Topik: ekspor

  • Daftar 10 Negara dengan Inflasi Tertinggi 2025

    Daftar 10 Negara dengan Inflasi Tertinggi 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Tekanan inflasi global masih belum merata, dan segelintir negara masih harus berjuang melawan pertumbuhan harga yang luar biasa tinggi yang didorong oleh pelemahan mata uang, tekanan fiskal, dan kerapuhan ekonomi struktural.

    Dari Afrika hingga Amerika Selatan, inflasi telah mengikis daya beli dan menguji respons kebijakan, dengan beberapa negara masih mencatat tingkat inflasi dua bahkan tiga digit pada 2025.

    Venezuela, di Amerika Selatan, seharusnya berada di peringkat pertama dengan tingkat inflasi 172%, tetapi data terbaru yang tersedia hanya mencakup April 2025, sehingga tidak termasuk dalam daftar.

    Meskipun banyak negara maju telah mengalami penurunan inflasi, beberapa negara berkembang juga masih terjebak dalam siklus harga tinggi, mata uang yang tidak stabil, dan rantai pasokan yang rapuh.

    Mengutip Riset Nairametrics terhadap data terbaru yang tersedia, sebagian besar berasal dari kantor statistik masing-masing negara, menunjukkan bahwa negara-negara seperti Venezuela, Sudan Selatan, dan Sudan memimpin dunia dengan tingkat inflasi di atas 80%, yang menggarisbawahi ketidakseimbangan makroekonomi dan tantangan tata kelola yang terus berlanjut.

    Berikut adalah negara-negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia.

    10. Angola – 18,2% (September 2025, Afrika)

    Tingkat inflasi tahunan Angola mencapai 18,2% pada September 2025, mencerminkan moderasi yang stabil dari tingkat inflasi yang tinggi yang tercatat pada tahun 2024. 

    Menurut data dari Institut Statistik Nasional (INE) dan Bank of Angola, penurunan ini menandai kemajuan dalam upaya disinflasi negara tersebut, yang didukung oleh kebijakan moneter yang lebih ketat dan stabilitas nilai tukar yang relatif.

    Stabilitas kwanza (AOA) yang membaik sejak akhir 2024 juga telah memperlambat inflasi impor, terutama pada kategori makanan dan bahan bakar yang sebelumnya mendorong lonjakan harga.

    Namun, kerentanan struktural, seperti ketergantungan yang tinggi pada impor, produksi domestik yang terbatas, dan paparan terhadap fluktuasi harga minyak, terus memberikan tekanan mendasar pada harga.

    Untuk mendorong kemajuan, Angola mungkin perlu mempertahankan manajemen moneter yang bijak, memperkuat transparansi fiskal, dan berinvestasi dalam produksi domestik untuk mengurangi ketergantungan impor. 

    Reformasi berkelanjutan juga diperlukan untuk membangun kepercayaan investor dan meningkatkan produktivitas pertanian dapat membantu melindungi perekonomian dari guncangan eksternal dan mempertahankan stabilitas harga dalam jangka menengah.

    9. Malawi – 28,7% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Malawi naik menjadi 28,7% pada September 2025, naik dari 28,2% pada Agustus, menurut Badan Pusat Statistik. Faktor pendorong utamanya adalah kenaikan harga pangan dan bahan bakar, depresiasi mata uang, dan gangguan rantai pasokan. Ketergantungan pada barang impor dan tingginya biaya transportasi terus memperkuat tekanan inflasi.

    Untuk menstabilkan kwacha Malawi (MWK) perlu manajemen moneter yang bijak, meningkatkan hasil pertanian, dan mengatasi hambatan struktural di sektor energi dan logistik dapat membantu. Disiplin fiskal yang ketat dan penargetan inflasi yang kredibel dapat memulihkan stabilitas secara bertahap.

    8. Argentina – 31,8% (September 2025, Amerika Selatan)

    Inflasi Argentina sedikit melambat menjadi 31,8% pada September 2025 dari sekitar 33,6% pada Agustus, menurut data Instituto Nacional de Estadística y Censos (INDEC). 

    Meskipun lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, inflasi tetap menjadi masalah kronis yang berakar pada ketidakseimbangan fiskal dan kredibilitas moneter yang lemah.

    Defisit pemerintah yang besar yang dibiayai melalui pinjaman bank sentral, peso Argentina yang terdepresiasi (ARS$), dan ekspektasi inflasi yang terus-menerus terus memicu kenaikan harga.

    Konsolidasi fiskal, rencana disinflasi yang kredibel, dan pemulihan otonomi bank sentral menjadi langkah penting. Manajemen nilai tukar yang konsisten dan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing ekspor dapat membantu mengendalikan ekspektasi dan menstabilkan peso.

    7. Haiti – 31,9% (September 2025, Amerika Utara)

    Inflasi Haiti mencapai 31,9% pada September 2025, di tengah ketidakstabilan politik, tantangan keamanan, dan rantai pasokan yang rapuh. 

    Depresiasi gourde Haiti (HTG) terhadap dolar AS dan tingginya biaya impor pangan serta bahan bakar telah menyebabkan harga konsumen terus naik. Kelemahan struktural, terbatasnya produksi lokal, infrastruktur yang buruk, dan seringnya gangguan perdagangan memperkuat inflasi impor.

