Topik: ekspor

  • Dirut: Arus Petikemas di Surabaya naik 9,77 persen

    Dirut: Arus Petikemas di Surabaya naik 9,77 persen

    Surabaya (ANTARA) – Direktur Utama PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) Wahyu Widodo menyatakan arus petikemas sepanjang Januari hingga Oktober mengalami kenaikan sebesar 9,77 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

    “Arus petikemas di PT TPS pada Januari sampai Oktober 2024 naik 9,77 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2023,” katanya di Surabaya, Jawa Timur, Kamis.

    Wahyu menyebutkan jumlah arus peti kemas pada Oktober 2023 tercatat sebesar 1.193.587 TEUs sedangkan pada periode yang sama tahun 2024 jumlahnya meningkat menjadi 1.310.235 TEUs.

    Sementara itu, arus peti kemas domestik naik 17,17 persen dari 55.251 TEUs pada 2023 menjadi 64.737 TEUs pada 2024.

    Perbandingan arus peti kemas antara ekspor dan impor pada periode Januari hingga Oktober 2024 adalah 49 persen atau 615.078 TEUs untuk peti kemas ekspor dan 51 persen atau 630.420 TEUs untuk peti kemas impor.

    Dibandingkan periode sama pada 2023, prosentase perbandingan arus peti kemas ekspor dan impor tidak mengalami perubahan.

    Pada 2023, ekspor menyumbang 49 persen dengan arus peti kemas sebanyak 561.458 TEUs sedangkan impor tercatat sebanyak 576.878 TEUs atau 51 persen dari total arus peti kemas.

    Selain itu, jumlah kunjungan kapal hingga Oktober 2024 juga meningkat 2,21 persen dengan total 1.018 kunjungan kapal dibandingkan periode sama pada 2023 yang tercatat sebanyak 996 kunjungan kapal.

    Adapun kenaikan pada Oktober 2024 dipicu oleh kontribusi peti kemas internasional sebanyak 136.937 TEUs dan peti kemas domestik sebanyak 6.256 TEUs.

    Pada September 2024 kontribusi peti kemas internasional tercatat sebesar 130.348 TEUs dan kontribusi peti kemas domestik sebanyak 5.882 TEUs.

    Wahyu menambahkan, dari sisi kinerja bongkar muat TPS juga mencatat peningkatan yang signifikan dengan capaian 54 box/ship/hour.

    Capaian tersebut melampaui kinerja bongkar muat yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan melalui Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak di Surabaya yaitu 48 box/ship/hour.

    “TPS tetap masih memimpin perolehan market share dengan prosentase 83 persen di Pelabuhan Tanjung Perak,” ujarnya.

    Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Bappenas ungkap strategi investasi capai pertumbuhan ekonomi 8 persen

    Bappenas ungkap strategi investasi capai pertumbuhan ekonomi 8 persen

    Jadi, insentif itu tidak one size fits all nantinya, tetapi akan difokuskan kepada sektor-sektor yang menciptakan nilai tambah yang tinggi

    Jakarta (ANTARA) – Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan strategi investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.

    Pertama adalah insentif dan fasilitasi investasi sesuai dengan karakter sektor dan daerah untuk investasi bernilai tambah tinggi (industrialisasi dan hilirisasi) serta berkualitas.

    “Jadi, insentif itu tidak one size fits all nantinya, tetapi akan difokuskan kepada sektor-sektor yang menciptakan nilai tambah yang tinggi,” katanya dalam acara Proyeksi Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2025, di Jakarta, Kamis.

    Prioritas diberikan terhadap investasi yang memberikan spillover pada perekonomian, menciptakan lapangan kerja, terhubung dengan proses industri dalam negeri dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), berorientasi ekspor dan terhubung rantai pasok global, melakukan transfer/adopsi teknologi, mengembangkan riset dan inovasi, serta menerapkan prinsip keberlanjutan.

    Kedua adalah pengembangan investasi berdasarkan keunggulan daerah dengan backward dan forward linkage untuk menciptakan nilai tambah dan nilai rantai pasok domestik yang kuat.

    Selanjutnya adalah kebijakan moneter dan sektor keuangan adaptif yang menyediakan beragam alternatif sumber pendanaan bagi investor, baik perbankan, pasar modal, maupun produk keuangan lainnya.

    Keempat, peningkatan iklim berinvestasi dan berusaha, kepastian kebijakan dan hukum, sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan antar pusat-daerah dan antar sektor, ketersediaan infrastruktur dan konektivitas, ketersediaan bahan baku, Sumber Daya Manusia (SDM), energi hijau; serta persaingan usaha yang sehat.

    “Artinya, (mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen) perlu melakukan langkah-langkah konkret seperti penyederhanaan perizinan, penciptaan iklim usaha yang kondusif, kemudian memastikan investasi-investasi besar ini dapat berjalan dengan baik di Indonesia,” ungkap dia.

    Terakhir, penyediaan investasi pemerintah dan BUMN/BUMD berfokus pada sektor publik dan kebutuhan dasar penarik investasi.

    Dalam paparannya, tercatat sejumlah prasyarat investasi guna mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen untuk lima tahun mendatang. Mulai dari pertumbuhan investasi rata-rata tumbuh 8,36 persen atau lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi 7,7 persen pada 2025-2029; lalu kebutuhan investasi rata-rata Rp9.883 triliun per tahun dengan kontribusi pemerintah 7,3 persen, BUMN 6,8 persen, dan swasta/masyarakat 85,9 persen.

