Topik: ekspor

  • Industri Kertas Protes Aturan Baru DHE, Bikin Beban Modal Bengkak

    Industri Kertas Protes Aturan Baru DHE, Bikin Beban Modal Bengkak

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mengkritisi kebijakan baru devisa hasil ekspor (DHE) yang mewajibkan eksportir komoditas sumber daya alam (SDA) menempatkan 100% hasil ekspor di bank dalam negeri. Hal ini berdampak pada kenaikan modal usaha industri kertas. 

    Aturan DHE tersebut tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang akan mulai diberlakukan pada 1 Maret 2025 bagi empat sektor, yaitu pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.

    Ketua Umum APKI Liana Bratasida mengatakan, pihaknya mendesak pemerintah untuk meninjau ulang revisi kebijakan yang semula hanya menempatkan DHE 30% dengan durasi 3 bulan, kini 100% selama 1 tahun. 

    “Jika nilai DHE yang harus ditempatkan dinaikkan menjadi 100% dengan durasi penyimpanan 12 bulan, maka beban biaya pengusaha akan meningkat signifikan. Hal ini juga mengurangi fleksibilitas pelaku usaha dalam mengelola modal kerja,” kata Liana, Jumat (24/1/2025). 

    Padahal, menurut Liana, kebijakan sebelumnya yang mewajibkan penempatan 30% DHE selama 3 bulan pun sudah memberikan tekanan besar bagi sektor ini. Dengan perubahan ini, beban biaya akan melonjak drastis.

    Kebijakan ini memberatkan industri pulp dan kertas lantaran saat ini, suku bunga pinjaman bank mencapai 9%-10% per tahun, sedangkan insentif DHE-SDA hanya sebesar 4%-5%. 

    “Ketimpangan ini menyebabkan peningkatan biaya modal hingga 5%-6%, yang sangat membebani sektor ekspor,” imbuhnya.

    APKI mengusulkan agar bunga pinjaman bank yang menggunakan jaminan DHE disesuaikan dengan bunga deposito DHE-SDA di bank dalam negeri untuk mengurangi beban biaya modal kerja bagi pengusaha.

    Dalam hal ini, dia juga menilai bahwa kebijakan DHE tidak relevan bagi industri pulp dan kertas karena tidak termasuk dalam kategori ‘kehutanan’ atau memanfaatkan SDA sebagaimana dimaksud dalam peraturan tersebut.

    Adapun, bahan baku industri pulp dan kertas berasal dari hutan tanaman industri (HTI), yang merupakan investasi berbasis keberlanjutan. HTI tidak memanfaatkan sumber daya alam dari hutan alam, melainkan ditanam, dikelola, dan dipanen oleh industri sendiri dalam siklus yang terencana. 

    Selain itu, industri ini juga menggunakan kertas daur ulang (KDU) sebagai bahan baku, sejalan dengan penerapan prinsip ekonomi sirkular.

    “Oleh karena itu, industri pulp dan kertas tidak seharusnya dimasukkan ke dalam kategori sektor ‘kehutanan’ yang diatur dalam PP 36/2023,” terangnya. 

    Liana menegaskan bahwa karakteristik bahan baku dan pengelolaannya sangat berbeda dengan pemanfaatan sumber daya alam pada sektor kehutanan yang dimaksud dalam peraturan tersebut.

    Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah untuk mengevaluasi ketentuan dalam Pasal 5 PP No. 36 Tahun 2023 dan memastikan bahwa industri pulp dan kertas dikecualikan dari kewajiban retensi DHE-SDA.

    “HTI adalah hutan berbasis investasi yang berkelanjutan dan tidak tergolong sebagai eksploitasi sumber daya alam hutan. Dengan demikian, industri pulp dan kertas tidak seharusnya diperlakukan sama dengan sektor kehutanan dalam PP 36/2023,” jelasnya.

    APKI berharap kebijakan ini dapat dirancang secara lebih komprehensif agar tidak menghambat daya saing ekspor nasional.

