Topik: ekspor

  • Mendag Klaim RI Siap Hadapi Dampak Perang Dagang AS vs China

    Mendag Klaim RI Siap Hadapi Dampak Perang Dagang AS vs China

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara terkait potensi perang dagang AS vs China terhadap neraca perdagangan Indonesia. Adapun, potensi perang dagang ini kembali mencuat menjelang dilantiknya Donald Trump sebagai Presiden AS.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan bahwa pemerintah siap menghadapi situasi perdagangan yang terjadi, termasuk adanya potensi perang dagang. Apalagi, menurutnya, isu terkait potensi perang dagang antara AS dan China sudah lama bergulir.

    “Ya, itu kan [potensi perang dagang AS-China] sudah isu dari dulu terus. Paling kita siap aja,” kata Budi saat ditemui di Gedung Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Ekspor dan Jasa Perdagangan Kemendag, Jakarta, Rabu (15/1/2025).

    Adapun, Mendag Budi mengaku siap dengan kebijakan pengenaan tarif perdagangan yang tinggi oleh Donald Trump terhadap mitra dagang, termasuk China.

    “Dulu juga hampir sama. Jadi kita harus siap, yang penting dulu kita punya daya saing. Jadi kalau misalnya kita punya daya saing, terus kita bersaing dengan negara lain, daya saing kita bagus, saya pikir nggak akan kalah,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Budi menyatakan bahwa Kemendag akan mencoba melakukan pendekatan melalui kerja sama bilateral agar produk lokal mampu menembus pasar di Negeri Paman Sam.

    “Nanti kita coba lakukan perdekatan lagi ya, seperti apa formulasi hubungan yang bagus sehingga kita bisa menembus pasar AS,” terangnya.

    Dalam catatan Bisnis, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menegaskan bahwa negaranya siap mengambil langkah balasan berupa tarif terhadap AS jika presiden terpilih Donald Trump mewujudkan ancamannya untuk melancarkan perang dagang di Amerika Utara.

    Melansir Bloomberg, Senin (13/1/2025), Trudeau menyatakan bahwa pemerintahnya tidak berniat memicu konflik perdagangan dengan pemerintahan baru AS di bawah Trump, melainkan akan bertindak tegas jika AS memberlakukan tarif pada produk-produk Kanada.

    Menurut data Departemen Perdagangan AS, Kanada merupakan mitra dagang terbesar barang-barang AS dengan nilai mencapai US$320 miliar dalam 11 bulan pertama 2024. Selama periode yang sama, defisit perdagangan barang AS dengan Kanada tercatat sebesar US$55 miliar.

    “Kami adalah mitra ekspor utama bagi sekitar 35 negara bagian AS. Setiap hambatan yang memperlambat arus perdagangan antar negara kita akan berdampak buruk bagi rakyat dan pekerjaan di Amerika,” ujarnya.

    Adapun, ketika pemerintahan Trump pertama memberlakukan tarif pada baja dan aluminium pada 2018, pemerintah Kanada merespons dengan mengenakan tarif pada sejumlah produk AS, seperti peralatan rumah tangga. Kali ini, Trump mengisyaratkan tarif 25% yang lebih luas terhadap barang-barang dari Meksiko dan Kanada.

    Sementara itu, China mengambil langkah persiapan yang berbeda guna mengantisipasi kebijakan Trump. Awal bulan lalu, para pemimpin utama China berencana melonggarkan kebijakan moneter dan memperluas pengeluaran fiskal pada 2025 sebagai bentuk persiapan Beijing menghadapi perang dagang kedua saat Trump menjabat sebagai Presiden AS. 

  • Wamendag Roro minta UKM tingkatkan akses pasar melalui pameran

    Wamendag Roro minta UKM tingkatkan akses pasar melalui pameran

    Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri saat mengunjungi Kahyangan House of Jewelry di Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa (14/1/2025). ANTARA/HO-Kemendag.

    Wamendag Roro minta UKM tingkatkan akses pasar melalui pameran
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 15 Januari 2025 – 10:25 WIB

    Elshinta.com – Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menyatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendukung usaha kecil dan menengah (UKM) Bali untuk meningkatkan akses pasarnya melalui pameran.

    Hal ini disampaikan oleh Roro usai mengunjungi Kahyangan House of Jewelry di Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa (14/1). Ia berpesan kepada pelaku UMKM untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan kualitas produk dan hubungan baik dengan pembeli sehingga produknya mampu bersaing dan usahanya dapat berkelanjutan.

