Topik: ekspor

  • Realisasi optimasi lahan rawa di Kalbar mencapai 88,30 persen

    Realisasi optimasi lahan rawa di Kalbar mencapai 88,30 persen

    Program ini ditargetkan selesai pada akhir tahun anggaran 2024.

    Pontianak (ANTARA) – Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) mencatat progres signifikan dalam program optimasi lahan rawa dengan capaian fisik sebesar 88,30 persen hingga 19 November 2024.

    “Program ini ditargetkan selesai pada akhir tahun anggaran 2024,” kata Penjabat (Pj) Gubernur Kalbar Harisson, dalam laporan kepada Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, di Pontianak, Kamis.

    Harisson memaparkan bahwa program optimasi lahan rawa telah mencakup areal seluas 39.153 hektare yang tersebar di 12 kabupaten di Kalbar. Program ini berdampak pada pertambahan indeks pertanaman yang tercatat dalam laporan nasional Kementerian Pertanian.

    “Kalimantan Barat menduduki peringkat kedua secara nasional dengan capaian 112.396 hektare atau 105,67 persen dari target nasional 106.362 hektare. Hal ini menunjukkan kemajuan yang luar biasa meski awal pelaksanaannya sempat menghadapi kendala,” ujar Harisson.

    Ia juga menyebutkan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari kerja sama berbagai pihak, termasuk dukungan dari Pangdam, jajaran forkopimda, serta para bupati di Kalbar.

    Harisson menegaskan bahwa keberhasilan program ini merupakan hasil dari semangat gotong royong dan koordinasi intensif yang dilakukan berbagai pihak.

    “Kami menyadari tantangan besar dalam mewujudkan program ini. Namun, dengan semangat gotong royong dan dukungan dari semua pihak, hambatan dapat diatasi. Kami optimis Kalimantan Barat akan terus menjadi wilayah strategis dalam mendukung ketahanan pangan nasional,” ujarnya lagi.

    Dengan optimasi lahan rawa yang terus digenjot, diharapkan Kalbar tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan lokal, tetapi juga menjadi lumbung pangan yang mampu bersaing di pasar internasional.

    Mentan Andi Amran Sulaiman mengapresiasi capaian Kalbar yang telah menunjukkan perbaikan signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ia juga menyoroti pentingnya optimalisasi lahan rawa untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan ekspor.

    “Kami bermimpi mencapai optimalisasi hingga 240 ribu hektare lahan untuk ditanam tiga kali dalam setahun. Dengan tambahan 300 ribu hektare lagi, Kalbar bisa menjadi kontributor ekspor pangan ke negara-negara tetangga, khususnya Malaysia,” kata Andi.

    Mentan menekankan pentingnya kolaborasi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah, mulai dari TNI, Polri, hingga pemerintah daerah, untuk mendampingi pelaksanaan program.

    Pewarta: Rendra Oxtora
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2024

  • Menembus ekspor tilapia, primadona pasar global bagian 3

    Menembus ekspor tilapia, primadona pasar global bagian 3

    ANTARA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya, Karawang, Jawa Barat membangun tambak modelling klaster Budidaya Ikan Nila Salin (BINS) di Karawang untuk memenuhi tingginya permintaan tilapia atau bila di pasar global.

    Pembangunan ini merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan produksi tilapia nasional dan menjadikan sebagai salah satu komoditi strategis andalan Indonesia. Target hasil budidaya diperuntukkan ekspor. Dari Mei – Oktober 2024, hasil panen pertama BLUPPB Karawang mencapai 230 ton ikan nila salin. 

    BLUPPB Karawang bekerjasama dengan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar di Sukabumi (BBPBAT) memiliki luas sekitar 25 hektare untuk menyediakan benih ikan berkualitas sesuai kebutuhan ekspor.

    (Azhfar Muhammad Robbani/ Aloysius Puspandono/Anggah, Gunawan Wibisono, Ibnu Zaki/Sandy Arizona/Feny Aprianti)

  • Menembus ekspor tilapia, primadona pasar global bagian 2

    Menembus ekspor tilapia, primadona pasar global bagian 2

    ANTARA – Danau Toba, Sumatera Utara merupakan penghasil tilapia atau nila kualitas ekspor terbesar di Indonesia. Dinas Kelautan dan Perikanan, Sumatera Utara mencatat dari luas Danau Toba 1.145 Km2, sekitar 0,4 persen digunakan untuk budidaya tilapia.