    Lingkungan politik dan keamanan yang stabil menjadi syarat penting untuk perbaikan ekonomi Haiti. Memperkuat pengelolaan mata uang, meningkatkan produktivitas pertanian, dan berinvestasi dalam transportasi dan logistik pasar, semuanya dapat membantu menurunkan inflasi secara berkelanjutan. 

    6. Zimbabwe – 32,7% (Oktober 2025, Afrika)

    Tingkat inflasi tahunan Zimbabwe mencapai 32,7% pada Oktober 2025, menurut laporan yang mengutip Badan Statistik Nasional Zimbabwe (ZimStat). Zimbabwe mengalami perubahan inflasi tahunan (YoY) bulanan paling dramatis, turun tajam dari 82,7% pada September 2025 menjadi 32,7% pada Oktober 2025.

    Meskipun ini menandai perbaikan dari episode hiperinflasi dalam beberapa tahun terakhir, inflasi tetap tinggi karena ketidakstabilan mata uang dan terbatasnya kepercayaan terhadap mata uang domestik, Zimbabwe Gold (ZWG) yang diperkenalkan pada April 2024 oleh Bank Sentral Zimbabwe (RBZ) untuk menggantikan dolar Zimbabwe (ZWL) yang sedang melemah.

    Ketergantungan yang terus-menerus pada impor, ketidakseimbangan moneter, dan kapasitas produksi yang lemah terus memicu volatilitas harga.

    Untuk memperkuat reformasi moneter, khususnya rasionalisasi mata uang, Zimbabwe perlu meningkatkan manufaktur domestik, dan memulihkan transparansi fiskal. Membangun kepercayaan investor dan memperluas investasi produktif juga dapat memoderasi inflasi jangka panjang.

    5. Turki – 33,29% (September 2025, Asia/Eropa)

    Inflasi Turki tetap tinggi di angka 33,29% per September 2025, naik dari 32,95% pada Agustus, mencerminkan pelemahan mata uang yang berkelanjutan dan kebijakan moneter yang tidak lazim sebelumnya yang mempertahankan suku bunga tetap rendah meskipun harga melonjak.

    Depresiasi lira Turki (TRY) telah meningkatkan biaya barang impor secara signifikan, terutama energi dan pangan. Permintaan domestik, yang didorong oleh dukungan fiskal dan ekspansi kredit, juga terus menekan harga.

    Komitmen yang kredibel terhadap pengetatan moneter, yang didukung oleh bank sentral independen, dapat membantu memulihkan kepercayaan dan memperkuat lira. Kehati-hatian fiskal, reformasi struktural, dan upaya untuk meningkatkan produksi dalam negeri juga penting untuk semakin menstabilkan lintasan inflasi.

    4. Burundi – 36,9% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Burundi mencapai 36,9% pada September 2025, sedikit meningkat dari 36,6% pada Agustus, yang sebagian besar didorong oleh biaya pangan dan transportasi, menurut kantor statistik nasional. 

    Tekanan tersebut mencerminkan depresiasi nilai tukar, tingginya harga impor, dan lemahnya produksi pangan domestik akibat cuaca yang tidak menentu dan terbatasnya infrastruktur. Seperti banyak negara berpenghasilan rendah, Burundi juga menghadapi kendala fiskal dan moneter yang membatasi kemampuannya untuk menahan lonjakan harga.

    Untuk memperkuat ekonominya, perlu meningkatkan produktivitas pertanian, memperbaiki infrastruktur transportasi, dan mempertahankan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ketat. Memperkuat pengelolaan mata uang dan mengurangi ketergantungan impor, terutama untuk pangan dan bahan bakar, juga akan meredakan tekanan harga.

    3. Iran – 38,9% (Oktober 2025, Asia)

    Tingkat inflasi Iran mencapai 38,9% pada Oktober 2025, melonjak dari 37,5% pada September, menurut Pusat Statistik Iran. Tekanan inflasi berasal dari defisit fiskal, volatilitas mata uang, dan dampak sanksi internasional yang membatasi akses terhadap valuta asing. 

    Depresiasi Rial Iran (IRR) yang terus-menerus dan tingginya biaya impor terus mengikis daya beli rumah tangga. Otonomi bank sentral yang lemah dan monetisasi defisit telah membuat inflasi tetap tinggi.

    Memperkuat independensi bank sentral, membangun kembali penyangga valuta asing, dan konsolidasi fiskal secara bertahap akan menjadi langkah yang krusial. Terobosan yang meringankan sanksi eksternal atau memulihkan pendapatan ekspor minyak yang stabil juga dapat membantu menstabilkan rial dan meredam inflasi.

    2. Sudan – 83,47% (September 2025, Afrika)

    Inflasi di Sudan sudah turun menjadi 83,47% pada September 2025 dari sekitar 156,3% pada April 2025, sebagaimana dilaporkan oleh Sudan Tribune, mengutip statistik resmi. 

