Topik: Gempa

  • KBRI Bangkok: Ada 1 Keluarga WNI Mengungsi ke Hotel Imbas Gempa Dahsyat M 7,7 Myanmar – Halaman all

    KBRI Bangkok: Ada 1 Keluarga WNI Mengungsi ke Hotel Imbas Gempa Dahsyat M 7,7 Myanmar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Koordinator Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI Bangkok, Dozi Adeson menyebut ada satu keluarga WNI yang mengungsi ke hotel imbas gempa berkekuatan magnitudo 7,7 di Myanmar yang terjadi pada Jumat (28/3/2025) kemarin.

    Dia mengatakan satu keluarga tersebut tinggal di Bangkok.

    “Setidaknya satu keluarga sudah dikonfrimasi mengungsi ke hotel di mana yang bersangkutan memang tinggal di Bangkok,” jelasnya kepada Tribunnews.com, Sabtu (29/3/2025).

    Dozi menuturkan pihaknya sebenarnya memperoleh informasi ada beberapa WNI yang memutuskan untuk mengungsi ke hotel secara mandiri usai terjadinya gempa.

    Namun, dia mengatakan bahwa WNI tersebut tidak melapor kembali apakah jadi mengungsi ke hotel atau tidak.

    Kendati demikian, Dozi menginformasikan bahwa WNI yang berada di Thailand akan mengungsi ke hotel jika memang kondisinya mendesak.

    Pernyataan Dozi ini menjawab terkait jumlah WNI yang memutuskan untuk mengungsi ke hotel.

    “Data pasti kita tidak punya karena mereka tidak melapor kembali apakah jadi mengungsi ke hotel atau tidak.”

    “(WNI) lainnya sampaikan akan mengungsi ke hotel jika situasi mengharuskan,” jelasnya.

    Di sisi lain, Dozi juga menginformasikan bahwa hingga hari ini, tidak ada informasi adanya korban luka atau korban jiwa yang merupakan WNI.

    Dia menuturkan hal tersebut diketahui dari adanya laporan WNI yang menghubungi KBRI Bangkok.

    “Alhamdulillah kondisi WNI dlam keadaan baik dan selamat. Tidak ada diterima informasi kondisi WNI yang mengkhawatirkan. Selain itu, sejauh ini juga tidak ada informasi WNI korban luka ataupun korban jiwa,” pungkasnya.

    Korban Tewas Gempa Myanmar Diperkirakan Tembus 10.000 Jiwa

    Di sisi lain, gempa bumi yang melanda Myanmar pada Jumat kemarin diperkirakan mengakibatkan adanya korban tewas mencapai 10.000 jiwa.

    Adapun prediksi tersebut dilaporkan oleh Badan Geologi dan Pemetaan AS (USGS) yang dikutip dari CNN.

    Bahkan, USGS melaporkan adanya kemungkinan korban jiwa bisa jauh lebih tinggi.

    Sementara, total kerugian akibat gempa dahsyat ini diperkirakan bisa menyentuh 100 miliar dolar AS atau setara dengan Rp1.600 triliun atau lebih besar dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Myanmar.

    Namun, terkait korban jiwa, junta militer Myanmar melaporkan bahwa korban tewas akibat gempa ini mencapai 144 orang.

    Sedangkan, korban luka mencapai 732 orang yang tersebar di tiga kota, dikutip dari Myanmar Now.

    Sebagai informasi, gempa ini merupakan gempa ketiga terbesar yang pernah mengguncang kawasan itu dalam seabad terakhir, dan analisis USGS menempatkan episentrumnya hanya 10 mil dari jantung Mandalay, kota berpenduduk sekitar 1,5 juta orang. 

    Gempa susulan berkekuatan M 6,7  tercatat sekitar 11 menit kemudian, yang merupakan gempa pertama dari beberapa gempa besar yang terjadi setelah gempa pertama.

    Guncangan itu terasa hingga Bangladesh, Vietnam, Thailand, dan China bagian selatan.

    Bahkan, gempa tersebut sampai membuat Perdana Menteri (PM) Thailand, Paetongtar Shinawatra menyatakan Bangkok sebagai “daerah darurat” dan mendesak penduduk untuk mengungsi dari gedung-gedung tinggi jika terjadi gempa susulan.

    Di sisi lain, dikutip dari The Guardian, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, mengatakan pihaknya tengah bergerak untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. 

    PBB mengatakan telah mengalokasikan dana awal sebesar 5 juta dolar AS dari dana daruratnya untuk membantu operasi penyelamatan nyawa di Myanmar.