    “Bagi UMKM, pameran sifatnya penting karena merupakan ajang promosi untuk meningkatkan akses pasar. Saya berpesan, tetaplah menjaga kualitas produk dan hubungan baik dengan buyer,” ujar Roro dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

    Tahun lalu, Kemendag telah mendorong peningkatan akses pasar bagi UMKM melalui promosi pada berbagai ajang pameran lainnya, seperti Inacraft, Kriya Nusa, HUT Dekranas, serta Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW).

    Pada pameran Mall to Mall dalam rangka program Bangga Buatan Indonesia (BBI) di Provinsi Banten, Kemendag telah memfasilitasi 96 pelaku usaha. Sementara pada pameran Pangan Nusa, 166 pelaku usaha dan 50 kuliner khas Nusantara juga telah difasilitasi Kementerian Perdagangan.

    “Dalam upaya perluasan pasar, Kementerian Perdagangan mengambil langkah-langkah penguatan diplomasi perdagangan internasional. Hal ini termasuk dengan berpartisipasi aktif pada fora internasional, percepatan penyelesaian perundingan perdagangan, dan penyelesaian sengketa dagang,” kata Roro.

    Wamendag juga menekankan, Kemendag siap membantu UKM memulai dan meningkatkan ekspor. Kementerian Perdagangan bersama perwakilan perdagangan di luar negeri terus mempromosikan produk unggulan Indonesia melalui penjajakan kesepakatan bisnis (business matching), misi dagang, dan juga pameran internasional.

    Dari sisi penguatan kesiapan ekspor di dalam negeri, Kemendag berfokus pada upaya peningkatan daya saing pelaku UMKM menuju pasar global, di antaranya melalui berbagai pelatihan dan pengembangan kapasitas pelaku UMKM berorientasi ekspor, serta program dan fasilitasi yang mendukung peningkatan nilai tambah dan keberterimaan produk UMKM di pasar internasional.

    Sumber : Antara

  • Potensi Perang Dagang AS-China, Eksportir Blak-blakan Dampak ke RI

    Potensi Perang Dagang AS-China, Eksportir Blak-blakan Dampak ke RI

    Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) menilai, potensi perang dagang antara Amerika Serikat-China, usai terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS memberikan sejumlah keuntungan bagi Indonesia.

    Dalam hal ini, Ketua Umum GPEI Benny Soetrisno menyebut bahwa Indonesia akan mendapat keuntungan dari sisi besaran bea masuk barang. Dengan demikian, barang-barang dari Indonesia dalam lebih mudah dijangkau oleh konsumen AS lantaran harganya yang lebih murah.

    “Ada keuntungan yang kita dapat yaitu besaran bea masuk barang dari China jauh lebih besar dibanding dari Indonesia,” kata Benny kepada Bisnis, Rabu (15/1/2025).

    Selain itu, Benny menyebut bahwa akan ada investasi dari China ke Indonesia, di mana produk-produk yang dihasilkan akan di kirim ke AS dengan country of origins Indonesia.

    Kendati melihat peluang positif dari perang dagang tersebut, dia mengharapkan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah antisipasi. Salah satunya, dengan memudahkan proses perizinan investasi, utamanya yang berorientasi ekspor.

    “Mudahkanlah proses perizinan investasi yang khususnya orientasinya untuk ekspor,” pungkasnya.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso sebelumnya khawatir dengan kemenangan Trump dapat berimbas pada kebijakan pengenaan bea masuk tambahan.

    Kendati begitu, Budi menyebut bahwa selama ini produk ekspor Indonesia terus meningkat pada masa pemerintahan Trump.

    “Ya memang kan isunya akan ada bea masuk tambahan ya, tetapi saya pikir kalau dulu kan ekspor kita juga meningkat terus waktu Donald Trump,” kata Budi di Pergudangan Kamal Muara, Jakarta Utara, Jumat (8/11/2024).

    Untuk itu, dia berharap tidak ada masalah dengan perdagangan ekspor maupun impor Indonesia pasca terpilihnya Trump sebagai Presiden AS.

    Budi juga mengaku efek dari kemenangan Trump belum berdampak pada neraca perdagangan Indonesia. “Tidak ada hambatan, bagi kita belum terasa, tapi saya pikir kita optimis enggak ada masalah,” ungkapnya.