    Meskipun mengalami penurunan, inflasi tetap sangat tinggi, didorong oleh pasokan uang yang ekspansif, depresiasi nilai tukar, dan distorsi struktural di pasar pangan dan energi. Konflik dan fragmentasi kebijakan selama bertahun-tahun juga telah melemahkan kapasitas produksi. Kekurangan pasokan dan implementasi kebijakan yang tidak menentu terus menghambat stabilitas.

    Membangun kembali kerangka moneter yang stabil, mengendalikan pertumbuhan pasokan uang, dan meningkatkan produksi serta logistik pangan domestik akan membantu menurunkan harga. Stabilisasi nilai tukar dan konsistensi kebijakan kelembagaan merupakan kunci untuk memulihkan kepercayaan investor.

    1. Sudan Selatan – 107,9% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Sudan Selatan masih termasuk yang tertinggi secara global, mencapai 107,9% pada September 2025, sedikit turun dari sekitar 112,6% tahun sebelumnya. 

    Perekonomiannya masih terus berjuang dengan nilai tukar yang fluktuatif, koordinasi kebijakan yang lemah, dan ketergantungan yang besar pada pendapatan minyak yang berfluktuasi seiring dengan harga global.

    Depresiasi tajam pound Sudan Selatan (£SSP) telah membuat biaya impor tetap tinggi, sementara gangguan pada jaringan transportasi dan pasokan mendorong kenaikan harga pangan dan bahan bakar. Ketidakpastian politik dan defisit fiskal yang terus-menerus semakin mempersulit upaya untuk menstabilkan harga.

    Membangun disiplin fiskal yang lebih kuat di sekitar pendapatan minyak, meningkatkan infrastruktur dan logistik perbatasan, serta mengadopsi kebijakan nilai tukar yang lebih kredibel dapat membantu mengendalikan inflasi seiring waktu. Mendorong produksi dalam negeri juga dapat mengurangi tekanan dari sisi penawaran.

  • Sempat Setop, Amman dapat Rekomendasi Ekspor Konsentrat Tembaga hingga April 2026

    Sempat Setop, Amman dapat Rekomendasi Ekspor Konsentrat Tembaga hingga April 2026

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), anak usaha PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN), mendapat rekomendasi ekspor konsentrat tembaga sebesar 480.000 metrik ton kering (dmt). Rekomendasi ekspor itu berlaku selama enam bulan, mulai 31 Oktober 2025 hingga April 2026.

    Presiden Direktur AMNT Rachmat Makkasau menyampaikan penjualan ekspor konsentrat tembaga AMNT telah terhenti sejak awal 2025. Smelter AMMAN juga telah berhenti beroperasi pada pertengahan 2025. Hal ini terjadi lantaran ada perbaikan di unit Flash Converting Furnace dan Sulfuric Acid Plant. Kerusakan ini kata dia, terjadi murni di luar kemampuan perseroan, tidak disengaja, dan tidak dapat dihindarkan.

    “Kegiatan operasional fasilitas smelter AMMAN ini terpaksa dihentikan sementara untuk mencegah kerusakan lebih parah dan risiko bagi keselamatan kerja,” kata Rachmat dalam keterangannya, Sabtu (1/11/2025).

    Dia menuturkan, perbaikan terhadap komponen utama smelter ini memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi dan harus dilakukan secara menyeluruh. Mengingat skala dan kerumitan pekerjaan tersebut, proses perbaikan diperkirakan akan berlanjut hingga paruh pertama 2026. 

    Selama periode perbaikan berlangsung, Rachmat menyebut bahwa pihaknya tetap melakukan operasi secara parsial dengan peningkatan produksi yang dilakukan secara hati-hati tanpa mengabaikan aspek keselamatan.

    Dengan dimulainya kembali penjualan ekspor konsentrat tembaga yang sudah terhenti sejak awal 2025, AMMAN dapat memastikan bahwa gudang penyimpanan konsentrat tidak melebihi kapasitas, sehingga operasional tambang tetap dapat berlanjut sesuai rencana, selama fasilitas smelter diperbaiki. 

    Dengan demikian, lanjut dia, kontribusi fiskal AMMAN bagi perekonomian nasional dan daerah juga dapat terjaga, sesuai dengan kinerja penjualan.

    Sesuai dengan panduan yang disampaikan dalam laporan kinerja kuartal III/2025, AMMAN menargetkan produksi tahun ini sebesar 430.000 dmt konsentrat tembaga dengan kandungan sekitar 228 juta pon tembaga dan 90.000 ons emas.

    Target ini telah mempertimbangkan produksi dari stockpile serta bijih segar berkadar rendah dari lingkar luar Fase 8, mengingat kegiatan penambangan saat ini masih berfokus pada pengupasan batuan penutup di fase tersebut.

    Selain target produksi pada 2025, AMMAN juga memiliki persediaan (inventory) sebesar 190.000 dmt pada akhir 2024. Tercatat, produksi konsentrat mencapai 310,143 dmt hingga 30 September 2025. Sebanyak 273.506 dmt telah diumpankan ke fasilitas smelter.

    Adapun sebagian dari inventory konsentrat yang dihasilkan hingga akhir tahun nanti akan diekspor, sementara sebagian lainnya akan diumpankan ke smelter seiring dengan kemajuan proses perbaikan fasilitas.

