Topik: ekspor

  • Riset Binus Sebut Hilirisasi RI Jadi Inspirasi Negara Asia & Afrika

    Riset Binus Sebut Hilirisasi RI Jadi Inspirasi Negara Asia & Afrika

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kebijakan hilirisasi pertambangan mineral yang dilakukan Indonesia ternyata menjadi inspirasi bagi sejumlah negara berkembang di Asia dan Afrika. Penelitian yang dilakukan oleh Binus University (Binus) berjudul “Analisis Mahadata Kebijakan Hilirisasi: Strategi dan Diplomasi Indonesia Menghadapi Dinamika Global” mengungkapkan bahwa keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya alam telah mendorong negara-negara lain untuk mengadopsi langkah serupa.

    Salah satu Tim peneliti Binus University Dr. Edy Irwansyah menyebut bahwa hilirisasi di Indonesia tidak hanya berhasil meningkatkan perekonomian nasional, tetapi juga menciptakan model kebijakan yang relevan untuk konteks global.

    “Indonesia telah menunjukkan bahwa melalui hilirisasi, bahan tambang seperti nikel, tembaga, dan kobalt dapat diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi yang lebih kompetitif di pasar internasional. Ini menjadi inspirasi bagi negara-negara lain untuk memaksimalkan potensi sumber daya mereka,” ujar Edy, Sabtu, (28/12/2024).

    Penelitian ini mencatat bahwa kebijakan hilirisasi Indonesia telah memotivasi negara seperti Filipina, yang juga merupakan pemasok nikel utama dunia, untuk menerapkan kebijakan serupa. Langkah ini menunjukkan bagaimana keberhasilan Indonesia dalam mendorong pengolahan domestik dapat menjadi referensi kebijakan ekonomi bagi negara-negara lain di Asia dan Afrika yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah.

    “Hilirisasi di Indonesia juga dinilai berhasil menarik investasi asing dan memperkuat posisi negara dalam rantai pasok global. Produk berbasis nikel seperti bahan baku baterai lithium dan stainless steel memberikan nilai ekspor yang jauh lebih tinggi dibandingkan bahan mentah. Selain itu, upaya ini mendorong diversifikasi ekonomi, memperkuat sektor manufaktur, dan menciptakan lapangan kerja baru di berbagai wilayah penghasil tambang, seperti Sulawesi dan Maluku,” kata Edy yang juga Lecturer Specialist Binus University.

    Namun, penelitian yang dilakukan Binus juga mencatat beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penerapan kebijakan ini. Menurut salah satu Tim Peneliti, Dr. Ahmad Sofyan, salah satunya adalah konflik perdagangan internasional, seperti gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor nikel mentah. Konflik ini menunjukkan adanya ketegangan antara upaya proteksionisme domestik untuk pembangunan industri nasional dengan aturan perdagangan bebas global.

    “Perselisihan ini mengharuskan Indonesia untuk memadukan strategi hilirisasi dengan pendekatan diplomasi ekonomi yang konstruktif. Jika tidak dikelola dengan baik, ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap hubungan perdagangan internasional,” jelas Ahmad Sofyan.

    Selain tantangan di tingkat internasional, isu lingkungan juga menjadi perhatian penting dalam kebijakan hilirisasi. Proses pengolahan logam berat seperti nikel dan tembaga berisiko menghasilkan limbah berbahaya yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan teknologi yang memadai. Peningkatan eksploitasi tambang juga berpotensi mempercepat deforestasi dan degradasi lingkungan, sehingga diperlukan regulasi yang kuat dan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan.

    Riset ini menegaskan bahwa hilirisasi adalah langkah strategis yang mampu mengubah peran Indonesia dari sekadar eksportir bahan mentah menjadi pusat manufaktur global. Namun, keberhasilan jangka panjang kebijakan ini bergantung pada keberlanjutan, regulasi yang inklusif, dan pengelolaan yang cermat.

    “Indonesia telah menjadi model yang diikuti banyak negara berkembang, tetapi kebijakan ini harus terus dievaluasi untuk memastikan keberlanjutan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan pemerataan manfaat bagi masyarakat,” pungkas Edy.

    (dpu/dpu)

  • AI Dinilai Bisa Dukung Diplomasi Ekonomi & Strategi Hilirisasi Mineral RI

    AI Dinilai Bisa Dukung Diplomasi Ekonomi & Strategi Hilirisasi Mineral RI

    Jakarta

    Riset yang dilakukan oleh Binus University menyoroti manfaat AI dalam mendukung diplomasi ekonomi dan strategi hilirisasi. Riset yang dilakukan tersebut berjudul ‘Analisis Mahadata Kebijakan Hilirisasi: Strategi dan Diplomasi Indonesia Menghadapi Dinamika Global’.

    Riset itu menyatakan teknologi kecerdasan buatan (AI) memainkan peran kunci dalam mendorong keberhasilan kebijakan hilirisasi mineral Indonesia.

    Dengan integrasi AI dan mahadata, Indonesia telah membangun sistem geospasial inovatif yang mampu mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam sekaligus memperkuat posisinya dalam rantai pasok global.

    Salah satu Tim Peneliti Binus University, Dr. Alexander A.S. Gunawan, menjelaskan pemanfaatan teknologi modern seperti Peta Hilirisasi (petahilirisasi.id) memberikan pandangan mendalam untuk komoditas strategis seperti nikel, bauksit, kobalt, dan pasir kuarsa.

    “Integrasi AI memungkinkan kita memahami pola distribusi dan dampak sosial-ekonomi dari aktivitas tambang secara lebih terperinci. Teknologi ini tidak hanya mendukung keberlanjutan tetapi juga meningkatkan efisiensi proses pengelolaan sumber daya,” ujar Alexander, dalam keterangannya, Sabtu (28/12/2024).

    Platform Peta Hilirisasi, yang merupakan geodashboard berbasis AI, membantu pemerintah dan pelaku industri mengidentifikasi potensi mineral, memetakan distribusi sumber daya, hingga memprediksi tren pasar.

    Dengan data yang diolah selama lebih dari dua dekade mencakup catatan produksi, ekspor-impor, dan informasi geospasial sejak awal 2000-an platform ini menyediakan wawasan berbasis bukti yang mempercepat proses pengambilan keputusan di sektor hilirisasi.