    Kemudian, peningkatan investasi industrialisasi dan hilirisasi terutama sektor industri prioritas. Ada 15 komoditas hilirisasi (nikel, tembaga, bauksit, timah, kelapa sawit, kelapa, rumput laut, minyak bumi, gas bumi, besi-baja, pasir silika, garam, ikan Tuna-Cakalang-Tongkol (TCT), udang, dan tilapia) dengan total target investasi sekitar Rp2.874,8 triliun, target investasi Penanaman Modal Asing-Penanaman Modal Dalam Negeri (PMA-PMDN) pada 2029 sebesar Rp3.543,6 triliun, dan target Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Mesin dan Perlengkapan Rp1.476 triliun pada 2029 atau naik dari Rp692 triliun pada 2023.

    Mengenai prasyarat ketiga ialah peningkatan nilai investasi berorientasi ekspor pada 2029 sebesar Rp440,9-Rp483,5 triliun untuk PMA dan Rp125-Rp143,1 triliun untuk PMDN, serta peningkatan kontribusi investasi luar Jawa melebihi capaian tahun 2023 yang sebesar 51,5 persen.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Ahmad Wijaya
    Copyright © ANTARA 2024

  • PPN 12%, Ekonomi RI Makin Merosot di Bawah 5%

    PPN 12%, Ekonomi RI Makin Merosot di Bawah 5%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengkritik keras rencana pemerintah yang bersikeras menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% pada 2025 di tengah tertekannya daya beli masyarakat.

    Tekanan terhadap daya beli masyarakat ini tercermin dari laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga selama tiga kuartal tahun ini yang tumbuh di bawah 5%. Pada kuartal I-2024 hanya 4,91%, kuartal II 4,93%, dan kuartal III sebesar 4,91%.

    Akibatnya aktivitas ekonomi Indonesia secara tahunan hanya tumbuh 4,95% per kuartal III-2024, lebih rendah dari laju pertumbuhan per kuartal III-2023 sebesar 5,05%. Pertumbuhan 4,95% itu pun lebih rendah dari Malaysia yang tumbuh 5,34% dan Vietnam bahkan masih mampu tumbuh 7,4%.

    “Kalau PPN naik 12%, maka kemungkinan besar konsumsi rumah tangga turun 0,26%. Maka, kalau kuartal III-2024 tumbuh 4,91%, kurangi saja minus 0,26%,” kata Eko dalam acara Seminar Nasional Proyeksi Ekonomi Indonesia 2025 di Jakarta, Kamis (12/11/2024).

    Eko menekankan, bila PPN terus dinaikkan saat ekonomi masyarakat tertekan, maka tak heran bila pertumbuhan ekonomi ke depan akan terus bergerak di level bawah 5%, sebab konsumsi rumah tangga mendominasi struktur PDB dengan porsinya mencapai 53,08%.

    “Itu signifikan ke pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi juga bisa turun 0,17%. Jadi ibaratnya kalau nekat naikkan PPN 12%, kita mulai bicara pertumbuhan ekonomi di bawah 5%,” ungkap.

    Oleh sebab itu, Eko menganggap, pemerintah tidak perlu mencari alasan ekonomi Indonesia pada 2025 yang berpotensi makin tertekan karena kebijakan PPN dengan menyalahkan kembalinya Donald Trump memimpin AS setelah menang Pilpres 2024

    “Jadi kalau kukuh begitu ya ada implikasinya, target pajak bisa saja tercapai tapi pertumbuhan ekonomi tidak tumbuh. Terus nanti malah cari alasan, karena Trump terpilih dan seterusnya,” ucap Eko.

    Dalam kesempatan yang sama Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Firman Hidayat juga telah mengungkapkan bahwa setidaknya ada dua tantangan bagi perekonomian Indonesia dan dunia ke depan setelah kembalinya Trump menjabat sebagai presiden AS.

    Menurut Firman, rencana Trump untuk meningkatkan tarif impor hingga 60% terhadap negara-negara mitra dagangnya yang mencatatkan surplus, termasuk China, berpotensi menekan perekonomian Indonesia, terutama sektor perdagangan, sebab China menjadi mitra dagang utama Indonesia.

    “Tarif ini harus kita analisis secara cermat bagaimana dampaknya ke pertumbuhan ekonomi dunia maupun ekspor Indonesia. Saya kira dinamikanya akan sangat menarik, berubah cepat, tergantung kebijakannya,” tutur Firman.

    Selain dari jalur perdagangan, efek negatif Trump yang membawa kebijakan disruptif juga ia anggap akan bisa memberikan dampak ke Indonesia melalui sektor keuangan. Terutama dari sisi makin lambatnya laju penurunan suku bunga acuan bank sentral AS, yakni The Fed.

    “Statement terakhir Presiden the Fed menunjukkan bahwa kemungkinan penurunannya tidak akan secepat yang diperkirakan. Lalu, meski suku bunga the Fed turun yield obligasi pemerintah malah cenderung meningkat mengantisipasi kebijakan Trump yang diperkirakan akan perlebar defisit dan berdampak ke inflasi,” tuturnya

    “Sehingga saat ini kita sudah lihat dampaknya terjadi capital outflow dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia sehingga nilai tukar dolar sangat menguat, rupiah pun melemah,” tegas Firman

    (arj/mij)

  • Bappenas ungkap prasyarat kunci tingkatkan pendapatan per kapita

    Bappenas ungkap prasyarat kunci tingkatkan pendapatan per kapita

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyampaikan prasyarat kunci meningkatkan pendapatan per kapita setara dengan negara maju di Indonesia pada tahun 2045 adalah menciptakan nilai tambah bagi perekonomian.