    “Perkembangan ini menandai kemajuan yang konsisten menuju pemulihan penuh operasi smelter, sekaligus menegaskan komitmen AMMAN untuk terus menciptakan pertumbuhan berkelanjutan dan nilai jangka panjang,” pungkasnya. 

  • PTBA Cetak Laba Rp 1,4 T hingga September 2025

    PTBA Cetak Laba Rp 1,4 T hingga September 2025

    Jakarta

    PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melaporkan kinerja keuangan untuk sembilan bulan pertama 2025 dengan laba bersih sebesar Rp 1,4 triliun. Angka ini turun 56% year-on-year (YoY) dari Rp 3,2 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

    Realisasi ini terjadi di tengah tekanan harga batu bara global yang masih menurun sepanjang 2025. Meski mengalami penurunan laba, pendapatan masih naik 2% dari Rp 30,65 triliun menjadi Rp 31,3 triliun hingga September 2025.

    Selain itu, juga tercatat EBITDA sebesar Rp 3,6 Triliun. Lalu EBITDA margin tercatat berada di angka 11%, hingga akhir September 2025.

    Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, mengatakan, di tengah tekanan harga batu pihaknya berhasil mempertahankan kinerja operasional yang solid serta menjaga profitabilitas melalui peningkatan efisiensi biaya dan optimalisasi portofolio pasar domestik.

    “Hal ini tercermin dari pertumbuhan volume produksi dan penjualan yang tetap positif, serta realisasi capex yang mendukung keberlanjutan operasi dan proyek logistik strategis,” kata Arsal, dikutip dari keterangan resmi, Sabtu (1/11/2025).

    Sementara itu, volume penjualan tercatat meningkat 8% secara tahunan (year-on-year/YoY). Namun demikian, pelemahan harga batu bara, baik Newcastle Index yang turun 22% YoY dan ICI-3 yang turun 16% YoY, berimbas pada pelemahan harga jual rata-rata yang tercatat turun 6% YoY.

    Sampai dengan akhir September 2025 ini, perusahaan mencatat penjualan domestik sebesar 56%, sedangkan sisanya 44% merupakan ekspor. Pada periode ini, lima negara tujuan ekspor terbesar ditempati oleh Bangladesh, India, Filipina, Vietnam, dan Korea Selatan.

    Lalu dari sisi beban pokok pendapatan, realisasinya sebesar Rp 27,8 triliun, atau naik sebesar 11% secara YoY. Kenaikan ini seiring dengan peningkatan volume operasional, baik produksi batu bara yang naik 9% YoY maupun angkutan yang juga naik 8% YoY.

    Meskipun rasio pengupasan (stripping ratio) sedikit menurun ke 5,98x dari 6,02x tahun lalu, menurut dia, biaya bahan bakar meningkat karena pencabutan subsidi komponen FAME pada biodiesel serta kewajiban penggunaan B40, yang membuat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik 8%.

    Di samping itu, secara YoY, beban umum dan administrasi naik sebesar Rp 52,4 miliar atau 4% dalam 9 bulan pertama 2025. Sedangkan untuk beban penjualan turun 1% atau sebesar Rp 7,1 miliar.

    Dari sisi neraca, total aset perusahaan tercatat naik 3% menjadi Rp 42,84 triliun per September 2025. Angka ini melonjak tipis dari tahun lalu sebesar Rp 41,78 triliun.

    Total liabilitas tercatat naik 15% menjadi Rp 22,06 triliun dibandingkan Rp 19,14 triliun pada akhir 2024. Sementara itu, total ekuitas menurun 8% menjadi Rp 20,77 triliun dari sebelumnya Rp 22,64 triliun.

    (shc/fdl)

  • PTBA Cetak Laba Rp 1,4 T hingga September 2025

    PTBA Cetak Laba Rp 1,4 T hingga September 2025

    Jakarta

    PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melaporkan kinerja keuangan untuk sembilan bulan pertama 2025 dengan laba bersih sebesar Rp 1,4 triliun. Angka ini turun 56% year-on-year (YoY) dari Rp 3,2 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

    Realisasi ini terjadi di tengah tekanan harga batu bara global yang masih menurun sepanjang 2025. Meski mengalami penurunan laba, pendapatan masih naik 2% dari Rp 30,65 triliun menjadi Rp 31,3 triliun hingga September 2025.

    Selain itu, juga tercatat EBITDA sebesar Rp 3,6 Triliun. Lalu EBITDA margin tercatat berada di angka 11%, hingga akhir September 2025.

    Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, mengatakan, di tengah tekanan harga batu pihaknya berhasil mempertahankan kinerja operasional yang solid serta menjaga profitabilitas melalui peningkatan efisiensi biaya dan optimalisasi portofolio pasar domestik.

    “Hal ini tercermin dari pertumbuhan volume produksi dan penjualan yang tetap positif, serta realisasi capex yang mendukung keberlanjutan operasi dan proyek logistik strategis,” kata Arsal, dikutip dari keterangan resmi, Sabtu (1/11/2025).

    Sementara itu, volume penjualan tercatat meningkat 8% secara tahunan (year-on-year/YoY). Namun demikian, pelemahan harga batu bara, baik Newcastle Index yang turun 22% YoY dan ICI-3 yang turun 16% YoY, berimbas pada pelemahan harga jual rata-rata yang tercatat turun 6% YoY.