    Sementara, Presiden Trump mengatakan AS juga akan memberikan bantuan kepada Myanmar. 

    “Ini benar-benar buruk, dan kami akan membantu. Kami telah berbicara dengan negara itu,” katanya di Ruang Oval.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

  • Kesaksian Nakes Pasca Gempa Dahsyat Myanmar, Korban Terus Berdatangan ke RS

    Kesaksian Nakes Pasca Gempa Dahsyat Myanmar, Korban Terus Berdatangan ke RS

    Jakarta

    Di tempat parkir Rumah Sakit Umum Mandalay, Myanmar, puluhan pasien dengan kepala dan lengan diperban terbaring di atas tandu atau kardus. Banyak lainnya berbaring langsung di atas beton.

    “Korban luka terus berdatangan, tetapi kami kekurangan dokter dan perawat,” kata dr Kyaw Zin, seorang dokter bedah di rumah sakit tersebut, dikutip dari NY Times, Sabtu (29/3/2025).

    “Penyeka kapas hampir habis,” lanjutnya.

    Ia mengatakan bahwa rumah sakit itu dipenuhi korban luka setelah gempa berkekuatan 7,7 skala Richter pada hari Jumat, hingga tidak ada ruang untuk berdiri. Saluran telepon terputus, membuatnya tidak bisa menghubungi orang tuanya.

    “Saya sangat khawatir dengan orang tua saya,” ujarnya. “Tapi saya belum bisa pulang. Saya harus menyelamatkan nyawa di sini terlebih dahulu.”

    dr Kyaw Zin mengatakan ia hendak memulai operasi ketika gempa terjadi. Semua orang, termasuk pasien, panik dan berlarian keluar. Pada Jumat sore, sirine ambulans meraung-raung. Korban luka terus berdatangan.

    Para perawat memeriksa pasien di tempat parkir, beberapa di antaranya terhubung ke infus. Suara rintihan minta tolong terdengar di mana-mana, sementara bau darah menyengat di tengah panas yang terik.

    Junta militer menyatakan mereka belum mengetahui jumlah pasti korban tewas. Kerusakan infrastruktur berisiko menghambat akses ke wilayah yang telah lama berjuang di tengah perang saudara yang brutal. Episentrum gempa, wilayah Sagaing, merupakan pusat perlawanan terhadap kekuasaan militer.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa informasi masih sulit diperoleh akibat gempa susulan dan gangguan sistem komunikasi. WHO juga menambahkan bahwa mereka tengah berupaya mengirim pasokan medis darurat dari pusat logistiknya untuk membantu Myanmar.

    (suc/suc)

  • Ditutup Trump Dalam 3 Bulan, Dana Bantuan AS (USAID) Tinggal Sejarah

    Ditutup Trump Dalam 3 Bulan, Dana Bantuan AS (USAID) Tinggal Sejarah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintahan Amerika Serikat (AS) kepemimpinan Donald Trump berencana untuk menempatkan Badan Pembangunan Internasional AS, badan utama pemerintah untuk mendistribusikan bantuan asing, sepenuhnya di bawah Departemen Luar Negeri dan mengurangi stafnya menjadi sekitar 15 posisi.

    Mengutip New York Times, para pegawai Dana Bantuan AS (USAID) mendapatkan email yang yang isinya soal pemutusan hubungan kerja yang akan segera terjadi. Email tersebut berjudul “Misi Terakhir USAID” dan dikirim setelah Trump merinci pemecatan yang sudah lama diisyaratkan oleh pemerintah.

    Email kepada para pegawai, yang ditulis oleh wakil administrator sementara untuk USAID, Jeremy Lewin mengatakan bahwa semua pegawai nonstatutory dari lembaga tersebut akan menerima pemberitahuan perpisahan dengan tanggal akhir 1 Juli atau 2 September.

    Namun beberapa pegawai melaporkan menerima tanggal yang berbeda pada hari Jumat, termasuk seorang pegawai Kementerian Luar Negeri yang diberitahu bahwa mereka harus meninggalkan jabatan mereka pada akhir Mei.

    Aturan baru menyebutkan, hanya 15 pegawai khusus USAID yaitu satu administrator, satu wakil administrator, enam asisten administrator, empat asisten administrator regional, satu kepala bagian informasi, satu penasihat umum, dan satu inspektur jenderal.

    Pada puncaknya, badan ini memiliki sekitar 10.000 karyawan dalam daftar gajinya, termasuk kontraktor, di Amerika Serikat dan luar negeri.

