Topik: ekspor

  • Kejar Target Pertumbuhan 5,2%, Ekonom Dorong Pemerintah Lebih Ekspansif

    Kejar Target Pertumbuhan 5,2%, Ekonom Dorong Pemerintah Lebih Ekspansif

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Departemen Riset Makroekonomi dan Pasar Keuangan PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Faisal Rachman mendorong pemerintah lebih ekspansif pada sisa akhir tahun, usai pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 hanya capai 5,03%.

    Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,87% pada kuartal I/2025 dan 5,12% pada kuartal II/2025. Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi capai 5,2% sepanjang tahun. Agar target tersebut bisa tercapai, ekonomi pada kuartal IV/2025 harus tumbuh minimal 5,77%.

    Faisal memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2025 tidak akan capai target. Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun masih bisa tetap berada di kisaran 5,0%—5,1% apabila pemerintah lebih ekspansif pada akhir tahun ini.

    “Penting mempertahankan kebijakan ekonomi yang bersifat ekspansif, terutama melalui percepatan belanja pemerintah, khususnya pada sektor-sektor produktif yang memiliki efek pengganda tinggi,” ujar Faisal dalam keterangannya, Rabu (5/11/2025) 

    Selain itu, prospek konsumsi rumah tangga diperkirakan membaik seiring perbaikan pasar tenaga kerja dan inflasi yang tetap terkendali. Dia melihat stabilitas harga dan meningkatnya pendapatan riil masyarakat akan memperkuat daya beli, terutama di segmen menengah.

    Dari sisi investasi, Faisal melihat prospek yang lebih positif dibandingkan paruh awal 2025. Penurunan suku bunga kebijakan global dan domestik diproyeksikan akan menurunkan biaya pendanaan dan meningkatkan kepercayaan investor untuk berekspansi.

    Meski demikian, Faisal mengingatkan bahwa kenaikan impor barang modal dapat meningkat kembali seiring pemulihan investasi.

    Lebih lanjut, dia menilai ekspor Indonesia masih akan menghadapi tantangan eksternal, terutama akibat perang dagang yang berlanjut dan perlambatan ekonomi China. Kendati demikian, tekanan terhadap ekspor diperkirakan mulai berkurang seiring pelonggaran sikap AS terhadap negosiasi dagang dan upaya diversifikasi pasar ekspor oleh pemerintah.

    Selain itu, upaya diversifikasi negara mitra dagang lewag perjanjian-perjanjian perdagangan baru dan pemulihan harga komoditas utama juga bisa membantu performa ekspor.

    Sementara pada tahun depan, risiko makroekonomi diperkirakan relatif sama dengan 2025: tekanan utama berasal dari faktor eksternal seperti geopolitik, perdagangan global, dan pemulihan ekonomi China yang lambat.

    Hanya saja, secara umum, kondisi global yang cenderung stagnan akan menekan inflasi dunia dan membuka ruang bagi penurunan suku bunga lanjutan, yang dapat mendorong arus modal masuk ke pasar berkembang termasuk Indonesia.

    Faisal pun melihat stabilitas politik dan makroekonomi akan menjadi kunci pada periode mendatang. Pemerintah dinilai masih memiliki ruang untuk memperluas kebijakan fiskal dan moneter, namun harus tetap berhati-hati.

    “Karena defisit transaksi berjalan berpotensi melebar di tengah friksi perdagangan dan defisit fiskal dapat meningkat akibat kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan,” ungkap Faisal.

    Perkembangan Kuartal III/2025

    Faisal turut merincikan perkembangan indikator-indikator pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025, sepeti yang dirilis Badan Pusat Statistik pada hari ini, Rabu (5/11/2025).

    Dari sisi pengeluaran, pertama ada konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi lebih dari separuh terhadap produk domestik bruto (PDB). Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,89% secara tahunan (year on year/YoY), sedikit menurun dari 4,97% YoY pada kuartal sebelumnya.

    Menurutnya, normalisasi konsumsi terjadi setelah lonjakan musiman pada kuartal II akibat perayaan keagamaan dan musim libur. Secara kuartalan, perlambatan terutama terlihat pada komponen konsumsi yang terkait rekreasi dan mobilitas.

    Transportasi dan komunikasi tumbuh 6,41% YoY, melambat dari 6,48% YoY. Kemudian, restoran dan hotel tumbuh 6,32% YoY, turun dari 6,77% yoy.