    Sampai dengan akhir September 2025 ini, perusahaan mencatat penjualan domestik sebesar 56%, sedangkan sisanya 44% merupakan ekspor. Pada periode ini, lima negara tujuan ekspor terbesar ditempati oleh Bangladesh, India, Filipina, Vietnam, dan Korea Selatan.

    Lalu dari sisi beban pokok pendapatan, realisasinya sebesar Rp 27,8 triliun, atau naik sebesar 11% secara YoY. Kenaikan ini seiring dengan peningkatan volume operasional, baik produksi batu bara yang naik 9% YoY maupun angkutan yang juga naik 8% YoY.

    Meskipun rasio pengupasan (stripping ratio) sedikit menurun ke 5,98x dari 6,02x tahun lalu, menurut dia, biaya bahan bakar meningkat karena pencabutan subsidi komponen FAME pada biodiesel serta kewajiban penggunaan B40, yang membuat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik 8%.

    Di samping itu, secara YoY, beban umum dan administrasi naik sebesar Rp 52,4 miliar atau 4% dalam 9 bulan pertama 2025. Sedangkan untuk beban penjualan turun 1% atau sebesar Rp 7,1 miliar.

    Dari sisi neraca, total aset perusahaan tercatat naik 3% menjadi Rp 42,84 triliun per September 2025. Angka ini melonjak tipis dari tahun lalu sebesar Rp 41,78 triliun.

    Total liabilitas tercatat naik 15% menjadi Rp 22,06 triliun dibandingkan Rp 19,14 triliun pada akhir 2024. Sementara itu, total ekuitas menurun 8% menjadi Rp 20,77 triliun dari sebelumnya Rp 22,64 triliun.

    (shc/fdl)

  • Trump-Xi Ulur Waktu, Tapi Kecurigaan Masih Mengakar

    Trump-Xi Ulur Waktu, Tapi Kecurigaan Masih Mengakar

    Jakarta

    Pertemuan berisiko tinggi antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping pada Kamis lalu di Busan, Korea Selatan, semula digadang sebagai momentum meredakan ketegangan tarif global yang telah berlangsung berbulan-bulan. Namun, pertemuan itu hanya berlangsung 100 menit – jauh dari ekspektasi tiga sampai empat jam—dan hasilnya pun tipis.

    Trump menyebut pembicaraan itu berjalan “luar biasa”, bahkan memberi nilai 12 dari 10. Beijing lebih berhati-hati, sekadar menyerukan agar saluran komunikasi tetap terbuka. Bagi mereka yang berharap hubungan Washington–Beijing mencair, singkatnya pertemuan itu menjadi pengingat bahwa ketidakpercayaan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia masih mengakar dalam.

    Gencatan senjata taktis

    Trump mengumumkan sedikit rincian dari kesepakatan terbatas yang disampaikan Washington awal pekan itu: penundaan kenaikan tarif, pembatalan pembatasan ekspor logam tanah jarang, serta dimulainya kembali impor kedelai Amerika. Xi, lewat kantor berita Xinhua, menyebut kedua pemimpin mencapai “konsensus dasar” di bidang ekonomi dan perdagangan, seraya mengingatkan pentingnya kerja sama jangka panjang dan menghindari “siklus balas-membalas yang merugikan”.

    Deborah Elms, Direktur Hinrich Foundation di Hong Kong, menilai hasilnya “menarik tapi kabur.” Tak ada pernyataan bersama, tak ada konferensi pers. Pasar pun merespons datar: reli singkat saham Tiongkok memudar, sementara indeks berjangka Amerika melemah.

    “Pasar berharap banyak, tapi kecewa oleh minimnya detail,” kata Anna Wu, analis di Van Eck Associates. Ia menyebut kesepakatan itu sekadar “gencatan senjata taktis” dan memperingatkan volatilitas masih akan berlanjut.

    Tarik ulur Logam Tanah Jarang

    Trump mengklaim Cina sepakat menurunkan tarif 10 persen atas perdagangan terkait fentanyl, sebagai imbalan janji Beijing menekan peredaran opioid mematikan itu di AS. Ia juga menyebut adanya kesepakatan satu tahun untuk menjamin pasokan logam tanah jarang – bahan vital industri teknologi tinggi yang 70 persen dikuasai Tiongkok.

    Namun, seperti diingatkan ekonom Alicia Garcia-Herrero dari Natixis, kesepakatan itu belum jelas bagaimana izin ekspor akan dilonggarkan. “Logam tanah jarang tetap menjadi kartu truf Beijing,” ujarnya.

    Usai pembicaraan, Trump menulis di Truth Social bahwa Cina akan segera memulai pembelian energi Amerika dalam “transaksi besar-besaran”, termasuk minyak dan gas dari Alaska. Ia juga menyebut Cina akan membeli “jumlah luar biasa besar” kedelai dan hasil pertanian lain. Beijing, lagi-lagi, memilih nada hati-hati: kedua pihak, katanya, akan “memperkuat kerja sama di bidang energi dan perdagangan.”

