Topik: ekspor

  • Negara Tetangga RI Diambang Krisis, Tanda-Tandanya Terlihat dari Mobil

    Negara Tetangga RI Diambang Krisis, Tanda-Tandanya Terlihat dari Mobil

    Jakarta, CNBC Indonesia – Negara tetangga Thailand dikabarkan diambang krisis. Sebab negara tersebut memiliki tanda-tanda pelemahan ekonomi Thailand. Berita ini menjadi salah satu yang banyak dibaca di CNBC Indonesia pada Oktober 2024. Hal ini berkaitan dengan produksi mobil yang ada di Negeri Gajah Putih itu.

    Mengutip Federasi Industri Thailand mengatakan bahwa produksi mobil di Thailand turun 25,48% pada September secara year-on-year (yoy). Ini juga merupakan pendalaman penurunan produksi setelah pada Agustus lalu produksi melemah 20,56% secara yoy.

    “Penjualan mobil domestik turun 37,11% menjadi 117.000 unit pada bulan September,” kata juru bicara divisi otomotif federasi, Surapong Paisitpattanapong, dalam sebuah konferensi pers dikutip Reuters.

    “Ekspor turun 10,83% pada bulan September dari tahun sebelumnya karena masalah ekonomi di antara mitra dagang dan dampak konflik di Timur Tengah,” tambahnya.

    Thailand adalah pusat produksi mobil terbesar di Asia Tenggara. Negara ini juga merupakan basis ekspor bagi beberapa produsen mobil terkemuka dunia, termasuk Toyota dan Honda.

    Sebelumnya pada September, Federasi Industri Thailand juga telah memangkas target penjualan kendaraan domestiknya untuk tahun ini sebanyak 200.000 unit menjadi 550.000. Dikatakan bahwa utang rumah tangga yang tinggi dan aturan pinjaman yang lebih ketat telah memukul permintaan.

    Mengutip Channel News Asia (CNA), mengacu pada survei dari University of the Thai Chamber of Commerce pada September ditemukan bahwa rata-rata utang per rumah tangga adalah 606.378 baht (Rp 276 juta), naik 8,4% dari tahun sebelumnya. itu adalah tingkat utang rata-rata tertinggi sejak survei dimulai pada tahun 2009.

    Sebenarnya, ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara ini tumbuh 2,3% pada kuartal kedua (Q2) 2024 yoy. Terjadi peningkatan pertumbuhan 1,6% dari kuartal sebelumnya.

    Namun, secara kuartal ke kuartal (qtq), ekonomi Thailand melambat menjadi 0,8% pada Q2 ini. Padahal sebelumnya ada ekspansi 1,2% di Januari hingga Maret.

    Kementerian Keuangan sendiri memprediksi pertumbuhan ekonomi sebesar 2,7% untuk tahun 2024. Tahun lalu, pertumbuhan Thailand hanya 1,9%, tertinggal dari negara-negara tetangga.

    (ayh/ayh)

  • BBN Bioethanol Masuk PSN, Pemerintah Diminta Sungguh-sungguh Menggarapnya – Page 3

    BBN Bioethanol Masuk PSN, Pemerintah Diminta Sungguh-sungguh Menggarapnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Bioethanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Pemerintah pun diharapkan serius mendorong penggunaan bahan bakar energi ini.

    Direktur Eksektif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, penetapan PSN membutuhkan keseriusan pemerintah.

    “Perlu keseriusan Pemerintah. Hal yang utama adalah Pemerintah harus melakukan intervensi pengadaan feedstock (bahan baku),” ujar dia melansir Antara di Jakarta, Minggu (26/1/2024).

    Menurut dia, dengan ditetapkannya bioethanol sebagai salah satu PSN, maka pemerintah harus bersedia melakukan intervensi di bidang bahan baku.

    Kesungguhan pemerintah sangat dibutuhkan karena terdapat tiga tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan bioethanol sebagai sumber energi nabati.

    Tantangan pertama, tanaman yang menjadi sumber bahan baku bioethanol di Indonesia sangat sedikit jika dibandingkan kelapa sawit sehingga pengembangan biodiesel B40 lebih mudah dan cepat, karena tinggal menghitung, berapa banyak untuk BBN dan berapa yang untuk ekspor.

    Hal itulah yang membedakan dengan bioethanol. Ethanol dihasilkan dari tanaman juga seperti tebu, jagung, sorgum maupun singkong. Masalahnya, feedstock-nya tidak cukup,” katanya.

    Ia menyebutkan gula saat ini masih impor sedangkan untuk ethanol diambil molasenya juga tidak cukup dengan bahan baku yang ada.

    Tantangan kedua, untuk menghasilkan ethanol dengan standar fuelgrade juga tidak mudah karena yang dibutuhkan adalah ethanol 99 persen dan untuk menghasilkan ethanol fuelgrade tetap membutuhkan intervensi Pemerintah.

     

  • Meredam guncangan ekonomi dengan alokasi efektif belanja negara

    Meredam guncangan ekonomi dengan alokasi efektif belanja negara

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keterangan saat konferensi pers APBN Kita di Kemenkeu, Jakarta, Senin (6/1/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz

    Meredam guncangan ekonomi dengan alokasi efektif belanja negara
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 26 Januari 2025 – 14:23 WIB

    Elshinta.com – Belanja negara memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Di Indonesia, peran belanja negara semakin penting dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan domestik yang tidak menentu. Belanja negara berfungsi sebagai shock absorber (penyerap guncangan ekonomi) yang dapat meredam dampak dari krisis ekonomi, serta sebagai agent of development (agen pembangunan) yang mendorong pertumbuhan dan pemerataan pembangunan.