    Di tujuh kabupaten Kawasan Danau Toba di Samosir, Toba, Karo, Tapanuli Utara, Simalungun, Humbang Hasundutan, dan Dairi, terdapat 8 ribu pelaku budidaya tilapia. Mereka umumnya menerapkan metode Keramba Jaring Apung (KJA). Hasil budidaya tilapia dipasarkan ke perusahaan ekspor dan juga pasar. 
    Tilapia dalam bentuk filet beku ataupun utuh menjadi produk unggulan tilapia Danau Toba yang tidak memiliki bau tanah sehingga disukai oleh konsumen luar negeri. 

    (Azhfar Muhammad Robbani/Aloysius Puspandono/Anggah, Gunawan Wibisono, Ibnu Zaki/Sandy Arizona/Feny Aprianti)

  • Menembus ekspor tilapia, primadona pasar global bagian 1

    Menembus ekspor tilapia, primadona pasar global bagian 1

    ANTARA – Indonesia merupakan negara keempat eksportir terbesar tilapia di pasar global. Bersaing dengan China, Taiwan dan Honduras. Kinerja ekspor tilapia terus meningkat dari 57,41 juta USD pada 2017 menjadi 78,52 juta USD pada 2022. Bahkan pada tahun 2023, Indonesia berhasil mengekspor tilapia senilai 82 juta USD. 

    Saat ini, pemerintah menyasar Amerika Serikat sebagai tujuan utama ekspor tilapia. Selain, negara tujuan lain, yakni Kanada, Uni Eropa dan Inggris. Tilapia asal Indonesia memiliki kualitas premium yang mampu bersaing dengan negara eksportir lain. 

    (Feny Aprianti/Aloysius Puspandono/Anggah, Gunawan Wibisono, Ibnu Zaki/Sandy Arizona/Feny Aprianti)

  • Tax Amnesty Jangan Hanya Jadi Jalan Pintas untuk Dongkrak Penerimaan Negara

    Tax Amnesty Jangan Hanya Jadi Jalan Pintas untuk Dongkrak Penerimaan Negara

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XI DPR menilai rancangan undang undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, harus berdasarkan pada analisis kebutuhan fiskal negara dan target yang jelas. Ia menyebut jangan sampai tax amnesty menjadi jalan pintas untuk tingkatkan penerimaan negara.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR Hanif Dhakiri mengatakan, tanpa reformasi sistem perpajakan yang mendasar, kebijakan ini berisiko memperkuat ketidakpatuhan pajak dan melemahkan kepercayaan terhadap sistem perpajakan.

    “RUU tax amnesty tidak boleh hanya menjadi solusi sementara untuk meningkatkan penerimaan negara. Program ini harus dirancang dengan hati-hati dan diiringi reformasi sistem pajak yang menyeluruh agar memberikan dampak positif jangka panjang,” ujar Hanif, Kamis (21/11/2024).

    Indonesia telah melaksanakan dua kali program tax amnesty sebelumnya, yaitu pada 2016-2017 dan 2022. Dua program tersebut berhasil meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, tetapi juga meninggalkan tantangan dalam menjaga kepercayaan wajib pajak.

    Hanif menggarisbawahi tiga aspek penting yang harus diperhatikan. Pertama, tax amnesty harus menjadi bagian dari reformasi sistem perpajakan yang lebih luas. Program ini harus diiringi penguatan basis data wajib pajak, percepatan digitalisasi pajak, dan penegakan hukum yang tegas.

    “Reformasi ini penting untuk memastikan sistem perpajakan yang lebih kredibel dan mampu mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela,” kata Hanif.

    Kedua, pembahasan RUU ini perlu dilakukan secara transparan dan didasarkan pada kebutuhan yang jelas. Pemerintah harus menyajikan data dan analisis akurat mengenai dampak fiskal dan proyeksi manfaat dari kebijakan ini. Ketiga, kebijakan ini harus menjaga keadilan bagi wajib pajak yang patuh.

    “Jangan sampai tax amnesty menciptakan ketimpangan atau persepsi bahwa ketidakpatuhan dapat diampuni tanpa konsekuensi. Hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem pajak,” ujarnya.

    Kendati demikian, RUU tax amnesty juga punya urgensi, yaitu menarik dana yang mungkin cukup besar yang selama ini berada di luar sistem keuangan negara, untuk mendongkrak penerimaan, mendorong pertumbuhan, dan memperkuat keuangan negara.