    “Pada saat kita mengatakan bahwa pendapatan per kapita setara dengan negara maju, ada prasyarat kunci yang kita dorong, bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi ke depan itu harus didasarkan pada penciptaan nilai tambah bagi perekonomian kita,” ucap Deputi Bidang Ekonomi Amalia Adininggar Widyasanti Kementerian PPN/Bappenas dalam acara Proyeksi Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2025 di Jakarta, Kamis.

    Dalam hal ini, kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Manufaktur dan PDB Maritim ditargetkan masing-masing mencapai 28 persen dan 15 persen pada tahun 2045, meningkat dari 2025 yang diperkirakan 20,8 persen dan 8,1 persen. Ini berarti industrialisasi harus berjalan di Indonesia.

    Terkait PDB Maritim, dia menerangkan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki lautan luas dan mempunyai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) harus dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Penciptaan nilai tambah (value added creation) yang harus didorong bukan hanya sekedar menjual bahan mentah dari laut, tetapi mengolah kekayaan laut agar bisa menghasilkan produk dengan nilai tambah lebih besar. Dengan begitu, lapangan pekerjaan akan semakin terbuka, menciptakan efek berganda (multiplier effect), hingga memberikan pertumbuhan ekonomi lebih inklusif.

    Sebagai contoh, salah satu program besar untuk mendorong PDB Maritim adalah ekonomi biru yang telah menjadi bagian dari program prioritas Asta Cita dari Presiden RI Prabowo Subianto.

    Esensi kunci ekonomi biru terdiri dari tiga pilar, yaitu marine protection untuk menjaga kesehatan dan kelestarian laut, lalu menciptakan nilai tambah, dan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.

    Misalnya, Indonesia telah menjadi produsen kedua terbesar komoditas rumput laut (seaweed) di dunia sebesar 20 persen, dan peringkat pertama dari China sebesar 60 persen. Kedua negara tersebut memiliki kontribusi 80 persen dalam produksi rumput laut global.

    “Pertanyaannya adalah seaweed dalam bentuk apa yang di ekspor Indonesia? Ternyata, kalau kita bedah dari ekspor seawead Indonesia adalah betul-betul ekspor row seaweed (bahan mentah rumput laut) yang kita ekspor. Padahal, seawead kalau kita tahu nilai pohon industrinya itu, kalau kita bedah lagi bagaimana potensi seaweed untuk menjadi produk turunannya, itu sangat luar biasa,” ungkapnya yang akrab disapa Winny.

    Contoh lainnya adalah ada sebuah perusahaan dari Indonesia mampu memproduksi susu dari ikan dengan nilai protein setara dengan susu pada umumnya, dan dapat diminum oleh seseorang yang alergi terhadap laktosa.

    Perusahaan itu dapat pula menghasilkan kolagen dari teripang yang dilakukan dengan mengkonsolidasikan para nelayan teripang.

    Saat dicari tahu lebih lanjut, ucap Winny, ternyata teripang itu dihasilkan dari kolagen yang diincar oleh perusahaan-perusahaan farmasi dan kosmetik global. Bahkan, sudah ada beberapa perusahaan kosmetik global yang mengakuisisi perusahaan kolagen dari teripang.

    “Artinya, potensi luar biasa kita yang miliki ini menjadi modal besar untuk Indonesia tumbuh cepat dalam waktu yang tidak terlalu lama,” kata dia.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2024

  • BPDPKS nilai hilirisasi kelapa sawit stabilkan harga CPO

    BPDPKS nilai hilirisasi kelapa sawit stabilkan harga CPO

    pemerintah terus mendukung pengembangan kelapa sawit melalui kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk menciptakan dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan pasar domestik dan internasional serta mendorong hilirisasi nasional

    Surabaya (ANTARA) – Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menilai hilirisasi industri kelapa sawit telah menjadi salah satu instrumen penting dalam menjaga stabilitas harga minyak kelapa sawit mentah (CPO).

    Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong hilirisasi produk untuk menciptakan nilai tambah dan memperkuat ekonomi nasional.

    “Sebagai komoditas strategis, pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat atau dijumpai tantangan yang dihadapi oleh industri kelapa sawit baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah terus mendukung pengembangan kelapa sawit melalui kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk menciptakan dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan pasar domestik dan internasional serta mendorong hilirisasi nasional,” kata Eddy dalam acara Sosialisasi Pelaksanaan Eksportasi dan Pungutan Ekspor atas Kelapa Sawit, CPO dan Produk Turunannya di Surabaya, Jawa Timur, Kamis.

    Eddy menyampaikan hilirisasi tak hanya meningkatkan nilai tambah produk sawit, namun juga memperluas diversifikasi produk.

    Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, saat ini Indonesia telah menghasilkan lebih dari 184 produk turunan kelapa sawit. Meskipun jumlah tersebut masih kalah dibandingkan Malaysia yang mencapai sekitar 250 produk, Eddy optimistis pengembangan industri hilir akan terus berlanjut melalui berbagai program strategis.