    Dalam konteks Indonesia, dengan dinamika ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas, krisis global, dan tantangan sosial lainnya, belanja negara menjadi instrumen yang sangat vital untuk menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Sebagai shock absorber, belanja negara berfungsi untuk menanggulangi dampak dari guncangan ekonomi, baik yang disebabkan oleh faktor internal (seperti krisis moneter atau bencana alam) maupun eksternal (seperti resesi global atau fluktuasi harga komoditas). Dalam situasi krisis, belanja negara dapat berperan untuk meredam dampak negatif yang timbul, menjaga stabilitas ekonomi, serta melindungi sektor-sektor yang rentan, seperti masyarakat miskin dan sektor riil.

    Peran saat krisis ekonomi

    Indonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya, seringkali terpapar guncangan ekonomi global. Misalnya, pada krisis ekonomi global 2008 dan dampak pandemi COVID-19 pada 2020. Pada kedua peristiwa ini, pemerintah Indonesia mengandalkan belanja negara sebagai instrumen untuk meredam dampak ekonomi yang besar.

    Saat krisis keuangan global pada 2008, Indonesia mengalami penurunan permintaan ekspor, pengurangan investasi asing, serta tekanan terhadap sektor perbankan. Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah meningkatkan belanja negara melalui program stimulus fiskal, seperti belanja infrastruktur dan peningkatan belanja sosial.

    Pada tahun 2009, pemerintah Indonesia mengalokasikan Rp73,3 triliun untuk program stimulus, yang mencakup sektor konstruksi dan bantuan sosial untuk masyarakat miskin.

    Pandemi global yang dimulai pada 2020 juga memberikan dampak besar pada ekonomi Indonesia. Pemerintah meningkatkan alokasi belanja negara untuk mengatasi krisis kesehatan dan sosial-ekonomi. Anggaran untuk sektor kesehatan dan perlindungan sosial meningkat tajam.

    Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, pemerintah mengalokasikan Rp 695,2 triliun untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Ini termasuk bantuan langsung tunai (BLT) untuk masyarakat yang terdampak, serta insentif untuk sektor usaha.

    Sebagai shock absorber, belanja negara memiliki beberapa dampak positif, antara lain mampu menjaga permintaan domestik, menstabilkan pasar tenaga kerja, serta mengurangi ketidakpastian ekonomi. Selama krisis, belanja negara dapat menjaga permintaan domestik yang turun akibat pengurangan konsumsi oleh sektor swasta dan masyarakat. Misalnya, belanja sosial dan transfer ke daerah dapat memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga.

    Program-program perlindungan sosial yang dibiayai oleh belanja negara, seperti bantuan sosial atau program padat karya, dapat mencegah lonjakan pengangguran dan menjaga stabilitas sosial. Peningkatan belanja pemerintah pada sektor-sektor penting seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan juga dapat meredam ketidakpastian ekonomi dan menjaga pertumbuhan jangka panjang.

    Agen pembangunan

    Sebagai agen pembangunan, belanja negara digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Belanja negara dalam bentuk investasi pada infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan riset akan memperkuat fondasi ekonomi negara, menciptakan lapangan pekerjaan, serta meningkatkan daya saing dan produktivitas jangka panjang.

    Belanja negara yang difokuskan pada pembangunan infrastruktur menjadi salah satu pilar utama dalam mendorong pembangunan ekonomi Indonesia. Infrastruktur yang baik tidak hanya mendukung kegiatan ekonomi tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketimpangan antarwilayah.

    Dalam beberapa tahun terakhir, belanja negara untuk infrastruktur telah meningkat signifikan.

    Pada tahun 2021 silam, pemerintah Indonesia mengalokasikan Rp414,9 triliun untuk belanja infrastruktur, dengan fokus pada pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, dan energi terbarukan. Infrastruktur ini diharapkan dapat mengurangi biaya logistik yang tinggi, meningkatkan konektivitas antar daerah, serta mempercepat distribusi barang dan jasa.

    Pemerintah juga mengalokasikan belanja negara untuk pendidikan dan kesehatan guna memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM). Investasi pada pendidikan bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja yang terampil, sementara belanja pada sektor kesehatan akan meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi beban ekonomi akibat masalah kesehatan.

    Pada tahun 2020, anggaran pendidikan Indonesia mencapai Rp542,9 triliun, yang setara dengan sekitar 20 persen dari total APBN. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memajukan sektor pendidikan untuk mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang. Sementara itu, anggaran kesehatan pada tahun 2021 dialokasikan sebesar Rp254,4 triliun untuk meningkatkan akses layanan kesehatan dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

    Pemberdayaan ekonomi daerah

    Belanja negara juga digunakan untuk memperkecil kesenjangan pembangunan antarwilayah melalui alokasi dana transfer ke daerah dan desa.

    Melalui dana desa, misalnya, pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur desa, pemberdayaan ekonomi lokal, dan pengembangan kapasitas masyarakat desa. Pada tahun 2021, pemerintah mengalokasikan Rp72 triliun untuk dana desa, yang langsung disalurkan ke lebih dari 70.000 desa di seluruh Indonesia.

    Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa belanja negara memiliki pengaruh signifikan terhadap stabilitas ekonomi dan pembangunan Indonesia. Misalnya, pada 2020, meskipun perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar -2,07% akibat pandemi COVID-19, belanja negara yang meningkat, terutama di sektor kesehatan dan sosial, berhasil meredam dampak negatif tersebut dan memitigasi penurunan lebih dalam.

    Hasil riset dari Bank Dunia juga menunjukkan bahwa investasi pemerintah dalam infrastruktur memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

    Menurut Bank Dunia, setiap investasi 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dalam infrastruktur dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2 persen per tahun. Ini menunjukkan bahwa belanja negara dalam infrastruktur tidak hanya memberikan manfaat langsung dalam hal penciptaan lapangan kerja, tetapi juga mendorong produktivitas dan daya saing ekonomi secara keseluruhan.

    Ekonom senior Dr. Faisal Basri berpendapat bahwa belanja negara yang tepat sasaran dapat menjadi katalisator penting dalam mendorong pemulihan ekonomi dan pembangunan yang inklusif. Pemerintah harus memperbesar alokasi belanja untuk sektor-sektor yang dapat langsung mengurangi ketimpangan dan menciptakan lapangan kerja, seperti infrastruktur dan pendidikan.