    Black money hasil praktik dari underground economy dan transfer pricing dari ekspor yang di parkir di luar negeri, menjadi potensi besar yang harus diintegrasikan ke dalam sistem perekonomian formal.

    Hanif menyebut, semua harus dikalkulasi, sehingga plus minus dan desain dari tax amnesty harus dikaji secara mendalam. Walaupun telah masuk Prolegnas, ia menyebut pembahasan RUU ini tetap bergantung pada relevansi dan urgensinya.

    “Jika setelah dikaji manfaatnya tidak optimal atau justru merugikan, maka pembahasan RUU tax amnesty ini dapat ditunda atau bahkan dikeluarkan dari Prolegnas. Kalau manfaatnya besar ya kita lanjutkan,”  pungkas Hanif.

  • BPDPKS Angkat Bicara Soal Pernyataan Ombudsman Terkait Tata Kelola Sawit Buruk – Page 3

    BPDPKS Angkat Bicara Soal Pernyataan Ombudsman Terkait Tata Kelola Sawit Buruk – Page 3

    Liputan6.com, Surabaya – Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Normansyah Hidayat Syahruddin angkat bicara soal pernyataan resmi Ombudsman yang menyebut tata kelola kelapa sawit di Indonesia buruk.

    Normansyah mengungkapkan, pihaknya melihat industri kelapa sawit ini secara keseluruhan dari hulu ke hilir dan tata kelolanya menurut Ombudsman perlu diperbaiki.

    “Ini yang perlu mungkin nanti akan kita koordinasikan dengan steakholder karena tata kelola dalam kelapa sawit itu banyak sekali yang terlibat,” ujarnya usai acara sosialisasi pelaksanaan eksportasi dan pungutan ekspor kelapa sawit, CPO dan produk turunannya di Surabaya, Kamis (21/11/2024).

    “Ada Kementerian Pertanian, Perdagangan, Perindustrian dan sebagainya. Potensi itu akan kami coba perbaiki tata kelolanya,” imbuh Normansyah.

    Normansyah mengatakan, pihaknya berada di sisi pembiayaan namun pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Ditjen Perkebunan untuk terus dapat menyampaikan rekomendasi teknisnya.

    “Karena sebenarnya potensi sangat besar hanya sajamungkin ditangkap oleh Ombudsman dari sisi teman-teman petani belum melengkapi data dan sebagainya,” ucapnya.

    “Kemudian itu yang memperlambat proses realisasi penyaluran dana. Tapi memang dengan adanya penambahan dana tersebut kita harapkan ke depannya akan bisa terealisasi dengan baik lagi,” ucapnya.

    Selain tata kelola sawit, lanjut Normansyah, pihaknya mensosialisasikan tentang pungutan ekspor kelapa sawit dan produk turunannya.

    “Sosialisasi ini untuk memfasilitasi teman-teman eksportir dan juga teman-teman bea cukai untuk mengetahui mekanisme terkait dengan pungutan ekspor dan juga tata cara untuk pelaksanaan ekspor dari kelapa sawit itu sendiri,” ujarnya.

    Normansyah menyebut, pihaknya melakukan kegiatan ini dalam rangkah mensosialisasikan berbagai peraturan yang saat ini sudah ditentukan oleh pemerintah baik dari Kementerian Perdagangan, Perindustrian.

    “Serta, PMK 62 terkait pungutan ini dan juga tentunya dari kami juga, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS),” ucapnya.

     

  • Pangan organik untuk kesejahteraan petani dan kelestarian lingkungan

    Pangan organik untuk kesejahteraan petani dan kelestarian lingkungan

    Jakarta (ANTARA) – Kesadaran masyarakat akan bahaya dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam bidang pertanian semakin meningkat dewasa ini. Masyarakat semakin bijak dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.

    Seiring dengan terus berkembangnya kesadaran tersebut, masyarakat Indonesia mulai melirik kembali sistem pertanian organik atau pertanian berkelanjutan yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.

    Suatu produk dapat diakui sebagai produk organik apabila telah melalui proses sertifikasi oleh resmi yang telah terdaftar pada IFOAM, organisasi internasional untuk pertanian organik. Sistem pertanian organik dimulai dari penyiapan lahan hingga pascapanen yang memenuhi standar budidaya organik, bukan dilihat dari produk organik yang dihasilkan.