    Uji Nuklir, gelagat Perang Dingin?

    Beberapa jam sebelum bertemu Xi, Trump mengumumkan rencana Amerika melanjutkan uji coba nuklir—yang pertama dalam 33 tahun—dengan fokus pada kemampuan kapal selam. Ia menyebut langkah itu demi “menyamakan kedudukan” dengan para rival.

    Langkah itu memicu kecaman para ahli pengendalian senjata. Garcia-Herrero menyebut keputusan itu “menakutkan” dan memperingatkan pasar bisa bereaksi negatif bila eskalasi bergeser dari ekonomi ke nuklir.

    Damai yang rapuh

    Meski ada jeda sementara, pembicaraan Busan jauh dari terobosan. Persoalan mendasar—seperti perlindungan kekayaan intelektual, dominasi teknologi AI, hingga persaingan strategis—nyaris tak tersentuh.

    Kedua ekonomi raksasa itu masih tertekan dampak perang dagang yang hampir setahun berjalan: tarif tinggi, rantai pasok terganggu, dan ketidakpastian investor menahan pertumbuhan. Krisis properti dan permintaan domestik yang lesu terus membebani ekonomi Tiongkok. Amerika pun bergulat dengan inflasi dan melemahnya industri manufaktur.

    Gencatan ini mungkin memberi napas pendek, tapi tanpa reformasi mendalam dan kerja sama berkelanjutan, ancaman eskalasi baru tinggal menunggu waktu.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Sido Muncul Catat Laba Rp 819 M, Tumbuh 5% di Tengah Dinamika Pasar

    Sido Muncul Catat Laba Rp 819 M, Tumbuh 5% di Tengah Dinamika Pasar

    Jakarta

    PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) membukukan kinerja positif sepanjang sembilan bulan pertama 2025. Emiten jamu terbesar di Indonesia itu mencatat penjualan bersih sebesar Rp2,73 triliun atau tumbuh 4% secara tahunan (year on year/yoy).

    Pertumbuhan ini ditopang oleh permintaan domestik yang stabil serta lonjakan ekspor hingga 23%. Dengan efisiensi pemasaran, turunnya biaya bahan baku, dan nilai tukar yang stabil, SIDO mampu menjaga marjin bruto sebesar 57%.

    Laba usaha meningkat 6% menjadi Rp1,03 triliun, sedangkan laba bersih naik 5% menjadi Rp819 miliar. Perusahaan mencatat marjin usaha 38% dan marjin bersih 30%. Melalui angka ini, SIDO terus memimpin industri herbal dengan tingkat pengembalian ekuitas sebesar 35% dan tingkat pengembalian aset sebesar 32%, mencerminkan efisiensi modal dan kualitas laba yang kuat,

    Tak hanya itu, meskipun Perusahaan telah membagikan dividen sebesar Rp630 miliar dan melakukan pembelian kembali saham senilai Rp253 miliar, posisi kas mencapai Rp771 miliar per September 2025 yang didukung oleh posisi keuangan tanpa utang dan likuiditas kuat. Melalui program buyback, menjadi bukti keyakinan manajemen terhadap nilai intrinsik jangka panjang SIDO.

    “Ke depan, SIDO telah berada di jalur yang tepat untuk mencapai target FY25, yakni pertumbuhan penjualan dan laba bersih di atas 5%, didukung oleh inovasi produk, peningkatan keterlibatan digital, dan ekspansi internasional,” demikian keterangan resmi perusahaan, yang dikutip Jumat (31/10/2025).

    Untuk tetap mempertahankan posisinya dengan produk-produk andal, SIDO terus mendorong inovasi dengan menjembatani warisan herbal Indonesia dan tren modern dalam kesehatan serta kecantikan.

    Salah satunya, melalui produk terbaru C+Collagen Strawberry Lemonade yang diperkaya dengan Collagen Tripeptide dan berbagai vitamin penting yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat.

    Selain itu, produk kapsul Ekstrak Mahoni dan Ekstrak Sari Daun Salam pada kategori kelompok produk Sido Muncul Natural juga memperkuat portofolio Perusahaan di segmen kesehatan preventif, yakni salah satu kategori kesehatan yang sedang bertumbuh di Indonesia.

    (akn/ega)

  • Setelah 30 Tahun Gagal, RI Akhirnya Bangun Pabrik Soda Ash Pertama Rp 5 T!

    Setelah 30 Tahun Gagal, RI Akhirnya Bangun Pabrik Soda Ash Pertama Rp 5 T!

    Jakarta

    Pembangunan Pabrik soda ash pertama di Indonesia resmi resmi dimulai. Pabrik yang berlokasi di Kawasan Industrial Estate (KIE) Bontang, Kalimantan Timur, ini dibangun dengan investasi sekitar Rp 5 triliun.

    Pabrik tersebut akan dibangun di atas lahan seluas 16 hektar (ha) dan menyerap sekitar 800 tenaga kerja. Persiapan pembangunan pabrik ini telah dimulai sejak Juni 2025 dan ditargetkan dapat rampung pada Maret 2028.

    Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, mengatakan pembangunan pabrik menandai tonggak sejarah, di mana Indonesia akan membangun pabrik soda ash pertamanya. Sebab, sudah sejak lama Indonesia bekerja keras untuk bisa mewujudkan pembangunan tersebut.

    “Sudah lebih dari tiga dekade Indonesia berupaya memiliki pabrik soda ash, tidak berhasil. Dan hari ini kita mulai pembangunan pabrik pertama di Indonesia,” kata Rahmad dalam acara Groundbreaking Pabrik Soda Ash di Kawasan Industrial Estate (KIE) Bontang, Kalimantan Timur, Jumat kemarin.

    Soda ash atau natrium karbonat (Na2CO3), adalah senyawa kimia berbentuk bubuk putih yang digunakan secara luas dalam berbagai industri, mulai dari pembuatan kaca dan deterjen, hingga pengolahan air dan pembuatan kertas.

    Telan Anggaran Rp 5 Triliun

    Direktur Utama Pupuk Kaltim Gusrizal mengatakan, proyek Pabrik Soda Ash menelan investasi Rp 5 triliun. Proyek ini digarap oleh kontraktor PT TCC Indonesia Branch Enviromate Technology International (ETI) dan PT Rekayasa Industri (Rekind).

    “Nilai investasinya sekitar Rp 5 triliun. (Pendanaannya) kita dari perusahaan sendiri, didukung oleh perbankan nasional,” kata Gusriza, dalam kesempatan yang sama.

    Tekan Impor 30%

    Kembali ke Rahmad, ia menjelaskan Indonesia selama bertahun-tahun terpaksa mengimpor produk soda ash, dengan volume yang terus bertambah. Setidaknya saat ini Indonesia mengimpor kurang lebih 1 juta ton soda ash dari berbagai negara seperti Amerika Utara hingga China.

    Padahal, Indonesia sendiri memiliki semua bahan baku yang diperlukan untuk memproduksi soda ash itu sendiri. Beberapa bahan baku pembuatan soda ash adalah CO2 dan amonia. Kedua bahan tersebut terdapat secara luas pada fasilitas produksi Pupuk Kaltim, maupun Pupuk Indonesia Grup.

    “Impor soda ash di Indonesia sekarang 1 juta ton dan akan terus tumbuh dengan pertumbuhan sekitar 5-6% per tahun. Kalau sekarang saja kita impor 1 juta, dan Indonesia tidak mulai membangun (pabrik) soda ash, tidak bisa saya bayangkan berapa besar devisa kita yang harus kita keluarkan Indonesia,” kata Rahmad.

    Hadirnya Pabrik Soda Ash anyar ini setidaknya akan memproduksi sebanyak 300.000 ton soda ash. Dengan demikian, hasil produksi dari pabrik ini dapat mengganti keburuhan impor soda ash hingga 30%.

    Tidak hanya memproduksi soda ash, nantinya pabrik ini juga akan amonium klorida sebesar 300.000 ton. Produksi ini diharapkan dapat menekan impor bahan baku pupuk ini hingga senilai Rp 250 miliar per tahun.

    “Indonesia tidak hanya mengimpor soda ash, tapi Indonesia juga mengimpor produk sampingan hasil pabrik soda ash yaitu ammonium chloride. Jadi hasil dari sini tidak hanya menggantikan impor soda ash, tapi juga menggantikan impor dari ammonium chloride sebagai pupuk yang sangat dibutuhkan untuk kebun kelapa sawit,” jelasnya.

    Sementara itu, Senior Director of Business Performance & Assets Optimization PT Danantara Asset Management (Persero), Bhimo Aryanto, mengatakan soda ash menjadi salah satu bahan yang juga penting untuk membuat litium karbonat, bahan utama baterai kendaraan listrik.

    Selama ini seluruh kebutuhan Soda ASH nasional dipenuhi melalui impor, Sementara itu, permintaan produk tersebut untuk kebutuhan dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun.

    “Dengan kapasitas produksi yang signifikan, pabrik ini diharapkan mampu menggantikan impor secara bertahap, sekaligus membuka jalan bagi potensi ekspor di masa depan. Inilah wujud nyata dari hilirisasi industri kimia nasional yang selama ini menjadi arah strategis pemerintah,” kata Bhimo.

    Bhimo berharap, pabrik dapat menjadi benchmark baru bagi industri kimia hijau di Indonesia. Pabrik ini juga harapannya bisa mendongkrak ekonomi Kota Bontang dari 9,8% menjadi 10,5%, berkontribusi dalam menyerap ribuan tenaga kerja lokal, serta operasinya menciptakan ratusan pekerjaan permanen.

    (kil/kil)

  • Prabowo katakan negosiasi tarif AS nol persen masih berlangsung

    Prabowo katakan negosiasi tarif AS nol persen masih berlangsung

    Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan bahwa negosiasi antara Indonesia dan Amerika Serikat terkait penerapan tarif nol persen untuk sejumlah komoditas masih terus berlangsung.

    “Iya masih terus negosiasi,” ujar Prabowo di sela-sela rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2025 di Gyeongju, Korea Selatan, Jumat waktu setempat.