    Sementara itu, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Indonesia, menyatakan bahwa belanja negara dalam bentuk anggaran pemulihan ekonomi dan pembangunan infrastruktur adalah strategi yang diperlukan untuk mengurangi dampak krisis dan mempercepat pemulihan ekonomi.

    Dalam berbagai kesempatan, Sri Mulyani menekankan pentingnya fokus pada pembangunan yang berkelanjutan dan peningkatan kualitas SDM agar Indonesia dapat bersaing di tingkat global. Memahami peran tersebut, penting bagi pemerintah untuk terus memperbaiki efektivitas alokasi belanja negara dan memastikan bahwa belanja tersebut mencapai sasaran yang tepat, terutama dalam mendukung sektor-sektor yang rentan dan memerlukan stimulus.

    Dengan demikian, belanja negara bukan hanya menjadi alat untuk menanggulangi krisis, tetapi juga sebagai pendorong utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.

    Sumber : Antara

  • Penampakan HP Buatan Indonesia yang Sudah Ekspor ke Luar Negeri

    Penampakan HP Buatan Indonesia yang Sudah Ekspor ke Luar Negeri

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pabrikan Samsung yang berada di Indonesia baru-baru ini melakukan ekspor produk ponsel ke luar negeri. Ponsel dengan model A336 ini dikirim ke Filipina dan menjadi ponsel pertama yang diekspor dari pabrikan Samsung di Indonesia.

    “Ke Filipina. Ini pertama kali. [Modelnya] A336,” kata presiden SEIN-S Yoo Jung Young ditemui di PT Samsung Electronics Indonesia, Cikarang Utara, Bekasi, dikutip Minggu (26/1/2025).

    Sebagaimana diketahui, A366 adalah nomor model untuk HP yang dipasarkan sebagai Samsung A33 5G di Indonesia. Samsung pun menjadi salah satu vendor yang telah memiliki pabriknya sendiri di Tanah Air. Pabrikan ini berupaya memproduksi perangkat telekomunikasi, baik untuk dijual di dalam negeri maupun ke pasar ekspor.

    Sejauh ini, ponsel yang dihasilkan dari pabrik Samsung masih didominasi untuk pasar Indonesia. Adapun sekitar 20% dari produksi ponsel Samsung Indonesia ditujukan ke pasar ekspor.

    “2024 ini Samsung 77% [untuk pasar] lokal. Sisanya ekspor produksinya kita lihat dari data tadi,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), Setia Diarta dalam kesempatan yang sama.

    Kala itu, Setia Darta turut berkunjung ke pabrik Samsung Indonesia dan melakukan pertemuan untuk membahas aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Dalam pertemuan dengan merek raksasa asal Korea Selatan itu, Setia menjelaskan persiapan perusahaan untuk memenuhi syarat TKDN.

    Pemerintah diketahui tengah menyiapkan regulasi peningkatan TKDN untuk produk handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) pada masa depan. Saat ini TKDN untuk produk-produk ini ditetapkan minimal sebesar 35%, kemudian akan ditingkatkan menjadi 40%.

    “Lebih pada bagaimana kita melihat kesiapan Samsung untuk TKDN, karena berencana untuk HKT TKDN dinaikkan ke 40%,” jelasnya.

    Setia memastikan bahwa beberapa produk Samsung telah memenuhi syarat baru tersebut. Begitu juga dengan vendor lain yang menyanggupi nilai TKDN baru.

    “Pertemuan terakhir dengan asosiasi mereka menyanggupi. Karena memang ada beberapa part yang bisa dioptimalkan untuk TKDN,” pungkas Setia.

    (hsy/hsy)

  • Tok! Harga Gas Murah untuk Industri Lanjut di 2025 – Page 3

    Tok! Harga Gas Murah untuk Industri Lanjut di 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk sektor industri dipastikan berlanjut pada tahun 2025. Keputusan soal harga gas murah ini membawa optimisme baru bagi pelaku industri, memberikan jaminan kepastian usaha, meningkatkan daya saing, dan menarik minat investasi ke Indonesia.

    Pada periode 2020-2023, dampak HGBT tercatat signifikan dengan nilai mencapai Rp247,26 triliun. Kontribusi tersebut meliputi peningkatan ekspor sebesar Rp127,84 triliun, penerimaan pajak Rp23,3 triliun, serta pengurangan subsidi pupuk hingga Rp4,94 triliun.

    Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa HGBT memberikan nilai tambah hingga enam kali lipat bagi perekonomian.

    Target Pertumbuhan Ekonomi dan Peran Industri Manufaktur

    Dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, HGBT diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional, dengan target 8% pada 2025. Sektor manufaktur ditargetkan menyumbang 21,9% terhadap PDB nasional pada periode 2025-2029.

    Kinerja sektor industri pengolahan nonmigas menunjukkan kontribusi yang kuat pada triwulan III 2024, mencapai 17,18% dari PDB dengan pertumbuhan 4,84%.

    Nilai ekspor sektor ini mencapai USD196,55 miliar, atau 74,25% dari total ekspor nasional. Selain itu, investasi di sektor ini mencapai Rp515,7 triliun, dengan serapan tenaga kerja hingga 20,01 juta orang.

    Sektor Industri Penerima HGBT

    Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 255K Tahun 2024, HGBT diberikan kepada tujuh sektor industri: pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Total 228 perusahaan menerima HGBT dengan kuota 890,24 BBTUD.

    Namun, realisasi penyerapan gas bumi pada 2023 hanya mencapai 80,10% akibat kendala seperti surcharge dan pembatasan kuota.

     

  • Ekspor China Kian Banjiri Asia Tenggara Termasuk Indonesia, Apa Dampaknya? – Halaman all

    Ekspor China Kian Banjiri Asia Tenggara Termasuk Indonesia, Apa Dampaknya? – Halaman all

     

     

    TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA – Ekspor produk barang dari China semakin membanjiri negara-negara Asia Tenggara  berdasarkan data statistik terbaru. 