    “Kami mendukung langkah pemerintah menjaga stabilitas ekonomi, tetapi kebijakan ini perlu diselaraskan dengan kondisi industri agar tidak menjadi beban tambahan bagi pengusaha yang justru menjadi motor penggerak ekspor nasional,” pungkasnya. 

  • Bebani Pengusaha, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Perubahan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor – Halaman all

    Bebani Pengusaha, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Perubahan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mendesak Pemerintah untuk meninjau ulang perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang akan mulai diberlakukan pada 1 Maret 2025.

    Revisi PP 36/2023 mewajibkan pelaku usaha di empat sektor, yaitu pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, untuk menempatkan dari 30 persen menjadi 100 persen nilai ekspor di bank dalam negeri dengan durasi penyimpanan dari 3 bulan menjadi 12 bulan.

    APKI menilai bahwa kebijakan ini tidak relevan bagi industri pulp dan kertas, yang sebenarnya tidak termasuk dalam kategori “kehutanan” atau memanfaatkan sumber daya alam (SDA) sebagaimana dimaksud dalam peraturan tersebut.

    Ketua Umum APKI Liana Bratasida, menekankan bahan baku industri pulp dan kertas berasal dari Hutan Tanaman Industri (HTI), yang merupakan investasi berbasis keberlanjutan. HTI tidak memanfaatkan sumber daya alam dari hutan alam, melainkan ditanam, dikelola, dan dipanen oleh industri sendiri dalam siklus yang terencana. Selain itu, industri ini juga menggunakan Kertas Daur Ulang (KDU) sebagai bahan baku, sejalan dengan penerapan prinsip ekonomi sirkular.

    “Oleh karena itu, industri pulp dan kertas tidak seharusnya dimasukkan ke dalam kategori sektor ‘kehutanan’ yang diatur dalam PP 36/2023. Karakteristik bahan baku dan pengelolaannya sangat berbeda dengan pemanfaatan sumber daya alam pada sektor kehutanan yang dimaksud dalam peraturan tersebut,” jelas Liana.

    Dampak Kebijakan terhadap Industri

    Kebijakan baru ini dinilai berpotensi memberatkan industri pulp dan kertas. “Jika nilai DHE yang harus ditempatkan dinaikkan menjadi 100 persen dengan durasi penyimpanan 12 bulan, maka beban biaya pengusaha akan meningkat signifikan. Hal ini juga mengurangi fleksibilitas pelaku usaha dalam mengelola modal kerja,” ungkap Liana.

    Ia juga menyoroti bahwa kebijakan sebelumnya, yang hanya mewajibkan penempatan 30 persen DHE selama 3 bulan, sudah memberikan tantangan besar bagi sektor ini. Dengan perubahan ini, beban biaya akan melonjak drastis.

    “Saat ini, suku bunga pinjaman bank mencapai 9 persen-10 persen per tahun, sedangkan insentif DHE-SDA hanya sebesar 4 persen-5 persen. Ketimpangan ini menyebabkan peningkatan biaya modal hingga 5 persen-6 persen, yang sangat membebani sektor ekspor,” tambahnya.

    APKI meminta pemerintah untuk mengevaluasi ketentuan dalam Pasal 5 PP No. 36 Tahun 2023 dan memastikan bahwa industri pulp dan kertas dikecualikan dari kewajiban retensi DHE-SDA.

    “HTI adalah hutan berbasis investasi yang berkelanjutan dan tidak tergolong sebagai eksploitasi sumber daya alam hutan. Dengan demikian, industri pulp dan kertas tidak seharusnya diperlakukan sama dengan sektor kehutanan dalam PP 36/2023,” tegas Liana.

    Selain itu, APKI mengusulkan agar bunga pinjaman bank yang menggunakan jaminan DHE disesuaikan dengan bunga deposito DHE-SDA di bank dalam negeri untuk mengurangi beban biaya modal kerja bagi pengusaha.

    APKI berharap kebijakan ini dapat dirancang secara lebih komprehensif agar tidak menghambat daya saing ekspor nasional.

    “Kami mendukung langkah pemerintah menjaga stabilitas ekonomi, tetapi kebijakan ini perlu diselaraskan dengan kondisi industri agar tidak menjadi beban tambahan bagi pengusaha yang justru menjadi motor penggerak ekspor nasional,” tutup Liana.