  • 8 Manfaat Melakukan Kegiatan Ekspor bagi Suatu Negara

    8 Manfaat Melakukan Kegiatan Ekspor bagi Suatu Negara

    Dari aspek ekonomi hingga diplomasi, ekspor memainkan peran krusial dalam membangun fondasi yang kuat untuk pertumbuhan dan stabilitas nasional. Beberapa Manfaat Ekspor bagi sebuah negara di antaranya:

    1. Pengendalian Harga Produk

    Kegiatan ekspor manfaat bagi negara, terutama dalam mengatasi kelebihan kapasitas produksi sekaligus menjaga stabilitas harga produk.

    Ketika sebuah produk mudah diproduksi dan tersedia dalam jumlah besar di dalam negeri, harganya cenderung lebih murah. Untuk mengendalikan harga di pasar domestik, salah satu solusi yang efektif adalah mengekspor produk tersebut ke negara lain yang membutuhkan.

    2. Meningkatkan Cadangan Devisa Negara

    Setiap transaksi ekspor menghasilkan devisa bagi negara. Cadangan devisa yang kuat memungkinkan pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai tukar mata uang, membayar utang luar negeri, serta mendanai kebutuhan impor barang dan jasa yang tidak tersedia di dalam negeri.

    3. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi

    Ekspor berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Ketika suatu negara mampu menjual barang dan jasa ke pasar internasional, arus pendapatan dalam bentuk devisa meningkat. Hal ini dapat memperkuat perekonomian domestik dan menciptakan peluang investasi baru.

    4. Menciptakan Lapangan Kerja

    Kegiatan ekspor mendorong peningkatan produksi di berbagai sektor seperti manufaktur, pertanian, dan industri lainnya. Dengan meningkatnya permintaan dari pasar internasional, perusahaan membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk memenuhi kebutuhan produksi, sehingga membuka lebih banyak lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran.

    Melalui ekspor, negara tidak hanya bergantung pada pasar domestik untuk menjual produk-produknya. Diversifikasi pasar ini membantu negara menghadapi risiko ketidakstabilan ekonomi yang mungkin terjadi akibat penurunan permintaan dalam negeri atau resesi lokal.

    6. Mendorong Inovasi dan Daya Saing

    Pasar internasional menuntut standar kualitas yang tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, produsen seringkali harus meningkatkan efisiensi, inovasi, dan kualitas produknya. Hal ini tidak hanya meningkatkan daya saing produk di pasar global, tetapi juga memberikan manfaat bagi konsumen dalam negeri melalui produk yang lebih berkualitas.

    7. Meningkatkan Pendapatan Negara

    Ekspor memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara melalui pajak ekspor dan pendapatan dari sektor-sektor terkait. Pendapatan ini dapat digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya.

    8. Memperkuat Hubungan Diplomatik

    Ekspor tidak hanya berdampak ekonomi, tetapi juga memiliki dimensi diplomatik. Perdagangan internasional yang sehat dapat mempererat hubungan antarnegara. Hubungan ini seringkali membuka jalan bagi kerja sama dalam bidang lain, seperti teknologi, pendidikan, dan keamanan.

  • BI Rate Turun Jadi 5,75%, Ramai Ekonom Kaget

    BI Rate Turun Jadi 5,75%, Ramai Ekonom Kaget

    Jakarta, CNBC Indonesia – Keputusan dewan gubernur Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75% pada Januari 2025 membuat sejumlah kalangan ekonom terkejut. Sebab, pemangkasan ini dilakukan BI tatkala kurs rupiah malah sedang tertekan di level .

    Pasca Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Januari 2025 pada pukul 14.00 WIB tadi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun langsung tertekan lebih dalam. Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,34% di angka Rp16.315/US$ pada hari ini, Rabu (15/1/2025). Hal ini berbanding terbalik dengan posisi kemarin (14/1/2025) yang menguat 0,06%.

    Di sisi lain, konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 15 lembaga/institusi secara absolut memproyeksikan bahwa BI akan kembali menahan suku bunganya di level 6%. Maka, tak heran bahwa sejumlah ekonom kenamaan di dalam negeri terkejut dengan keputusan BI, karena BI juga telah menahan suku bunganya selama empat bulan beruntun.

    Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjadi salah satu ekonom yang mengaku terkejut dengan keputusan dewan gubernur BI hari ini. Ia mengungkapkan, ini karena kurs rupiah saat ini tengah tertekan, meskipun dari sisi tekanan inflasi sangat terkendali.

    “Iya ini unexpected. Dari segi inflasi memang sangat terkendali, sehingga ada ruang untuk dorong pertumbuhan. Tapi, memang kurs juga agak tertekan,” tegas David kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/1/2025).