    Indonesia memiliki potensi dan peluang yang cukup besar dalam pengembangan pertanian organik dengan ketersediaan lahan, tanaman, manusia, dan teknologi. Sistem pertanian organik sudah sejak dulu dilakukan oleh petani sebelum program Revolusi Hijau. Hingga saat ini masih dijumpai di beberapa daerah, petani tetap mempertahankan cara pertanian tersebut.Teknologi pertanian organik relatif mudah dilakukan. Jerami, pupuk kandang, sisa (limbah) tanaman, sampah kota sebagai bahan pembuat pupuk organik juga tersedia melimpah serta mudah diperoleh.

    Harga produk pertanian organik umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan non-organik. Selisih harganya bisa mencapai lebih dari 30 persen. Dengan penerapan teknologi pertanian organik secara baik, diharapkan hasil yang diperoleh relatif sama dengan pertanian non-organik. Dengan demikian pendapatan petani akan meningkat, lingkungan sehat dan aman, kondisi lahan tetap subur, mampu memberikan hasil yang tinggi secara kontinyu.

    Karena itu, dengan tingkat harga yang menarik tersebut, petani akan tergerak dan termotivasi untuk mengembangkan pertanian organik.

    Tantangan produk organik Indonesia

    Indonesia memiliki peluang yang besar di pasar dunia untuk produk organik. Pada pameran produk organik terbesar ke-2 di dunia, Pameran Biofach yang digelar pada 13—16 Februari 2024 di Nuremberg Exhibition Centre, Nuremberg, Jerman, Indonesia berhasil membukukan transaksi sebesar 6,02 juta dolar AS.

    Peluang ekspor di pasar organik tersebut menjadi ajang memperkuat posisi pasar Indonesia sebagai penghasil produk organik berkualitas. Sebagian besar organisasi tani dan LSM anggota Aliansi Organis Indonesia (AOI), masih berjuang untuk memenuhi kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk organik.

    Kesulitan dalam pemenuhan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk organik disebabkan oleh berbagai faktor. Berdasarkan analisis AOI, keterbatasan lahan pertanian organik, keterampilan budi daya pertanian organik, pengelolaan budi daya dan penanganan adalah faktor penghambat yang perlu diatasi bersama.

    Agar produk organik dapat memenuhi kebutuhan pasar baik dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas pengelolaan budidaya pertanian organik sangat penting untuk dipahami dan diterapkan pada setiap rantai pasok.

    Pertanian organik perlu membentuk sistem yang menerapkan manajemen budi daya pertanian dan penanganan pasca panen yang sesuai dengan standar.

    Pertumbuhan pasar produk organik di Indonesia terus meningkat, didorong oleh peningkatan daya beli masyarakat dan alasan untuk hidup lebih sehat. Pertumbuhan pasar produk organik ini mencapai sekitar 15-20 per tahun. Meski tren terus naik, kendala utama dalam pemasaran produk organik yang masih dihadapi oleh petani dan produsen adalah terbatasnya akses pasar organik, baik nasional maupun internasional.

    Keterbatasan ini disebabkan oleh beberapa faktor mulai dari kualifikasi produk organik yang belum memenuhi kebutuhan pasar, izin dan lisensi yang dibutuhkan dalam perdagangan produk organik, serta inovasi promosi dan penjualan digital.

    Inovasi produk menjadi salah satu faktor kunci untuk kelanjutan sebuah bisnis. Produk organik yang kaya potensi milik petani membutuhkan inovasi agar mampu bersaing di pasar organik dan memenuhi kebutuhan pasar.

    Hilirisasi pengembangan pangan organik

    Solusi hilirisasi untuk pengembangan pangan organik di Indonesia secara komprehensif meliputi: optimalisasi produksi pangan organik, penguatan infrastruktur dan sistem sertifikasi, diversifikasi dan inovasi produk, penguatan pasar dan aksesibilitas, dukungan kebijakan, digitalisasi dan inovasi pemasaran, dan pemberdayaan komunitas.

    Optimalisasi produksi pangan organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan sumber daya lokal yang ada. Salah satunya adalah memaksimalkan penggunaan pupuk organik yang berasal dari limbah tanaman dan sampah kota, seperti jerami, pupuk kandang, dan kompos. Penggunaan bahan-bahan ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, tetapi juga dapat meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.