  • RI Disebut Coba Tunda Beberapa Ekspor LNG Demi Kebutuhan Dalam Negeri

    RI Disebut Coba Tunda Beberapa Ekspor LNG Demi Kebutuhan Dalam Negeri

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia disebut tengah berupaya untuk menunda ekspor sejumlah kargo liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair. Hal ini dilakukan lantaran kondisi permintaan energi domestik yang meningkat.

    Dikutip dari Bloomberg, Jumat (24/1/2026), sumber yang mengetahui isu itu menyebut bahwa pemerintah telah meminta eksportir untuk menahan pengiriman terjadwal tahun ini. Bahkan, salah satu informan tersebut mengatakan penundaan ekspor diminta berlaku hingga 2026.

    Sumber lainnya menyebut bahwa Indonesia mungkin perlu menahan sekitar 50 pengiriman LNG untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Adapun, menurut Ship-tracking Data, ekspor LNG Indonesia tahun lalu mencapai 300 kargo.

    Sebagai eksportir LNG terbesar keenam di dunia, Indonesia disebut sebagai pemasok yang masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan domestik sehingga menghambat pasokan LNG di pasar global.

    Pada saat yang sama, Mesir yang juga merupakan eksportir LNG kini mengimpor LNG untuk menutupi produksi yang menurun. Di sisi lain, Malaysia tengah mempertimbangkan untuk menerima lebih banyak pengiriman.

    Saat dikonfirmasi Bisnis terkait kabar tersebut melalui pesan singkat, Sekjen Kementerian ESDM Dadan Kusdiana tak menanggapi hingga berita ini diturunkan.

    Diberitakan Bisnis sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberi sinyal kemungkinan untuk menutup keran ekspor gas demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

    Opsi tersebut disampaikannya langsung di hadapan Presiden Prabowo Subianto saat seremoni peresmian proyek strategis ketenagalistrikan di PLTA Jatigede, Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1/2025). 

    Bahlil menyampaikan bahwa kementeriannya tengah mendorong prioritas penggunaan gas bumi dari blok-blok garapan kontraktor untuk diserap sepenuhnya di dalam negeri. Dia menambahkan, keran ekspor gas dibuka bila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.

    “Pak Presiden agar kita tidak defisit terhadap konsumsi kita, saya minta izin dalam perencanaan kami ke depan seluruh konsesi-konsesi gas yang ada di Indonesia kami prioritas kebutuhan dalam negeri,” ujar Bahlil.

    Bahlil menuturkan, alokasi gas domestik itu bakal diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dan program hilirisasi industri. 

    Prioritas alokasi gas untuk dalam negeri ini tak lepas dari meningkatnya kebutuhan gas yang signifikan selama periode 2025-2030. Selama 5 tahun mendatang, kebutuhan gas untuk memenuhi sektor pembangkit mencapai 1.741 billion British thermal unit per day (BBtud). Kebutuhan gas diproyeksikan naik ke level 2.695 BBtud pada 2034 mendatang. 

    “Kalau kita belum cukup, mohon maaf Bapak Presiden, atas arahan Bapak Presiden kami belum mengizinkan untuk ekspor, tapi kalau kebutuhan dalam negeri sudah cukup kita akan melakukan ekspor,” kata dia. 

  • KKP perkuat perlindungan pekerja kapal perikanan

    KKP perkuat perlindungan pekerja kapal perikanan

    Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan akan memasukkan unsur perekrutan di dalamnya

    Denpasar (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat perlindungan pekerja kapal perikanan guna memastikan kesejahteraan dan kepastian hukum sehingga dapat menekan pelanggaran ketenagakerjaan.

    “Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan akan memasukkan unsur perekrutan di dalamnya,” kata Tenaga Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Perlindungan Nelayan dan Awak Perikanan Mohamad Abdi Suhufan di sela rapat koordinasi forum daerah perlindungan pekerja perikanan dan nelayan di Denpasar, Bali, Jumat.