    Para pegawai yang diberhentikan dapat mengajukan permohonan untuk dipekerjakan kembali oleh Departemen Luar Negeri meskipun melalui proses yang belum ditetapkan.

    Personil yang berada di luar negeri, katanya, akan ditawari paket kepulangan yang aman dan penuh kompensasi ke Amerika Serikat. Para pegawai yang ditempatkan di luar negeri diberitahu bahwa mereka memiliki waktu 72 jam untuk meminta tanggal keberangkatan yang mereka inginkan.

    Email tersebut dikirim ke semua karyawan U.S.A.I.D. termasuk mereka yang secara aktif merespons gempa bumi dahsyat yang melanda Myanmar pada hari Jumat.

    Email tersebut mendarat sekitar tengah malam waktu setempat di ponsel puluhan karyawan U.S.A.I.D. yang berlindung di jalan di Bangkok, ibu kota negara tetangga Thailand, ketika gempa bumi terus mengguncang kota tersebut.

    Meskipun pemerintah telah memberi tahu para anggota parlemen tentang niat mereka untuk melakukan pemangkasan, Kongres belum menyetujui rencana reorganisasi tersebut, yang oleh para anggota parlemen dari Partai Demokrat disebut sebagai penutupan badan tersebut secara ilegal.

    Anggota komite DPR dan Senat yang mengawasi urusan luar negeri dan anggaran terkait telah diberitahu tentang reorganisasi tersebut pada hari Jumat oleh pemerintahan Trump, yang mengatakan bahwa hal itu akan selesai pada 1 Juli.

    Pengumuman ini muncul setelah adanya protes dari para anggota parlemen yang menyatakan bahwa upaya perampingan badan ini ilegal, dan dari para anggota staf dan serikat pekerja yang menuntut untuk menghentikannya.

    Pada tanggal 2 September, email tersebut mengatakan, operasi badan tersebut akan dialihkan secara substansial ke Negara Bagian atau dibubarkan. Pemangkasan ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk menggunakan bantuan luar negeri sebagai alat untuk memajukan prioritas diplomatiknya.

    Bulan ini, para penerima dana U.S.A.I.D. diminta untuk menjustifikasi nilai bantuan mereka kepada pemerintah melalui kuesioner yang menanyakan, antara lain, apakah program-program mereka membantu membatasi imigrasi ilegal atau mengamankan mineral-mineral tanah jarang.

    Dalam sebuah pernyataan, Menteri Luar Negeri Marco Rubio memuji pemangkasan yang akan dilakukan.

    “Kami sedang melakukan reorientasi program-program bantuan luar negeri kami untuk menyelaraskan secara langsung dengan apa yang terbaik bagi Amerika Serikat dan warga negara kami,” katanya, dikutip Sabtu (29/3).

    Ia berjanji bahwa program-program penyelamatan jiwa yang penting akan tetap dipertahankan di bawah Departemen Luar Negeri. Namun, dalam rencana yang disampaikan kepada Kongres, pemerintah mengisyaratkan bahwa program-program U.S.A.I.D. yang akan dihentikannya termasuk program yang mendanai vaksin untuk anak-anak di negara-negara miskin, dan juga sejumlah dana untuk memerangi malaria.

    Sementara itu, beberapa karyawan mempermasalahkan cara pemberitahuan pemutusan hubungan kerja. Beberapa mulai mengedarkan daftar “ketidakberesan” dengan menunjukkan kesalahan administrasi dan keberatan bahwa pemberitahuan tersebut tidak disebarluaskan sesuai dengan proses pengurangan tenaga kerja secara formal.

    (fsd/fsd)

  • RS di Ibu Kota Myanmar Kewalahan Tangani Korban Gempa Dahsyat

    RS di Ibu Kota Myanmar Kewalahan Tangani Korban Gempa Dahsyat

    Jakarta

    Rumah sakit di Ibu Kota Myanmar, Naypyidaw, kewalahan menangani korban imbas gempa berkekuatan 7,7 magnitudo pada Jumat (28/3/2025).

    Saking penuhnya, korban luka pasca gempa dahsyat di Thailand tergeletak di luar unit gawat darurat di rumah sakit berkapasitas 1.000 tempat tidur itu. Sebagian mengalami luka-luka dan lainnya syok setelah gempa tersebut.

