka berlari ke rumah sakit untuk menjalani perawatan – Dina mengatakan mereka beruntung luka mereka tidak dalam.

    Ketika mereka kembali ke rumah untuk mengambil barang-barang, rumah itu rata seluruhnya.

    Mereka kini tinggal sementara bersama keluarga lain, dan Dina masih berusaha pulih dari keterkejutannya karena “kehilangan rumah, kenangan, dan tempat di mana kami dulu merasa aman”. “Tidak ada tempat yang aman di Gaza, tambahnya.

    Salah satu warga lainnya, Busha Khalidi, menceritakan betapa “mengerikan situasi di Gaza saat ini.

    Menurutnya, keputusan Israel untuk “menghukum seluruh penduduk secara kolektif adalah kejam.

    “Keponakan saya ketakutan dan hidup dalam teror, yang mereka tahu hanyalah blokade dan perang. Mereka tidak mau pergi ke mana pun tanpa ibu mereka, bahkan ketika di dalam rumah mereka sendiri, tutur Khalidi.

    “Mereka memberi tahu saya bahwa mereka sekeluarga tidur bersama, jadi kalau mereka mati, mereka akan mati bersama.

    Rumah sakit kewalahan menangani pasien

    ReutersBangunan hancur di Gaza akibat serangan balasan Israel

    Di Rumah Sakit Alshifaa yang terbesar di wilayah padat penduduk, direktur rumah sakit tersebut, Dr Mohamed Abo Suleima, mengatakan situasinya mengerikan.

    “Sedikitnya 850 orang tewas dan lebih dari 4.000 orang terluka, katanya.

    Rumah sakit ini mengandalkan generator listrik karena aliran listrik ke jalur tersebut telah terputus dan listriknya hanya cukup untuk digunakan selama tiga hari lagi, ungkapnya.

    Ketika Israel mengumumkan blokade penuh terhadap Gaza, air desalinasi kini menjadi langka di rumah sakit.

    Dr Abo Suleima mengatakan mereka sekarang memprioritaskan penggunaan air bersih hanya untuk “kasus yang menyelamatkan nyawa. Mereka juga harus menutup departemen lain di rumah sakit untuk membantu menyelamatkan nyawa.

    Sang dokter mengkhawatirkan keselamatan pasiennya, dan juga stafnya – ia mengatakan kendaraan ambulans menjadi sasaran dan seorang dokter terbunuh dalam perjalanan ke rumah sakit.

    Menurut badan pengungsi Palestina PBB (UNRWA), pengungsian massal telah meningkat pesat dalam 24 jam terakhir dan lebih dari 187.000 warga Gaza kini meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan.

    Ketika pemboman besar-besaran terus berlanjut, organisasi tersebut telah berhasil menampung 137.500 orang, namun ada kekhawatiran bahwa kapasitasnya akan segera penuh terisi pasien.

    Tak banyak pilihan untuk menyelamatkan diri

    Di tengah situasi itu, warga sipil di Gaza tidak memiliki banyak pilihan untuk menyelamatkan diri.

    Perbatasan dengan Mesir tidak ditutup sepenuhnya, namun hanya 400 orang per hari yang diizinkan keluar-masuk, dengan daftar tunggu yang sangat panjang.

    Jalur untuk keluar dari Gaza bagi warga sipil pun selama ini tak pernah mudah, terutama sejak Israel memulai aksi pembalasan atas serangan Hamas.

    Satu-satunya pilihan bagi masyarakat adalah menyelamatkan diri ke sekolah-sekolah yang dikelola oleh PBB.

    ReutersAnak-anak Palestina yang meninggalkan rumah mereka di tengah serangan Israel, berlindung di sekolah yang dikelola PBB, di Kota Gaza

    PBB mengatakan bahwa tempat penampungan sementara mereka telah terisi 90% dan tidak bisa menampung lebih banyak orang lagi.

    Sebagian orang memilih berlindung di ruang bawah tanah rumah mereka, namun mereka dapat terjebak apabila bangunan tersebut roboh.

    Sekitar 30 keluarga telah terjebak di salah satu ruang bawah tanah pada Senin malam.

    Lebih dari 770 orang tewas dan sekitar 4.100 orang terluka dalam serangan balasan Israel di Gaza.

    Selain itu, lebih dari 187.000 orang mengungsi dan jumlahnya diperkirakan masih akan meningkat.

    Sementara di Israel, lebih dari 900 orang telah meninggal akibat serangan Hamas.

    Toko-toko kosong

    Ishaq, 27, dulu tinggal bersama ibu, ayah, saudari ipar dan kelima anaknya di lingkungan Shujaiyya.

    Setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Israel akan memasuki “perang yang panjang dan sulit setelah serangan Hamas pada hari Sabtu (07/10), Ishaq dan keluarganya berusaha mengantisipasi.