    Tak hanya merevisi peraturan menteri, lanjut dia, aturan di atasnya yakni berupa Undang-Undang Perikanan juga akan direvisi yang memuat perlindungan awak kapal, rekrutmen, pengupahan hingga mengatur jaminan sosial.

    Dalam kesempatan itu ia memaparkan perekrutan awak kapal perikanan harus melalui agen berizin.

    Tujuannya memastikan perekrutan awak kapal perikanan itu sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan pemilik kapal.

    Saat ini, lanjut dia, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP dan Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah meneken kerja sama sinergi tata kelola ketenagakerjaan bidang perikanan tangkap.

    Kerja sama itu mencakup penguatan kelembagaan perekrutan awak kapal perikanan untuk penempatan dalam negeri, sosialisasi dan edukasi, koordinasi penggunaan tenaga kerja asing dan pertukaran data dan informasi.

    Kemudian ada juga perjanjian kerja sama antara Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Keselamatan, dan Kesehatan Kerja (K3) Kemnaker tentang pembinaan dan pengawasan untuk meningkatkan perlindungan K3.

    “Kerja sama itu lebih memberi arah bagaimana pengawasan pekerja laut dilakukan dan bagaimana memastikan kondisi kerja bisa layak,” katanya.

    Ia pun mengharapkan Provinsi Bali dapat menjadi percontohan mengingat perikanan tangkap dalam bentuk komoditas tuna terbesar dihasilkan dari Pulau Dewata yang sudah menembus pasar ekspor.

    “Ini citra Bali di dunia internasional bahwa Bali sudah menerapkan tata kelola perlindungan awak kapal perikanan maksimal dan ini bisa menjadi kampanye positif bagi produk perikanan Bali di dunia,” imbuh Abdi yang sebelumnya merupakan Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) itu.

    Sementara itu, terkait pengupahan pihaknya terbuka menerima masukan terkait pendapatan yang diterima awak kapal perikanan.

    Pengupahan, lanjut dia, berada di ranah pemerintah daerah yang berperan menentukan besaran upah bersama organisasi pengusaha dan serikat pekerja/buruh.

    Ada pun salah satu usul yang menjadi perhatian, lanjut dia, adanya formulasi baru yang lebih khusus untuk pekerja kapal perikanan yang berbeda dengan upah pekerja di darat dan mempertimbangkan risiko kerja dan jam kerja.

    Perhatian terhadap perlindungan pekerja perikanan saat ini semakin meningkat oleh dunia internasional yang dapat dicermati dari penambahan indikator aspek sosial dalam penilaian peningkatan perikanan (FIP).

    Penilaian aspek sosial itu dilakukan untuk mengatasi isu hak asasi manusia dan tenaga kerja yang berpotensi terjadi dan dialami industri perikanan dalam menjalankan usaha.

    Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2025

  • KKP tingkatkan perlindungan hiu-pari lewat kolaborasi internasional

    KKP tingkatkan perlindungan hiu-pari lewat kolaborasi internasional

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkolaborasi dengan pihak internasional untuk meningkatkan upaya perlindungan terhadap spesies penting terutama hiu dan pari.

    Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Dirjen PKRL) KKP Victor Gustaaf Manoppo mengatakan bahwa kolaborasi dalam pengelolaan hiu dan pari sangat penting karena biota ini tidak hanya memiliki peran ekologi namun juga bermigrasi melintasi perairan antarnegara.

    “Ini menjadi tantangan global yang membutuhkan respons lintas batas,” kata Victor dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

    Dia menyampaikan bahwa KKP telah resmi meluncurkan program strategis “Penguatan Kapasitas Indonesia untuk Mengurangi Perdagangan Hiu dan Pari Ilegal”.

    Program tersebut hasil kolaborasi dengan Yayasan Rekam Nusantara, Centre for Environment, Fisheries and Aquaculture Science (CEFAS) Inggris, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Liverpool John Moores University, dengan dukungan pendanaan dari IWT Challenge Fund Pemerintah Inggris.

    Menurut Victor, KKP telah menetapkan perlindungan penuh untuk spesies penting seperti hiu paus, hiu berjalan, pari manta, pari gergaji, pari kei, dan pari sungai.