    Selain menampilkan peta dan grafik interaktif, Peta Hilirisasi juga dilengkapi dengan pemodelan tren pasar berbasis machine learning yang dapat memproyeksikan potensi nilai tambah suatu komoditas di pasar global. Diplomasi hilirisasi Indonesia turut meraup manfaat besar dari integrasi AI, khususnya melalui analisis mendalam Peta Hilirisasi.

    Teknologi ini membantu pemerintah memperkuat argumen dalam negosiasi internasional, karena data geospasial memudahkan Indonesia menunjukkan komitmen pada pengolahan domestik dan keberlanjutan-terlebih di tengah tantangan seperti gugatan Uni Eropa di WTO terkait larangan ekspor nikel mentah.

    Sebagai contoh diplomasi berbasis data, ketika memaparkan potensi cadangan nikel dan bauksit di forum internasional, Indonesia dapat menyajikan peta distribusi dan perkiraan pasokan yang terverifikasi. Pendekatan ini memperkuat posisi negosiasi pemerintah dalam menetapkan kebijakan ekspor-impor.

    “Menurut penelitian Binus, pendekatan diplomasi berbasis data ini telah menarik perhatian negara lain, termasuk Filipina dan Afrika Selatan, yang mulai mengadopsi langkah serupa. Indonesia menjadi contoh bagaimana teknologi dapat memperkuat strategi ekonomi dan kebijakan nasional di tengah persaingan global,” ujar Alexander.

    Alexander menambahkan bahwa manfaat AI dalam pengambilan keputusan bisnis telah banyak dibahas dalam berbagai jurnal internasional. Salah satu contohnya adalah riset ‘Artificial Intelligence for the Real World’ oleh Davenport dan Ronanki, yang menegaskan bahwa AI mampu menyediakan wawasan lebih cepat dan akurat.

    Dengan demikian, organisasi dapat memanfaatkan data secara efektif demi meningkatkan efisiensi operasional. Publikasi lain yang relevan ialah laporan McKinsey, ‘The State of AI in Early 2024’, yang memproyeksikan lebih dari 65% organisasi di berbagai sektor mulai mengadopsi AI untuk mendukung pengambilan keputusan strategis.

    Walau sifatnya global, sejumlah studi juga menyoroti tren serupa di Indonesia, khususnya di sektor finansial dan manufaktur.

    Namun, meskipun kajian mengenai penggunaan AI dalam pengambilan keputusan sudah cukup banyak, penelitian yang secara khusus membahas hilirisasi bahan mentah, diplomasi, dan kerangka hukum terkait masih sangat terbatas. Kendati manfaatnya jelas, hilirisasi berbasis AI juga dihadapkan pada tantangan.

    Proses pengolahan mineral seperti nikel membutuhkan teknologi ramah lingkungan untuk meminimalisasi limbah berbahaya. Peningkatan eksploitasi tambang perlu diimbangi dengan regulasi ketat dan penggunaan teknologi yang berkelanjutan.

    “Dengan memadukan AI dan regulasi yang kuat, kita dapat memitigasi risiko lingkungan sekaligus memastikan bahwa hilirisasi mineral mendukung pembangunan ekonomi nasional secara inklusif,” tambah Alexander.

    Melalui pendekatan multidisiplin yang mengintegrasikan teknologi, hukum, dan bisnis internasional, Indonesia berhasil menciptakan kebijakan hilirisasi yang adaptif terhadap dinamika global.

    Riset Binus menyatakan keberhasilan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi pusat manufaktur global tetapi juga pemimpin dalam pengelolaan sumber daya berbasis teknologi.

    “Dengan AI sebagai pendorong utama, hilirisasi mineral Indonesia kini memiliki fondasi yang lebih kuat untuk menghadapi tantangan global, menarik investasi asing, dan menciptakan lapangan kerja baru. Namun, keberlanjutan kebijakan ini tetap bergantung pada sinergi antara teknologi, kolaborasi pemangku kepentingan, serta kepatuhan terhadap regulasi lingkungan,” pungkas Alexander.

    (anl/ega)

  • AI Bisa Antar Indonesia Pimpin Hilirisasi Mineral Dunia

    AI Bisa Antar Indonesia Pimpin Hilirisasi Mineral Dunia

    Jakarta, CNN Indonesia

    Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligent atau AI) diyakini memiliki manfaat mendukung diplomasi ekonomi dan strategi hilirisasi mineral di Indonesia. Integrasi AI dan mahadata dinilai sebagai sistem geospasial inovatif yang dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.

    Pada riset Binus University yang berjudul “Analisis Mahadata Kebijakan Hilirisasi: Strategi dan Diplomasi Indonesia Menghadapi Dinamika Global”, salah satu Tim Peneliti Binus University, Dr. Alexander A.S. Gunawan menjelaskan bahwa pemanfaatan teknologi modern seperti Peta Hilirisasi (petahilirisasi.id) memberikan pandangan mendalam untuk komoditas strategis seperti nikel, bauksit, kobalt, dan pasir kuarsa.

    “Integrasi AI memungkinkan kita memahami pola distribusi dan dampak sosial-ekonomi dari aktivitas tambang secara lebih terperinci. Teknologi ini tidak hanya mendukung keberlanjutan, tetapi juga meningkatkan efisiensi proses pengelolaan sumber daya,” ujar Alexander.

    Platform Peta Hilirisasi yang merupakan geodashboard berbasis AI akan dapat membantu pemerintah dan pelaku industri mengidentifikasi potensi mineral, memetakan distribusi sumber daya, hingga memprediksi tren pasar.

    Dengan data yang diolah selama lebih dari dua dekade, mencakup catatan produksi, ekspor-impor, dan informasi geospasial sejak awal 2000-an, platform ini menyediakan wawasan berbasis bukti yang mempercepat proses pengambilan keputusan di sektor hilirisasi. Selain menampilkan peta dan grafik interaktif, Peta Hilirisasi juga dilengkapi dengan pemodelan tren pasar berbasis machine learning yang dapat memproyeksikan potensi nilai tambah suatu komoditas di pasar global.

    Diplomasi hilirisasi Indonesia juga dapat meraup manfaat besar dari integrasi AI, khususnya melalui analisis mendalam Peta Hilirisasi. Teknologi ini akan membantu pemerintah memperkuat argumen dalam negosiasi internasional, karena data geospasial memudahkan Indonesia menunjukkan komitmen terhadap pengolahan domestik dan keberlanjutan, terlebih di tengah tantangan seperti gugatan Uni Eropa di WTO terkait larangan ekspor nikel mentah.