    Banyak sekali korban yang dibawa ke rumah sakit-sebagian naik mobil, sebagian lagi naik truk pikap, dan sebagian lagi dibawa dengan tandu. Tubuh mereka berlumuran darah dan tertutup debu.

    “Ini adalah area korban massal”, kata seorang pejabat rumah sakit, saat mereka mengantar wartawan menjauh dari area perawatan, dikutip dari France24.

    Rumah sakit itu juga dilanda gempa bumi dahsyat yang menyebabkan jalan tertekuk dan aspal hancur, sementara tanah bergetar hebat selama sekitar setengah menit.

    Unit gawat darurat rumah sakit juga mengalami kerusakan parah. Sebuah mobil tertimpa beton berat akibat ambruknya pintu masuk.

    “Banyak orang terluka telah berdatangan, saya belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya,” kata seorang dokter di rumah sakit tersebut kepada AFP.

    “Kami sedang berusaha mengatasi situasi ini. Saya sangat lelah”.

    Beberapa korban menangis kesakitan, sementara yang lain terbaring diam saat sanak saudara berusaha menghibur mereka, dengan infus mengalir dari lengan.

    “Ratusan orang terluka datang, tetapi unit bangunan gawat darurat di sini juga runtuh,” kata seorang pejabat keamanan rumah sakit.

    Yang lain duduk berjongkok sambil memegang kepala, darah membasahi wajah dan anggota tubuh mereka.

    Ibu kota Myanmar berjarak sekitar 250 kilometer (150 mil) selatan dari episentrum gempa dangkal berkekuatan 7,7 skala Richter yang melanda barat laut kota Sagaing pada Jumat sore, menurut Survei Geologi Amerika Serikat.

    (suc/suc)

  • 144 Orang Dinyatakan Tewas Akibat Gempa di Myanmar, USGS Sebut Korban Lebih dari 10.000 Orang – Halaman all

    144 Orang Dinyatakan Tewas Akibat Gempa di Myanmar, USGS Sebut Korban Lebih dari 10.000 Orang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dalam update terbaru, sebanyak 144 orang tewas akibat gempa berkekuatan 7,7 SR yang mengguncang Myanmar pada Jumat (28/3/2025) kemarin.

    Kepala pemerintahan militer Myanmar melaporkan 730 orang dilaporkan mengalami luka-luka akibat gempa bumi tersebut.

    Dikutip dari India Today, Junta Militer Myanmar telah mengumumkan keadaan darurat di beberapa daerah, dan segera meminta bantuan dari negara-negara lain.

    Namun, informasi tentang tingkat kerusakan masih belum jelas. Gambar-gambar yang beredar di media sosial menunjukkan beberapa rumah hancur dan jalan retak.

    Sementara itu di Bangkok, Thailand, yang terdampak akibat gempa di Myanmar melaporkan setidaknya 10 orang tewas.

    Wakil Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul mengatakan ada kemungkinan lebih banyak mayat akan ditemukan di reruntuhan bangunan, dengan lebih dari 101 orang terjebak dan tim penyelamat akan bekerja sepanjang malam.

    Kematian lainnya dikonfirmasi setelah sebuah crane runtuh di tempat lain di kota tersebut.

    Menurut media pemerintah Myanmar, gempa bumi tersebut menyebabkan runtuhnya bangunan di lima kota besar dan kecil, serta jembatan kereta api dan jembatan jalan di Jalan Tol Yangon-Mandalay.

    Jembatan Ava yang ikonik berusia 90 tahun di Mandalay runtuh ke Sungai Irrawaddy setelah gempa bumi dahsyat tersebut.

    Gambar-gambar visual juga telah muncul yang memperlihatkan menara jam yang runtuh dan bagian-bagian Istana Mandalay yang bersejarah yang rusak.

    Dikutip dari CNN, Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) memperkirakan jumlah korban tewas akibat gempa di Myanmar dapat melampaui 10.000 orang.

    USGS mengeluarkan peringatan merah untuk perkiraan jumlah korban jiwa akibat gempa bumi, yang menunjukkan “jumlah korban yang tinggi dan kerusakan yang luas.”

    Junta Militer Minta Bantuan

    Gempa bumi berkekuatan 7,7 SR yang terjadi sekitar pukul 12.50 siang waktu setempat itu merupakan gempa bumi ketiga yang mengguncang wilayah itu dalam satu abad terakhir.

    Gempa susulan berkekuatan 6,7 SR tercatat sekitar 11 menit kemudian, gempa pertama dari beberapa gempa besar yang terjadi setelah gempa pertama.