    Sebanyak 28 kawasan konservasi seluas 5,75 juta hektar telah didedikasikan untuk melindungi hiu dan pari sebagai bagian dari komitmen strategis KKP.

    Lebih lanjut Victor menjelaskan program tersebut menekankan tiga aspek utama yaitu legalitas, ketelusuran, dan keberlanjutan.

    “Melalui langkah ini diharapkan dapat memperkuat kelembagaan dan memberikan rekomendasi strategis untuk pengelolaan hiu dan pari secara berkelanjutan di Indonesia,” ucap Victor.

    Ia menambahkan, peluncuran program tersebut menegaskan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dalam memprioritaskan konservasi laut sebagai strategi nasional untuk menjaga kelestarian ekosistem perairan dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

    Sementara itu, Ketua Yayasan Rekam Nusantara Irfan Yulianto juga menyebutkan bahwa pendekatan berbasis riset, peningkatan kapasitas masyarakat, dan teknologi inovatif akan menjadi elemen kunci dalam program ini.

    “Kami ingin membangun kolaborasi yang kuat dengan berbagai pemangku kepentingan demi keberhasilan konservasi,” kata Irfan.

    Dukungan juga datang dari Pemerintah Inggris. Perwakilan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Amanda McLoughlin, mengapresiasi komitmen Indonesia sebagai negara perikanan terbesar dan produsen hiu terbanyak ke-8 di dunia.

    “Kami mendukung penuh program ini melalui pendanaan dan kerja sama erat dalam konservasi hiu dan pari,” ujar McLoughlin.

    Sementara, Marine Wildlife Trade and Bycatch Lead CEFAS, Joanna Murray, menerangkan bahwa proyek itu akan mencakup beberapa fokus utama seperti melibatkan sektor swasta untuk meningkatkan kepatuhan, dan mengembangkan program peningkatan kapasitas bagi pemerintah.

    Selanjutnya, sektor swasta, dan masyarakat terkait identifikasi spesies hiu, mitigasi tangkapan sampingan, dan pengumpulan data, standardisasi pengumpulan data untuk mendukung keberlanjutan perikanan lokal dan ekspor dan mengembangkan generasi ahli hiu Indonesia melalui program beasiswa PhD.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Bea Cukai Malang fasilitasi ekspor pellet kayu ke Korea Selatan

    Bea Cukai Malang fasilitasi ekspor pellet kayu ke Korea Selatan

    Malang, Jawa Timur (ANTARA) – Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Malang memfasilitasi ekspor perdana produk pellet kayu dari salah satu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) setempat dengan tujuan Korea Selatan.

    Kantor Kepala Kantor Bea Cukai Malang Gunawan Tri Wibowo di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat, mengatakan pada tahap awal total pellet kayu yang dilepas ke pasar Korea Selatan sebanyak satu kontainer dengan nilai devisa ekspor 2.700 dolar Amerika Serikat atau Rp43.578.810.

    “Produk wood pellet sebanyak satu kontainer ke negara tujuan Korea Selatan. Lalu, untuk nilai devisa ekspornya 2.700 dolar Amerika Serikat,” katanya.

    Gunawan menjelaskan pengiriman pellet kayu ke Korea Selatan menjadi rangkaian dari ekspor produk serupa dengan total mencapai 300 kontainer.

    “Dalam dua bulan dengan total nilai devisa ekspor sebesar 810 ribu dolar Amerika Serikat (sekitar Rp13 miliar),” ujarnya.

    Pelepasan produk pellet kayu ke Korea Selatan menjadi bagian dari pemenuhan permintaan pasar. Sebab, serbuk kayu tersebut dapat dimanfaatkan untuk menjadi bahan bakar alternatif ramah lingkungan, pemanas ruangan dan energi penghasil listrik.

    Selain itu, produk tersebut juga berguna untuk memenuhi sumber energi rumah tangga, salah satunya keperluan memasak untuk pemanggangan dan pengasapan.

    Melalui kolaborasi Bea Cukai, lembaga pemerintahan dan swasta dalam pembinaan UMKM setempat, produk pellet kayu tersebut dapat menembus pasar global.