    Salah satu langkah hilirisasi adalah melalui program mandatori biodiesel. Hingga Oktober 2024, BPDPKS telah menyalurkan dana sebesar Rp183,72 triliun yang digunakan untuk membayar selisih harga antara harga indeks pasar biodiesel dan harga indeks pasar solar dengan volume biodiesel terserap mencapai 69,79 juta kiloliter.

    Eddy mengatakan program biodiesel yang saat ini sudah mencapai campuran B35 (35 persen biodiesel), dan akan menuju B40 tidak hanya memperkuat ketahanan energi tetapi juga berperan besar dalam menyerap CPO domestik.

    Ia menyatakan untuk dapat merealisasikan bahan bakar ramah lingkungan jenis B40 pada tahun 2025 membutuhkan dana sebesar Rp47 triliun.

    “Program mandatori biodiesel ini di samping sebagai upaya hilirisasi dalam rangka meningkatkan ketahanan energi kita, juga telah terbukti menjaga stabilitas harga CPO yang merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan pasar CPO di dalam negeri,” jelasnya.

    Dengan begitu, besarnya jumlah serapan CPO maupun produk turunannya yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel dapat dijadikan sebagai instrumen guna menjaga stabilitas harga CPO, khususnya harga CPO di dalam negeri.

    Kemudian, hilirisasi juga didukung pemerintah melalui pendanaan riset dan pengembangan produk turunan. Dalam hal ini, Eddy menekankan hilirisasi menjadi kunci tidak hanya untuk stabilitas harga CPO, melainkan juga untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama di pasar global.

    Lebih lanjut, Eddy menjelaskan bahwa kebijakan lain untuk mendorong hilirisasi nasional perkebunan sawit adalah dengan pemberlakuan Bea Keluar serta Pungutan Ekspor CPO dan turunannya.

    “Kebijakan pungutan ekspor telah berhasil mendorong hilirisasi dengan komposisi ekspor CPO yang terus menurun dan produk hilir refined terus meningkat, di mana di tahun 2024 produk CPO yang diekspor hanya sebesar 7 persen, sedangkan refined sebesar 65 persen,” terang Eddy.

    Ia memaparkan bahwa kebijakan tarif pungutan ekspor berdampak pada harga CPO di pasar internasional yang lebih stabil. Hal ini memberikan kepastian biaya bagi eksportir sehingga dapat membantu menjaga daya saing harga CPO atau produk-produk turunannya di pasar global.

    Adapun sampai dengan November 2024, harga referensi CPO yang ditetapkan berdasarkan Kementerian Perdagangan berada pada kisaran 746 dolar AS sampai dengan 961 dolar AS per metrik ton (MT). Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata tahun 2023 yang sebesar 832,6 dolar AS per MT.

    Dirinya menilai kebijakan pungutan ekspor juga memberikan dampak terhadap stabilitas harga tandan buah segar (TBS). Data harga TBS sampai dengan pertengahan November tahun 2024 di 8 provinsi penghasil kelapa sawit tercatat di kisaran Rp2.459 sampai dengan Rp3.163 per kilogram (kg) atau secara rata sebesar Rp2.813 per kg.

    “Ini meningkat jika dibandingkan dengan rata pada tahun 2023 yang sebesar Rp2.425 per kg,” ucapnya.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2024

  • BI: Neraca pembayaran Indonesia triwulan III-2024 alami surplus

    BI: Neraca pembayaran Indonesia triwulan III-2024 alami surplus

    Kinerja neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III 2024 membaik sehingga mendukung ketahanan eksternal

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) mengatakan, neraca pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III-2024 mengalami surplus sehingga menjaga ketahanan sektor eksternal.

    NPI pada triwulan III-2024 mencatat surplus sebesar 5,9 miliar dolar AS, dari sebelumnya defisit sebesar 0,6 miliar dolar AS pada triwulan II-2024.

    “Kinerja neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III 2024 membaik sehingga mendukung ketahanan eksternal,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso di Jakarta, Kamis.

    Ramdan menuturkan, surplus NPI ditopang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat serta defisit neraca transaksi berjalan yang lebih rendah.

    Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa meningkat dari sebesar 140,2 miliar dolar AS pada akhir Juni 2024 menjadi sebesar 149,9 miliar dolar AS pada akhir September 2024, atau setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

    Ia mengatakan, neraca transaksi berjalan mencatat penurunan defisit. Pada triwulan III-2024, neraca transaksi berjalan mencatat defisit sebesar 2,2 miliar dolar AS atau sebesar 0,6 persen dari produk domestik bruto (PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit sebesar 3,2 miliar dolar AS atau 0,9 persen dari PDB pada triwulan II-2024.

    Kinerja neraca transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang nonmigas yang berlanjut, didukung oleh pertumbuhan ekspor nonmigas seiring dengan kenaikan harga komoditas, di tengah impor yang tumbuh lebih tinggi sejalan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik.

    Defisit neraca jasa menyempit didorong oleh meningkatnya surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Defisit neraca pendapatan primer juga menurun dipengaruhi oleh lebih rendahnya pembayaran imbal hasil investasi kepada investor nonresiden.

    Selain itu, peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder yang didorong oleh penerimaan remitansi turut mendukung kinerja neraca transaksi berjalan.