    Mereka mengumpulkan barang-barang mereka yang paling berharga dan masing-masing membawa tas kecil sembari mencari perlindungan di pusat kota.

    Dalam perjalanannya, keluarga beranggotakan 20 orang tersebut mencoba untuk membeli kebutuhan pokok seperti bahan makanan, namun toko-toko sudah hampir kosong karena banyak warga Gaza yang bergegas untuk membeli persediaan setelah mereka mengetahui serangan hari Sabtu.

    Mereka akhirnya bersembunyi di sebuah bangunan di tengah kota, bersama dengan keluarga lainnya.

    “Kami tinggal di sana selama 48 jam tanpa listrik atau air, kata Ishaq.

    AFPGedung-gedung hancur akibat serangan Israel ke Gaza.

    Kemudian pada Senin (09/10) malam, dia menerima pesan dari tentara Israel untuk mengevakuasi gedung tersebut pada tengah malam. Pelarian mereka hanya diterangi oleh serangan udara.

    “Yang bisa kami lihat di sekitar kami hanyalah puing-puing bangunan.

    Mereka berjalan ke sebelah utara dari pusat kota menuju salah satu kawasan pemukiman yang biasanya lebih sepi, namun mereka melihat bahwa “sebagian besar bangunan sudah rata dengan tanah”.

    Ishaq dan keluarganya telah bersembunyi selama lebih dari 12 jam di lantai bawah tanah yang gelap di sebuah bangunan yang hancur sebagian, bersama dengan 10 keluarga lainnya.

    “Kami benar-benar hidup dalam ketakutan akan apa yang akan terjadi pada kami dan kami sama-sama berdoa untuk keselamatan, katanya. Mereka masih tidak tahu apa yang harus dilakukan atau ke mana harus pergi selanjutnya.

    ‘Tidak akan pernah saya lupakan dalam hidup saya’

    Seorang ibu di Kota Gaza mencoba mengira dia berada di area yang “lebih aman pada Senin (9/10) malam.

    “Orang-orang mengungsi ke rumah kami dan ada 18 orang yang tinggal bersama kami sejak siang kemarin, Najla Shawa, yang bekerja untuk lembaga amal Oxfam.

    Namun dia terbangun pada pukul 01.00 dini hari karena teriakan orang-orang yang meninggalkan daerah tersebut.

    “Bayangkan betapa paniknya, punya enam orang anak, dan 20 orang dari keluarga yang berbeda-beda menaiki mobil kami mencoba untuk melarikan diri, kata Najla.

    Setelah berhasil menemukan tempat berlindung di sebuah restoran, dia kembali ke rumahnya. Betapa terkejutnya dia saat melihat bangunan di seberang rumahnya telah “rata dan jendela-jendela di rumahnya pecah.

    “Momen-momen ini tidak akan pernah saya lupakan dalam hidup saya, ujarnya.

    ReutersRibuan orang kehilangan tempat tinggal mereka di Jalur Gaza akibat gempuran Israel.

    Angkatan Udara Israel mengatakan mereka telah menyerang 200 posisi kelompok milisi dalam semalam.

    Jumlah orang yang tewas di Gaza pun mencapai 300 orang dalam sehari pada Senin (09/10). Menteri Kesehatan Palestina mengatakan dua per tiga di antaranya adalah warga sipil. Lebih dari 100 dari mereka adalah anak-anak dan perempuan.

    Salah satu serangan signifikan menghantam pasar pengungsi, namun Israel mengklaim bahwa mereka menargetkan sebuah rumah milik komandan Hamas.

    Ketika serangan mereka menghantam rumah tersebut, banyak orang di jalan dan di sekitarnya turut terbunuh.

    Lihat Video: 140 Anak-anak Palestina Tewas Akibat Serangan Israel di Jalur Gaza

    (ita/ita)

  • Gempa Afghanistan Tewaskan 2.000 Orang, Warga Tunggu Bantuan

    Gempa Afghanistan Tewaskan 2.000 Orang, Warga Tunggu Bantuan

    Jakarta

    Orang-orang menggali reruntuhan dengan tangan kosong dan sekop di Afganistan barat pada hari Minggu (08/10) kemarin, sebuah upaya untuk mencari para korban di bawah reruntuhan akibat gempa bumi dahsyat yang menewaskan lebih dari 2.000 orang.

    Seluruh desa rata dengan tanah, sejumlah jasad terjebak di bawah reruntuhan rumah, dan penduduk setempat menunggu bantuan.

    “Banyak orang yang terkejut… beberapa bahkan tak mampu berkata-kata. Namun, ada juga beberapa yang tidak bisa berhenti menangis dan berteriak,” kata seorang fotografer bernama Omid Haqjoo kepada kantor berita AP lewat sambungan telepon. Omid Haqjoo, yang tinggal di Kota Herat, sempat mendatangi empat desa yang terdampak pada Minggu (08/10).