    Sebagai contoh diplomasi berbasis data, ketika memaparkan potensi cadangan nikel dan bauksit di forum internasional, Indonesia dapat menyajikan peta distribusi dan perkiraan pasokan yang terverifikasi. Pendekatan ini dapat memperkuat posisi negosiasi pemerintah dalam menetapkan kebijakan ekspor-impor.

    “Menurut penelitian Binus, pendekatan diplomasi berbasis data ini telah menarik perhatian negara lain, termasuk Filipina dan Afrika Selatan, yang mulai mengadopsi langkah serupa. Indonesia menjadi contoh bagaimana teknologi dapat memperkuat strategi ekonomi dan kebijakan nasional di tengah persaingan global,” ujar Alexander yang menjabat sebagai Head of Data Science Program Binus University.

    Menurut Alexander, manfaat AI dalam pengambilan keputusan bisnis telah banyak dibahas dalam berbagai jurnal internasional, antara lain riset “Artificial Intelligence for the Real World” oleh Davenport dan Ronanki. Riset itu menegaskan bahwa AI mampu menyediakan wawasan lebih cepat dan akurat, membuat organisasi dapat memanfaatkan data secara efektif demi meningkatkan efisiensi operasional.

    Selanjutnya, publikasi lain yang relevan adalah laporan McKinsey bertajuk “The State of AI in Early 2024”, yang memproyeksikan lebih dari 65 persen organisasi di berbagai sektor mulai mengadopsi AI untuk pengambilan keputusan strategis.

    Meski bersifat global, sejumlah studi juga menyoroti tren serupa di Indonesia, khususnya di sektor finansial dan manufaktur. Namun, penelitian yang secara khusus membahas hilirisasi bahan mentah, diplomasi, dan kerangka hukum terkait masih sangat terbatas.

    Alexander menambahkan, di sisi lain, hilirisasi berbasis AI juga memiliki tantangan, termasuk proses pengolahan mineral seperti nikel yang membutuhkan teknologi ramah lingkungan guna meminimalisasi limbah berbahaya.

    Sementara, peningkatan eksploitasi tambang juga disebut perlu diimbangi dengan regulasi ketat dan penggunaan teknologi yang berkelanjutan.

    “Dengan memadukan AI dan regulasi yang kuat, kita dapat memitigasi risiko lingkungan sekaligus memastikan bahwa hilirisasi mineral mendukung pembangunan ekonomi nasional secara inklusif,” ujar Alexander.

    Melalui pendekatan multidisiplin yang mengintegrasikan teknologi, hukum, dan bisnis internasional, Indonesia berhasil menciptakan kebijakan hilirisasi yang adaptif terhadap dinamika global. Riset Binus menyatakan, keberhasilan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pusat manufaktur global, sekaligus pemimpin dalam pengelolaan sumber daya berbasis teknologi.

    “Dengan AI sebagai pendorong utama, hilirisasi mineral Indonesia kini memiliki fondasi yang lebih kuat untuk menghadapi tantangan global, menarik investasi asing, dan menciptakan lapangan kerja baru. Namun, keberlanjutan kebijakan ini tetap bergantung pada sinergi antara teknologi, kolaborasi pemangku kepentingan, serta kepatuhan terhadap regulasi lingkungan,” pungkas Alexander.

    (rea/rir)

    [Gambas:Video CNN]

  • Hilirisasi Indonesia Jadi Inspirasi Asia dan Afrika

    Hilirisasi Indonesia Jadi Inspirasi Asia dan Afrika

    Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan hilirisasi pertambangan mineral yang dilakukan Indonesia ternyata menjadi inspirasi bagi sejumlah negara berkembang di Asia dan Afrika.

    Penelitian yang dilakukan oleh Binus University (Binus) berjudul “Analisis Mahadata Kebijakan Hilirisasi: Strategi dan Diplomasi Indonesia Menghadapi Dinamika Global” mengungkapkan bahwa keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya alam telah mendorong negara-negara lain untuk mengadopsi langkah serupa.

    Salah satu Tim peneliti Binus University Dr. Edy Irwansyah menyebut bahwa hilirisasi di Indonesia tidak hanya berhasil meningkatkan perekonomian nasional, tetapi juga menciptakan model kebijakan yang relevan untuk konteks global.

    “Indonesia telah menunjukkan bahwa melalui hilirisasi, bahan tambang seperti nikel, tembaga, dan kobalt dapat diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi yang lebih kompetitif di pasar internasional. Ini menjadi inspirasi bagi negara-negara lain untuk memaksimalkan potensi sumber daya mereka,” ujar Edy.

    Penelitian ini mencatat bahwa kebijakan hilirisasi Indonesia telah memotivasi negara seperti Filipina, yang juga merupakan pemasok nikel utama dunia, untuk menerapkan kebijakan serupa.

    Langkah ini menunjukkan bagaimana keberhasilan Indonesia dalam mendorong pengolahan domestik dapat menjadi referensi kebijakan ekonomi bagi negara-negara lain di Asia dan Afrika yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah.

    “Hilirisasi di Indonesia juga dinilai berhasil menarik investasi asing dan memperkuat posisi negara dalam rantai pasok global. Produk berbasis nikel seperti bahan baku baterai lithium dan stainless steel memberikan nilai ekspor yang jauh lebih tinggi dibandingkan bahan mentah. Selain itu, upaya ini mendorong diversifikasi ekonomi, memperkuat sektor manufaktur, dan menciptakan lapangan kerja baru di berbagai wilayah penghasil tambang, seperti Sulawesi dan Maluku,” kata Edy yang juga Lecturer Specialist Binus University.

    Namun, penelitian yang dilakukan Binus juga mencatat beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penerapan kebijakan ini. Menurut salah satu Tim Peneliti, Dr. Ahmad Sofyan, salah satunya adalah konflik perdagangan internasional, seperti gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor nikel mentah. Konflik ini menunjukkan adanya ketegangan antara upaya proteksionisme domestik untuk pembangunan industri nasional dengan aturan perdagangan bebas global.