    Lebih lanjut Ramdan menuturkan, surplus neraca transaksi modal dan finansial berlanjut. Neraca transaksi modal dan finansial mencatat surplus sebesar 6,6 miliar dolar AS pada triwulan III-2024, meningkat dibandingkan dengan surplus sebesar 3,0 miliar dolar AS pada triwulan II-2024.

    Investasi langsung membukukan peningkatan surplus, utamanya berasal dari penyertaan modal di sektor industri pengolahan, jasa kesehatan, serta transportasi, pergudangan, dan komunikasi, sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional yang tetap terjaga.

    Aliran masuk modal asing ke berbagai instrumen investasi portofolio juga meningkat seiring dengan imbal hasil investasi yang tetap menarik. Di sisi lain, investasi lainnya mencatat kenaikan defisit didorong meningkatnya penempatan investasi swasta pada berbagai instrumen finansial luar negeri.

    Ke depan, BI senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat mempengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal.

    NPI 2024 diprakirakan tetap baik dengan defisit neraca transaksi berjalan terjaga dalam kisaran rendah sebesar 0,1 persen sampai dengan 0,9 persen dari PDB.

    Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan tetap mencatatkan surplus didukung oleh peningkatan investasi langsung maupun investasi portofolio sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • BPDPKS sebut penyaluran dana peremajaan sawit capai Rp9,83 triliun

    BPDPKS sebut penyaluran dana peremajaan sawit capai Rp9,83 triliun

    Sementara untuk program dukungan sarana dan prasarana, BPDPKS telah menyalurkan dana sebesar kurang lebih Rp258 miliar,

    Surabaya (ANTARA) – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyebutkan total penyaluran dana Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) mencapai Rp9,83 triliun selama periode 2017 sampai dengan Oktober 2024.

    Dana tersebut disalurkan untuk lahan seluas 351.267 hektare (Ha) yang melibatkan 157.883 pekebun.

    “Sementara untuk program dukungan sarana dan prasarana, BPDPKS telah menyalurkan dana sebesar kurang lebih Rp258 miliar,” kata Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman dalam acara Sosialisasi Pelaksanaan Eksportasi dan Pungutan Ekspor atas Kelapa Sawit, CPO dan Produk Turunannya di Surabaya, Kamis.

    Eddy mengatakan, kedua program itu dijalankan guna meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia.

    Selain itu, BPDPKS juga memiliki program pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas para pekebun baik dari segi teknis maupun kemampuan manajerial.

    Sampai dengan Oktober 2024, BPDPKS mencatat telah menyalurkan dana sebesar Rp697 miliar untuk program pengembangan SDM, dengan penerima manfaat sebanyak 9.265 mahasiswa yang berasal dari keluarga pekebun sawit rakyat.

    Kemudian, sebanyak 21.366 orang telah mengikuti pelatihan pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Dalam menjalankan program ini, BPDPKS menjalin kolaborasi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.

    “Di samping itu, pemerintah terus mendorong kegiatan-kegiatan riset terkait kelapa sawit baik di sektor hulu maupun di sektor hilir yang dapat memberikan manfaat atau peningkatan kualitas dan produktivitas kebun kelapa sawit serta diversifikasi produk hilir kelapa sawit,” jelas Eddy.

    Ia menyampaikan, sampai dengan Oktober 2024, BPDPKS telah menggelontorkan Rp689 miliar untuk mendanai 349 riset yang melibatkan 1.212 peneliti. Penyelenggaraan program riset ini bekerja sama dengan 89 lembaga penelitian serta melibatkan 383 mahasiswa.

    Eddy menilai berbagai dukungan untuk program riset menjadi penting mengingat prioritas Pemerintahan Prabowo-Gibran saat ini yang terus mendorong pengembangan hilirisasi komoditas Tanah Air, terutama kelapa sawit.

    “Hilirisasi industri perkebunan ini juga sangat didorong terus oleh pemerintah, the new government, pemerintahan baru Bapak Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran untuk menggencarkan kegiatan-kegiatan hilirisasi, khususnya dari produk-produk baik itu yang berasal dari mineral maupun perkebunan,” terangnya.

    Adapun industri kelapa sawit merupakan salah satu penyumbang terbesar untuk ekspor non-migas Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan sampai dengan September 2024, ekspor non-migas Indonesia tercatat sebesar 181,14 miliar dolar AS, yang mana 14,43 miliar dolar AS atau sebesar 10,18 persen yang didominasi oleh minyak kelapa sawit.

    “Data-data tersebut mengukuhkan peran strategis dari industri kelapa sawit bagi perkebunan Indonesia,” jelas Eddy.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2024

  • Kenaikan PPN dan pertumbuhan ekonomi inklusif

    Kenaikan PPN dan pertumbuhan ekonomi inklusif

    Barang kebutuhan pokok yang dipajang di salah satu pasar swalayan. Produk olahan termasuk komoditas yang dikenakan PPN. ANTARA/ Ganet Dirgantoro

    Kenaikan PPN dan pertumbuhan ekonomi inklusif
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 20 November 2024 – 16:57 WIB

    Elshinta.com – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu sumber pendapatan utama negara. Sebagai pajak yang dikenakan pada setiap tahapan produksi dan distribusi barang atau jasa, PPN berfungsi meningkatkan pendapatan negara guna membiayai berbagai program pembangunan.