    Peralatan rumah tangga juga melambat cukup signifikan menjadi 3,74% YoY dari 4,34% YoY, mencerminkan penurunan permintaan barang tahan lama.

    Sebaliknya, sebagian komponen menunjukkan perbaikan. Konsumsi pakaian meningkat menjadi 4,21% YoY dari 2,91% YoY, didorong oleh awal tahun ajaran baru dan meningkatnya aktivitas ritel daring.

    Dari sisi pembentukan modal tetap bruto atau investasi, pertumbuhan investasi melambat tajam menjadi 5,04% YoY dari 6,99% YoY pada kuartal II/2025.

    Investasi bangunan dan struktur tumbuh hanya 3,02% YoY, turun dari 4,89% YoY seiring penurunan konsumsi semen dan beralihnya fokus pemerintah dari pembangunan infrastruktur ke program peningkatan sumber daya manusia.

    Sementara itu, investasi mesin dan peralatan tetap menjadi segmen tercepat dengan pertumbuhan 17,00% YoY, menurun dari 24,58% YoY sejalan dengan penurunan impor barang modal.

    Kemudian Faisal menjelaskan komponen pengeluaran pemerintah menjadi sumber pertumbuhan baru pada periode ini. Konsumsi pemerintah tumbuh 5,49% YoY, berbalik dari kontraksi 0,33% YoY di kuartal sebelumnya.

    Menututnya, pemulihan ini mencerminkan pergeseran kebijakan fiskal ke arah ekspansif, setelah sebagian anggaran yang sebelumnya ditahan kembali dicairkan sejak pertengahan tahun. Hingga 22 September 2025, pemerintah telah merealisasikan pencairan Rp168,5 triliun dari total Rp256,1 triliun dana cadangan anggaran, mempercepat realisasi proyek dan belanja sosial.

    Sedangkan ekspor-impor juga mencatatkan surplus neraca perdagangan, meski keduanya sama-sama melambat. Ekspor tumbuh 9,91% YoY, turun dari 10,95% YoY; sedangkan impor turun tajam menjadi 1,18% YoY dari 11,65% YoY.

    Dia mencatat perlambatan ekspor mencerminkan normalisasi pasca percepatan pengiriman (front-loading) sebelum penerapan tarif timbal balik oleh Amerika Serikat pada Agustus 2025. Sementara itu, impor melemah karena penurunan investasi dan berakhirnya musim haji serta libur sekolah, yang menekan impor jasa perjalanan.

    Dari sisi lapangan usaha, hampir seluruh sektor mencatatkan pertumbuhan positif. Sektor pendidikan tumbuh paling tinggi 10,59% YoY, diikuti jasa perusahaan sebesar 9,94% YoY, ditopang awal tahun ajaran baru dan meningkatnya aktivitas wisata domestik.

    Manufaktur yang masih menjadi penopang utama ekonomi dengan pertumbuhan 5,54% YoY, sedikit menurun dari 5,68% YoY. Industri logam dasar tumbuh kuat 18,62% YoY, sedangkan makanan dan minuman meningkat ke 6,49% YoY, didukung oleh permintaan global atas CPO, baja, dan mesin listrik.

    Sebaliknya, subsektor tekstil dan produk kayu tertekan akibat penerapan tarif timbal balik oleh AS, masing-masing hanya tumbuh 0,93% YoY dan -9,60% yoy.

    Pertanian melonjak menjadi 4,93% YoY dari 1,65% YoY. Sementara pertambangan terkontraksi 1,98% YoY karena menurunnya produksi batu bara.

  • Daya Beli Lesu, Pengusaha Ritel Berharap Momentum Akhir Tahun

    Daya Beli Lesu, Pengusaha Ritel Berharap Momentum Akhir Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menilai momentum pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,04% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal III/2025 akan mendorong kinerja sektor ritel menjelang akhir tahun.

    Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengatakan kuartal IV biasanya menjadi momentum penting bagi pelaku ritel, seiring meningkatnya permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang diyakini menjadi penggerak utama lonjakan penjualan.

    Budihardjo menjelaskan, selain faktor musiman, penjualan ritel juga terdorong oleh kebijakan moneter dan fiskal yang lebih longgar, termasuk likuiditas yang meningkat di pasar.