    Gempa bermagnitudo 6,3 pada Sabtu (07/10) itu menghantam daerah padat penduduk di dekat Herat. Gempa tersebut juga diikuti dengan gempa susulan yang kuat.

    Seorang juru bicara pemerintah Taliban pada Minggu (08/10) menginformasikan jumlah korban tewas akibat gempa ini. Jika dikonfirmasi, gempa itu bakal menjadi paling mematikan yang menghantam Afganistan dalam dua dekade terakhir.

    Survei Geologi Amerika Serikat (U.S Geological Survey/USGS) menyebut bahwa pusat gempa berada sekitar 40 kilometer barat laut Herat. Gempa itu juga diikuti oleh tiga gempa susulan yang sangat kuat, yang masing-masing bermagnitudo 6,3, 5,9, dan 5,5, serta guncangan yang lebih kecil lainnya.

    Ketika sebagian besar dunia mewaspadai berurusan dengan pemerintah Taliban dan fokus dengan konflik Israel-Palestina, Afganistan belum menerima respons cepat dari dunia. Hampir 36 jam setelah gempa bumi pertama menerjang Herat, belum ada pesawat bantuan yang datang, dan tidak ada dokter spesialis yang dikirim.

    Situasi terkini hingga bantuan untuk Afganistan

    Setidaknya lebih dari 1.200 orang terluka akibat bencana ini, kata juru bicara tersebut.

    Pada Minggu (08/10) malam, media Afganistan mengutip pihak berwenang yang menyatakan bahwa jumlah korban tewas sudah mencapai lebih dari 2.500 orang. Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (The United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) menyatakan lebih dari 11.000 orang terdampak akibat gempa bumi.

    Setidaknya, setiap rumah di kurang lebih 11 desa di Afganistan telah hancur akibat gempa, kata OCHA pada Minggu (08/10) malam, jumlah korban tewas mencapai 1.000 orang. “Jumlah korban dan rumah tangga yang terdampak diperkirakan bakal meningkat seiring dengan terjangkaunya beberapa daerah terpencil dan dilakukannya penilaian,” tambah OCHA.

    PBB sendiri telah mengucurkan dana darurat sebesar 5 juta USD (sekitar Rp78 triliun) pada Minggu (08/10) dan segera mengumumkan permohonan sumbangan setelah menilai kebutuhan yang diperlukan.

    Berdasarkan data OCHA, rumah sakit daerah Herat saja saat ini tengah merawat setidaknya 550 orang korban, 230 di antaranya anak kecil. Pasokan bantuan awal saat ini telah dibagikan, termasuk barang-barang kebersihan, makanan, dan air minum.

    Palang Merah Cina telah menawarkan bantuan uang tunai darurat kepada Palang Merah Afganistan sebesar 200.000 USD (sekitar Rp3,1 miliar) untuk penyelamatan gempa bumi dan bantuan bencana. Informasi itu diungkap oleh stasiun televisi China Central (CCTV) pada Minggu (08/10).

    mh/ha (AP, dpa, Reuters)

    (ita/ita)

  • Peringatan Tsunami Usai Gempa M 6,6 Dicabut, Warga Jepang Diimbau Waspada

    Peringatan Tsunami Usai Gempa M 6,6 Dicabut, Warga Jepang Diimbau Waspada

    Tokyo

    Badan Meteorologi Jepang telah mencabut peringatan tsunami untuk area Kepulauan Izu setelah gempa bumi berkekuatan Magnitudo 6,6 mengguncang. Peringatan dicabut setelah gelombang tsunami setinggi 30 sentimeter tercatat di perairan dekat Pulau Hachijojima pada Kamis (5/10) pagi.

    Kendati peringatan tsunami telah dicabut, otoritas Jepang mengimbau warganya untuk tetap waspada. Demikian seperti dilansir NHK, Kamis (5/10/2023).

    Peringatan tsunami itu dirilis setelah gempa berkekuatan M 6,6 itu dilaporkan mengguncang perairan dekat Pulau Torishima pada Kamis (5/10) pagi, sekitar pukul 11.00 waktu setempat.

    Badan Meteorologi Jepang menyebut pusat gempa berada di perairan Samudra Pasifik, tepatnya berjarak sekitar 550 kilometer sebelah selatan Tokyo. Disebutkan juga bahwa gempa itu berpusat di kedalaman 10 kilometer.

    Tak lama setelah peringatan tsunami dirilis, menurut NHK, Badan Meteorologi Jepang mengamati gelombang setinggi 30 sentimeter di dekat Pulau Hachijojima, pantai timur Jepang, pada pukul 12.17 waktu setempat. Para pejabat di pulau tersebut sempat menyerukan orang-orang untuk mengungsi.