    “Perselisihan ini mengharuskan Indonesia untuk memadukan strategi hilirisasi dengan pendekatan diplomasi ekonomi yang konstruktif. Jika tidak dikelola dengan baik, ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap hubungan perdagangan internasional,” jelas Ahmad Sofyan.

    Selain tantangan di tingkat internasional, isu lingkungan juga menjadi perhatian penting dalam kebijakan hilirisasi. Proses pengolahan logam berat seperti nikel dan tembaga berisiko menghasilkan limbah berbahaya yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan teknologi yang memadai.

    Peningkatan eksploitasi tambang juga berpotensi mempercepat deforestasi dan degradasi lingkungan, sehingga diperlukan regulasi yang kuat dan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan.

    Riset ini menegaskan bahwa hilirisasi adalah langkah strategis yang mampu mengubah peran Indonesia dari sekadar eksportir bahan mentah menjadi pusat manufaktur global.

    Namun, keberhasilan jangka panjang kebijakan ini bergantung pada keberlanjutan, regulasi yang inklusif, dan pengelolaan yang cermat.

    “Indonesia telah menjadi model yang diikuti banyak negara berkembang, tetapi kebijakan ini harus terus dievaluasi untuk memastikan keberlanjutan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan pemerataan manfaat bagi masyarakat,” pungkas Edy.

  • Riset Binus: Kebijakan Hilirisasi Indonesia Jadi Inspirasi Negara-negara Asia dan Afrika

    Riset Binus: Kebijakan Hilirisasi Indonesia Jadi Inspirasi Negara-negara Asia dan Afrika

    Riset Binus: Kebijakan Hilirisasi Indonesia Jadi Inspirasi Negara-negara Asia dan Afrika
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Kebijakan
    hilirisasi
    pertambangan mineral yang diterapkan Indonesia kini menjadi contoh yang menginspirasi sejumlah negara berkembang di Asia dan Afrika.
    Penelitian berjudul “Analisis Mahadata Kebijakan
    Hilirisasi
    : Strategi dan Diplomasi Indonesia Menghadapi Dinamika Global” yang dilakukan oleh
    Binus University
    mengungkapkan bahwa keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alamnya mendorong negara-negara lain untuk mengadopsi kebijakan serupa.
    Salah satu anggota tim peneliti Binus University Dr Edy Irwansyah menjelaskan bahwa hilirisasi Indonesia tidak hanya berhasil meningkatkan perekonomian nasional, tetapi juga menciptakan model kebijakan yang relevan secara global.
    “Indonesia telah menunjukkan bahwa melalui hilirisasi, bahan tambang seperti nikel, tembaga, dan kobalt dapat diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi yang lebih kompetitif di pasar internasional. (Keberhasilan) ini menjadi inspirasi bagi negara-negara lain untuk memaksimalkan potensi
    sumber daya alam
    (SDA) mereka,”  ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (28/12/2024).
    Penelitian itu juga mencatat bahwa kebijakan hilirisasi Indonesia telah mendorong negara-negara seperti Filipina yang juga merupakan salah satu pemasok utama nikel di dunia untuk menerapkan kebijakan serupa. 
    Hal tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan Indonesia dalam mendorong pengolahan domestik dapat menjadi acuan kebijakan ekonomi bagi negara-negara lain di Asia dan Afrika yang kaya akan sumber daya alam.
    “Hilirisasi di Indonesia juga dinilai berhasil menarik investasi asing dan memperkuat posisi negara dalam rantai pasok global. Produk berbasis nikel, seperti bahan baku baterai litium dan
    stainless steel
    , memberikan nilai ekspor yang jauh lebih tinggi dibandingkan bahan mentah,” tutur pria yang juga menjabat sebagai Lecturer Specialist di Binus University.
    Upaya tersebut juga mendorong diversifikasi ekonomi, memperkuat sektor manufaktur, dan menciptakan lapangan kerja baru di wilayah penghasil tambang, seperti Sulawesi dan Maluku.
    Meski demikian, penelitian tersebut juga mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penerapan kebijakan hilirisasi. 
    Salah satu anggota tim peneliti lainnya, Dr Ahmad Sofyan mencatat bahwa salah satu tantangan utama adalah konflik perdagangan internasional, seperti gugatan dari Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor nikel mentah. 
    Konflik tersebut, kata dia, menunjukkan adanya ketegangan antara upaya proteksionisme domestik untuk pembangunan industri nasional dengan aturan perdagangan bebas global.
    “Perselisihan ini menuntut Indonesia untuk memadukan strategi hilirisasi dengan pendekatan diplomasi ekonomi yang konstruktif. Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat menimbulkan negatif pada hubungan perdagangan internasional,” jelas Ahmad.
    Selain tantangan perdagangan,
    isu lingkungan
    juga menjadi perhatian penting dalam kebijakan hilirisasi.
    Proses pengolahan logam berat seperti nikel dan tembaga berisiko menghasilkan limbah berbahaya yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan teknologi yang memadai.
    Peningkatan eksploitasi tambang juga berpotensi mempercepat deforestasi dan degradasi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang kuat dan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan.
    Riset tersebut menegaskan bahwa hilirisasi merupakan langkah strategis yang mampu mengubah peran Indonesia dari sekadar eksportir bahan mentah menjadi pusat manufaktur global. 
    Namun, keberhasilan jangka panjang kebijakan tersebut bergantung pada keberlanjutan, regulasi yang inklusif, dan pengelolaan yang cermat.
    “Indonesia telah menjadi model bagi banyak negara berkembang, tetapi kebijakan ini harus terus dievaluasi untuk memastikan keberlanjutan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan pemerataan manfaat bagi masyarakat,” jelas Edy.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 dari IMF, Bank Dunia, OECD, hingga PBB

    Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 dari IMF, Bank Dunia, OECD, hingga PBB

    Bisnis.com, JAKARTA — IMF, Bank Dunia, OECD, hingga PBB telah mengeluarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan atau 2025. Lembaga-lembaga internasional tersebut memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran 5%.

    Pemerintah sendiri sudah memasang target memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,2% pada 2025, seperti yang ditetapkan dalam UU APBN 2025.

    Target tersebut tidak berbeda dari target 2024 yang sama-sama sebesar 5,2%. Hanya saja, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun ini pertumbuhan ekonomi secara kumulatif dari Januari—September 2024 masih mencapai 5,03%.

    Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengungkapkan realisasi target pertumbuhan tahun depan akan sangat bergantung pada kebijakan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming.

    “Apakah kita akan mencapai target dari 5,2% APBN 2025? Biarlah kabinet Pak Prabowo bekerja. Yang penting kita sudah punya landasan yang sangat baik,” tuturnya dalam Media Gathering APBN 2025, Rabu (25/9/2024).

    Adapun, saat ini pemerintah juga tengah mendalami sumber pertumbuhan ekonomi baru yang tidak terbatas pada hilirisasi. Namun, pada pendalaman dari hilirisasi tersebut untuk berbagai sumber daya alam lainnya. 

    Selain itu, Tommy mendorong adanya investasi-investasi baru di sektor-sektor selain pertambangan untuk mendorong konsumsi. Di mana konsumsi rumah tangga menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi. 

    Lalu, bagaimana dengan perkiraan terbaru dari lembaga-lembaga internasional? Berikut rangkumannya:

    IMF

    Dalam laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2024, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% pada 2025. Bahkan, angka tersebut diperkirakan stagnan hingga 2029.

    Secara umum, laporan World Economic Outlook Oktober 2024 menggambarkan bahwa perjuangan global melawan Inflasi sebagian besar berhasil dimenangkan. Tingkat inflasi secara global diperkirakan mencapai 3,5% pada akhir 2025, di bawah tingkat rata-rata 2000—2019 sebesar 3,6%.

    Lalu, meskipun terjadi pengetatan kebijakan moneter yang tajam di banyak belahan dunia, kondisi ekonomi global tetap tangguh sehingga terhindar dari resesi.

    “Pertumbuhan ekonomi [global] diproyeksikan tetap stabil di 3,2% pada 2024 dan 2025, meskipun beberapa negara, terutama negara berkembang berpendapatan rendah, telah mengalami revisi pertumbuhan yang cukup besar, yang sering kali disebabkan oleh eskalasi konflik,” dikutip dari laporan IMF.

    Bank Dunia

    Dalam laporan Indonesia Economic Prospects edisi Desember 2024, Bank Dunia atau World Bank memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% pada 2025.

    Bank Dunia menyoroti bahwa prospek ekonomi ini menghadapi risiko yang seimbang. Di mana risiko negatif mencakup ketegangan geopolitik yang meningkat sekaligus potensi penundaan dalam reformasi fiskal dan struktural.

    “Potensi risiko positif mencakup pemulihan yang lebih tinggi dari yang diperkirakan di mitra dagang utama dan kenaikan harga komoditas utama,” tulis Bank Dunia dalam laporannya.

    OECD

    Sementara itu, dalam laporan Economic Surveys Indonesia edisi November 2024, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan ekonomi Tanah Air akan tumbuh mencapai 5,2% pada 2025.

    Secara keseluruhan, OECD memandang perekonomian Indonesia telah pulih dari efek pandemi Covid-19. Kendati demikian, kini Indonesia terdampak ketidakpastian perekonomian global.

    Oleh sebab itu, lembaga yang beranggotakan banyak negara-negara maju tersebut menekankan perlunya kebijakan moneter dan fiskal yang tetap prudent untuk mempertahankan stabilitas ekonomi makro Indonesia.

    “Dalam jangka panjang, penerimaan negara harus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat dan menghadapi tantangan perubahan iklim serta penuaan populasi,” tulis laporan OECD.

    UNCTAD

    Dalam laporan terbarunya bertajuk Trade and Development Report 2024, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) mengestimasikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2% pada 2025.

    Organisasi bawahan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) itu melihat adanya prospek penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia. Oleh sebab itu, UNCTAD meyakini ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi pada tahun depan.

    Selain prospek penurunan suku bunga acuan, UNCTAD mencatat ada tiga faktor utama yang membuat ekonomi Indonesia tumbuh mencapai 5,2% pada tahun depan yaitu peningkatan belanja pemerintah, pariwisata, dan ekspor logam dasar.

    “Peningkatan belanja fiskal untuk pembangunan infrastruktur dan bantuan sosial membantu mendukung pertumbuhan. Meningkatnya kedatangan wisatawan—terutama dari Asia—memperkuat ekspor jasa. Sementara peningkatan volume ekspor logam dasar—terutama nikel—meningkatkan keseimbangan sektor eksternal,” tulis UNCTAD dalam laporannya.

  • Pemanfaatan AI Tingkatkan Hilirisasi Mineral di Indonesia

    Pemanfaatan AI Tingkatkan Hilirisasi Mineral di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA – Teknologi kecerdasan buatan (AI) memainkan peran kunci dalam mendorong keberhasilan kebijakan hilirisasi mineral Indonesia.

    Dengan integrasi AI dan mahadata, Indonesia telah membangun sistem geospasial inovatif yang mampu mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam sekaligus memperkuat posisinya dalam rantai pasok global.

    Riset yang dilakukan oleh Binus University berjudul “Analisis Mahadata Kebijakan Hilirisasi: Strategi dan Diplomasi Indonesia Menghadapi Dinamika Global” menyoroti manfaat AI dalam mendukung diplomasi ekonomi dan strategi hilirisasi.

    Salah satu Tim Peneliti Binus University, Dr. Alexander A.S. Gunawan, menjelaskan bahwa pemanfaatan teknologi modern seperti Peta Hilirisasi (petahilirisasi.id) memberikan pandangan mendalam untuk komoditas strategis seperti nikel, bauksit, kobalt, dan pasir kuarsa.

    “Integrasi AI memungkinkan kita memahami pola distribusi dan dampak sosial-ekonomi dari aktivitas tambang secara lebih terperinci. Teknologi ini tidak hanya mendukung keberlanjutan tetapi juga meningkatkan efisiensi proses pengelolaan sumber daya,” ujar Alexander.

    Platform Peta Hilirisasi, yang merupakan geodashboard berbasis AI, membantu pemerintah dan pelaku industri mengidentifikasi potensi mineral, memetakan distribusi sumber daya, hingga memprediksi tren pasar.

    Dengan data yang diolah selama lebih dari dua dekade—mencakup catatan produksi, ekspor-impor, dan informasi geospasial sejak awal 2000-an—platform ini menyediakan wawasan berbasis bukti yang mempercepat proses pengambilan keputusan di sektor hilirisasi.