    Guncangan gempa terasa hingga Bangladesh, Vietnam, Thailand, dan China selatan, tempat media berita pemerintah melaporkan bahwa sejumlah orang yang tidak disebutkan jumlahnya terluka di Ruili, dekat perbatasan Myanmar.

    Dikutip dari The Straits Times, Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra menyatakan Bangkok sebagai “daerah darurat” dan mendesak penduduk untuk mengungsi dari gedung-gedung tinggi jika terjadi gempa susulan.

    Di Myanmar, saat para korban yang mengalami pendarahan dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans, mobil, dan sepeda motor, seorang dokter bedah di Rumah Sakit Umum Mandalay mengatakan begitu banyak orang yang datang untuk berobat sehingga para perawat kehabisan penyeka kapas dan dia tidak punya tempat untuk berdiri.

    “Korban luka terus berdatangan, tetapi kami kekurangan dokter dan perawat,” kata dokter bedah, Dr. Kyaw Zin.

    Puluhan pasien di RS Mandalay melarikan diri dari gedung tersebut ketika gedung tersebut berguncang dan bergetar, berdesakan di tempat parkir di dekatnya.

    Beberapa pasien masih terhubung dengan infus dan tabung oksigen.

    Bencana gempa ini memperparah tantangan besar yang dihadapi para penguasa militer Myanmar, yang menggulingkan pemerintahan terpilih pada tahun 2021 dan telah membatasi kontak negara tersebut dengan dunia luar.

    Junta militer terus melemah sejak saat itu, kehilangan wilayah kekuasaannya dari pemberontak di tengah perang saudara berdarah yang telah menyebabkan hampir 20 juta dari sekitar 54 juta penduduk negara itu tidak memiliki cukup makanan atau tempat tinggal bahkan sebelum gempa, menurut pejabat PBB.

    Selama bencana-bencana sebelumnya, seperti Siklon Mocha pada tahun 2023 dan Siklon Nargis pada tahun 2008, penguasa militer Myanmar membatasi aliran bantuan internasional ke daerah-daerah yang terkena dampak keras yang didominasi oleh musuh-musuh mereka.

    Namun kali ini, para pemimpin junta segera meminta bantuan internasional dan mengumumkan keadaan darurat di enam wilayah negara itu, kantor berita melaporkan, termasuk Mandalay dan Naypyitaw.

    “Kami membutuhkan dan menginginkan masyarakat internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan,” kata juru bicara militer, Jenderal Zaw Min Tun.

    “Kami akan bekerja sama dengan mereka untuk memastikan perawatan terbaik bagi para korban,” lanjutnya.

    Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengatakan organisasi tersebut bergerak untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.

    PBB mengatakan telah mengalokasikan dana awal sebesar US$5 juta dari dana daruratnya untuk membantu operasi penyelamatan nyawa di Myanmar.

    Presiden AS, Donald Trump mengatakan pihaknya juga akan memberikan bantuan kepada Myanmar.

    “Ini situasi yang sangat buruk, dan kami akan membantu,” katanya di Ruang Oval.

    “Kami sudah berbicara dengan negara itu,” ungkap Trump.

    (*)

  • Top 3: Imbas Gempa Myanmar dan Thailand, Istana Rusak hingga Jembatan Runtuh – Page 3

    Top 3: Imbas Gempa Myanmar dan Thailand, Istana Rusak hingga Jembatan Runtuh – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Gempa bumi dahsyat berkekuatan magnitudo 7,7 mengguncang wilayah Sagaing, Myanmar pada Jumat, 28 Maret 2025. Guncangannya terasa sangat kuat di Thailand, khususnya Bangkok, menyebabkan kepanikan massal dan kerusakan bangunan.

    Peristiwa gempa Myanmar ini terjadi sekitar pukul 14.00 waktu setempat, menimbulkan pertanyaan besar tentang kesiapsiagaan infrastruktur di wilayah yang rawan gempa.

    Dalam video yang dipublikasikan oleh Myanmar Now, lima bentang jembatan yang menghubungkan kota Sagaing dan Mandalay runtuh akibat guncangan tersebut.

    Selain itu, Istana Mandalay yang bersejarah, salah satu ikon utama kota Mandalay, juga mengalami kerusakan, menurut laporan yang mengutip keterangan saksi mata.