    Sementara itu, Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Malang Dwi Prasetyo Rini menuturkan ekspor pellet kayu merupakan salah satu bentuk komitmen pihaknya dalam mendukung kemajuan iklim UMKM di daerah setempat.

    “Dengan adanya kegiatan pelepasan ekspor ini menunjukkan bahwa UMKM memiliki potensi yang besar untuk menembus pasar internasional,” katanya.

    Pihaknya akan terus memaksimalkan upaya peningkatan kualitas berbagai produk yang dikembangkan oleh UMKM.

    “Klinik Ekspor Bea Cukai Malang siap memberikan pendampingan kepada UMKM agar berhasil merealisasikan ekspornya,” ujarnya.

    Pewarta: Ananto Pradana
    Editor: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pemerintah Bahas Perluas Pasar UMKM ke Kancah Global

    Pemerintah Bahas Perluas Pasar UMKM ke Kancah Global

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melakukan pertemuan dengan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Erick mengungkapkan, pertemuan ini membahas upaya Pemerintah khususnya sinergi antara Kementerian BUMN dan Kemendag, untuk mendorong kinerja dan perluasan pasar para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Erick berharap banyak UMKM yang melakukan kegiatan ekspor terhadap produk-produk yang dibuatnya.

    “Kami melihat potensi dari sinergi BUMN dengan Pak Mendag Budi, terutama bagaimana UMKM bisa go internasional ini kita coba maksimalkan,” ungkap Erick Thohir di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Erick Thohir mengungkapkan, saat ini perusahaan pelat merah yang berada di bawah naungannya, masing-masing memiliki program kemitraan untuk para pelaku UMKM. Mitra binaan BUMN ini diperkirakan angkanya mencapai ribuan.

    Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan UMKM agar menjadi tangguh dan mandiri sekaligus memberikan multiplier effect bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat

    Pola pendampingan, pembinaan, pelatihan yang terarah serta pemberian fasilitas promosi, merupakan salah satu cara dalam mendampingi mitra binaan untuk berkembang.

    “Akses dari pasar UMKM ke depan tadi Pak Mendag memberikan arahan mungkin bisa dibawa ke internasional,” tukas Erick.

    Dalam kesempatan yang sama, Mendag Budi Santoso mengungkapkan, pihaknya memiliki program Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM Bisa Ekspor). Program yang digagasnya ini bagian tindak lanjut percepatan ekspor oleh UMKM.

    Diketahui, Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada 2029. Untuk mengakselerasi itu, Kemendag membidik ekspor nasional dapat tumbuh 7,1% pada 2025 hingga 9,6% pada 2029. Salah satu upayanya, yaitu melalui program UMKM Bisa Ekspor.

    Mendag menyampaikan, program UMKM Bisa Ekspor merupakan upaya mendorong lebih banyak UMKM untuk menjadi eksportir sehingga dapat memberi kontribusi bagi perekonomian nasional.

    Adapun, kerja sama ini bakal membuat UMKM dapat melakukan ekspor produknya ke berbagai negara. Hal ini juga bisa memanfaatkan atase atau pihak perdagangan dari Kemendag di berbagai negara.

    “Kita minta support, dukungan dari kementerian BUMN agar UMKM yang siap ekspor ini bisa berkolaborasi dengan program kami, UMKM bisa ekspor ini karena kita mempunyai perwakilan atase di 33 negara,” pungkasnya dalam menanggapi perluasan pasar UMKM di kancah global.
     

  • Insentif Kebijakan DHE SDA Perkuat Stabilitas Ekonomi dan Dunia Usaha

    Insentif Kebijakan DHE SDA Perkuat Stabilitas Ekonomi dan Dunia Usaha

    Jakarta Beritasatu.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambut baik langkah pemerintah yang telah menyiapkan insentif bagi dunia usaha seiring dengan diberlakukannya kebijakan penempatan sebesar 100% devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) di Indonesia minimal selama satu tahun.

    Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan,  insentif ini menunjukkan kepekaan pemerintah terhadap masukan dunia usaha yang sebelumnya mengemukakan berbagai tantangan dan usulan, termasuk dalam hal DHE yang dikonversi ke mata uang rupiah, sehingga dapat menjadi pengurang dalam besaran porsi kewajiban penempatan DHE.

    “Insentif yang telah disiapkan oleh pemerintah adalah bentuk perhatian terhadap kebutuhan pelaku usaha untuk menjaga kelangsungan operasional saat kebijakan tersebut diimplementasikan nantinya,” ucap Shinta dalam pernyataan resmi yang diterima pada Jumat (24/1/2025).

    Kebijakan ini telah menjadi perhatian besar bagi dunia usaha, mengingat potensi dampak yang dapat ditimbulkan terhadap modal kerja para pelaku usaha di sektor terdampak. Oleh karena itu, beberapa langkah yang telah disiapkan pemerintah diharapkan dapat memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha untuk tetap beroperasi secara optimal.

    “Kami mengapresiasi langkah pemerintah dalam menyeimbangkan kebutuhan stabilitas makroekonomi dengan keberlanjutan usaha, sehingga harapannya kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan lebih adil dan efektif,” tutur Shinta.

    Lebih lanjut, selain bahas soal DHE SDA, Apindo berharap adanya dialog yang berkelanjutan untuk meninjau sektor-sektor tertentu yang membutuhkan penyesuaian kebijakan jika dibutuhkan nantinya, seperti sektor perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pertanian.

    Sektor-sektor tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda dan menghadapi tantangan spesifik yang memerlukan perhatian khusus agar daya saing sektoral tidak terganggu.

    Apindo juga menekankan pentingnya pengawalan terhadap pelaksanaan kebijakan ini agar insentif yang diberikan dapat berdampak dengan efektif dan memastikan bahwa seluruh pelaku usaha dapat terus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional tanpa merasa terbebani oleh kebijakan tersebut.  

    Dalam hal ini, Apindo bersama dengan asosiasi sektor lainnya berkomitmen untuk aktif memantau, mengawal, dan memberikan masukan kepada pemerintah guna memastikan kebijakan DHE SDA membawa manfaat bagi semua pihak.

  • UMKM Indonesia Siap Mendunia Lewat BRI UMKM EXPO(RT) 2025

    UMKM Indonesia Siap Mendunia Lewat BRI UMKM EXPO(RT) 2025

    Jakarta: BRI UMKM EXPO(RT) 2025 kembali hadir untuk mendukung UMKM Indonesia melangkah lebih jauh ke pasar global. 
     
    Acara ini akan berlangsung pada 30 Januari hingga 2 Februari 2025 di ICE BSD City, Nusantara Hall 5, 6, dan 7, dengan tema “Broadening MSME’s Global Outreach”.
     
    Acara ini merupakan wujud nyata dari komitmen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dalam mengangkat potensi UMKM Tanah Air. Bukan sekadar pameran, BRI UMKM EXPO(RT) menjadi platform strategis untuk mempertemukan pelaku UMKM dengan pasar internasional, membuka peluang kolaborasi, dan meningkatkan daya saing mereka di tingkat global.

    Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan tujuan dari BRI UMKM EXPO(RT) 2025 adalah untuk mendukung peningkatan kapasitas UMKM Indonesia, mendorong mereka naik kelas, dan membuka peluang ekspor produk berkualitas ke pasar internasional.
     
    “Dengan membuka akses UMKM ke pasar global, kita dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja produktif, meningkatkan daya saing Indonesia, serta memperkuat perekonomian nasional,” ujar Sunarso di Menara BRILiaN, Jumat, 24 Januari 2025.
     

    Kesempatan emas bagi UMKM terbaik Indonesia
    Tahun ini, sebanyak 1.000 UMKM unggulan telah lolos seleksi ketat dari 3.006 pendaftar. Mereka akan memamerkan produk-produk terbaik dalam lima kategori utama yaitu Home Decor & Craft, Food & Beverage, Accessories & Beauty, Fashion & Wastra, serta Healthcare & Wellness. Setiap kategori menawarkan keunikan yang mencerminkan keragaman budaya dan kreativitas Indonesia.