    Pada tahun 2022, Indonesia mengumumkan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen dan berencana untuk meningkatkan lagi menjadi 12 persen pada 2025. Kebijakan ini menimbulkan perdebatan mengenai dampaknya terhadap perekonomian, khususnya dalam konteks pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

    Pertumbuhan ekonomi inklusif diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya berfokus pada angka produk domestik bruto (PDB), tetapi juga memperhatikan distribusi kesejahteraan yang merata di seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis pengaruh kenaikan PPN 12 persen terhadap inklusivitas pertumbuhan ekonomi, terutama terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang lebih rentan.

    Pajak, sebagai instrumen fiskal yang penting dalam pembangunan ekonomi, digunakan oleh Pemerintah untuk mengatur permintaan agregat dalam perekonomian. Dalam jangka pendek, kenaikan PPN bisa menyebabkan penurunan konsumsi masyarakat karena harga barang dan jasa menjadi lebih tinggi, yang pada gilirannya dapat menurunkan daya beli.

    Namun, dalam jangka panjang, jika pendapatan negara meningkat, Pemerintah dapat mengalokasikan dana untuk program-program sosial yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

    Dalam teori Pertumbuhan Ekonomi Endogen yang dikemukakan oleh Romer (1990), pajak dan pengeluaran Pemerintah yang efisien dapat merangsang investasi di sektor-sektor yang meningkatkan produktivitas dan menciptakan lapangan kerja. Sebagai contoh, pendapatan yang diperoleh dari PPN dapat digunakan untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.

    Dampak terhadap konsumsi dan produksi

    Salah satu dampak langsung dari kenaikan PPN adalah peningkatan harga barang dan jasa. Peningkatan harga ini cenderung mengurangi konsumsi, terutama bagi rumah tangga dengan pendapatan rendah.

    Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zodrow dan Mieszkowski (2001), pajak konsumsi seperti PPN sering kali lebih membebani rumah tangga dengan pendapatan rendah karena proporsi pengeluaran mereka untuk konsumsi lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga berpendapatan tinggi. Hal ini berpotensi menyebabkan ketimpangan yang lebih besar, yang berlawanan dengan tujuan pertumbuhan ekonomi inklusif.

    Namun, ada pula argumen yang mengatakan bahwa kenaikan PPN dapat meningkatkan daya saing sektor produksi dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh penurunan tarif PPN pada barang ekspor dan insentif untuk mendorong industri dalam negeri. Jika Pemerintah menggunakan hasil dari PPN untuk membiayai kebijakan yang meningkatkan efisiensi produksi dan produktivitas, maka sektor-sektor tertentu, seperti manufaktur, bisa mendapatkan manfaat dari peningkatan kapasitas dan daya saing.

    Peningkatan PPN 12 persen dapat memberikan dampak yang berbeda terhadap berbagai lapisan masyarakat. Kelompok rumah tangga dengan pendapatan rendah memang lebih sensitif terhadap kenaikan harga barang dan jasa karena sebagian besar pendapatan mereka digunakan untuk konsumsi barang-barang kebutuhan dasar.

    Sebagai contoh, rumah tangga dengan pengeluaran untuk pangan, transportasi, dan energi yang tinggi akan merasakan dampak yang lebih besar dari kenaikan PPN ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019, konsumsi rumah tangga miskin lebih banyak diperuntukkan bagi barang dan jasa yang dikenakan PPN, seperti makanan, energi, dan transportasi, yang berpotensi memperburuk ketimpangan sosial.
     

    Akan tetapi, jika Pemerintah dapat mengimbangi dampak ini dengan kebijakan sosial yang tepat, seperti bantuan langsung tunai atau subsidi, dampak negatif dari kenaikan PPN bisa diminimalkan. Misalnya, negara bisa mengalokasikan sebagian pendapatan dari PPN untuk mendanai program-program yang langsung menguntungkan kelompok masyarakat miskin, seperti pendidikan, kesehatan, dan pelatihan keterampilan.

    Penelitian yang dilakukan oleh Suraya (2022) menunjukkan bahwa kenaikan PPN di Indonesia dapat menurunkan konsumsi domestik dalam jangka pendek. Namun, jika hasil dari pajak ini digunakan untuk pembiayaan sektor infrastruktur dan pendidikan, maka dalam jangka panjang, kebijakan ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Hal ini karena investasi di sektor-sektor produktif dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas, yang pada gilirannya memperbaiki kesejahteraan masyarakat secara merata.

    Selain itu, studi oleh Widodo (2020) menyimpulkan bahwa meskipun ada risiko penurunan daya beli masyarakat miskin akibat kenaikan PPN, kebijakan perpajakan yang pro-poor, seperti pemberian subsidi atau penghapusan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok, dapat mengurangi dampak negatif tersebut. Dengan demikian, pengelolaan hasil pajak yang baik dapat memastikan bahwa kebijakan pajak tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga menciptakan distribusi kesejahteraan yang lebih adil.

    Mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif

    Untuk memastikan bahwa kenaikan PPN 12 persen dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, beberapa kebijakan pendukung perlu diterapkan, antara lain, melalui penggunaan hasil PPN untuk program sosial, yaitu dalam hal ini pendapatan yang diperoleh dari kenaikan PPN dapat dialokasikan untuk program-program yang mendukung masyarakat miskin, seperti subsidi pangan, pendidikan, dan layanan kesehatan. Hal ini akan membantu kelompok masyarakat yang rentan agar tidak terkena dampak negatif dari kenaikan harga.