    Para pengamat mengatakan China memang menggencarkan ekspor ke Asia Tenggara termasuk Indonesia karena dua hal utama.

    Pertama karena produk barang China semakin hilang pamor di Barat akibat ketegangan geopolitik.

    Dan kedua  diperparah dengan kepemimpinan kedua Presiden Donald Trump di Amerika Serikat.

    Membanjirnya ekspor China ke Asia Tenggarabisa jadi merupakan keuntungan atau tantangan.

    Apa yang Harus Dilakukan?

    Para pengamat mengatakan negara-negara ASEAN perlu mengembangkan strategi yang terkoordinasi untuk menyeimbangkan antara menyelamatkan perekonomian dalam negeri dan hubungan politik dengan China. 

    Pasalnya, di satu sisi konsumen Asia tenggara diuntungkan dengan keragaman produk dan keterjangkauan harga dari produk-produk China.

    Namun di sisi lain, industri lokal terancam dengan persaingan yang terus meningkat.

    “Demi menandingi harga-harga murah (produk China), para pengusaha dalam negeri berkurang keuntungannya, menutup pabrik dan banyak yang kehilangan pekerjaan,” kata Doris Liew, ekonom dan asisten manajer penelitian di lembaga pemikir Malaysia, Institute for Democracy and Economic Affairs (IDEAS).

    “Asia Tenggara sedang bergulat dengan efek riak dari melimpahnya ekspor Tiongkok, sebuah tantangan yang dihadapi hingga ke luar kawasan ini.”

    Negara-negara Asia Tenggara kemudian mengambil langkah menghadapi serbuan ekspor China, salah satunya dengan kebijakan anti-dumping.

    Namun menurut pengamat, keberhasilan upaya tersebut akan tergantung dari apakah negara-negara Asia Tenggara dapat bekerja sama mengatasinya.

    “Faktanya, konsekuensinya sangat berbeda di masing-masing industri …. antar kawasan atau bahkan antar industri hasilnya berbeda,” kata Diana Choyleva, ekonomi dari lembaga Enodo Economics kepada CNA.

    Genjot Mesin Ekspor

    China menggenjot mesin ekspor di semua lini di tengah melemahnya perekonomian akibat terpuruknya sektor properti dan merosotnya permintaan dalam negeri. Saat ini, ekspor China mencakup 20 persen dari produk domestik bruto (PDB) mereka. 

    Ekspor China pada 2024 tumbuh 7,1 persen menjadi 25,45 triliun yuan (US$3,47 triliun), untuk pertama kalinya melampaui 25 triliun yuan, menurut data bea cukai China yang dirilis pada 13 Januari lalu.

    “China mengukuhkan posisinya sebagai negara perdagangan terbesar di dunia,” ujar Wang Lingjun, wakil kepala Administrasi Umum Bea Cukai, dalam sebuah konferensi pers hari Senin.

    Overproduksi oleh para manufaktur China, ditambah dengan tantangan perekonomian dalam negeri, telah menyebabkan surplus produk, mulai dari barang murah hingga mewah, kata Liew.

    China terus mengirimkan barang-barang murah seperti tekstil dan pakaian ke berbagai negara, sembari meningkatkan produksi barang-barang bernilai tinggi. Nilai ekspor barang andalan China yang disebut “trio baru”, yaitu kendaraan listrik, baterai lithium dan panel surya mencapai 1 triliun yuan tahun lalu, meningkat hingga 900 persen dibanding satu dekade sebelumnya.

    “Untuk mengurangi kelebihan pasokan, manufaktur China mengekspor produk-produk mereka – yang seringkali harganya di bawah ongkos produksi – sehingga mengganggu pasar global,” kata Liew kepada CNA, menambahkan bahwa kebijakan industri China turut menyumbang dalam strategi ini.

    Akibat Ketegangan China dengan Barat

    Para pengamat mengatakan, produk-produk ini semakin banyak yang masuk ke Asia Tenggara akibat ketegangan antara China dan Barat.

    Konflik geopolitik ini menyebabkan barang-barang produksi China sulit masuk Amerika Serikat akibat tarif tinggi.

    “Hubungan perdagangan yang semakin retak antara AS dan China juga dapat meningkatkan ketegangan perdagangan di Asia. Dengan berkurangnya permintaan dari AS dan Eropa, China telah beralih ke pasar Asia,” kata Priyanka Kishore, direktur dan ekonom utama di Asia Decoded, kepada CNA.

    Pengiriman dari China ke negara-negara anggota ASEAN melonjak 18,9 persen pada Desember lalu dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya, berdasarkan data bea cukai China yang dirilis pekan lalu.

    Secara keseluruhan, ekspor China pada Desember naik 10,7 persen dibanding periode sebelumnya.

    Kinerja yang kuat ini sebagian didorong oleh eksportir China yang bergegas mengirimkan produk ke luar negeri untuk mengantisipasi ancaman tarif dari presiden terpilih AS Donald Trump, kata para pengamat.

    Pengiriman China ke AS juga melonjak 15,6 persen pada Desember dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

    “Percepatan perdagangan menjadi lebih terlihat pada Desember sebagai akibat dari efek Tahun Baru Imlek dan pelantikan Donald Trump,” kata Xu Tianchen, ekonom senior di Economist Intelligence Unit, seperti dikutip Reuters.

    ASEAN adalah ekonomi terbesar ketiga di Asia. Ditambah dengan perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN, China semakin leluasa mengekspor produk mereka ke kawasan ini.

    Proporsi ekspor Tiongkok ke negara-negara anggota ASEAN telah meningkat dari 6,9 persen pada awal abad ini menjadi sekitar 16 persen saat ini.

    Data bea cukai China menunjukkan bahwa ASEAN muncul sebagai pasar ekspor terbesar Tiongkok pada tahun 2023, dengan nilai tahunan mencapai US$523,7 miliar.

    Dampaknya Untung atau Buntung?