    Meski begitu, David mengakui untuk menghadapi tekanan kurs saat ini, BI memiliki banyak senjata, di antaranya ialah melalui instrumen operasi moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang memiliki suku bunga atau imbal hasil sangat cukup menarik. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per 10 Januari 2025 di level 7,06%; 7,10%; dan 7,23%.

    “Jadi BI tampaknya akan mencoba jaga attractiveness Rupiah via SRBI rate yang relatif menarik,” tegas David.

    Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo juga menjadi salah satu ekonom yang mengungkapkan keterkejutannya. Namun, ia menitikberatkan bahwa kebijakan pemangkasan BI Rate ini dilakukan saat surat berharga di dalam negeri tengah dalam posisi tertekan.

    Sebagaimana diketahui, pada pekan kedua Januari 2025, berdasarkan catatan Bank Indonesia, pasar SBN Indonesia mulai bergejolak, karena para investor mulai melakukan aksi jual neto sebesar Rp 2,9 triliun, padahal pada pekan pertama Januari 2025 masih tercatat beli neto Rp 1,94 triliun.

    “Jadi timingnya cukup surprising, mengingat ada tekanan ke surat berharga dalam negeri. Upside nya memang masih ada ruang karena Fed Fund Rate (suku bunga Bank Sentral AS) dan BI rate ada gap 1,5%, dan ini membantu mengurangi beban utang pemerintah,” ucap Banjaran.

    Kendati demikian, Banjaran mengakui, keputusan penurunan BI Rate tersebut sejalan dengan pelemahan nilai tukar rupiah pada Januari 2025 yang lebih rendah dibandingkan pelemahan nilai tukar negara yang memiliki kapasitas ekonomi setara dengan Indonesia.

    BI pun mencatat nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada Januari 2025 (hingga 14 Januari 2025) hanya melemah sebesar 1,00% (ptp) dari level nilai tukar akhir 2024. Perkembangan ini relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya, seperti rupee India, peso Filipina, dan baht Thailand yang masing-masing melemah sebesar 1,20%; 1,33%; dan 1,92%.

    “⁠Keputusan tersebut juga didorong oleh tetap rendahnya perkiraan inflasi pada 2025 dan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ucap Banjaran.

    Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang juga mengaku terkejut atas keputusan hasil RDG BI bulan ini. Ia mengatakan, BI secara tak terduga memangkas suku bunga acuan menjadi 5,75% di tengah kondisi kurs yang tengah bergerak di level Rp 16.300/US$.

    “Dengan Rupiah yang berpotensi bergerak di sekitar 16.300 pada kuartal I-2025, mengikuti tren mata uang Asia lainnya seperti Baht Thailand, Peso Filipina, dan Rupee India, tekanan depresiasi berpotensi masih akan terus berlanjut,” ucap Hosianna.

    Ia menganggap, sebagai respons dari kebijakan BI Rate ini, di tengah tekanan kurs, BI akan mempertahankan penerbitan SRBI untuk menjaga stabilitas rupiah terhadap dolar AS. Hosianna memperkirakan penerbitan obligasi secara bruto instrumen itu akan meningkat menjadi Rp 1,44 triliun.

    “Untuk mengelola likuiditas, Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal, termasuk meningkatkan pembelian obligasi pemerintah di pasar sekunder melalui pengalihan utang,” tuturnya.

    Di luar tiga ekonom itu, sebetulnya juga ada beberapa ekonom yang tak terkejut dengan keputusan BI, di antaranya ialah Head of Macroeconomic and Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman. Ia mengatakan, sebetulnya ruang keputusan pemangkasan suku bunga acuan oleh dewan gubernur BI itu telah terbuka sejak Desember 2024.

    “Keputusan BI dalam RDG bulan Januari 2025 untuk memotong BI-rate sebesar 25 bps ke 5,75% tidak terlalu mengejutkan. Karena sebenarnya ruang pemotongan sudah ada sejak Desember 2024 seperti penjelasan kami bulan Desember lalu,” tutur Faisal.

    Meski nilai tukar rupiah memang cenderung melemah bulan Januari 2025 ini, namun Faisal mengingatkan, permasalahan tekanan kurs ini ini merupakan fenomena global, karena dolar AS menguat hampir ke semua mata uang dunia, seiring dengan ketidakpastian global yang tetap berlangsung. BI pun menganggap tekanan kurs ini sudah mulai dapat terukur dan terkendali.