    Selanjutnya, peningkatan infrastruktur dan kesejahteraan sosial juga menjadi bagian fokus pembiayaan dari implikasi kenaikan PPN ini. Kebijakan ini dapat dilaksanakan, antara lain, melalui peningkatan investasi dalam infrastruktur, terutama di daerah-daerah yang kurang berkembang sehingga membuka peluang kerja bagi masyarakat dan meningkatkan akses mereka terhadap layanan publik.

    Kebijakan berikutnya yang dapat diambil untuk mengimbangi dampak negatif dari kenaikan PPN melalui pengenaan pajak progresif. Dalam hal ini Pemerintah dapat menerapkan pajak progresif yang lebih tinggi untuk kelompok berpendapatan tinggi. Dengan demikian, beban pajak lebih banyak ditanggung oleh mereka yang mampu, sementara rumah tangga miskin tetap mendapat perlindungan.

    Terakhir, kebijakan untuk mendukung manfaat kenaikan PPN adalah peningkatan efisiensi Pemerintah dalam pengelolaan anggaran. Dalam hal ini, Pemerintah perlu memastikan bahwa dana yang diperoleh dari PPN digunakan secara efisien dan tidak ada kebocoran anggaran yang dapat merugikan masyarakat.

    Kenaikan PPN 12 persen dapat memiliki dampak yang kompleks terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pada satu sisi, kenaikan PPN dapat menekan daya beli masyarakat, terutama kelompok rumah tangga miskin, yang berisiko memperburuk ketimpangan sosial. Namun, jika hasil dari PPN digunakan dengan bijak untuk membiayai program-program sosial dan infrastruktur, maka kebijakan ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

    Oleh karena itu, penting bagi Pemerintah untuk melakukan pendekatan komprehensif dan memastikan bahwa kebijakan perpajakan dilaksanakan secara adil dan efisien.

    Sumber : Antara

  • Pengusaha Ngeluh PPN Naik Jadi 12% di 2025, Mendag Jawab Begini

    Pengusaha Ngeluh PPN Naik Jadi 12% di 2025, Mendag Jawab Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% menuai banyak kritik dari masyarakat, terutama karena dianggap berpotensi menekan daya beli.

    Menanggapi hal ini, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan pihaknya telah menyiapkan berbagai program untuk menjaga daya beli masyarakat tetap stabil.

    “Tadi saya sampaikan program-program yang kami jalankan, terutama tiga fokus utama Kemendag, itu salah satunya bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat,” kata Budi saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Ketika ditanya dampaknya terhadap perdagangan ekspor, Budi menekankan pentingnya ekosistem ekonomi yang saling mendukung. “Kalau tiga program utama kami berjalan dengan baik, tentunya dampaknya akan positif bagi perekonomian, termasuk ekspor. Kita tidak bisa hanya fokus pada satu aspek, semua ekosistemnya harus berjalan,” ujarnya.

    Adapun tiga program kerja utama yang menjadi fokus Kemendag, pertama, pengamanan pasar dalam negeri. Dengan cara melakukan stabilisasi harga dan ketersediaan bahan pokok, peningkatan sarana perdagangan dalam negeri, fasilitasi pengembangan dan sertifikasi produk, pengawasan perdagangan, kepastian dan kemudahan usaha, serta pemberdayaan dan pengembangan produk dalam negeri.

    Kedua, perluasan pasar ekspor. Dengan cara penguatan diplomasi perdagangan internasional, serta peningkatan promosi dan informasi ekspor.

    Ketiga, peningkatan UMKM “BISA” ekspor. Program “BISA” merupakan singkatan dari Berani, Inovasi, Siap, Adaptasi, bertujuan untuk mencetak eksportir baru melalui peningkatan inovasi desain, pencetakan eksportir UMKM baru, dan peningkatan peran agregator untuk memperluas pasar.

    Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mewanti-wanti akan adanya kenaikan harga jual produk di ritel modern, imbas dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%.

    Roy mengatakan, meski kenaikannya hanya 1%, tetapi kenaikan itu akan berdampak kepada kenaikan harga produk yang dijual di ritel modern hingga 5-10%.

    “Karena bersamaan pasti naik biaya transportasi, akibat biaya solar dan bensin yang naik PPN-nya. (Kemudian) pasti naik juga biaya transportasi logistik. Pasti naik juga biaya akumulasi penyusutan peralatan atau perlengkapan gerai, seperti chiller, refrigerator, dan lain-lain. Dan pasti naik juga biaya handling distribution center dan maintenance,” jelas Roy kepada CNBC Indonesia, Selasa (12/11/2024).

    Oleh karenanya, Roy mewakili pengusaha ritel (Aprindo) meminta supaya pemerintah mengundurkan pemberlakuan PPN 12%. “Kita dari peritel anggota Aprindo meminta pemerintah mengundurkan pemberlakuan PPN 12% nya,” ucap dia.

    Menurutnya, implementasi PPN 12% nantinya akan semakin menekan daya beli masyarakat, akibat meningkatnya harga jual produk yang terkena tambahan PPN pada seluruh lini.

    “Karena pasti akan menekan daya beli masyarakat akibat meningkatnya harga jual,” ujarnya.

    Senada dengan Roy, Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menyebut kenaikan ini berpotensi memengaruhi perilaku belanja masyarakat, bahkan bisa menurunkan daya beli secara signifikan.