    Bertambahnya produk asal China ke Asia Tenggara telah menguntungkan para konsumen.

    Produk-produk China biasanya lebih murah jika dibandingkan dengan produk serupa di ASEAN, sehingga konsumen – terutama dari kalangan menengah ke bawah – punya pilihan barang dengan harga lebih terjangkau.

    Produk berteknologi tinggi asal China seperti kendaraan listrik kini juga dianggap memberikan kualitas yang baik dengan harga lebih murah, mematahkan persepsi masa lalu soal barang made-in-China yang berkualitas buruk.

    Namun derasnya aliran barang dari China juga merugikan para pengusaha lokal dan merugikan masyarakat. Pasalnya, produsen di dalam negeri tidak mampu bersaing dengan barang China yang jauh lebih murah.

    Persaingan yang tidak seimbang ini berisiko menurunkan kapasitas produksi di negara-negara ASEAN, kata Liew dari IDEAS.

    Industri yang Terdampak di Indonesia

    Industri yang paling terdampak di Indonesia adalah tekstil dan keramik, kata Muhammad Zulfikar, direktur China-Indonesia di lembaga penelitian Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Jakarta.

    “Masuknya barang-barang China ke Indonesia menghancurkan bisnis-bisnis lokal,” katanya kepada CNA.

    Tahun lalu, industri tekstil, garmen, dan alas kaki di Indonesia tutup pabrik, membuat lebih dari 50.000 orang kehilangan pekerjaan.

    Sementara itu, 2.000 pabrik di Thailand tutup antara Juli 2023 dan Juni 2024, dengan 50.000 orang yang jadi menganggur.

    Fenomena ini telah mengguncang sektor manufaktur Thailand yang menyumbang hampir seperempat dari PDB negara tersebut. 

    “Lonjakan impor China yang murah telah memicu protes di banyak negara ASEAN dan penolakan secara verbal dari pemerintah,” kata Kishore.

    “Karena lingkungan perdagangan yang tidak bersahabat di Barat, China kemungkinan akan mengarahkan lebih banyak kelebihan pasokannya ke negara-negara tetangganya, yang akan berpotensi menyebabkan lebih banyak gesekan di sektor perdagangan.”

    Sejumlah negara Asia Tenggara telah mengambil tindakan.

    Vietnam meluncurkan penyelidikan anti-dumping pada bulan Agustus 2024 terhadap baja canai panas dari China dan India.

    Negara ini juga memperpanjang masa penerapan bea masuk untuk produk aluminium dari China selama lima tahun lagi, dengan tarif pajak antara 2,85 persen hingga 35,58 persen.

    Selain itu, Vietnam menangguhkan operasional raksasa e-commerce China, Temu, pada Desember 2024 setelah melewatkan tenggat waktu yang ditetapkan pemerintah untuk mendaftarkan perusahaan tersebut.

    Langkah ini diambil setelah pemerintah Vietnam menyuarakan kekhawatiran tentang keaslian produk Temu yang harganya sangat murah dan dampaknya terhadap produsen Vietnam.

    Sementara itu, Thailand telah mengidentifikasi 58 produk, termasuk baja dan furnitur, sebagai target bea masuk anti-subsidisasi, dan mengusulkan pengenaan tarif 30,9 persen untuk baja canai panas China.

    Untuk mengelola impor berbiaya rendah, Thailand juga menerapkan pajak pertambahan nilai sebesar 7 persen untuk barang-barang di bawah 1.500 baht pada Juli 2024.

    Pada Desember 2024, langkah ini telah menyebabkan penurunan 20 persen impor barang murah yang sebagian besarnya dari China.

    Di Indonesia, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada Juli 2024 mengatakan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan penerapan bea masuk hingga 200 persen untuk berbagai impor dari China, seperti tekstil, keramik, dan barang-barang lainnya, demi melindungi industri dalam negerinya.’

    Ambil Pendekatan Lain

    Menurut para pengamat, berbagai langkah ini tidak akan sampai menyebabkan konfrontasi ekonomi yang besar antara China dan negara-negara Asia Tenggara.

    Kishore menyoroti bahwa China adalah pemasok utama barang-barang penting seperti mesin dan bahan kimia ke negara-negara ASEAN.

    “Mengenakan pajak yang besar untuk barang-barang ini hanya akan merugikan produsen dalam negeri,” katanya.

    “Akan lebih baik bagi kepentingan ASEAN untuk mengambil pendekatan yang seimbang dan menyelesaikan masalah melalui dialog dengan China daripada melakukan pembalasan perdagangan.”

    Senada, Choyleva dari Enodo Economics mencatat bahwa Asia Tenggara adalah “wilayah sasaran” bagi ekspor China karena faktor-faktor seperti kedekatan geografis, “infrastruktur yang layak”, serta basis industri yang ada. Berbagai kondisi tersebut memudahkan perusahaan-perusahaan asal China untuk memindahkan barang jadi mereka ke Asia Tenggara.

    “Sebagian besar aktivitas ini (ekspor China ke Asia Tenggara) bukanlah bagian dari strategi terkoordinasi oleh Beijing… tetapi lebih merupakan inisiatif dari perusahaan-perusahaan individu, seringkali swasta, yang ingin mencari pasar untuk produksi mereka sendiri,” ujarnya kepada CNA.

    Para pejabat China belum secara langsung menanggapi laporan-laporan tentang kelebihan ekspor di Asia Tenggara. Namun, Beijing secara konsisten membantah tuduhan-tuduhan tentang kelebihan kapasitas industri, terutama di sektor-sektor seperti kendaraan listrik, baterai lithium, dan panel surya.

    Mereka berargumen bahwa klaim-klaim tersebut tidak berdasar dan hanya menjadi dalih untuk proteksionisme ekonomi demi menekan perkembangan industri China.

    Mengandalkan Respons Regional

    Untuk mengatasi dampak buruk gelombang ekspor China yang terus meningkat, para pengamat mengatakan hal itu membutuhkan respons kolektif negara-negara anggota ASEAN.