    Yang menjadi masalah adalah risiko pada sisi pertumbuhan ekonomi semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi pada 2025 menurutnya kemungkinan akan tertekan baik dari faktor dalam maupun luar negeri. Dari luar negeri, risiko Trade War akibat Trump 2.0 akan berisiko menurunkan kinerja ekspor Indonesia.

    Sementara itu, dari dalam negeri, risiko pelemahan tingkat permintaan akan berlanjut, seperti yang terindikasi dari inflasi yang sangat rendah mendekati batas bawah target sasaran, yang menunjukkan lemahnya tingkat permintaan.

    “Jadi langkah BI ini sebenarnya sudah sesuai dengan view kami sebelumnya, namun pemotongan di Desember tertunda ke Januari,” ucap Faisal.

    Ekonom Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga memiliki sikap serupa dengan Faisal. Ia mengaku tak terkejut dengan keputusan Perry Cs karena sinyal ekonomi melemah sudah ia wanti-wanti sedari lama, sehingga terus mendorong BI untuk menurunkan suku bunga acuannya.

    “Saya sebenarnya tidak kaget ya karena dari beberapa bulan yang lalu saya sih juga menyuarakan supaya suku bunga BI rate ini turun ya demi mendongkrak performa ekonomi Indonesia, terutama dari sisi sektor riil yang memang masyarakat kita butuh suku bunga yang lebih rendah, baik itu untuk kebutuhan bisnis maupun untuk kebutuhan terkait konsumsi,” kata Myrdal.

    Ia pun menganggap wajar BI Rate awal tahun ini turun, karena transmisi imported inflation dari pelemahan kurs beberapa waktu terakhir tidak terjadi, tercermin dari angka inflasi yang sangat rendah di level 1,57% pada 2024.

    “Dan gap antara BI rate dan inflasi juga sangat lebar jadi sebenarnya masih banyak ruang untuk BI rate turun dan ditambah lagi kita lihat pressure imported inflation ke depan nya pun juga so far so good, kalau kita lihat tidak terlalu melonjak,” ucapnya.

    “Apalagi kalau kita cermati dari pergerakan harga komoditas terutama minyak juga saat ini sulit untuk melonjak signifikan, walaupun ada perang di mana-mana tapi harga minyak masih konsisten di bawah level US$ 82 per barel,” tegas Myrdal.

    Ia menekankan, BI rate yang rendah saat ini sangat dibutuhkan Indonesia karena untuk menyinergikan antara kebijakan fiskal yang sudah sangat didesain tahun ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berpotensi melemah.

    Di sisi lain, program-program prioritas Presiden Prabowo Subianto juga ia ingatkan sebetulnya butuh dukungan dari kebijakan moneter yang longgar dari BI, di antaranya ialah program pembangunan 3 juta rumah per tahun, dan berbagai program penyelamatan daya beli supaya penjualan barang tahan lama seperti otomotif dapat kembali bergeliat.

    “Jadi walaupun pemerintah sudah jor-joran beri insentif fiskal dan PPN yang naik hanya diberikan untuk beberapa golongan yang sangat selektif tapi kalau misalnya BI rate tidak turun ini kelihatannya kurang greget ya makanya kita apresiasi lah BI rate sudah turun,” ungkapnya.

    (arj/haa)

  • Revisi Permendag 8/2024, Mendag Mulai dengan Pakaian Jadi – Page 3

    Revisi Permendag 8/2024, Mendag Mulai dengan Pakaian Jadi – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso (Busan) melepas ekspor baja welded beam sebesar 1.200 metrik ton milik PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP). Ekspor baja ini dikirimkan dari pabrik GPR di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi menuju Selandia Baru.

    Mendag Busan menyampaikan, total nilai ekspor baja yang dilepas GPR ke Selandia Baru mencapai USD 1,5 juta, atau setara Rp 24,45 miliar (kurs Rp 16.300 per dolar AS).

    “Ekspor ke New Zealand ini USD 1,5 juta. Sementara ekspor kita ke New Zealand itu USD 10,9 juta. Jadi GRP sudah memberikan kontribusi USD 1,5 juta,” ujar Mendag dalam acara pelepasan ekspor produk baja welded beam GRP di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Rabu (15/1/2025).

    Menurut pemaparannya, permintaan dunia untuk produk baja Indonesia konsisten tumbuh positif selama 5 tahun terakhir, sebesar 9,13 persen. Adapun total permintaan pasar global untuk produk baja mencapai USD 866 miliar.