    Gempa Myanmar dan Thailand ini menjadi berita yang paling banyak dibaca. Berikut daftarnya per Sabtu (29/3/2025):

    1. Istana Rusak hingga Jembatan Runtuh Imbas Gempa Myanmar dan Thailand

    Gempa bumi dahsyat berkekuatan magnitudo 7,7 mengguncang Myanmar pada Jumat, 28 Maret 2025. Pusat gempa berada sekitar 16 kilometer barat laut Kota Sagaing, dengan kedalaman 10 kilometer.

    Gempa ini disebabkan oleh aktivitas Sesar Besar Sagaing, sebuah sesar mendatar (strike-slip), dan getarannya terasa hingga ke negara-negara tetangga seperti Thailand, China, India, dan Laos. Bencana alam ini menimbulkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang signifikan di beberapa wilayah.

    Menurut portal berita Myanmar Now yang dikutip dari Antara, Jumat (28/3/2025), sebuah jembatan di kota Sagaing, Myanmar barat laut, dilaporkan runtuh akibat gempa bumi berkekuatan besar.

    Baca artikel selengkapnya di sini

  • BMKG Bilang Gempa Megathrust RI Hanya Tunggu Waktu, Ini Zona Merahnya

    BMKG Bilang Gempa Megathrust RI Hanya Tunggu Waktu, Ini Zona Merahnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Isu gempa megathrust di Indonesia ramai diperbincangkan. 

    Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono pun memperingatkan gempa dari dua zona megathrust, yakni Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, tinggal tunggu waktu.

    Alasannya, dua zona itu sudah lama tak mengalami gempa atau ada seismic gap, yakni lebih dari dua abad. Biasanya, gempa besar punya siklusnya sendiri dalam rentang hingga ratusan tahun.

    Namun BMKG sendiri belum dapat memastikan kapan bencana alam itu akan terjadi. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut pihaknya terus membicarakan isu ini agar masyarakat bersiap menghadapi efek dari megathrust di Indonesia.

    “Sebetulnya isu megathrust itu bukan isu yang baru. Itu isu yg sudah sangat lama. Tapi kenapa BMKG dan beberapa pakar mengingatkan? Tujuannya adalah untuk ‘ayo, tidak hanya ngomong aja, segera mitigasi (tindakan mengurangi dampak bencana),” ujar Dwikorita, dikutip dari CNN Indonesia, Minggu (25/8/2024).

    “Jadi tujuannya ke sana; mitigasi dan edukasi, persiapan, kesiapsiagaan,” imbuh dia.

    Dwikorita melanjutkan pihaknya sudah melakukan berbagai langkah antisipasi megathrust. Pertama, menempatkan sensor-sensor sistem peringatan dini tsunami InaTEWS menghadap ke zona-zona megathrust.

    “InaTEWS itu sengaja dipasang untuk menghadap ke arah megathrust. Aslinya tuh di BMKG hadir untuk menghadapi, memitigasi megathrust,” jelasnya.

    Kedua, edukasi masyarakat lokal dan internasional. Salah satu bentuk nyatanya adalah mendampingi pemerintah daerah (pemda) buat menyiapkan berbagai infrastruktur mitigasi, seperti jalur evakuasi, sistem peringatan dini, hingga shelter tsunami.

    Selain itu, bergabung dengan Indian Ocean Tsunami Information Center, yang juga berkantor di kompleks BMKG. Komunitas ini bertujuan buat mengedukasi 25 negara di Samudra Hindia dalam menghadapi gempa dan tsunami.

    “Kami edukasi publik bagaimana menyiapkan masyarakat dan pemda sebelum terjadi gempa dengan kekuatan tinggi yang menyebabkan tsunami,” kata dia.

    Ketiga, mengecek secara berkala sistem peringatan dini yang sudah dihibahkan ke pemda.

    “Sirine [peringatan tsunami] harusnya tanggung jawab pemerintah daerah, hibah dari BNPB, hibah dari BMKG, tapi pemeliharaan dari pemerintah daerah, kan otonomi daerah. Ternyata sirine selalu kita tes tanggal 26 [tiap bulan], kebanyakan bunyi tapi yang macet ada,” bongkarnya.

    Keempat, menyebarluaskan peringatan dini bencana. Menurut Dwi, jika masyarakat harus siap, berarti harus ada penyebarluasan informasi. “Kami dibantu Kominfo,” pungkasnya.