    Selain itu, penguatan kapasitas petani juga sangat penting dalam mendukung pertanian organik. Melalui pelatihan intensif, petani dapat memperoleh keterampilan yang sesuai dengan standar IFOAM dalam budidaya organik. Pelatihan ini meliputi pengelolaan lahan yang ramah lingkungan, teknik pascapanen yang efektif, serta inovasi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian organik, sehingga dapat mendorong produksi pangan organik yang lebih efisien dan berkelanjutan.

    Penguatan infrastruktur dan sistem sertifikasi sangat penting dalam mendukung perkembangan sektor pangan organik. Salah satu langkah utama adalah mempercepat proses sertifikasi produk organik dengan mendirikan lebih banyak Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang terdaftar di IFOAM.

    Sertifikasi ini memberikan jaminan mutu dan keamanan produk organik yang penting untuk memperluas akses pasar baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, pengembangan infrastruktur pascapanen juga diperlukan untuk mendukung kelancaran distribusi produk organik. Penyediaan fasilitas seperti gudang penyimpanan yang memadai, alat pengemasan yang efisien, dan teknologi pengolahan yang modern akan membantu menjaga kualitas produk, memperpanjang umur simpan, serta meningkatkan daya saing produk organik di pasar global.

    Terkait diversifikasi dan inovasi produk, salah satu langkah yang dilakukan adalah mendorong pengolahan pangan organik menjadi produk bernilai tambah, seperti Virgin Coconut Oil (VCO), tepung Mocaf, kopi organik, kakao organik, serta aneka produk olahan kreatif lainnya. Produk-produk ini tidak hanya memperluas pasar, tetapi juga meningkatkan pendapatan petani dan pelaku usaha.

    Selain itu, peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan juga krusial untuk menciptakan produk organik inovatif yang sesuai dengan preferensi konsumen modern, seperti makanan ringan sehat dan produk siap saji berbasis organik. Investasi dalam penelitian dan pengembangan ini akan memperkuat daya saing produk organik di pasar yang semakin dinamis dan mendukung keberlanjutan industri pangan organik.

    Untuk memperluas jangkauan produk di berbagai segmen pasar, perlu dilakukan penguatan pasar dan aksesibilitas produk organik. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan akses pasar domestik, terutama di kota-kota besar, melalui jaringan supermarket, pasar khusus organik, dan e-commerce.

    Selain itu, kampanye kesadaran konsumen tentang manfaat produk organik perlu terus diperkuat untuk meningkatkan permintaan. Di sisi lain, ekspansi pasar internasional juga harus didorong dengan cara menyederhanakan regulasi ekspor, memberikan insentif kepada eksportir lokal, serta mempromosikan produk organik Indonesia di pameran internasional. Hal ini akan membuka peluang baru untuk produk organik Indonesia dan meningkatkan daya saingnya di pasar global.

    Dukungan kebijakan yang kuat sangat penting untuk keberhasilan pengembangan sektor pangan organik. Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah konsolidasi kebijakan dengan memperkuat koordinasi antar lembaga terkait, seperti Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, dan BPOM. Hal ini bertujuan untuk memastikan kelancaran program pengembangan pangan organik, mulai dari tahap produksi hingga pemasaran. Selain itu, pemberian insentif finansial kepada petani dan produsen yang beralih ke sistem pertanian organik juga perlu diperhatikan. Insentif seperti subsidi pupuk organik atau pembebasan pajak pada alat pertanian organik akan mendorong lebih banyak pelaku usaha untuk beralih ke pertanian organik, sehingga meningkatkan jumlah produksi dan kualitas produk organik yang tersedia di pasar.

    Digitalisasi dan inovasi pemasaran menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing produk organik. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan membangun platform digital yang menghubungkan petani langsung dengan pasar, sehingga dapat memotong rantai distribusi yang panjang dan meningkatkan keuntungan petani.

    Platform ini juga memungkinkan petani untuk memperoleh informasi yang lebih cepat dan mempermudah pemasaran produk mereka.

    Selain itu, strategi promosi kreatif melalui media sosial, kampanye digital, dan influencer dapat digunakan untuk memperkenalkan produk organik sebagai bagian dari gaya hidup sehat dan ramah lingkungan. Penggunaan media digital ini tidak hanya meningkatkan visibilitas produk, tetapi juga membangun kesadaran di kalangan konsumen tentang pentingnya konsumsi produk organik untuk kesehatan dan keberlanjutan lingkungan.

    Petani atau produsen organik juga dapat berpartisipasi dalam pameran produk organik pada tingkat nasional maupun internasional. Melalui ajang pameran ini, produsen dapat memperkenalkan produk-produknya kepada konsumen yang nantinya dapat memperluas akses pasar dan permintaan produk organik.