    Saat ini, kata Mendag, Indonesia masih menjadi eksportir baja nomor 7 terbesar di dunia. Namun, rupanya kebutuhan produk baja di dalam negeri masih belum mencukupi, sehingga masih membutuhkan suplai impor.

    “Di dalam negeri kita masih butuh 4 juta ton. Ya makanya kita juga masih impor, masih impor baja. Tapi kita kalau ada pasar besar untuk ekspor, ya kita tetap ekspor,” ungkap dia.

     

  • Bakal Lobi Donald Trump, Mendag Tak Khawatir Ancaman Tarif Dagang Ganggu Ekspor Indonesia – Page 3

    Bakal Lobi Donald Trump, Mendag Tak Khawatir Ancaman Tarif Dagang Ganggu Ekspor Indonesia – Page 3

    Sebelumnya, tarif impor selama masa jabatan pertama Presiden Terpilih Amerika Serikat, Donald Trump menurunkan nilai saham pada hari tarif tersebut diumumkan.

    Mengutip US News, Jumat (6/12/2024) analisis baru oleh staf Federal Reserve Bank of New York, menyoroti dampak dari kebijakan tarif tersebut terhadap laba, penjualan, dan lapangan kerja yang lebih rendah pada masa mendatang bagi perusahaan-perusahaan AS yang harga ekuitasnya terpukul paling kera. 

    Perusahaan-perusahaan AS yang terlibat langsung dalam perdagangan dengan China misalnya, di mana sekitar setengah dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa, mengalami kerugian pasar saham yang lebih besar ketika tarif impor impor Trump pertama kali diumumkan selama tahun 2018 dan 2019, dan selama dua tahun berikutnya mengalami penurunan laba sekitar 13% lebih rendah daripada yang lain.

    “Salah satu motivasi utama untuk mengenakan tarif pada barang-barang impor adalah untuk melindungi perusahaan-perusahaan AS dari persaingan asing. Dengan mengenakan pajak impor, harga domestik menjadi relatif lebih murah, dan warga Amerika mengalihkan pengeluaran dari barang-barang asing ke barang-barang domestik,” ungkap ekonom The Fed New York, termasuk Mary Amiti, kepala studi pasar tenaga kerja dan produk di kelompok penelitian bank tersebut.

    “Namun, sebagian besar perusahaan mengalami kerugian valuasi yang besar pada hari pengumuman tarif. Kami juga mendokumentasikan bahwa kerugian finansial ini berdampak pada pengurangan laba, lapangan kerja, penjualan, dan produktivitas tenaga kerja di masa mendatang,” ungkap para analis The Fed New York.

    Tim peneliti New York The Fed menambahkan, karena rantai pasokan global rumit dan negara-negara asing membalas, hasil analisis menunjukkan perusahaan mengalami kerugian besar dalam arus kas yang diharapkan dan hasil riil. “Kerugian ini bersifat luas, dengan perusahaan yang terpapar ke China mengalami kerugian terbesar,”

     

  • Kembangkan Hidrogen Hijau, PGE Incar Pasar Ekspor

    Kembangkan Hidrogen Hijau, PGE Incar Pasar Ekspor

    Jakarta, CNBC Indonesia – PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mengungkapkan bahwa saat ini perusahaan akan menjajaki Negeri Sakura alias Jepang untuk bisa menjual hidrogen hijau (green hydrogen) yang dihasilkan melalui energi panas bumi.

    Direktur Operasi PGEO Ahmad Yani mengungkapkan pihaknya membuka kemungkinan penjualan hidrogen hijau pada perusahaan asal jepang yakni Tokyo Electric Power Company Holdings, Incorporated (TEPCO HD), hingga lembaga riset dan pengembangan nasional Jepang (NEDO).

    “Untuk offtaker, kita akan berupaya bagaimana melihat ini. Memang pasar dalam negeri saat ini kan masih sepi, tapi kita juga tidak tertutup kemungkinan untuk pasar di luar. Kita juga sudah kerjasama dengan TEPCO, NEDO, kemungkinan untuk ekspor green hydrogen ke luar,” jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Selasa (14/1/2025).

    Sejatinya, pihaknya sudah memiliki kerja sama dengan pihak Jepang perihal hidrogen hijau yang ada di Sulawesi Utara. Yani mengatakan bahwa nantinya hidrogen tersebut bisa dikombinasikan dengan amonia untuk mempermudah proses transportasinya.