    Otoritas setempat juga mengimbau penduduk setempat untuk menjauhi lautan dan area pantai setidaknya sampai peringatan dicabut.

    Sementara itu, Badan Meteorologi Jepang dalam imbauan terbaru usai peringatan tsunami dicabut meminta masyarakat di wilayah tersebut untuk tetap waspada setidaknya selama seminggu atau lebih, karena gempa dengan skala yang sama mungkin saja terjadi dalam waktu dua atau tiga hari ke depan.

    (nvc/idh)

  • Jepang Rilis Peringatan Tsunami Usai Diguncang Gempa M 6,6

    Jepang Rilis Peringatan Tsunami Usai Diguncang Gempa M 6,6

    Tokyo

    Jepang merilis peringatan tsunami untuk wilayah kepulauan yang ada di lepas pantai Semenanjung Izu pada Kamis (5/10) pagi waktu setempat, setelah gempa bumi berkekuatan Magnitudo 6,6 mengguncang. Gelombang tsunami yang menerjang wilayah timur Jepang itu diperkirakan mencapai ketinggian 1 meter.

    Seperti dilansir Reuters dan NHK, Kamis (5/10/2023), peringatan tsunami itu dirilis setelah gempa bumi berkekuatan awal Magnitudo 6,6 mengguncang perairan dekat Pulau Torishima pada Kamis (5/10) pagi, sekitar pukul 11.00 waktu setempat.

    Badan Meteorologi Jepang menyebut pusat gempa berada di perairan Samudra Pasifik, tepatnya berjarak sekitar 550 kilometer sebelah selatan Tokyo. Disebutkan juga bahwa gempa itu berpusat di kedalaman 10 kilometer.

    Laporan terbaru media nasional NHK menyebut gelombang tsunami terpantau sudah terjadi di pantai timur Jepang.

    Menurut NHK, Badan Meteorologi Jepang melaporkan telah mengamati gelombang setinggi 30 sentimeter di dekat Pulau Hachijojima pada pukul 12.17 waktu setempat. Ketinggian gelombang tsunami tercatat lebih rendah dari perkiraan.

    Namun otoritas setempat memperingatkan bahwa gelombang lebih besar bisa menerjang wilayah-wilayah lainnya. Oleh karena itu, penduduk setempat diminta menjauhi lautan dan area pantai untuk sementara waktu.

    “Berbahaya untuk berada di lautan dan di dekat pantai. Jika Anda berada di lautan, harap segera keluar dari lautan dan tinggalkan pantai,” demikian bunyi imbauan yang dirilis Simoyama Toshihiro dari Badan Meteorologi Jepang.

    Otoritas kota Hachijo, desa Kozushima, kota Oshima dan desa Miyake mengimbau warganya bersiap mengungsi dan tidak mendekati lautan.

    Lihat juga Video: Soal Warga RI Menua Lebih Cepat dari Jepang, Bappenas: Harus Diantisipasi

    (nvc/idh)

  • Pemerintah China Mencoba Ubah Kawasan Muslim Xinjiang Jadi Pusat Pariwisata

    Pemerintah China Mencoba Ubah Kawasan Muslim Xinjiang Jadi Pusat Pariwisata

    Jalanan Kashgar yang bersejarah di kawasan gurun di China sebelah barat dikenal sebagai tempat lahirnya budaya Uyghur. Di tempat ini terdapat”Kota Kuno” yang belakangan ramai dikunjungi turis.

    Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar bangunan terbuat dari batu bata khas kota tua ini dihancurkan pemerintah China karena kekhawatiran gempa bumi, meski sudah bertahan selama hampir dua ribu tahun.

    Kelompok aktivis Uyghur mengatakan penghancuran kota tua ini sebagai sebuah”genosida budaya.”

    Di tempat ini terdapat banyak kios yang menawarkan suvenir, seperti magnet kulkas, perhiasan murah, dan instrumen musik tradisional, sementara pengunjung bisa menaiki kereta listrik melewati kerumunan atau mengenakan kostum tradisional Uyghur untuk dipotret di masjid.

    China mengatakan lebih dari 180 juta turis datang ke provinsi Xinjiang sepanjang tahun ini, karena penawaran diskon dari pemerintah China.

    Pos-pos pemeriksaan sudah tidak ada lagi, tapi diganti dengan jaringan kamera dengan teknologi pengenalan wajah.

    Ini jadi termasuk salah satu bentuk pengawasan yang menurut laporan PBB tahun lalu sebagai “bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan”.

    ‘Rebranding besar-besaran’

    Selama beberapa tahun, wilayah Xinjiang ditutup dari sebagian besar media dunia, di tengah kampanye pemerintah China untuk membasmi ekstremisme di kalangan penduduk Uyghur dan minoritas Muslim lainnya.