    Selain menampilkan peta dan grafik interaktif, Peta Hilirisasi juga dilengkapi dengan pemodelan tren pasar berbasis machine learning yang dapat memproyeksikan potensi nilai tambah suatu komoditas di pasar global.

    Diplomasi hilirisasi Indonesia turut meraup manfaat besar dari integrasi AI, khususnya melalui analisis mendalam Peta Hilirisasi. Teknologi ini membantu pemerintah memperkuat argumen dalam negosiasi internasional, karena data geospasial memudahkan Indonesia menunjukkan komitmen pada pengolahan domestik dan keberlanjutan—terlebih di tengah tantangan seperti gugatan Uni Eropa di WTO terkait larangan ekspor nikel mentah.

    Sebagai contoh diplomasi berbasis data, ketika memaparkan potensi cadangan nikel dan bauksit di forum internasional, Indonesia dapat menyajikan peta distribusi dan perkiraan pasokan yang terverifikasi. Pendekatan ini memperkuat posisi negosiasi pemerintah dalam menetapkan kebijakan ekspor-impor.

    “Menurut penelitian Binus, pendekatan diplomasi berbasis data ini telah menarik perhatian negara lain, termasuk Filipina dan Afrika Selatan, yang mulai mengadopsi langkah serupa. Indonesia menjadi contoh bagaimana teknologi dapat memperkuat strategi ekonomi dan kebijakan nasional di tengah persaingan global,” ujar Alexander, yang juga Head of Data Science Program Binus University.

    Alexander menambahkan bahwa manfaat AI dalam pengambilan keputusan bisnis telah banyak dibahas dalam berbagai jurnal internasional. Salah satu contohnya adalah riset “Artificial Intelligence for the Real World” oleh Davenport dan Ronanki, yang menegaskan bahwa AI mampu menyediakan wawasan lebih cepat dan akurat. Dengan demikian, organisasi dapat memanfaatkan data secara efektif demi meningkatkan efisiensi operasional.

    Publikasi lain yang relevan ialah laporan McKinsey, “The State of AI in Early 2024”, yang memproyeksikan lebih dari 65% organisasi di berbagai sektor mulai mengadopsi AI untuk mendukung pengambilan keputusan strategis. Walau sifatnya global, sejumlah studi juga menyoroti tren serupa di Indonesia, khususnya di sektor finansial dan manufaktur.

    Namun, meskipun kajian mengenai penggunaan AI dalam pengambilan keputusan sudah cukup banyak, penelitian yang secara khusus membahas hilirisasi bahan mentah, diplomasi, dan kerangka hukum terkait masih sangat terbatas.

    Kendati manfaatnya jelas, hilirisasi berbasis AI juga dihadapkan pada tantangan. Proses pengolahan mineral seperti nikel membutuhkan teknologi ramah lingkungan untuk meminimalisasi limbah berbahaya. Peningkatan eksploitasi tambang perlu diimbangi dengan regulasi ketat dan penggunaan teknologi yang berkelanjutan.

    “Dengan memadukan AI dan regulasi yang kuat, kita dapat memitigasi risiko lingkungan sekaligus memastikan bahwa hilirisasi mineral mendukung pembangunan ekonomi nasional secara inklusif,” tambah Alexander.

    Melalui pendekatan multidisiplin yang mengintegrasikan teknologi, hukum, dan bisnis internasional, Indonesia berhasil menciptakan kebijakan hilirisasi yang adaptif terhadap dinamika global.

    Riset Binus menyatakan bahwa keberhasilan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi pusat manufaktur global tetapi juga pemimpin dalam pengelolaan sumber daya berbasis teknologi.

    “Dengan AI sebagai pendorong utama, hilirisasi mineral Indonesia kini memiliki fondasi yang lebih kuat untuk menghadapi tantangan global, menarik investasi asing, dan menciptakan lapangan kerja baru. Namun, keberlanjutan kebijakan ini tetap bergantung pada sinergi antara teknologi, kolaborasi pemangku kepentingan, serta kepatuhan terhadap regulasi lingkungan,” pungkas Alexander.

  • Teknologi Kecerdasan Buatan (AI) Mainkan Peran Kunci Hilirisasi Mineral di Indonesia – Page 3

    Teknologi Kecerdasan Buatan (AI) Mainkan Peran Kunci Hilirisasi Mineral di Indonesia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Demi mendorong keberhasilan kebijakan hilirisasi mineral Indonesia, teknologi kecerdasan buatan (AI) ternyata memainkan peran kunci. Dengan integrasi AI dan mahadata, Indonesia telah membangun sistem geospasial inovatif yang mampu mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam sekaligus memperkuat posisinya dalam rantai pasok global.

    Riset yang dilakukan oleh Binus University berjudul “Analisis Mahadata Kebijakan Hilirisasi: Strategi dan Diplomasi Indonesia Menghadapi Dinamika Global” menyoroti manfaat AI dalam mendukung diplomasi ekonomi dan strategi hilirisasi. Salah satu Tim Peneliti Binus University, Dr. Alexander A.S. Gunawan, menjelaskan bahwa pemanfaatan teknologi modern seperti Peta Hilirisasi (petahilirisasi.id) memberikan pandangan mendalam untuk komoditas strategis seperti nikel, bauksit, kobalt, dan pasir kuarsa.

    “Integrasi AI memungkinkan kita memahami pola distribusi dan dampak sosial-ekonomi dari aktivitas tambang secara lebih terperinci. Teknologi ini tidak hanya mendukung keberlanjutan tetapi juga meningkatkan efisiensi proses pengelolaan sumber daya,” ujar Alexander.

    Platform Peta Hilirisasi, yang merupakan geodashboard berbasis AI, membantu pemerintah dan pelaku industri mengidentifikasi potensi mineral, memetakan distribusi sumber daya, hingga memprediksi tren pasar. Dengan data yang diolah selama lebih dari dua dekade—mencakup catatan produksi, ekspor-impor, dan informasi geospasial sejak awal 2000-an—platform ini menyediakan wawasan berbasis bukti yang mempercepat proses pengambilan keputusan di sektor hilirisasi. Selain menampilkan peta dan grafik interaktif, Peta Hilirisasi juga dilengkapi dengan pemodelan tren pasar berbasis machine learning yang dapat memproyeksikan potensi nilai tambah suatu komoditas di pasar global.