    “Di Sulawesi Utara, kita juga sudah kerjasama dengan TEPCO, NEDO Jepang. Kemungkinan untuk hydrogen itu akan ekspor ke luar. Dan hydrogen ini juga bisa dikombinasikan dengan menjadi amonia, sehingga proses transportasinya menjadi lebih efisien,” katanya.

    Saat ini PGEO sudah memulai proyek percontohan atau pilot project pengembangan panas bumi menjadi hidrogen hingga 100 kilogram (kg) per hari di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Ulubelu.

    Ahmad Yani meyakini pasar hidrogen di dunia akan mengalami peningkatan di 2030. Maka dari itu, pihaknya merasa pengembangan hidrogen dari panas bumi menjadi peluang yang bagus.

    “Kita sudah banyak mendengar publikasi, mendengar release terkait dengan bagaimana perkembangan kebutuhan hidrogen dunia, bahkan Indonesia, dunia menyatakan tahun 2030 bakal ada peningkatan segala macamnya. Nah, apa yang kita lakukan di pertamina? Tentunya kita tidak tinggal diam untuk melihat ini,” imbuhnya.

    Sementara itu, hidrogen yang dihasilkan dari panas bumi oleh PGEO, bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG). Selain itu, untuk kebutuhan kilang dalam proses produksinya.

    “Nanti hidrogen yang dihasilkan kita akan coba deliver untuk pemenuhan SPBG yang dengan PNRE, atau waktu mungkin di kilang Plaju yang membutuhkan hidrogen. Jadi, hal yang menarik dalam pilot project yang kita lakukan, kita ada di samping membuktikan di geothermal, tapi juga ada research pengembangan di sini untuk optimisasi teknologi hidrolisis itu sendiri,” tandasnya.

    (pgr/pgr)

  • Bocoran Isi Surat Mendag ke Sri Mulyani soal Minyakita Mahal

    Bocoran Isi Surat Mendag ke Sri Mulyani soal Minyakita Mahal

    Jakarta

    Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, buka suara soal usul relaksasi biaya wajib pungut untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ia kirimkan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengatasi mahalnya harga Minyakita.

    Budi mengatakan, surat itu dikirimkan agar BUMN pangan seperti Perum Bulog dan ID FOOD dapat terus mendistribusikan Minyakita langsung kepada pengecer. Selama ini, katanya, banyak kendala distribusi Minyakita akibat wajib pungut.

    “Biaya wajib pungutan itu kan dibayar tahun depannya. Dibayar tahun depannya, langsung dipungut oleh BUMN. Sehingga, apa namanya, perusahaan ini kan harus bayar dulu. Bayar dulu baru nanti bisa dipakai lagi ke pemerintah nah ini agak ribet,” kata Budi kepada wartawan di di Gedung Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Ekspor dan Jasa Perdagangan, Jakarta, Rabu (15/1/2025).

    Melalui permohonan relaksasi biaya wajib pungut, Budi berharap penuh solusi atas tinggi harga Minyakita dapat diselesaikan. Untuk diketahui, harga eceran tertinggi (HET) Minyakita saat ini sebesar Rp 15.700 per liter.

    Sementara mengacu pada panel perdagangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga rata-rata nasional Minyakita mencapai Rp 17.518 per liter pada pukul 11.58 WIB. “Nah kami sudah bicara soal itu, mudah-mudahan segera ada solusinya biar distribusi Minyakita itu lebih bersih,” ungkapnya.

    Ketika disinggung ihwal pemangkasan jalur distribusi Minyakita, Budi menekankan tidak ada perubahan. Ia mengatakan, saat ini jalur distribusi Minyakita masih dari produsen, distributor pertama (D1), distributor kedua (D2), pengecer, dan konsumen akhir.

    “Cuma tadi yang salah satu dievaluasi itu tadi yang Wapu (wajib pungut), ya, Wapu itu maksudnya kalau wajib pungut, kalau nanti yang produsen langsung ke BUMN, ya, sudah BUMN bisa langsung ke pengecer. Jadi fungsinya itu D1 kalau BUMN itu kan nanti D1 sehingga si produsen langsung dapet hak ekspor kan,” ujarnya.

    “Namun kalau swasta kan harus D2 baru dapat hak ekspor. Nah ini untuk memperpendek ya cuman ada kendala sedikit di wapu. Tapi saya pikir gak ada masalah,” tutupnya.

    Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan mengatakan pihaknya telah mendorong BUMN pangan untuk ikut mendistribusikan Minyakita agar harga jual komoditas tersebut sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 15.700 per liter.