    Tindakan keras ini terjadi setelah puluhan tahun terjadinya kerusuhan, termasuk yang pernah terjadi di ibu kota Urumqi, menewaskan ratusan orang pada tahun 2009 dan serangan mobil terhadap pejalan kaki di Lapangan Tiananmen di Beijing pada tahun 2013, yang menewaskan lima orang.

    Ketika serangan pisau dan bahan peledak di stasiun kereta Urumqi membayang-bayangi kunjungan Presiden Xi Jinping ke provinsi tersebut pada tahun 2014, ia memerintahkan para pejabat untuk “menyerang dengan keras” sebagai bentuk melawan terorisme.

    Sejak itu, sejumlah akademisi, peneliti, jurnalis, dan pakar hukum mendokumentasikan pelanggaran yang meluas yang dilakukan pemerintah, termasuk dikirim ke kamp, kerja paksa, dan kebijakan untuk mencegah kelahiran.

    Amerika Serikat menyebut tindakan keras tersebut sebagai “genosida”, meski Australia belum menggunakan kata yang menggambarkan usaha pemusnahan etnis tersebut.

    China awalnya menyangkal keberadaan kamp-kamp itu, meski kemudian menyebut semua “pusat kejuruan”ditutup pada tahun 2019.

    Saat ini provinsi Xinjiang sedang memasuki kondisi “normalisasi”, sementara pada saat yang sama rebranding atau upaya mengubah citra Xinjiang sedang dilakukan besar-besaran.

    Tur di Xinjiang yang diatur

    ABC diundang dalam tur media ke Xinjiang yang diselenggarakan dan dikurasi oleh pemerintah China untuk memamerkan apa saja yang ditawarkan di provinsi tersebut.

    Namun tidak ada satu pun pejabat yang mau diwawancara.

    Kami dibawa ke sebuah taman kanak-kanak Uyghur, di mana para siswa membacakan ayat-ayat dalam bahasa Mandarin di kelas, kemudian mereka menari di taman sambil diiringi musik tradisional.

    Ada sebuah pabrik yang sedang berkembang pesat milik pebisnis lokal, di mana satu dari lima pekerjanya disebut berlatar belakang minoritas Muslim.

    Di tempat pengemasan susu kami bisa mengambil gambar pekerja melalui dinding kaca saat mereka memantau produksi.

    Dan pusat-pusat pedesaan dengan mural berwarna-warni bergambar kolam ikan menggambarkan gambaran kehidupan desa yang harmonis, tetapi penduduk desa yang sebenarnya sangat sedikit.

    “Perubahan di Xinjiang sungguh luar biasa,” kata Nie Zhaoyu, seorang kader desa dari Ximen kepada ABC.

    “Lalu lintas, jalan raya, kehidupan, lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat yang meningkat Kita bisa melihat senyum bahagia di wajah masyarakat.”

    Tur tersebut, yang berlangsung selama seminggu diikuti sekitar 20 jurnalis dari seluruh dunia, diawasi dengan ketat.

    Kami hanya diberikan waktu sedikit untuk berbicara langsung dengan penduduk setempat di tengah kesibukan program tur.

    Di Urumqi,pusat aksi kerusuhan di masa lalu, kami diizinkan berjalan-jalan dan mengambil gambar tanpa batasan, boleh juga lewat tengah malam, dan tanpa pengawasan.

    Keluarga Uyghur tampil santai sambil menikmati makanan kebab dan otak domba di pasar malam yang ramai.

    Mereka yang kami ajak bicara mengatakan kota ini aman dan kehidupan mereka baik-baik saja.

    Namun permintaan kami ditolak saat ingin melihat salah satu bekas kamp, di mana lebih dari 1 juta orang diyakini dikurung selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

    Sosok pria dan kameranya

    Dalam tur tersebut, ABC dan salah satu media dari Amerika Serikat mendekati seorang penjual suvenir yang mengaku pernah menghabiskan waktu di kamp tersebut.

    Dia bukan bagian dari tur yang sudah diatur.

    Ketika kami mulai mewawancarainya, pria lain yang belum pernah kami temui muncul dengan kamera, berdiri di samping kami dan merekam setiap jawabannya.

    Imamu Maimaiti Sidike, ayah dengan tiga anak, tidak menunjukkan tanda-tanda terintimidasi saat dengan tenang menggambarkan “ideologi agama yang sangat radikal”yang membuatnya dipenjara selama tujuh bulan.

    “Saya tidak mengizinkan istri saya bekerja,” katanya.

    “Saya percaya jika kami menghabiskan penghasilannya, kami akan ke neraka dan memaksanya untuk tinggal di rumah. Saya juga mempromosikan nilai-nilai ini kepada orang-orang di sekitar saya.”