    “Di samping itu ditambah dengan kebijakan uang beredar yang digelontorkan oleh pemerintah ke market, sehingga ada bunga-bunga ringan, kartu kredit juga memberikan banyak program, dan itu juga menggerakkan ekonomi untuk sektor retail offline,” kata Budihardjo kepada Bisnis, Rabu (5/11/2025).

    Dia menambahkan, perbaikan sentimen publik dan konsumen setelah gelombang demonstrasi beberapa waktu lalu turut memperkuat optimisme pelaku ritel.

    Dihubungi terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai geliat pertumbuhan ekonomi 5,04% yoy pada kuartal III/2025 belum sepenuhnya mencerminkan pemulihan daya beli masyarakat.

    Bhima menyebut pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 yang mencapai 5,04% yoy itu lebih didorong oleh ekspor daripada konsumsi rumah tangga. 

    Alhasil, kondisi ini membuat banyak pelaku usaha ritel masih menahan ekspansi karena indikator konsumsi seperti penjualan kendaraan bermotor dan barang elektronik yang belum menunjukkan perbaikan signifikan.

    “Masih belum terlalu confidence sih sebenarnya untuk pelaku usaha ritel. Jadi mereka masih mengatur strategi dulu untuk ekspansi,” ujar Bhima kepada Bisnis.

    Meski begitu, Celios melihat dampak stimulus seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) kemungkinan baru terasa di kuartal IV, bersamaan dengan puncak belanja Nataru di akhir tahun.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai kondisi ekonomi pada kuartal III/2025 masih diwarnai ketegangan akibat ketimpangan ekonomi.

    Menurutnya, dinamika sosial dan aksi demonstrasi yang terjadi beberapa waktu lalu itu mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap distribusi pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.

    Dalam hal sektor ritel, kata Faisal, meski pertumbuhannya masih terjaga dengan laju sekitar 5,5%, namun kenaikannya didominasi oleh kelompok berpendapatan menengah atas dan ritel berskala besar.

    Dia menyebut pertumbuhan tersebut lebih banyak disumbang oleh kelompok ekonomi atas, sementara ritel menengah, kecil, dan mikro masih berjuang menghadapi lemahnya daya beli.

    “Dan ini terkonfirmasi juga dengan kalau kita cross-analysis dengan pertumbuhan konsumsinya, konsumsi rumah tangganya itu kan lebih rendah juga 4,89%, jadi artinya daya beli sebetulnya tidak cukup ada peningkatan,” ucap Faisal kepada Bisnis.

    Menurutnya, kenaikan ritel secara agregat banyak ditopang oleh konsumsi kalangan menengah atas, sementara kelompok menengah ke bawah belum menunjukkan pemulihan signifikan.

    Faisal menuturkan konsumsi kalangan menengah dan calon kelas menengah menyumbang lebih dari 80% terhadap total konsumsi nasional. Untuk itu, keberlanjutan pertumbuhan ritel akan sangat bergantung pada pemulihan daya beli kedua segmen tersebut.

    Meski demikian, Faisal menilai prospek jangka pendek sektor ritel masih positif karena ukuran pasar domestik yang besar. Namun, pemerataan pertumbuhan akan menjadi pekerjaan rumah utama bagi pemerintah dan pelaku usaha.

    “Prospek untuk industri ritel ini akan ditentukan juga mestinya oleh seberapa besar pemulihan daya beli dari kelas menengah ke bawah,” pungkasnya.

  • BPS: Konsumsi rumah tangga kuartal III melambat karena siklus musiman

    BPS: Konsumsi rumah tangga kuartal III melambat karena siklus musiman

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan perlambatan konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2025 merupakan dampak dari siklus musiman, bukan karena penurunan daya beli masyarakat.

    “Konsumsi rumah tangga itu kan juga salah satunya dipengaruhi oleh siklus musiman ya kan,” kata Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.

    Amalia menjelaskan perlambatan tersebut terjadi karena pada kuartal III tidak terdapat periode libur panjang keagamaan seperti pada kuartal II yang diwarnai momentum Idul Fitri dan Idul Adha.

    Menurutnya, kondisi itu memengaruhi aktivitas belanja dan perjalanan masyarakat yang biasanya meningkat pada masa libur panjang.

    “Di kuartal ke-II kan banyak libur termasuk libur lebaran, Idul Adha, Idul Fitri yang panjang, itu kan membuat orang banyak spending dan juga banyak travelling,” kata dia.