    Pemberdayaan komunitas menjadi faktor penting dalam pengembangan sektor pangan organik. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah penguatan organisasi tani untuk memperkuat manajemen budidaya, akses pasar, dan inovasi produk organik. Dengan mendukung organisasi tani, petani dapat lebih mudah mengakses informasi, sumber daya, dan pasar yang lebih luas.

    Kolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga dapat meningkatkan pendampingan kepada petani kecil, membantu mereka dalam mengembangkan keterampilan dan teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan hasil pertanian organik. Di sisi lain, edukasi konsumen juga sangat penting untuk memperkenalkan manfaat pangan organik, baik untuk kesehatan maupun lingkungan. Melalui seminar, pameran, dan program edukasi di sekolah-sekolah, masyarakat dapat lebih memahami pentingnya konsumsi produk organik, yang pada gilirannya akan mendorong permintaan dan mendukung keberlanjutan industri pangan organik.

    Dengan solusi ini, pengembangan pangan organik di Indonesia dapat meningkatkan kesejahteraan petani, memperkuat ketahanan pangan, dan berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan. Hal ini juga membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam pasar organik global.

    *) Kartika Sari adalah Mahasiswa S3 Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, IPB University

    Copyright © ANTARA 2024

  • Menteri Pertanian optimistis Kalbar jadi eksportir pangan

    Menteri Pertanian optimistis Kalbar jadi eksportir pangan

    Kalimantan Barat memiliki semua yang diperlukan untuk menjadi kekuatan pangan global

    Pontianak (ANTARA) – Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman menyampaikan keyakinannya bahwa Kalimantan Barat mampu menjadi eksportir pangan di Indonesia.

    “Hari ini saya sudah meninjau langsung pengembangan lahan pertanian di Kalbar, yang melibatkan luas sawah 240 ribu hektare dan lahan padi gogo seluas 300 ribu hektare. Kalbar potensial karena dengan optimalisasi 240 ribu hektare sawah untuk tiga kali tanam dan 300 ribu hektare lahan padi Gogo, kita bisa menghasilkan surplus beras yang signifikan dan jika digarap maksimal, mimpi menjadi eksportir pangan terwujud pada 2025,” kata Andi di Pontianak saat melakukan kunjungan kerja di Kalimantan Barat, Kamis.

    Ia menjelaskan dengan produktivitas sawah mencapai 5 ton per hektare dalam satu kali panen, Kalbar dapat menghasilkan hingga 3,6 juta ton gabah per-tahun dari tiga kali musim tanam. Sementara itu lahan padi gogo yang ditargetkan menghasilkan 3 ton per hektare dapat menambah pasokan 900 ribu ton.

    Andi menyebutkan jika potensi ini direalisasikan, Kalbar mampu memenuhi kebutuhan beras domestik dan bahkan bersaing di pasar internasional.

    Ia juga menggarisbawahi bahwa Malaysia, sebagai negara tetangga, membutuhkan beras impor sebesar 3-4 juta ton per tahun, yang dapat dipenuhi oleh Kalbar.

    Selain padi, Andi juga memuji keberhasilan Kalbar dalam mengembangkan hortikultura, khususnya jeruk.

    “Saya sangat menikmati jeruk Pontianak. Dulu, kami perjuangkan agar jeruk Pontianak bisa dikenal luas, dan sekarang hasilnya mulai terlihat,” katanya.

    Keberhasilan ini, menurut Andi, memerlukan sinergi lintas sektor, termasuk dukungan dari pemerintah daerah, TNI, Polri, hingga masyarakat lokal.

    Ia optimistis Kalbar bisa menjadi lumbung pangan nasional dan pusat ekspor, memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya.

    “Dengan gotong royong dan koordinasi yang baik, tidak ada yang tidak mungkin. Kalimantan Barat memiliki semua yang diperlukan untuk menjadi kekuatan pangan global,” katanya,

    Pewarta: Rendra Oxtora
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2024

  • BPDPKS kejar target pungutan ekspor hingga Rp24 triliun pada 2024

    BPDPKS kejar target pungutan ekspor hingga Rp24 triliun pada 2024

    Surabaya (ANTARA) – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyampaikan tengah mengejar target pungutan ekspor kelapa sawit Rp24 triliun hingga akhir 2024.

    Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS Normansyah Hidayat Syahruddin mengungkapkan, sampai November tahun ini pihaknya telah mengumpulkan hasil pungutan ekspor Rp22 triliun.

    “Kalau kami dari BPDPKS, target pungutan ekspor yang kami tetapkan itu kurang lebih sekitar Rp27 triliun ya, sekarang kita sudah revisi menjadi sekitar Rp24 triliun,” ujar Normansyah dalam acara Sosialisasi Pelaksanaan Eksportasi dan Pungutan Ekspor atas Kelapa Sawit, CPO dan Produk Turunannya di Surabaya, Kamis.

    Agar mampu mencapai target, Normansyah mengatakan BPDPKS tengah fokus mempercepat pungutan ekspor. Pihaknya juga menggandeng Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) guna mengawal proses pemungutan berbagai potensi ekspor.

    “Tentu kita melakukan percepatan terkait dengan pungutan ekspornya, teman-teman di Bea Cukai juga kita gandeng untuk mengawal terkait dengan pungutan ekspor, terutama para ekspor-ekspor yang memiliki potensi. Selain itu juga kita melihat celah-celah apakah ada nanti kira-kira dari pungutan itu bisa kita eksplor lebih lanjut lagi,” jelasnya.

    Adapun Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menjelaskan, pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 62 Tahun 2024 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

    Sesuai Peraturan Menteri Keuangan tersebut, tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit untuk CPO dan produk turunannya berubah yang semula merupakan tarif spesifik menjadi tarif advalorum (persentase dari harga CPO Referensi Kementerian Perdagangan yang berlaku). Sedangkan untuk produk non minyak, tarif pungutan ekspor masih menggunakan tarif spesifik seperti pada kebijakan tarif sebelumnya.

    “Besaran tarif pungutan ekspor dibagi ke dalam lima kelompok jenis barang, yaitu Kelompok I dengan dengan tarif spesifik sesuai jenis barang, Kelompok II sebesar 7,5 persen dari harga CPO Referensi Kemendag, Kelompok III sebesar 6 persen dari harga CPO Referensi Kemendag, Kelompok IV sebesar 4,5 persen dari harga CPO Referensi Kemendag, dan Kelompok V sebesar 3 persen dari harga CPO Referensi Kemendag,” jelasnya.

    Pengenaan tarif baru tersebut sudah berlaku sejak tanggal 22 September 2024.

    Dalam pertemuan sosialisasi yang digelar di Surabaya tersebut, dijelaskan bahwa BPDPKS telah menyesuaikan proses bisnis mengenai pengenaan pungutan ekspor dan peningkatan pelayanan sesuai Peraturan Direktur Utama BPDPKS Nomor : 3 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pengenaan Pungutan Atas Ekspor Kelapa Sawit, Crude Palm Oil dan/atau Produk Turunannya.

    Penyesuaian proses bisnis dan peningkatan pelayanan itu merupakan upaya BPDPKS untuk meningkatkan pelayanan dan daya saing produk kelapa sawit indonesia.

    Sesuai peraturan Direktur Utama BPDPKS, terdapat beberapa perubahan yang diatur yaitu yang pertama penyempurnaan proses bisnis mengenai pengenaan pungutan ekspor yakni penyesuaian ketentuan besaran tarif pungutan, optimalisasi penagihan melalui SP3ES khusus dan penagihan piutang.

    Yang kedua, meningkatkan pelayanan kepada eksportir berupa Layanan Penanganan Keberatan dan Layanan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pungutan (Restitusi).

    Kemudian yang ketiga, menjamin Kepastian Hukum dan Manifestasi dari Asas Keadilan Bagi Eksportir berupa penegasan norma waktu layanan penanganan Keberatan dan Restitusi dan Penyeragaman Format Permohonan Keberatan, Permohonan Restitusi dan lain-lain.

    Dalam acara sosialisasi, juga dijelaskan terkait peningkatan layanan. Penyesuaian penyelesaian permohonan keberatan di mana Surat Keputusan Keberatan diterbitkan 15 hari kerja sejak surat konfirmasi diterima dari DJBC dan penyelesaian permohonan pengembalian (restitusi) menjadi 10 hari kerja sejak surat konfirmasi diterima dari DJBC.

    Percepatan pelayanan tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta meningkatkan roda perekonomian nasional.