    (fsd/fsd)

  • Korban Tewas Gempa Myanmar Diperkirakan Tembus 10.000 Jiwa

    Korban Tewas Gempa Myanmar Diperkirakan Tembus 10.000 Jiwa

    CNBC Indonesia – Gempa bumi dahsyat melanda Myanmar pada hari Jumat (28/3/2025), menghancurkan jalan-jalan, merobohkan monumen-monumen keagamaan hingga menghancurkan gedung-gedung bertingkat. Gempa yang mengguncang negara tetangga Indonesia ini menjadi hantaman baru bagi negara yang telah terkoyak oleh perang saudara.

    Meskipun jumlah korban tewas masih belum jelas, perkiraan para ahli memperingatkan bahwa angka kematian bisa sangat besar, mengingat populasi yang padat dan bangunan-bangunan yang rentan di dekat episentrum, tepat di luar Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar.

    Melansir laporan The New York Times yang mengutip Pemodelan oleh Badan Geologi dan Pemetaan AS (USGS), perkiraan jumlah korban tewas kemungkinan akan melampaui 10.000, dan bahwa ada kemungkinan gempa tersebut memakan jumlah korban yang jauh lebih tinggi.

    Sementara itu, total kerugian akibat gempa ini diestimasi dapat menyentuh US$ 100 miliar (Rp 1.650 triliun) atau lebih besar dari pendapatan domestik bruto Myanmar senilai US$ 66 miliar.

    Hitungan awal dari pemerintah militer Myanmar mengatakan bahwa sedikitnya 144 orang tewas dan 732 orang terluka hanya di tiga kota – tidak termasuk Mandalay.

    Foto: Seorang korban tergeletak di tanah saat orang-orang menolongnya setelah gempa bumi dahsyat yang melanda Myanmar tengah pada hari Jumat berdampak pada Bangkok, Thailand, 28 Maret 2025. (REUTERS/Ann Wang)
    Seorang korban tergeletak di tanah saat orang-orang menolongnya setelah gempa bumi dahsyat yang melanda Myanmar tengah pada hari Jumat berdampak pada Bangkok, Thailand, 28 Maret 2025. (REUTERS/Ann Wang)

    Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,7 cukup kuat hingga merobohkan gedung 33 lantai yang sedang dibangun nyaris 1.000 km jauhnya di Bangkok, Thailand. Setidaknya delapan orang dipastikan tewas di sana, dan puluhan lainnya hilang, menurut pihak berwenang. Mereka semua diduga sebagai anggota kru pekerja yang beranggotakan 320 orang yang sedang membangun gedung baru untuk pemerintah Thailand.

    Gempa bumi tersebut merupakan gempa bumi ketiga terbesar yang pernah mengguncang kawasan itu dalam seabad terakhir, dan analisis USGS menempatkan episentrumnya hanya 10 mil dari jantung Mandalay, kota berpenduduk sekitar 1,5 juta orang. Gempa susulan berkekuatan M 6,7  tercatat sekitar 11 menit kemudian, yang merupakan gempa pertama dari beberapa gempa besar yang terjadi setelah gempa pertama.

    Guncangan itu terasa hingga Bangladesh, Vietnam, Thailand, dan China bagian selatan, tempat media berita pemerintah melaporkan bahwa sejumlah orang yang tidak disebutkan jumlah pastinya terluka di Ruili, dekat perbatasan Myanmar. Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra menyatakan Bangkok sebagai “daerah darurat” dan mendesak penduduk untuk mengungsi dari gedung-gedung tinggi jika terjadi gempa susulan.

    Foto: Tim penyelamat bekerja di lokasi gedung tinggi yang sedang dibangun yang runtuh setelah gempa berkekuatan 7,7 skala Richter di Bangkok, Thailand, Jumat, 28 Maret 2025. (AP/Sakchai Lalit)
    Tim penyelamat bekerja di lokasi gedung tinggi yang sedang dibangun yang runtuh setelah gempa berkekuatan 7,7 skala Richter di Bangkok, Thailand, Jumat, 28 Maret 2025. (AP/Sakchai Lalit)

    Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, António Guterres, mengatakan organisasi tersebut tengah bergerak untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. PBB mengatakan telah mengalokasikan dana awal sebesar US$5 juta dari dana daruratnya untuk membantu operasi penyelamatan nyawa di Myanmar.

    Presiden Trump mengatakan Amerika Serikat juga akan memberikan bantuan kepada Myanmar. “Ini benar-benar buruk, dan kami akan membantu,” katanya di Ruang Oval. “Kami telah berbicara dengan negara itu.”

    Organisasi-organisasi bantuan mengatakan bahwa sulit untuk menilai skala penuh kerusakan di banyak bagian Myanmar karena listrik dan jalur komunikasi terputus. Selain itu, junta telah berulang kali memutus internet dan memutus akses ke media sosial, sehingga mengisolasi negara tersebut.