    Dia membantah adanya penganiayaan di fasilitas kamp tersebut, dengan mengklaim kalau ia mendapat makan dengan baik, bisa bermain catur dan membaca buku dan bahkan diizinkan pulang pada akhir pekan.

    “Setelah belajar, saya menyadari bahwa pandangan agama radikal merugikan orang. Saya tidak lagi memiliki pola pikir seperti itu. Saya bisa bergaul dengan orang-orang dari etnis dan agama apa pun.”

    Komentar tersebut sesuai dengan narasi yang ditetapkan pemerintah, menurut Peter Irwin, Associate Director untuk penelitian dan advokasi di lembaga Uyghur Human Rights Project (UHRP).

    “Mereka memakai narasi ini karena takut dan ancaman hukuman yang selalu ada karena melanggar aturan Orang-orang sangat takut untuk mengatakan hal yang salah, bertemu orang yang salah, atau berkomunikasi dengan orang dari luar negeri,” jelas Peter.

    “Mereka menahan orang-orang karena mengekspresikan nilai keagamaan yang paling mendasar Memiliki Al-Quran di rumah bisa membuat Anda ditahan selama 10 tahun. Apakah itu masyarakat yang normal?”

    Kebebasan beragama ‘tak ada sama sekali’

    Di Kashgar hari ini, bendera China berkibar di atas kubah masjid yang runtuh.

    Suara adzan pun tak lagi terdengar.

    Jenggot panjang dan kerudung sulit ditemukan.

    Kami tidak dapat menemukan siapa pun yang tahu di mana bisa membeli Al-Quran.

    Masjid Id Kah yang berusia 600 tahun dan bisa menampung5.000 jemaah Muslim, kini hanya jadi objek wisata utama.

    Pemandu kami awalnya tidak ingin kami masuk saat waktu salat, namun akhirnya mereka mengizinkannya.

    Pada hari kami berkunjung, beberapa orang sedang salat,kebanyakan dari mereka adalah warga lanjut usia dan tidak satu pun yang berusia di bawah 50 tahun.

    Imam masjid, Maimaiti Jumai mengatakan kepada kami kalau ia “sangat puas”dengan upaya pemerintah China untuk membasmi ekstremisme.

    “Upaya yang dilakukan negara kami dalam menindak ekstremisme, menurut saya, menjadi contoh bagi dunia,”ujarnya.

    Hal serupa juga terjadi di institut Islam Xinjiang di Urumqi, di mana calon Imam berikutnya diberikan pelajaran bahasa Mandarin, di bawah bimbingan direktur Abdureqip Tumulniyaz.

    “China, Xinjiang, kami tidak akan membiarkan [ekstremisme] mengakar,” katanya kepada ABC.

    Ketika ditanya mengapa hanya ada sedikit tanda-tanda keberadaan Islam di Xinjiang, ia mengatakan ketaatan beragama sudah terlalu berlebihan sebelum pemerintah China turun tangan.

    “Orang-orang salat di jalan, memblokade mobil;mereka sembahyang di rumah sakit, sehingga dokter tidak dapat membantu pasiennya; juga di pesawat sampai tidak bisa lepas landas.”

    Menyebut klaim tersebut sebagai sesuatu yang “tidak masuk akal”, Peter Irwin juga mengatakan UHRP sudah mendokumentasikan penghancuran ribuan masjid serta penahanan atau penghilangan lebih dari 1.500Imam Uyghur dan tokoh agama lainnya.

    “Para Imam dicopot atau ditahan atau dipenjara dan para Imam yang tersisa hanya diperbolehkan menyampaikan khotbah yang sejalan dengan apa yang dikatakan pemerintah China,”katanya.

    “Jadi kebebasan beragama tak ada sama sekali dan sudah banyak digantikan oleh sesuatu yang bisa dinikmati turis.”

    Terputus dari keluarga mereka

    Dorongan besar pariwisata yang dilakukan Partai Komunis China di Xinjiang menjadi pukulan bagi warga Uyghur di seluruh dunia yang tidak bisa berbicara lagi dengan keluarga mereka di kampung halaman, apalagi mengunjungi mereka.

    Yusuf Hussein meninggalkan Xinjiang pada tahun 1999 dan sekarang tinggal di Adelaide, ibukota Australia Selatan.

    Dia menjaga kontak rutin dengan keluarganya di Xinjiang, menelepon untuk mengobrol hampir setiap minggu.

    Namun pada tahun 2017, tahun ketika kamp penahanan bagi warga Uyghur mulai beroperasi, ia tak bisa lagi melakukannya.

    “Setelah itu, saya tidak mendengar lagi kabarnya. Mereka tidak mengangkat telepon,” ujarnya.

    Tahun lalu, dia mendapat kabar buruk.Ayahnya meninggal tiga bulan sebelumnya.