    “(Kondisi ekonomi di kawasan) kemungkinan akan terus membujuk perusahaan-perusahaan China agar berinvestasi lebih banyak dalam perekonomian mereka dan membatasi ekspor,” kata Kishore, sambil memberikan catatan bahwa upaya ini akan sangat terasa di industri seperti manufaktur kendaraan listrik yang dapat membantu meningkatkan kemampuan teknologi ASEAN.

    Menurut Liew dari IDEAS, kecil kemungkinannya Asia Tenggara akan menjadi “tempat pembuangan” untuk kelebihan produksi China.

    Pasalnya, kata dia, meski populasi Asia Tenggara cukup besar, yaitu 675 juta jiwa, namun mereka tidak memiliki daya beli yang cukup untuk menyerap kelebihan barang dalam jumlah besar. Selain itu, “kontrol anti-dumping secara berkala” membantu menjaga distorsi pasar.

    Jika dikelola dengan hati-hati, integrasi ekonomi yang lebih dalam dengan China malah akan membawa manfaat infrastruktur, teknologi canggih dan penciptaan lapangan kerja, kata Choyleva dari Enodo Economics.

    Meskipun begitu, dampaknya kemungkinan akan “sangat tidak merata” karena negara-negara ASEAN memiliki tingkat kemajuan yang berbeda-beda, ujar Choyleva.

    Negara-negara ASEAN juga belum kompak dalam merespons China, tambah Choyleva.

    Misalnya Thailand, kata dia, pernah bernegosiasi untuk akses bebas tarif bagi masuknya mobil listrik China sebelum perang harga terjadi dan melemahkan produsen lokal.

    “Perbedaan pandangan politik antara negara anggota ASEAN juga akan menghambat koordinasi,” kata dia.

    Liew dari IDEAS percaya bahwa diperlukan respons regional yang lebih terkoordinasi dan proaktif.

    “Para pembuat kebijakan harus fokus pada penguatan industri dalam negeri melalui inovasi dan investasi, sembari menerapkan kebijakan perdagangan yang tepat sasaran untuk mempertahankan tingkat persaingan yang adil,” katanya.

    “Kemampuan Asia Tenggara untuk beradaptasi, akan menentukan apakah kawasan ini akan muncul sebagai korban dari kelebihan pasokan global atau menjadi pemain yang tangguh di pasar global.”

    Sumber: Channel News Asia

     

  • Ditetapkan Sebagai PSN, Pemerintah Diminta Serius Dorong Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati – Halaman all

    Ditetapkan Sebagai PSN, Pemerintah Diminta Serius Dorong Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah diharapkan serius mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN), terlebih, bioetanol sudah ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).

    Demikian disampaikan Direktur Eksekutif  Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa.

    Fabby Tumiwa menegaskan bahwa dengan ditetapkannya bioethanol ditetapkan sebagai salah satu PSN, maka Pemerintah harus bersedia melakukan intervensi di bidang bahan baku.

    “Perlu keseriusan Pemerintah. Hal yang utama adalah Pemerintah harus melakukan intervensi pengadaan feedstock (bahan baku),” ujar Fabby, Minggu (26/1/2025).

    Keseriusan Pemerintah, menurut Fabby memang sangat dibutuhkan. Karena setidaknya terdapat tiga tantangan yang harus dihadapi.  

    Tantangan pertama, lanjut Fabby, tanaman yang menjadi sumber bahan baku bioetanol di Indonesia sangat sedikit jika dibandingkan kelapa sawit.

    Itu sebabnya, pengembangan biodiesel B40 lebih mudah dan cepat, karena tinggal menghitung, berapa banyak untuk BBN dan berapa yang untuk ekspor. Hal itulah yang membedakan dengan bioetanol.

    “Sekarang kita lihat bioetanol. Etanol itu kan dihasilkan dari tanaman juga seperti tebu, jagung, sorgum maupun singkong.  Masalahnya, feedstock-nya tidak cukup. Gula saja masih impor kok. Sedangkan untuk etanol diambil molasenya kan juga enggak cukup dengan bahan baku yang ada,” kata Fabby.

    Tantangan kedua, untuk menghasilkan ethanol dengan standar fuelgrade juga tidak mudah karena yang dibutuhkan adalah ethanol 99 persen.

    “Meski bukan hal sulit dipelajari. Tetapi untuk menghasilkan etanol fuelgrade tetap membutuhkan intervensi Pemerintah,” ujarnya.

    Tantangan ketiga soal harga. Menurut Fabby, harga etanol di pasar internasional kemungkinan besar lebih tinggi dari harga minyak, karena ethanol juga menjadi bahan baku untuk industri dan pangan.

    Fabby mengingatkan, dalam pengembangan bioetanol, tidak terdapat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) seperti pada biodiesel.

    Pada biodiesel, jika harga FAME terlalu mahal, misalnya, maka subsidi bisa dihimpun dari badan tersebut, yang dihimpun dari pengusaha sawit.  

    “Karena itulah, jadi kalau tetap mau mengembangkan bioetanol dengan harga terjangkau, Pemerintah harus siap-siap (menggunakan APBN untuk subsidi),” ujar Fabby.

    Jika Indonesia tetap ingin mengembangkan bioetanol, imbuhnya, Pemerintah harus melakukan intervensi terhadap tiga tantangan tersebut, terutama pengadaan bahan baku yang masih sedikit.

    Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara.

    Menurutnya, Pemerintah harus serius mendorong pengembangan bioetanol. Pemerintah, kata Marwan, harus terlibat aktif. Misalnya untuk mengerahkan potensi BUMN, keuangan sehingga bisa menyediakan bahan baku bioetanol dengan skala massal.

    “Kita bisa enggak membangun lahan perkebunan singkong atau tebu yang luasannya bisa menghasilkan bahan mentah (ethanol) berharga murah,” kata Marwan.

    Kondisi itulah yang menurut Marwan, membedakan dengan biodiesel.