    Diplomasi hilirisasi Indonesia turut meraup manfaat besar dari integrasi AI, khususnya melalui analisis mendalam Peta Hilirisasi. Teknologi ini membantu pemerintah memperkuat argumen dalam negosiasi internasional, karena data geospasial memudahkan Indonesia menunjukkan komitmen pada pengolahan domestik dan keberlanjutan—terlebih di tengah tantangan seperti gugatan Uni Eropa di WTO terkait larangan ekspor nikel mentah. Sebagai contoh diplomasi berbasis data, ketika memaparkan potensi cadangan nikel dan bauksit di forum internasional, Indonesia dapat menyajikan peta distribusi dan perkiraan pasokan yang terverifikasi. Pendekatan ini memperkuat posisi negosiasi pemerintah dalam menetapkan kebijakan ekspor-impor.

    “Menurut penelitian Binus, pendekatan diplomasi berbasis data ini telah menarik perhatian negara lain, termasuk Filipina dan Afrika Selatan, yang mulai mengadopsi langkah serupa. Indonesia menjadi contoh bagaimana teknologi dapat memperkuat strategi ekonomi dan kebijakan nasional di tengah persaingan global,” ujar Alexander, yang juga Head of Data Science Program Binus University.

    Alexander menambahkan bahwa manfaat AI dalam pengambilan keputusan bisnis telah banyak dibahas dalam berbagai jurnal internasional. Salah satu contohnya adalah riset “Artificial Intelligence for the Real World” oleh Davenport dan Ronanki, yang menegaskan bahwa AI mampu menyediakan wawasan lebih cepat dan akurat. Dengan demikian, organisasi dapat memanfaatkan data secara efektif demi meningkatkan efisiensi operasional.

    Publikasi lain yang relevan ialah laporan McKinsey, “The State of AI in Early 2024”, yang memproyeksikan lebih dari 65% organisasi di berbagai sektor mulai mengadopsi AI untuk mendukung pengambilan keputusan strategis. Walau sifatnya global, sejumlah studi juga menyoroti tren serupa di Indonesia, khususnya di sektor finansial dan manufaktur. Namun, meskipun kajian mengenai penggunaan AI dalam pengambilan keputusan sudah cukup banyak, penelitian yang secara khusus membahas hilirisasi bahan mentah, diplomasi, dan kerangka hukum terkait masih sangat terbatas.

    Kendati manfaatnya jelas, hilirisasi berbasis AI juga dihadapkan pada tantangan. Proses pengolahan mineral seperti nikel membutuhkan teknologi ramah lingkungan untuk meminimalisasi limbah berbahaya. Peningkatan eksploitasi tambang perlu diimbangi dengan regulasi ketat dan penggunaan teknologi yang berkelanjutan.

    “Dengan memadukan AI dan regulasi yang kuat, kita dapat memitigasi risiko lingkungan sekaligus memastikan bahwa hilirisasi mineral mendukung pembangunan ekonomi nasional secara inklusif,” tambah Alexander.

    Melalui pendekatan multidisiplin yang mengintegrasikan teknologi, hukum, dan bisnis internasional, Indonesia berhasil menciptakan kebijakan hilirisasi yang adaptif terhadap dinamika global. Riset Binus menyatakan bahwa keberhasilan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi pusat manufaktur global tetapi juga pemimpin dalam pengelolaan sumber daya berbasis teknologi.

    “Dengan AI sebagai pendorong utama, hilirisasi mineral Indonesia kini memiliki fondasi yang lebih kuat untuk menghadapi tantangan global, menarik investasi asing, dan menciptakan lapangan kerja baru. Namun, keberlanjutan kebijakan ini tetap bergantung pada sinergi antara teknologi, kolaborasi pemangku kepentingan, serta kepatuhan terhadap regulasi lingkungan,” pungkas Alexander.

  • Hasil Riset Binus Ungkap Kebijakan Hilirisasi Indonesia Jadi Inspirasi Negara Asia dan Afrika – Page 3

    Hasil Riset Binus Ungkap Kebijakan Hilirisasi Indonesia Jadi Inspirasi Negara Asia dan Afrika – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Sejumlah negara berkembang di Asia dan Afrika ternyata terinspirasi kebijakan hilirisasi pertambangan mineral yang dilakukan Indonesia. Hal ini diketahui setelah Binus University (Binus) melakukan penelitian berjudul “Analisis Mahadata Kebijakan Hilirisasi: Strategi dan Diplomasi Indonesia Menghadapi Dinamika Global” mengungkapkan bahwa keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya alam telah mendorong negara-negara lain untuk mengadopsi langkah serupa.

    Salah satu Tim peneliti Binus University Dr. Edy Irwansyah menyebut bahwa hilirisasi di Indonesia tidak hanya berhasil meningkatkan perekonomian nasional, tetapi juga menciptakan model kebijakan yang relevan untuk konteks global. 

    “Indonesia telah menunjukkan bahwa melalui hilirisasi, bahan tambang seperti nikel, tembaga, dan kobalt dapat diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi yang lebih kompetitif di pasar internasional. Ini menjadi inspirasi bagi negara-negara lain untuk memaksimalkan potensi sumber daya mereka,” ujar Edy.

    Penelitian ini mencatat bahwa kebijakan hilirisasi Indonesia telah memotivasi negara seperti Filipina, yang juga merupakan pemasok nikel utama dunia, untuk menerapkan kebijakan serupa. Langkah ini menunjukkan bagaimana keberhasilan Indonesia dalam mendorong pengolahan domestik dapat menjadi referensi kebijakan ekonomi bagi negara-negara lain di Asia dan Afrika yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah.

    “Hilirisasi di Indonesia juga dinilai berhasil menarik investasi asing dan memperkuat posisi negara dalam rantai pasok global. Produk berbasis nikel seperti bahan baku baterai lithium dan stainless steel memberikan nilai ekspor yang jauh lebih tinggi dibandingkan bahan mentah. Selain itu, upaya ini mendorong diversifikasi ekonomi, memperkuat sektor manufaktur, dan menciptakan lapangan kerja baru di berbagai wilayah penghasil tambang, seperti Sulawesi dan Maluku,” kata Edy yang juga Lecturer Specialist Binus University.