    “Itulah satu-satunya kabar yang saya terima. Dan tidak memberikan rincian apa pun apakah [ayah saya] sakit atau berada di kamp konsentrasi atau di mana,” katanya.

    Museum mengerikan di Xinjiang

    Seperti kehancuran akibat Revolusi Kebudayaan pada tahun 1960an dan pembantaian Lapangan Tiananmen pada tahun 1989, China tampaknya memulai kampanye kolektif untuk melupakan tindakan keras di Xinjiang.

    Sebuah museum di ibu kota Urumqi, yang mengirim pesan soal “Perang Melawan Terorisme dan Ekstremisme di Xinjiang”, menguraikan secara rinci periode kerusuhan berdarah di provinsi tersebut.

    Bahkan menampilkan video slow-motionyang mengerikan dari sandera yang dibunuh oleh teroris ISIS di Suriah, untuk menunjukkan “pengaruh asing”yang menular keXinjiang.

    Ada puluhan senjata, pisau, dan bom yang dipajang.

    Kemudian, terjadi perubahan nada yang mengejutkan, panel gambaran keharmonisan dan kemakmuran Xinjiang saat ini, di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping.

    Tindakan keras yang sudah dilakukan selama satu dekade terhadap penduduk Uyghur disebut dalam museum sebagai “instrumen hukum yang kuat”, meski menurut para aktivis merupakan upaya untuk menghapus seluruh budaya.

    “Hasil yang bermanfaat sudah dicapai,”bunyi kutipan dalam museum tersebut.

    Artikel ini diproduksi Erwin Renaldi dari laporan dalam bahasa Inggris

    Lihat juga Video ‘Ilmuwan Dibalik Kapal Selam China yang Capai Laut Terdalam di Bumi’:

  • 5 Fakta Usai Gempa Magnitudo 6,5 Guncang Jepang

    5 Fakta Usai Gempa Magnitudo 6,5 Guncang Jepang

    Jakarta

    Gempa melanda Jepang pada Jumat, 5 Mei 2023. Gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,5 tersebut membuat satu orang meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.

    Dilaporkan, ada gempa susulan usai gempa M 6,5 di Jepang tersebut. Simak informasi selengkapnya berikut ini.

    Gempa Jepang 5 Mei 2023, Tidak Berpotensi Tsunami

    Gempa di Jepang terjadi pada Jumat (5/5/2023). Badan cuaca Jepang menyatakan tidak ada peringatan tsunami terkait gempa bumi tersebut.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (5/5/2023), Badan Meteorologi Jepang menyatakan bahwa gempa tersebut terjadi pada pukul 14:42 waktu setempat pada kedalaman 10 kilometer (6 mil).

    Menurut pihak Perkeretaapian Jepang, gempa itu membuat kereta peluru Shinkansen ditangguhkan antara Nagano dan Kanazawa, tempat wisata populer.

    Gempa Jepang Bisa Sebabkan Tanah Longsor

    Gempa Jepang 5 Mei 2023 disebut dapat menyebabkan tanah longsor besar di kota Suzu, Ishikawa. Sementara itu, gempa bumi biasa terjadi di Jepang, yang terletak di “Cincin Api” Pasifik, busur aktivitas seismik intens yang membentang melalui Asia Tenggara dan melintasi cekungan Pasifik.

    Gempa melanda Jepang pada Jumat, 5 Mei 2023. Gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,5 tersebut membuat satu orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka. (Foto: Kyodo News via AP)Korban Gempa Jepang: 1 Tewas, 21 Luka-luka

    Juru bicara pemerintah Hirokazu Matsuno mengatakan kepada wartawan di Tokyo bahwa satu orang dilaporkan tewas dan ada beberapa laporan tentang bangunan yang runtuh.

    Korban jatuh dari tangga, kata Seorang pejabat manajemen krisis di Suzu mengatakan kepada AFP ada korban yang terjatuh dari tangga dan 21 orang lainnya terluka.

    3 Bangunan Hancur

    Badan penanggulangan kebakaran dan bencana setempat mengatakan setidaknya tiga bangunan hancur dengan dua orang terperangkap di dalamnya. Keduanya berhasil diselamatkan.

    Selain itu, sekitar 50 orang telah dipindahkan ke pusat-pusat evakuasi yang didirikan di sekolah dan balai kota.

    Rekaman NHK menunjukkan rumah kayu tradisional hancur atau miring dengan jendela pecah dan atap rusak. Selain itu, lereng gunung juga terlihat longsor.

    Ada Puluhan Gempa Susulan

    Gempa bermagnitudo 6,5 (sebelumnya diberitakan M 6,3) mengguncang wilayah Ishikawa pada Jumat (5/5/2023) sore di kedalaman 12 kilometer (tujuh mil), menurut Badan Meteorologi Jepang.