    Menurut Budihardjo, isu kenaikan PPN telah membuat masyarakat cenderung menunda pengeluaran. Padahal, kata dia, semestinya masyarakat ramai-ramai membelanjakan uangnya. Sebab, bergeraknya ekonomi ialah dari perputaran uang konsumsi masyarakat.

    “Yang saya dengar sih bukan borong, malah boikot. ‘Udah nggak usah beli barang’. Sebenarnya itu kan nggak baik, karena konsumsi itu kan harus semua orang belanja. Kalau semua orang saving, nggak bergerak ekonominya,” kata Budihardjo saat ditemui di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (19/11/2024).

    Katanya, kebijakan kenaikan PPN 12% menciptakan efek domino yang kurang menguntungkan bagi perekonomian. “Kalau semua orang menahan belanja, roda ekonomi berhenti. Harusnya uang itu diputar agar semua pihak ikut menikmati,” tegasnya.

    Budihardjo menjelaskan, kenaikan PPN 12% akan menyebabkan harga barang meningkat di semua lini. “Dari pabrik naik 12%, distributor bisa tambah 1%, sub-distributor naik lagi 1%, ritel juga tambah 1%. Kalau dihitung-hitung, kenaikan harga di tingkat konsumen bisa sampai 5%,” terang dia.

    Dampaknya, konsumen cenderung lebih selektif dalam berbelanja, yang pada akhirnya mempengaruhi perputaran uang di pasar.

    Budihardjo juga memprediksi awal tahun 2025 akan menjadi periode yang berat bagi sektor ritel. Penjualan diperkirakan anjlok hingga 50% dibandingkan Desember 2024, saat masyarakat biasanya berbelanja besar untuk kebutuhan Natal dan akhir tahun.

    “Januari itu memang biasanya turun, setelah Desember yang naik 30%. Karena memang orang sudah habis-habisan belanja di Natal dan akhir tahun, dia ngerem habis itu. Tapi (dengan adanya kenaikan PPN 12%) saya takut makin anjlok di situ. Kalau dibanding Januari tahun lalu, mungkin penurunannya sekitar 15-20%,” ungkapnya.

    Budihardjo berharap pemerintah mempertimbangkan dampak luas dari kebijakan kenaikan PPN ini, terutama terhadap daya beli masyarakat dan perekonomian nasional.

    “Ini kan kadang-kadang pemerintah mengeluarkan statement mau naikin PPN, itu semua jadi membuat hal-hal yang nggak bagus. Baru ada statement mau naik itu saja sudah pada boikot. Itu kan sebenarnya kalau pemerintah lepasin aja, semua tuh aman-aman aja, (pertumbuhan ekonomi) 5% tuh dapat,” pungkasnya.

    (haa/haa)

  • Cara Mudah Riset Produk Terlaris di Shopee dan Tokopedia dengan Chrome Add-on

    Cara Mudah Riset Produk Terlaris di Shopee dan Tokopedia dengan Chrome Add-on

    JABAR EKSPRES – Berikut ini merupakan cara mudah riset produk terlaris di Shopee dan Tokopedia yang patut kamu ketahui.

    Mencari produk terlaris atau Winning Product di marketplace seperti Shopee dan Tokopedia bisa menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi kamu yang berprofesi sebagai reseller atau dropshipper.

    Namun, kini kamu dapat melakukan riset dengan mudah menggunakan sebuah alat sederhana berupa Chrome Add-on. Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan langkah-langkah lengkapnya agar kamu bisa menentukan produk yang tepat untuk dijual.

    Oleh karena itu, simak terus artikel ini sampai tuntas untuk mengetahui cara mudah riset produk terlaris di Shopee dan Tokopedia.

    BACA JUGA: Ide Bisnis yang Sangat Potensial di 2024, Model Bisnis dengan Cuan Maksimal!

    Mengapa Perlu Melakukan Riset Produk?

    Riset produk sangat penting untuk:Menentukan produk yang memiliki permintaan tinggi di pasar.Menganalisis tren penjualan untuk menghindari produk yang sudah jenuh.Melihat performa kompetitor sehingga kamu bisa bersaing dengan strategi yang tepat.

    Dengan menggunakan alat yang tepat, kamu dapat menghemat waktu dan mendapatkan data yang akurat.

    Langkah-Langkah Riset Produk di Shopee dan Tokopedia

    Instalasi Chrome Add-on

    Langkah pertama adalah menginstal ekstensi khusus di browser Chrome. Add-on ini dirancang untuk menganalisis data dari Shopee dan Tokopedia secara otomatis.

    Analisis Produk di Shopee

    Buka Shopee dan pilih kategori produk, misalnya Perawatan Kecantikan.

    Dengan add-on yang sudah terpasang, data lengkap seperti omset bulanan, jumlah ulasan, tren penjualan, dan wishlist akan langsung ditampilkan.

    Kamu juga bisa menyortir data berdasarkan omset, jumlah terjual, atau ulasan terbanyak

    untuk menemukan produk paling potensial.

    Ekspor Data

    Jika kamu membutuhkan data untuk analisis lebih lanjut, add-on ini memungkinkan kamu mengekspor data ke file CSV atau Excel. Ini memudahkan kamu untuk menyusun strategi atau membandingkan berbagai produk.

    Analisis Kompetitor

    Add-on ini juga berguna untuk menganalisis toko resmi di Shopee, seperti Wardah Official Store.

    Kamu dapat melihat data lengkap, termasuk total omset sejak toko dibuka, jumlah produk terjual, hingga rata-rata omset per bulan.