    Mendukung ekonomi berbasis rakyat
    Sebagai bagian dari upaya mendukung ekonomi inklusif, BRI juga akan menggelar BRI Microfinance Outlook 2025. Forum internasional ini mengusung tema “Empowering the People’s Economy: A Pillar for Achieving Inclusive and Sustainable Growth” dan akan menghadirkan pembicara terkemuka, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani, Chief Economist ADB Albert Francis Park, hingga peraih Nobel Ekonomi Paul Romer.
     
    Seminar ini akan menjadi wadah diskusi tentang strategi pemberdayaan UMKM sebagai motor penggerak ekonomi berbasis rakyat. 
     
    Dengan pandangan dari para ahli, acara ini diharapkan mampu memperkuat peran UMKM dalam pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
     

    Teknologi sebagai kunci kemajuan UMKM
    Selain itu, dukungan BRI terhadap UMKM juga terlihat dari pengembangan ekosistem digital, seperti BRImo dan Qlola, yang mempermudah transaksi bisnis.
     
    Menurut Diana Nazir, seorang desainer interior sekaligus kurator, teknologi ini membantu pelaku usaha fokus pada pengembangan produk tanpa terbebani hal teknis.
     
    “Ekosistem digital BRI memudahkan kami dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Semua jadi lebih efisien dan praktis,” ujar dia. 
     
    Hal serupa disampaikan Dimas Wibisono, Operational Director Djalin Design, yang merasakan dampak positif dari layanan ini.
     
    Seperti diketahui, BRI UMKM EXPO(RT) telah mencatatkan prestasi luar biasa di tahun-tahun sebelumnya. Pada 2023, nilai kesepakatan bisnis yang tercapai mencapai USD81,3 juta, melibatkan 86 pembeli dari 30 negara. 
     
    Angka ini jauh melampaui pencapaian di tahun-tahun awal, menunjukkan peningkatan signifikan setiap tahunnya.
     
    Dengan semangat baru, inovasi, dan dukungan penuh dari berbagai pihak, BRI UMKM EXPO(RT) 2025 diharapkan tidak hanya menjadi ajang pameran, tetapi juga motor penggerak bagi UMKM Indonesia untuk terus naik kelas dan menjadi pemain global yang diperhitungkan.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Wamen ESDM sebut tak ada kenaikan royalti nikel jadi 15 persen

    Wamen ESDM sebut tak ada kenaikan royalti nikel jadi 15 persen

    Kayaknya tidak ada kenaikan

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan tidak ada kenaikan royalti nikel dari 10 persen menjadi 15 persen, sebagaimana yang dikhawatirkan oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI).

    “Kayaknya tidak ada kenaikan,” ucap Yuliot ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat.

    Selain Yuliot, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Julian Ambassadur Shiddiq menyampaikan belum mendengar perihal kenaikan royalti nikel dari 10 persen menjadi 15 persen.

    “Saya belum dapat infonya, karena nggak di saya. Saya tidak ikut, jadi belum tau,” ucap Julian ketika ditemui setelah menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, di Jakarta, Kamis (23/1).

    Pernyataan tersebut disampaikan ketika merespons pernyataan Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey yang mengungkap kabar soal kenaikan royalti nikel dari 10 persen menjadi 15 persen.

    Kabar tersebut disampaikan oleh Meidy dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ketika membahas ihwal Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) di Jakarta, Rabu (22/1).

    “Kemarin kami dapat isu lagi, royalti yang tadi saya sebut 10 persen akan naik 15 persen,” kata Meidy.

    Menurut dia, kenaikan royalti tersebut akan memberatkan para penambang nikel. Selain itu, kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) sebesar 100 persen juga dirasa memberatkan para penambang nikel.

    Meidy menyampaikan, biaya produksi yang semakin tinggi dan harga nikel yang semakin turun menyebabkan penambang nikel tidak mau produksi.

    “Tambang yang dapat RKAB nggak mau produksi. Kenapa? Karena biaya produksi naik, tetapi penjualannya semakin turun,” kata dia.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025