    Dia menegaskan konsumsi rumah tangga pada kuartal III tetap solid meski mengalami perlambatan tipis dibandingkan kuartal sebelumnya.

    Terkait pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04 persen pada kuartal III 2025, Amalia mengatakan hal tersebut didorong oleh ekspor yang tumbuh di atas 9 persen serta pengeluaran konsumsi pemerintah yang berbalik positif 5,49 persen setelah sempat terkontraksi pada kuartal II.

    “Kan sudah 5,04 persen, pendorongnya salah satunya dari sisi pengeluaran itu kan ada ekspor yang tumbuh di atas 9 persen, bahkan pengeluaran konsumsi pemerintah sudah membalik positif dari kuartal II yang tumbuh negatif -1,38 persen di kuartal II di kuartal III ini sudah tumbuh positif 5,49 persen,” kata dia.

    Dari sisi produksi, industri pengolahan menjadi penopang utama dengan pertumbuhan 5,54 persen.

    Diketahui, BPS mencatat konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2025 tumbuh sebesar 4,89 persen (year on year/yoy), ditopang oleh konsumsi untuk transportasi dan komunikasi dengan pertumbuhan sebesar 6,41 persen.

    Namun, apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, konsumsi rumah tangga melambat baik secara tahunan (yoy) maupun kumulatif (ctc).

    Pada periode yang sama tahun 2024, konsumsi rumah tangga tumbuh masing-masing sebesar 4,97 persen (yoy) dan 4,96 persen (ctc), sementara pada triwulan III 2025 tumbuh 4,89 persen (yoy) dan 4,94 persen (ctc).

    Secara kuartalan (qtq), konsumsi rumah tangga bahkan terkontraksi 0,56 persen pada triwulan III 2025, setelah pada triwulan II 2025 tumbuh 3,14 persen.

    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, mengungkapkan, komponen konsumsi rumah tangga yang tumbuh melambat secara tahunan (yoy) termasuk makanan dan minuman selain restoran yang tumbuh 4,11 persen serta kesehatan dan pendidikan 4,06 persen.

    Sementara itu, konsumsi rumah tangga yang terkontraksi secara kuartalan (qtq) mencakup kelompok makanan dan minuman selain restoran, pakaian dan alas kaki, perumahan dan perlengkapan rumah tangga, restoran dan hotel, serta kelompok lainnya.

    Pewarta: Fathur Rochman/Genta Tenri Mawangi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kejagung Sita Aset Musim Mas-Permata Hijau Imbas Belum Lunasi Uang Pengganti

    Kejagung Sita Aset Musim Mas-Permata Hijau Imbas Belum Lunasi Uang Pengganti

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita sementara aset milik Musim Mas Group dan Permata Hijau Group

    Kapuspenkum Kejagung RI Anang Supriatna mengatakan aset itu disita berkaitan dengan kewajiban pembayaran uang pengganti (UP) di kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.

    Menurut Anang, nilai aset yang telah disita pihaknya telah melebihi sisa UP yang belum dibayarkan Musim Mas dan Permata Hijau Group.

    “Kita memang kan dulu sudah melakukan beberapa penyitaan dan memang ada uang pengganti yang masih belum dilunasi, dari Rp17,7 triliun. Ada Rp4,4 triliun [belum dibayarkan] dan mereka sanggup akan membayar mencicil.” ujar Anang di Kejagung, Rabu (5/11/2025).

    Dia menambahkan, aset itu nantinya bakal dikembalikan kepada masing-masing korporasi jika kewajiban pembayaran UP sudah lunas.

    Hanya saja, Anang tidak mengungkap secara detail terkait dengan nilai aset yang telah disita dari Musim Mas dan Permata Hijau Group itu. Anang hanya mengungkap aset yang disita itu yakni perkebunan, pabrik hingga tanah.

    “Ya ada beberapa aset, ada perkebunan, ada pabrik, ada semua,” imbuhnya.

    Apabila Musim Mas dan Permata Hijau Group itu tidak melunasi kewajiban pembayaran uang pengganti, kata Anang, maka aset yang telah disita berpotensi dilelang.