    Lebih lanjut, Eddy menekankan pentingnya dukungan semua pihak. Kebijakan penyesuaian proses bisnis mengenai pengenaan pungutan ekspor diambil sebagai komitmen Pemerintah untuk terus melakukan evaluasi dalam mewujudkan keberlanjutan (sustainability) kelapa sawit mengingat peranan kelapa sawit yang sangat penting dalam perekonomian nasional.

    “Dukungan semua pihak sangat diharapkan untuk terus menjaga komoditas kelapa sawit tetap menjadi salah satu penyokong utama perekonomian Indonesia,” jelasnya.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • GAPKI nilai tarif pungutan ekspor 7,5 persen tingkatkan ekspor CPO

    GAPKI nilai tarif pungutan ekspor 7,5 persen tingkatkan ekspor CPO

    Surabaya (ANTARA) – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menilai, penurunan tarif pungutan ekspor menjadi 7,5 persen dari yang sebelumnya 11 persen mampu meningkatkan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia.

    Menurutnya, kebijakan tersebut memberikan dampak positif bagi para pengusaha di tengah tingginya beban industri sawit.

    “Jadi kan kita sekarang terbebani tiga ya. Satu adalah Domestic Market Obligation (DMO), kemudian pungutan ekspor (PE), kemudian Bea Keluar (BK). Nah ini kalau waktu itu kan total kira-kira (beban perusahaan) sekitar 138 dolar AS. Dengan pungutan ekspor turun menjadi 7,5 persen, ini kira-kira sekarang di angka sekitar 130 dolar AS. Jadi masih harga mending. Jadi artinya ini cukup membantu,” ujar Eddy saat ditemui usai menghadiri Sosialisasi Pelaksanaan Eksportasi dan Pungutan Ekspor atas Kelapa Sawit, CPO dan Produk Turunannya di Surabaya, Kamis.

    Eddy menilai langkah pemerintah ini sangat diapresiasi karena mendukung daya saing ekspor sawit Indonesia di pasar global. Ia juga menegaskan bahwa permintaan terhadap CPO tetap tinggi, meskipun dihadapkan pada persaingan dengan minyak nabati lainnya.

    Meski menyambut baik kebijakan ini, Eddy mengakui bahwa industri masih berharap tarif pungutan ekspor dapat diturunkan lebih jauh. Namun, pihaknya juga menyadari pentingnya tarif pungutan tersebut guna mendukung program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang menjadi prioritas pemerintah.

    Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa data ekspor menunjukkan peningkatan pada Oktober 2024 yang mencerminkan dampak positif kebijakan tarif pungutan ekspor.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 9BPS), nilai ekspor CPO dan turunannya mencapai 2,37 miliar dolar AS pada Oktober 2024. Nilai ekspor CPO mengalami peningkatan 70,90 persen secara bulanan (mtm) jika dibandingkan bulan sebelumnya, dan secara tahunan meningkat 25,35 persen (yoy).

    Dengan penyesuaian tarif ini, GAPKI berharap ekspor CPO Indonesia terus meningkat dan industri sawit tetap menjadi tulang punggung ekspor nasional.

    “Artinya kita juga ingin meningkatkan ekspor karena demand itu tidak berhenti. Walaupun mereka ada minyak lain, tetapi sawit itu tidak tergantikan. Ada beberapa yang industri itu tidak bisa menggunakan minyak lain selain sawit,” terang Eddy.

    Adapun Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menjelaskan, pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 62 Tahun 2024 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

    Sesuai Peraturan Menteri Keuangan tersebut, tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit untuk CPO dan produk turunannya berubah yang semula merupakan tarif spesifik menjadi tarif advalorum (persentase dari harga CPO Referensi Kementerian Perdagangan yang berlaku). Sedangkan untuk produk non minyak, tarif pungutan ekspor masih menggunakan tarif spesifik seperti pada kebijakan tarif sebelumnya.

    “Besaran tarif pungutan ekspor dibagi ke dalam lima kelompok jenis barang, yaitu Kelompok I dengan dengan tarif spesifik sesuai jenis barang, Kelompok II sebesar 7,5 persen dari harga CPO Referensi Kemendag, Kelompok III sebesar 6 persen dari harga CPO Referensi Kemendag, Kelompok IV sebesar 4,5 persen dari harga CPO Referensi Kemendag, dan Kelompok V sebesar 3 persen dari harga CPO Referensi Kemendag,” jelasnya.

    Pengenaan tarif baru tersebut sudah berlaku sejak tanggal 22 September 2024.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024