    Bahkan sebelum gempa, sistem perawatan kesehatan Myanmar telah mencapai batas maksimal. Junta militer telah menindak tegas para dokter dan perawat, yang telah menjadi garda terdepan dalam gerakan pembangkangan sipil yang menentang rezim tersebut. Myanmar dianggap sebagai salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi tenaga kesehatan, menurut organisasi nirlaba Physicians for Human Rights yang berpusat di New York.

    (fsd/fsd)

  • Trump Janji AS Bantu Myanmar yang Dilanda Gempa Dahsyat

    Trump Janji AS Bantu Myanmar yang Dilanda Gempa Dahsyat

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berjanji AS akan membantu Myanmar setelah dilanda gempa bumi besar. Janji Trump menyusul permohonan bantuan yang jarang terjadi dari junta militer penguasa negara itu.

    “Ini mengerikan,” kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval tentang gempa bumi tersebut ketika ditanya apakah dia akan menanggapi permohonan dari penguasa militer Myanmar dilansir AFP, Sabtu (29/3/2025).

    “Ini benar-benar buruk, dan kami akan membantu. Kami telah berbicara dengan negara itu.”

    Gempa bumi magnitudo (M) 7,7 melanda Myanmar dan Thailand pada Jumat (28/3), menewaskan lebih dari 150 orang dan melukai ratusan orang.

    Kepala junta Myanmar Min Aung Hlaing sebelumnya telah mengundang “negara mana pun, organisasi mana pun” untuk membantu memberikan bantuan, dalam pidato yang disiarkan di media pemerintah.

    Empat tahun perang saudara yang dipicu oleh perebutan kekuasaan oleh militer telah merusak infrastruktur dan sistem perawatan kesehatan Myanmar, sehingga tidak siap untuk menanggapi bencana seperti itu.

    Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir telah mendesak para penguasa Myanmar untuk membuat kemajuan dalam berbagai masalah utama seperti membebaskan tahanan politik dan mengurangi kekerasan.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 144 Orang Dinyatakan Tewas Akibat Gempa di Myanmar, USGS Sebut Korban Lebih dari 10.000 Orang – Halaman all

    Update Gempa Magnitudo 7,7 di Myanmar, 144 Korban Tewas, Ratusan Korban Terluka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, MYANMAR – Gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter yang mengguncang Myanmar, Jumat (28/3/2025) menewaskan setidaknya 144 korban.

    Sementara korban terluka mencapai 730 orang, kata kepala pemerintahan militer Myanmar pada Jumat malam. 

    Kematian juga dilaporkan di Thailand, dikutip dari CNN.

    Gempa bumi tersebut mengguncang sebagian besar wilayah Asia Tenggara, mengirimkan getaran yang mengerikan melalui desa-desa terpencil di tengah perang saudara Myanmar hingga ke gedung-gedung pencakar langit yang mewah di ibu kota Thailand yang padat lalu lintas, Bangkok. 

    Getaran bahkan terasa di seberang perbatasan di Provinsi Yunnan yang terpencil dan bergunung-gunung di barat daya China.

    Bencana alam ini mendorong junta militer negara itu untuk mengajukan permohonan bantuan internasional yang jarang terjadi.

    Setelah menutup negara itu dari dunia luar selama empat tahun perang saudara, Min Aung Hlaing–pemimpin pemerintahan militer Myanmar–mengumumkan keadaan darurat dan mengeluarkan “undangan terbuka bagi organisasi dan negara mana pun yang bersedia datang dan membantu orang-orang yang membutuhkan di negara kita,” seraya menambahkan jumlah korban kemungkinan akan bertambah.

    Dengan listrik dan internet yang padam di beberapa bagian Myanmar, permintaan bantuan Hlaing yang tak terduga merupakan ukuran kehancuran yang ditimbulkan gempa bumi di negara yang telah diubah oleh junta militernya menjadi negara paria.

    Upaya penyelamatan kemungkinan besar akan sangat bervariasi antara kedua negara. 

    Myanmar, salah satu negara termiskin di Asia, memiliki rekam jejak yang panjang dan bermasalah dalam menanggapi bencana alam besar. 

    Sebaliknya, negara tetangga Thailand jauh lebih makmur dan menjadi tujuan wisata utama, dengan tim penyelamat yang berpengalaman dan memiliki sumber daya yang baik. (CNN)