    Biodiesel, lanjutnya, didukung perkebunan kelapa sawit, yang menurut data resmi Pemerintah pada 2023 seluas 16,3 juta hektar dan tersebut di 26 provinsi Indonesia.

    “Kalau bioethanol, kebun singkong atau tebu kita dari sisi produksi saat ini tidak akan bisa mengimbangi produksi CPO. Itu dasarnya. Kecuali kalau Pemerintah memang mau intensif menanam singkong atau tebu dengan luas lahan jutaan hektar,” kata dia. 

  • Cari Jalan Tengah DHE SDA, Ekonom: Bukan Tahan Hasil Ekspor 100%

    Cari Jalan Tengah DHE SDA, Ekonom: Bukan Tahan Hasil Ekspor 100%

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai masih terdapat jalan tengah dalam mengatur penyimpanan DHE SDA, namun bukan menahannya sebanyak 100% dan selama satu tahun.

    Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah melihat ada jalan lain ketimbang melakukan retensi terhadap Devisa Hasiil Ekspor (DHE) milik pengusaha dalam jangka waktu yang lama, yang justru hanya menambah beban pengusaha. 

    “Akan lebih baik, kalau seandainya pemerintah mewajibkan semua eksportir atau sebagian dari eksportir, untuk merepatiasi atau menukar dolar mereka ke rupiah,” ujarnya, dikutip pada Minggu (26/1/2025). 

    Menurutnya pemerintah dapat memilah jenis-jenis ekspor yang diwajibkan repatriasi, sebagaimana rencana tahan DHE 100% selama setahun yang dikecualikan untuk sektor minyak dan gas (migas). 

    Melalui penukaran mata uang tersebut—sehingga dana tidak mengendap di bank—menurut Piter lebih bijak dalam mendorong peningkatan cadangan devisa yang pada akhirnya membantu stabilitas nilai tukar rupiah. 

    Piter berpandangan pun selama ini kebijakan DHE SDA tidak efektif menambah cadangan devisa. Adanya kenaikan cadev yang mencapai level tertinggi sepanjang masa yakni ke angka US$155,7 miliar, lebih dikarenakan semakin tingginya utang yang pemerintah tarik. 

    Dirinya menyadari memang langkah tersebut membuat Bank Indonesia (BI) khawatir akan membuat global memandang Indonesia yang terkesan keluar dari rezim devisa bebas

    Sebagaimana diketahui, Indonesia sempat berkiblat terhadap rezim devisa bebas alias tidak mewajibkan DHE untuk menetap di Tanah Air. Akibatnya, dolar kabur ke negara tetangga sementara rupiah anjlok.

    “Dan itu dikhawatirkan memunculkan persepsi negatif terhadap ekonomi kita, terhadap investor. Tapi itu menurut saya terlalu berlebihan. Negara lain seperti Thailand sudah melakukan itu sudah lama, nggak masalah,” ujarnya

    Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet mennyampaikan adanya perbedaan arus kas masing-masing sektor sumber daya alam (SDA) ini memang masih menjadi tantangan dalam kebijakan DHE.

    Yusuf memandant bahwa pemerintah bersam apelaku usaha perlu mencari solusi, salah satunya melalui semacam penghitungan atau indeks yang mengukur, apakah dampak dari kebijakan baru ini lebih condong berdampak positif atau negatif ke satu atau dua lapangan usaha tertentu.

    Angka indeks ataupun angka tertentu yang dikeluarkan nantinya harus disepakati oleh pemerintah dan juga pelaku usaha sehingga ketika dihitung, angka-angka tersebut memang merepresentasikan kondisi yang dihadapi oleh sektor usaha yang menggantungkan produksinya dari arus kas yang menggunakan dolar, bukan rupiah.

    “Misal ada semacam indeks di mana semakin tinggi, maka bisa dikatakan eksposurnya semakin besar dan berdampak tidak begitu baik sehingga pemerintah harus melihat apakah perlu melakukan penyesuaian kebijakan terhadap sektor atau lapangan usaha tertentu,” tuturnya.

    Pasalnya, volatilitas nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini berpeluang membuat arus kas dari perusahaan eksportir juga akan terkena dampak.

    Sejauh ini, pemerintah masih dalam proses penyempurnaan kebijakan DHE SDA. Rencana awal, Presiden Prabowo Subianto meminta untuk ditahan 100% selama 1 tahun.

    Meski demikian, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menuturkan bahwa Presiden Prabowo Subianto bakal mengumumkan aturan baru soal Devisa Hasil Ekspor (DHE) selepas kepulangannya dari India dan Malaysia.

    Dia mengatakan bahwa saat ini pemerintah masih mematangkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) itu. 

    “Sebentar lagi, baru dimatangkan [aturan DHE]. Mungkin sekembalinya beliau dari lawatan dari luar,” katanya kepada wartawan di Pangkalan Halim Perdanakusuma, Kamis (23/1/2025).

  • Efek Pasok Senjata ke Ukraina, Ekspor Alutsista AS Tembus Rekor Tertinggi pada 2024

    Efek Pasok Senjata ke Ukraina, Ekspor Alutsista AS Tembus Rekor Tertinggi pada 2024

    Bisnis.com, JAKARTA — Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyampaikan bahwa penjualan peralatan militer AS ke pemerintah asing pada 2024 melonjak 29% ke rekor US$318,7 miliar, 

    Melansir dari Reuters, Minggu (26/1/2025), peningkatan ekspor tersebut sejalan akibat sejumlah negara berusaha untuk mengisi kembali stok yang dikirim ke Ukraina dan bersiap menghadapi konflik besar.

    Pada akhir pemerintahan Joe Biden lalu, memang tercatat adanya ekspektasi penjualan yang lebih kuat untuk produsen senjata AS seperti Lockheed Martin (LMT.N), General Dynamics (GD.N), dan Northrop Grumman (NOC.N), yang sahamnya diperkirakan akan naik di tengah ketidakstabilan global yang meningkat.