    “Nah, ketika sudah lunas aset-asetnya yang disita kita kembalikan ke korporasinya. Tapi nanti kalau misalnya tidak komitmen, aset-asetnya yang kita sita ya kita lelang lah untuk negara,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kerugian negara dari perkara ekspor CPO ini mencapai Rp17,7 triliun. Terkait hal ini, setidaknya ada tiga grup korporasi yang diwajibkan untuk melunasi kerugian negara itu melalui pembayaran uang pengganti.

    Wilmar Group merupakan korporasi paling besar yang telah menyetor UP sebesar Rp11,8 triliun. Sementara sisanya, Musim Mas Group Rp1,8 triliun dan Permata Hijau Group Rp186 miliar. 

    Dengan demikian, total UP yang telah disetor ke negara mencapai Rp13,2 triliun. Sementara sisanya, Rp4,4 triliun maaih belum dibayar oleh Musim Mas dan Permata Hijau Group.

  • Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Marcella Dkk di Kasus Vonis Lepas Migor

    Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Marcella Dkk di Kasus Vonis Lepas Migor

    Jakarta

    Jaksa meminta majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan enam terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap vonis lepas perkara minyak goreng (migor). Jaksa meminta hakim melanjutkan sidang ke pembuktian.

    Hal itu disampaikan jaksa saat membacakan tanggapan atas eksepsi para terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/11/2025). Enam terdakwa itu ialah:

    1. Marcella Santoso selaku pengacara.
    2. Ariyanto Bakri selaku pengacara.
    3. Junaedi Saibih selaku pengacara.
    4. Tian Bahtiar selaku Direktur JakTV.
    5. Adhiya Muzzaki selaku buzzer.
    6. M Syafei selaku perwakilan pihak korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

    Jaksa mengatakan eksepsi Marcella dkk masuk materi pokok perkara yang harus dibuktikan melalui pembuktian dan pemeriksaan saksi di persidangan. Jaksa mengatakan surat dakwaan sudah memenuhi syarat materil dan formil sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat 2 KUHAP.

    “Bahwa materi eksepsi penasihat hukum Terdakwa ini pada dasarnya telah memasuki materi pokok perkara yang kebenarannya akan dibuktikan secara substansial dalam pemeriksaan pokok perkara,” ujar jaksa saat membacakan tanggapan eksepsi

    “(Memohon majelis hakim) menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah disusun secara cermat, jelas dan lengkap sesuai dengan ketentuan UU dan diterima untuk menjadi dasar pemeriksaan di muka persidangan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar jaksa.

    Marcella didakwa memberikan suap Rp 40 miliar ke hakim bersama tiga terdakwa lain, yakni Ariyanto, Juanedi Saibih, serta M Syafei selaku perwakilan pihak korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Jaksa juga mendakwa Marcella, Ariyanto, dan M Syafei melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Selain itu, terdakwa Juanedi Saibih, M Adhiya Muzzaki dan Tian Bahtiar selaku Direktur JakTV didakwa merintangi penyidikan tiga perkara. Jaksa mengatakan Junaedi dkk membuat program dan konten yang bertujuan membentuk opini negatif di publik terkait penanganan tiga perkara tersebut.

    Tiga perkara itu yakni kasus korupsi tata kelola komoditas timah, korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan RI serta perkara korupsi pengurusan izin ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan minyak goreng. Jaksa mengatakan Junaedi dkk menjalankan skema nonyuridis di luar persidangan dengan tujuan membentuk opini negatif seolah-olah penanganan perkara tersebut dilakukan dengan tidak benar.

    (mib/zap)

  • Kementerian UMKM Gelar Expo Pamerkan Produk Anak Bangsa Unggulan

    Kementerian UMKM Gelar Expo Pamerkan Produk Anak Bangsa Unggulan

    Jakarta

    Kementerian UMKM menggelar pameran nasional bertajuk PRABU (Produk Anak Bangsa Unggulan) Expo pada 5-6 November 2025 di gedung SMESCO Convention Hall Lantai 2, Jakarta Selatan. Expo ini bertujuan untuk mempercepat transformasi digital dan memperkuat daya saing produk lokal, khususnya UMKM.

    Wakil Menteri UMKM Helvi Yuni Moraza menyampaikan acara ini menjadi ruang kolaborasi antara pengusaha UMKM, pemerintah, lembaga riset, investor, hingga marketplace untuk menghadirkan inovasi dan teknologi produksi guna meningkatkan efisiensi, kualitas, hingga peluang ekspor.