    Namun, penelitian yang dilakukan Binus juga mencatat beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penerapan kebijakan ini. Menurut salah satu Tim Peneliti, Dr. Ahmad Sofyan, salah satunya adalah konflik perdagangan internasional, seperti gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor nikel mentah. Konflik ini menunjukkan adanya ketegangan antara upaya proteksionisme domestik untuk pembangunan industri nasional dengan aturan perdagangan bebas global.

    “Perselisihan ini mengharuskan Indonesia untuk memadukan strategi hilirisasi dengan pendekatan diplomasi ekonomi yang konstruktif. Jika tidak dikelola dengan baik, ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap hubungan perdagangan internasional,” jelas Ahmad Sofyan.

    Selain tantangan di tingkat internasional, isu lingkungan juga menjadi perhatian penting dalam kebijakan hilirisasi. Proses pengolahan logam berat seperti nikel dan tembaga berisiko menghasilkan limbah berbahaya yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan teknologi yang memadai. Peningkatan eksploitasi tambang juga berpotensi mempercepat deforestasi dan degradasi lingkungan, sehingga diperlukan regulasi yang kuat dan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan.

    Riset ini menegaskan bahwa hilirisasi adalah langkah strategis yang mampu mengubah peran Indonesia dari sekadar eksportir bahan mentah menjadi pusat manufaktur global. Namun, keberhasilan jangka panjang kebijakan ini bergantung pada keberlanjutan, regulasi yang inklusif, dan pengelolaan yang cermat.

    “Indonesia telah menjadi model yang diikuti banyak negara berkembang, tetapi kebijakan ini harus terus dievaluasi untuk memastikan keberlanjutan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan pemerataan manfaat bagi masyarakat,” pungkas Edy.

  • Kunjungi Desa Peron, Jokowi kagumi produk alpukat dan gula aren

    Kunjungi Desa Peron, Jokowi kagumi produk alpukat dan gula aren

    Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.

    Kunjungi Desa Peron, Jokowi kagumi produk alpukat dan gula aren
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 27 Desember 2024 – 21:35 WIB

    Elshinta.com – Presiden RI ke 7, Joko Widodo menyatakan kekagumannya terhadap potensi buah alpukat dan gula aren di Desa Peron Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal. Hal itu disampaikan saat melakukan kunjungan ke desa tersebut, Jumat (27/12). Di tengah antusias warga desa, Jokowi tampak sangat concern terhadap 2 komoditas potensial Desa Peron. Di depan para perangkat desa dan para tokoh masyarakat, Jokowi menyampaikan bahwa kedatangan dirinya khusus ingin mengetahui soal alpukat dan gula aren.

    “Saya datang ke sini hanya untuk 2 hal. Ini dan ini (sambil memegang alpukat dan gula aren di kedua tangan)…..tidak ada tujuan yang lain. Dan saya sudah seperti bapak ibu saudara-saudara semua. Sudah menjadi masyarakat biasa. Maka kalau tadi Bu Kades menyampaikan soal Bumdes, soal mesin pengolah sampah dan lain-lain, bukan lagi wewenang saya. Tadi saya disodori alpukat dan gula aren, saya kagum. Benar…saya katakan apa adanya ini !” ungkap Jokowi di acara ramah tamah yang berlangsung di gedung serba guna Desa Peron.

    Perkataan Presiden RI ke 7 di atas langsung disambut gelak tawa dan tepuk tangan warga yang menyesaki gedung.

    Antusias Warga

    Kedatangan Jokowi sempat membuat Kades Peron, Erna Hermawati dan tokoh petani setempat, Suroso, meneteskan air mata. Meski sudah tidak lagi jadi orang nomor satu tetapi bagi mereka, kunjungan Jokowi tetap dinanti-nantikan.

    “Saya seperti tidak percaya! Warga juga tidak percaya! Alhamdulillah, ternyata Pak Jokowi benar-benar hadir di desa kami. Sungguh kami sangat bahagia. Dan bisa dilihat sendiri bagaimana antusias warga menyambut beliau. Meski tadi sempat hujan deras, tidak ada satu pun yang meninggalkan bale desa. Warga sudah menunggu sejak pagi lantas Jumatan dan kembali mereka memenuhi bale desa,” ungkap Kades Erna dan Suroso bergantian.

    Antusias warga memang terasa dan nyata terlihat. Setelah selesai acara ramah tamah di bale desa, kunjungan dilanjutkan ke salah satu keluarga perajin gula aren. Jalan menuju lokasi lumayan menyita konsenterasi karena menanjak dan berkelok-kelok tajam. Hampir sepanjang 2 km yang dilalui, di beberapa titik, warga berjajar menyapa Jokowi. Beberapa kali dari dalam mobil, melayani salaman warga dan melempar beberapa kaos.

    “Ini yang saya cari. Produk warga desa yang memiliki kekuatan pasar. Ini alpukat gede-gede banget… saya kaget…saya kaget…gula aren tanpa pengawet masih dikerjakan secara tradisional tetapi bisa sampai 700 ton dan alpukat 2 kali musim panen bisa sampai 3.000 ton. Ini saya senang sekali dan harus dikembangkan dengan alur manajemen modern. Karena ini sebenarnya sudah kelasnya ekspor,” ungkap Jokowi di rumah keluarga Rusmin, perajian gula aren di Dusun Ketro Desa Peron Limbangan Kendal seperti mengulang ungkapan kekaguman saat di bale desa sebelumnya.

    Dalam kesempatan itu tampak sekali Jokowi menyimak penjelasan keluarga Rusmin soal pembuatan Gula Aren. Lebih setengah jam bersejenak di depan tungku masak, tak tampak sekalipun Jokowi kegerahan. Beberapa kali terlihat manggut-manggut sesekali meminta penjelasan ulang lebih detil.

    Sempat disinggung pula soal keberlanjutan tanaman produksi 2 komoditas tersebut. Jokowi berpesan agar warga aktif menjaga dan saling mengingatkan untuk menjamin keberlanjutan produk alpukat dan gula aren.

    “Saya sudah ada bayangan ke mana pasarnya,” imbuh Jokowi.

    Selain melihat langsung proses pembuatan gula aren, dalam rangkaian acara yang disiapkan warga, Jokowi didaulat melakukan penanaman pohon alpukat dan simbolik panen alpukat di pohon milik salah satu warga.

    Sumber : Radio Elshinta