    Sementara selama kampanye kepresidenannya, Donald Trump mengatakan bahwa negara-negara sekutu harus membelanjakan lebih banyak uang untuk pertahanan mereka sendiri.

    Trump ingin anggota NATO lainnya membelanjakan 5% dari produk domestik bruto mereka untuk pertahanan – peningkatan besar dari target 2% saat ini dan tingkat yang saat ini belum dicapai oleh negara NATO, termasuk Amerika Serikat.

    Kontraktor pertahanan berusaha keras untuk memenuhi lonjakan permintaan yang telah menjamur sebagai akibat dari invasi Rusia ke Ukraina. 

    Kementerian pertahanan global telah mengantre untuk mengirimkan pesanan untuk meningkatkan persediaan mereka, sementara AS berusaha untuk mengisi kembali persediaan persenjataan dan amunisi yang dikirim ke Kyiv.

    “Penjualan dan transfer persenjataan dipandang sebagai alat kebijakan luar negeri AS yang penting dengan potensi implikasi jangka panjang bagi keamanan regional dan global,” ungkap Departemen Luar Negeri AS. 

    Secara perinci, penjualan yang disetujui pada 2024 mencakup jet F-16 dan peningkatannya senilai US$23 miliar ke Turki, jet tempur F-15 senilai US$18,8 miliar ke Israel, dan tank M1A2 Abrams senilai US$2,5 miliar ke Rumania.

    Pesanan yang disetujui pada tahun 2024 sering kali masuk ke dalam daftar pesanan untuk pembuat senjata AS, yang mengharapkan bahwa pesanan untuk ratusan ribu peluru artileri, ratusan pencegat rudal Patriot, dan lonjakan pesanan kendaraan lapis baja akan menopang hasil yang akan diperoleh di kuartal-kuartal mendatang.

    Ada dua cara utama pemerintah asing membeli senjata dari perusahaan-perusahaan AS, yakni penjualan komersial langsung yang dinegosiasikan dengan perusahaan, atau penjualan militer asing di mana pemerintah biasanya menghubungi pejabat Departemen Pertahanan di kedutaan besar AS di ibu kotanya. Keduanya memerlukan persetujuan pemerintah AS.

    Penjualan militer langsung oleh perusahaan-perusahaan AS meningkat menjadi US$200,8 miliar pada tahun fiskal 2024 dari US$157,5 miliar pada tahun fiskal 2023, sementara penjualan yang diatur melalui pemerintah AS meningkat menjadi US$117,9 miliar pada 2024 dari US$80,9 miliar pada tahun sebelumnya.

  • 39,6 ton biji kopi robusta diekspor ke Mesir

    39,6 ton biji kopi robusta diekspor ke Mesir

    Atase Perdagangan (Atdag) Kairo M Syahran Bhakti menyaksikan realisasi ekspor biji kopi robusta Indonesia di gudang perusahaan ekspor-impor makanan Fayoumi Fashn, Beni Suef, Mesir, Kamis (23/1/2025. ANTARA/HO-Kemendag

    Atase Kairo: 39,6 ton biji kopi robusta diekspor ke Mesir
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 26 Januari 2025 – 07:03 WIB

    Elshinta.com – Atase Perdagangan (Atdag) Kairo, Mesir, M Syahran Bhakti menyaksikan realisasi ekspor biji kopi robusta Indonesia, yang merupakan hasil penandatanganan nota kesepahaman pada ajang Trade Expo Indonesia (TEI) ke-39 tahun 2024. Sebanyak 39,6 ton biji kopi robusta Indonesia dengan mutu (grade) 3 EK spesifikasi ELB 4000BC dari PT AsalJaya Malang, Jawa Timur, masuk ke gudang perusahaan ekspor-impor makanan Fayoumi di Fashn, Beni Suef, Mesir.

    “Kami menyaksikan realisasi ekspor 39,6 ton biji kopi robusta Indonesia ke Mesir yang merupakan hasil MoU di ajang TEI 2024. Hal ini menjadi bukti konkret TEI 2024 membuka peluang pasar yang lebih besar bagi produk unggulan Indonesia,” ujar Syahran dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

    Syahran menambahkan berbagai kesepakatan dagang yang tercapai pada TEI 2024 telah membuahkan hasil. Selain biji kopi robusta, produk lain yang mencatatkan transaksi ekspor dengan buyer Mesir dalam agenda TEI ke-39 adalah minyak sawit, rempah-rempah, kertas, serta makanan dan minuman (mamin).

    Lebih lanjut, Syahran menjelaskan pangsa pasar kopi Indonesia di Mesir menempati posisi teratas, yaitu sebesar 41,45 persen. Capaian tersebut mengungguli Vietnam, Brasil, India, dan Italia yang juga merupakan produsen kopi bagi Mesir.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Mobilisasi Publik (Central Agency for Public Mobilization and Statistics/CAPMAS) Mesir, total nilai ekspor kopi Indonesia ke Mesir pada Januari–Oktober 2024 lalu mencapai 100 juta dolar AS atau setara Rp1,61 triliun. Angka tersebut tumbuh sebesar 19,95 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023.

    Dalam kesempatan terpisah, Duta Besar Indonesia untuk Mesir Lutfi Rauf menekankan pentingnya menjaga kualitas produk dan ketepatan pengiriman untuk mempertahankan kepercayaan dengan mitra dagang Mesir. Menurut Dubes Lutfi, kebutuhan kopi di Mesir terus meningkat setiap tahunnya, khususnya biji kopi robusta. Hal ini menjadikan Mesir pasar yang sangat potensial bagi pelaku ekspor kopi Indonesia.

    “Mesir dengan populasi 110 juta jiwa merupakan pasar unggulan untuk kopi Indonesia. Oleh karena itu, kepercayaan buyer harus dijaga dengan memberikan produk berkualitas sesuai spesifikasi yang diminta dan pengiriman yang tepat waktu sesuai jadwal yang disepakati,” kata Dubes Lutfi.

    Sumber : Antara