    Badan Meteorologi Jepang mengatakan bahwa sekitar 55 gempa susulan, beberapa di antaranya kuat, terjadi pada Sabtu (6/5) pagi waktu setempat. Sebanyak 23 orang (21 orang ditambah dua orang yang terjebak di bangunan hancur) mengalami luka-luka akibat gempa di Jepang.

    Tayangan TV menunjukkan sebuah toko kelontong berserakan dengan pecahan botol anggur dan produk-produk lain yang jatuh dari rak. Sementara itu, beberapa warga terlihat membersihkan puing-puing di tengah hujan setelah rumah kayu mereka sebagian hancur.

    (kny/jbr)

  • Puluhan Gempa Susulan Terjadi Usai Gempa M 6,5 Guncang Jepang

    Puluhan Gempa Susulan Terjadi Usai Gempa M 6,5 Guncang Jepang

    Jakarta

    Puluhan gempa susulan mengguncang Jepang sehari setelah gempa kuat yang menewaskan sedikitnya satu orang dan menghancurkan beberapa bangunan.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (6/5/2023), gempa bermagnitudo 6,5 (sebelumnya diberitakan M 6,3) mengguncang wilayah Ishikawa pada Jumat (5/5) sore di kedalaman 12 kilometer (tujuh mil), menurut Badan Meteorologi Jepang.

    Badan Meteorologi Jepang mengatakan bahwa sekitar 55 gempa susulan, beberapa di antaranya kuat, terjadi pada Sabtu (6/5) pagi waktu setempat. Badan tersebut pun memperingatkan bahwa hujan lebat dapat memicu tanah longsor di daerah tersebut.

    Sedikitnya 23 orang terluka usai gempa bumi M 6,5 melanda pada Jumat (5/5).

    “Staf kami sedang memeriksa kerusakan akibat gempa,” kata seorang pejabat dari Suzu di prefektur Ishikawa, kota yang paling terdampak gempa, kepada AFP.

    Pejabat tersebut mengatakan, dua orang yang terperangkap di dalam bangunan-bangunan yang hancur berhasil diselamatkan. Sekitar 50 orang telah dipindahkan ke pusat-pusat evakuasi yang didirikan di sekolah dan balai kota.

    Tayangan TV menunjukkan sebuah toko kelontong berserakan dengan pecahan botol anggur dan produk-produk lain yang jatuh dari rak.

    Gempa bumi biasa terjadi di Jepang, yang terletak di “Cincin Api” Pasifik, busur aktivitas seismik intens yang membentang melalui Asia Tenggara dan melintasi cekungan Pasifik.

    Negara ini memiliki peraturan konstruksi yang ketat yang dimaksudkan untuk memastikan bangunan dapat menahan gempa kuat dan secara rutin mengadakan latihan darurat untuk mempersiapkan guncangan besar.

    (ita/ita)

  • Putin Puji Erdogan Jelang Pemilu Turki: Kami Siap Ulurkan Tangan

    Putin Puji Erdogan Jelang Pemilu Turki: Kami Siap Ulurkan Tangan

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin memuji kepemimpinan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjelang pemilihan presiden. Bahkan, Putin mengatakan negaranya siap mengulurkan tangan persahabatan kepada Turki.

    Hal ini dikatakan Putin pada peluncuran pembangkit nuklir buatan Rusia di Turki. Dia mengapresiasi kinerja Erdogan dalam hal pertumbuhan ekonomi di Turki.

    “Contoh yang meyakinkan tentang seberapa banyak yang Anda, Tuan Presiden Erdogan, lakukan untuk negara Anda, untuk pertumbuhan ekonominya, untuk semua warga negara Turki,” ujar Putin, dilansir AFP, Kamis (27/4/2023).

    “Saya ingin mengatakannya secara langsung, Anda tahu bagaimana menetapkan tujuan yang ambisius dan dengan percaya diri bergerak menuju implementasinya,” tambah Putin.

    Dia menekankan bahwa Rusia adalah salah satu negara pertama yang mengirim tim penyelamat dan tenaga medis ke Turki setelah gempa dahsyat di bulan Februari lalu.

    “Kami selalu siap mengulurkan tangan persahabatan kepada mitra Turki kami,” katanya.

    Lebih lanjut, Putin, yang berusaha memperkuat hubungan dengan Erdogan di tengah konfrontasi yang semakin dalam dengan Barat, mengatakan pemimpin Turki itu telah melakukan banyak hal untuk hubungan bilateral.

    “Kami tentu mendukung kecenderungan ini dan yakin bahwa kerja sama dan kemitraan yang erat antara Rusia dan Turki saling menguntungkan,” sambungnya.

    Lihat juga Video: Saat Trump Akui Kecerdasan Putin, Xi Jinping, dan Kim Jong Un

    (azh/azh)