    Negosiasi tersebut menjadi bagian dari upaya memperluas kerja sama perdagangan antara kedua negara, khususnya untuk komoditas tertentu yang menjadi unggulan ekspor Indonesia.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam kesempatan yang sama, mengatakan bahwa pembahasan lebih lanjut dengan AS terkait negosiasi tersebut akan dilakukan setelah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi APEC.

    Dia menjelaskan komoditas yang diusulkan untuk mendapatkan tarif nol persen serupa dengan yang diterapkan Malaysia, seperti produk sawit, kakao, karet, dan sejumlah komoditas lainnya yang tidak diproduksi di Amerika Serikat.

    Airlangga juga menyampaikan bahwa untuk komoditas critical minerals atau mineral kritis, pembahasan akan dilakukan secara terpisah.

    “Critical mineral pembahasan sendiri, terkait dengan suplay chain dan dalam joint statement kita sebutnya sebagai industrial communities,” kata dia.

    Diketahui, Indonesia membidik hasil negosiasi dengan Amerika Serikat dapat mengurangi tarif terhadap minyak sawit hingga 0 persen, sebagaimana yang disepakati antara Amerika Serikat dengan Malaysia.

    “Ini (negosiasi tarif sawit) masih dalam proses. Mudah-mudahan dalam diskusi-diskusi, paling tidak kita bisa sama dengan Malaysia,” ucap Pelaksana tugas Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika di Jakarta, Rabu (29/10).

    Pernyataan tersebut terkait dengan Malaysia yang berhasil memperjuangkan pengurangan tarif impor ke Amerika Serikat dari nilai sebelumnya 25 persen menjadi 19 persen sebagaimana ditetapkan dalam kesepakatan tarif resiprokal dengan AS yang baru ditandatangani.

    Untuk produk-produk unggulan Malaysia seperti minyak sawit, produk karet, produk kayu, komponen penerbangan, dan produk farmasi, dibebaskan oleh AS dari tarif 19 persen tersebut, alias menjadi 0 persen atau bebas tarif.

    Indonesia berharap mendapatkan hasil negosiasi yang serupa dari Amerika Serikat.

    Dengan tarif 0 persen untuk produk sawit Indonesia yang masuk ke Amerika Serikat, Putu berharap Indonesia bisa menempati posisi persaingan yang setara dengan Malaysia di pasar Amerika Serikat.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rosan: Lotte Tawarkan 35% Proyek Petrokimia di Cilegon ke Danantara

    Rosan: Lotte Tawarkan 35% Proyek Petrokimia di Cilegon ke Danantara

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) Rosan Roeslani mengungkapkan rencana Danantara masuk ke dalam kepemilikan saham di proyek pabrik petrokimia milik Lotte Chemical, perusahaan asal Korea Selatan, di Cilegon, Banten.

    Rosan mengatakan, rencananya dia akan bertemu dengan petinggi Lotte di Korea Selatan untuk membicarakan realisasi investasi senilai US$ 4 miliar. Diskusi itu nantinya juga akan membahas rencana Danantara untuk ikut masuk dalam kepemilikan saham di Lotte Chemical Indonesia.

    “Mereka menawarkan 35% (saham) tapi ya kita sedang mulai kaji, karena ini kan produk yang sangat baik ya, ini proyek juga sudah selesai. Risikonya juga lebih terukur kita bisa lihat potensi-potensi ke depannya, sekarang saya perintahkan untuk segera mengkaji penawaran dari Lotte ini,” kata Rosan di sela KTT APEC 2025 di Korea Selatan, Jumat (31/10/2025).

    Rosan belum bisa membeberkan berapa nilai yang perlu dikeluarkan untuk merealisasikan rencana akuisisi tersebut.

    “Kita lagi lihat, dari US$ 4 miliar (nilai investasi) itu ada ekuiti, ada debt ya, memang ekuitinya mereka itu kurang lebih US$ 1,7 miliar sih. Nanti kita lihat,” kata Rosan.

    Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjabarkan bahwa pabrik Lotte Chemical di Cilegon itu telah memasuki tahap akhir konstruksi dan segera beroperasi komersial pada pertengahan kuartal IV 2025.

    Hal ini dia ungkapkan usai bertemu dengan Chief Executive Office Lotte Chemical Corporation Young Jun Lee di Gyeoungju, Korea Selatan.

    “Dengan upacara pembukaan yang direncanakan digelar pada 6 November 2025,” kata Airlangga, dalam keterangan resmi.

    Dari catatannya, investasi dari Lotte Chemical ini memiliki nilai Rp 62 triliun, yang akan memenuhi kebutuhan produk petrokimia dalam negeri maupun ekspor.

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Titik terang pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat usai 40 tahun menanti

    Titik terang pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat usai 40 tahun menanti

    ANTARA – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bersama Kementerian Perhubungan menandatangani kerja sama pembangunan dan pengoperasian pelabuhan New Palembang Tanjung Carat yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), Jumat (31/10). Penandatanganan itu menjadi kepastian pembangunan pelabuhan samudera pertama di Sumatera Selatan, sebagai gerbang ekspor utama bagi berbagai komoditas unggulan daerah dan motor penggerak ekonomi baru di kawasan Sumatera bagian Selatan. (Winda Tri Agustina/Sandy Arizona/Gracia Simanjuntak)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.