    Sebab menurutnya selama ini, sebagian besar pelaku UMKM berasal dari kalangan pengusaha mikro. Sehingga melalui expo ini para UMKM peserta dapat bertransformasi menjalankan proses produksi, manufaktur, atau permulaan dengan menggunakan peralatan dan mesin yang sesuai.

    “Kebanyakan, lebih dari 98% pengusaha UMKM itu adalah pengusaha mikro. Kemudian di mikro itu juga terbagi ultra mikro. Nah ini kami graduasi ke atas menjadi pengusaha kecil,” kata Helvi dalam pembukaan PRABU Expo di Convention Hall SMESCO, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).

    Dalam kesempatan itu, Kementerian UMKM juga melangsungkan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) dengan Kementerian Koperasi (Kemenkop), Bank Indonesia (BI), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

    Dalam hal ini MoU antara Kementerian UMKM dengan Kemenkop berisikan tentang sinergi dan kolaborasi program untuk penguatan dan pengembangan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah, serta kewirausahaan.

    Sementara MoU dengan Bank Indonesia berisikan tentang sinergi program dan kegiatan pengembangan UMKM. Serta MoU dengan BRIN berisi tentang sinergi tugas dan fungsi di bidang riset dan inovasi dalam rangka pemberdayaan UMKM serta kewirausahaan.

    “Kami mengucapkan terima kasih atas kolaborasi yang sudah terjalin selama ini baik dengan BRIN, Bank Indonesia, maupun Kementerian Koperasi sebagai induk kita dulu Sebelum dilakukan pemisahan,” ucap Helvi.

    Di luar itu, dalam acara PRABU Expo 2025 Kementerian UMKM turut mengadakan pameran teknologi produksi, diskusi panel, business matching dan konsultasi UMKM. Hal ini diharapkan dapat membantu para pelaku UMKM semakin berdaya saing dan meningkatkan kontribusi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Tantangan itu ujungnya ketika UMKM kita versaing di tingkat lokal maupun global. Nah di sini tentukan apa yang tersebut tadi transformasi digital,” pungkasnya.

    Tonton juga video “Menteri UMKM Ungkap Arahan Prabowo soal Larangan Thrifting: Ganti Lokal”

    (igo/fdl)

  • Dari Sawit hingga Kilang, Indonesia Bangun Energi Bernilai Tambah

    Dari Sawit hingga Kilang, Indonesia Bangun Energi Bernilai Tambah

    Jakarta

    Di persimpangan antara energi dan industri, Indonesia sedang melangkah ke fase baru yang sangat menentukan: mengubah sumber daya alam menjadi kekuatan ekonomi yang berdaya saing tinggi. Program biofuel dan pengembangan petrokimia bukan sekadar proyek teknis, melainkan pilar untuk mewujudkan energi yang mandiri, ekonomi yang tumbuh, dan manfaat yang nyata bagi masyarakat luas.

    Dengan memanfaatkan biodiesel, bioetanol, serta industri hilir petrokimia, pemerintah dan pelaku industri berupaya mendorong nilai tambah dalam negeri, membuka lapangan pekerjaan, dan memperkuat posisi Indonesia di peta global energi. Pengembangan produk olahan migas menjadi petrokimia memperlihatkan bahwa kita tidak lagi hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga mulai mengolah dan menghasilkan produk bernilai tinggi.

    Begitu juga dengan biofuel, dari ladang sawit, tebu atau singkong, energi baru terbarukan ini bertemu dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat dan lingkungan. Semua ini menunjuk ke satu arah: bangsa yang mampu berdiri di atas kekuatannya sendiri. Pengembangan petrokimia menunjukkan peralihan industri migas dari ekspor bahan mentah ke produk olahan dengan nilai tinggi, dan memperkuat kemandirian ekonomi energi.

    Berangkat dari hal tersebut, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal RI (BKPM) Todotua Pasaribu mendorong hilirisasi minyak dan gas bumi (migas) untuk menjadi jalur masuk Indonesia ke industri petrokimia.

    “Kami melihat migas ini strategis. Selain berbicara ketahanan energi, kita juga bicara penetrasi kita ke dalam industri petrokimia,” ucap Todotua, dikutip dari Antara, Rabu (5/11/2025).