    Namun masih ada kendala BUMN pangan belum melakukan pendistribusian Minyakita. “Salah satu tantangan BUMN pangan agak susah melakukan distribusi Minyakita ini adalah karena mereka membutuhkan relaksasi wajib pungut” kata dia dalam rapat koordinasi inflasi dikutip dari YouTube Kemendagri, Senin (13/1/2025).

    Untuk itu, Budi Santoso mengirimkan surat kepada Sri Mulyani untuk memohon agar adanya relaksasi pungutan BUMN pangan. Surat tersebut telah dikirimkan sejak awal Januari. Kemendag mengharapkan permohonan itu dapat disetujui agar BUMN pangan ikut mendistribusikan Minyakita dengan harga jual sesuai HET.

    “Minggu lalu di awal Januari 2025, Menteri Perdagangan telah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan untuk melakukan, memohon relaksasi wajib pungut BUMN pangan. Kami anggap sekiranya ini dapat diamini Kementerian Keuangan, agar dapat memperpendek rantai distribusi yang harusnya bisa membantu kontribusi harga jual Minyakita sesuai HET,” terangnya.

    (rrd/rrd)

  • BI Rate Turun 25 Bps, Saham Big Banks Kompak Menguat

    BI Rate Turun 25 Bps, Saham Big Banks Kompak Menguat

    Jakarta, FORTUNE – Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 bps ke level 5,75 persen pada Rabu (15/1), dengan deposit facility dan lending facility masing-masing turun 25 bps ke level 5 persen dan 6,5 persen.

    Keputusan ini di luar ekspektasi pasar, yang memperkirakan BI Rate dipertahankan pada level 6 persen.

    Usai pengumuman pemangkasan suku bunga tersebut, sektor keuangan menguat 2,41 persen, yang juga diikuti dengan saham big banks yang serentak menguat.

    Saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mengalami penguatan terbesar dengan 280 poin (6,78%) ke level 4.410, dilanjutkan dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang naik 350 poin (6,48%) ke level 5.750.

    PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) melonjak 230 poin (6,05%) menuju 4.030, sementara PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menguat 250 poin (2,62%) ke level 9.775.

    Analis MNC Sekuritas, Herditya T Wicaksana, memperkirakan pemangkasan suku bunga ini ditujukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah, yang saat ini masih berada pada level Rp16.314.

    “Secara teknikal, apabila mencermati IDX Finance, terdapat peluang penguatan yg paling tidak akan menguji 1406-1417. Untuk emitennya BBCA (9800-10000), BBNI (4480-4570), BMRI (5775-5875), dan BBRI (4070-4120),” kata Herditya kepada Fortune Indonesia, Rabu (15/1).

    Sementara itu, analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan pergerakan Ihsg mengalami penguatan sangat signifikan di atas 1,6 persen menuju level 7.063,98 pada pukul 15.53, dipimpin IDXFINANCIALS yang menguat lebih dari 2,6 persen karena euforia keputusan BI tersebut. 

    “Dan apabila euforia tersebut berlanjut ke depan, maka peluang terjadinya January Effect pada 2025 ini mulai terbuka lebar,” katanya kepada Fortune Indonesia, Rabu (15/1).

    BI memandang nilai tukar rupiah masih terjaga sesuai dengan fundamental dan inflasi Indonesia yang saat ini cukup rendah, sehingga momentum ini sudah tepat untuk menerapkan rate cut demi optimalisasi pertumbuhan ekonomi domestik.  

    Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 ini diperkirakan cenderung lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, yaitu berkisar 4,7–5,5 persen, atau sedikit lebih rendah dari kisaran perkiraan sebelumnya, yakni 4,8–5,6 persen. 

    Nafan mengatakan konsumsi rumah tangga masih lemah, khususnya golongan menengah ke bawah sehubungan dengan belum kuatnya ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja. 

    Di samping itu, ekspor juga diperkirakan lebih rendah sehubungan dengan melambatnya permintaan negara-negara mitra dagang utama, kecuali Amerika Serikat (AS). Pasalnya, pada era Trump 2.0 nanti, perekonomian AS diproyeksikan tumbuh lebih kuat berkat dukungan stimulus fiskal yang meningkatkan permintaan domestik, juga kenaikan investasi terutama pada bidang teknologi, yang mendorong peningkatan produktivitas. 

    Di sisi lain, ia juga mencermati bahwa dorongan investasi swasta ternyata belum kuat karena masih lebih besarnya kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan, baik domestik maupun ekspor.