    Todotua menyampaikan sebagian besar dari bahan petrokimia berasal dari minyak dan gas bumi. Adapun tren industri yang memiliki keterkaitan dengan petrokimia dan menuai perhatian dari Todotua adalah industri pupuk yang bahan baku utamanya dari amonia.

    “Amonia kan dari gas, dan turunan-turunan produk metanol dan lain-lain,” ucap Totodua.

    Oleh karena itu, Todotua menekankan bahwa investasi yang datang ke dalam negeri haruslah untuk proyek-proyek strategis, serta berkontribusi kepada program hilirisasi dengan produk yang berdaya saing kompetitif.

    “Inilah memang yang harus kami atur sama-sama, sehingga nanti dalam penetrasi ke industri hilirisasinya, produk-produk turunannya sudah bisa punya daya saing,” kata Todotua.

    Sebelumnya ia menyampaikan realisasi investasi kuartal II 2025 tembus Rp 475 triliun, lebih tinggi daripada kuartal I sebesar Rp 465 triliun. Todotua berharap agar realisasi investasi pada kuartal III dan kuartal IV bisa mencapai target, sebab terdapat berbagai tantangan ekonomi global yang bisa mempengaruhi investasi.

    Tak hanya petrokimia, pengembangan biofuel atau bahan bakar nabati seperti biodiesel 50% (B50) dan bioetanol 10% (B10) juga dinilai mampu memperkuat kemandirian energi sekaligus menekan emisi karbon. Kebijakan ini rencananya akan dilaksanakan pada 2026.

    “Kalau bensin ini 60 % konsumsi bensin kita itu masih impor. Maka ke depan kita akan mendorong untuk ada E10,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI (ESDM) Bahlil Lahadalia.

    Menurutnya, kebijakan ini akan diatur secara bertahap agar kebutuhan etanol di dalam negeri dapat terpenuhi. Langkah ini juga sejalan dengan visi nasional untuk memperkuat kemandirian energi dan mendukung transisi menuju ekonomi hijau.

    Bahlil sendiri bakal mempertimbangkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan penerapan program B50 akan berdampak pada peningkatan kebutuhan CPO di dalam negeri.

    “Nah kalau alternatif ketiga yang dipakai, memangkas sebagian ekspor, maka salah satu opsinya, saya ulangi, salah satu opsinya adalah mengatur antara kebutuhan dalam negeri dan luar negeri. Itu di dalamnya adalah salah satu instrumennya DMO,” kata Bahlil.

    Dari sisi industri, PT Pertamina (Persero) juga tengah memperkuat bisnis petrokimia untuk meningkatkan nilai perusahaan sekaligus memberikan kontribusi nyata sebagai BUMN bagi negara. Pengembangan bisnis petrokimia dilakukan melalui sejumlah anak usaha dan afiliasi.

    Contohnya, PT Trans‑Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) sebagai salah satu anak usahanya telah berhasil menyelesaikan proyek peningkatan kapasitas produksi aromatik dari 600 ribu ton menjadi 780 ribu ton per tahun. Saat ini TPPI juga terus dikembangkan melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) yang tengah mengkaji pembangunan kompleks Pabrik Olefin.

    Proyek ini diharapkan dapat menambah pasokan bahan baku plastik dalam negeri sampai dengan 1.600 ribu ton per tahun. Jika indikator keekonomian menunjukkan prospek positif, pengembangan ini tentu akan memperkuat pertumbuhan industri hilir petrokimia nasional.

    Lebih jauh, pengembangan lain juga dilakukan melalui PT Polytama Propindo di Balongan, Indramayu, Jawa Barat, dengan rencana peningkatan kapasitas produksi petrokimia sebesar 300 ribu ton per tahun yang ditargetkan beroperasi pada 2028. Selain itu, Pertamina juga berupaya untuk terus mengidentifikasi dan mengembangkan potensi produk petrokimia baru yang prospektif di Indonesia. Di samping itu, Pertamina juga mendorong pemanfaatan biofuel sebagai realisasi dari program transisi energi.

    Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri menyebut pihaknya telah mencatatkan capaian penting seperti produksi Sustainable Aviation Fuel berbasis minyak jelantah dan penerapan biodiesel B40, yang akan meningkat menjadi B50 tahun depan.

    “Dukungan Pertamina dalam ketahanan energi juga semakin terlihat, dengan komitmen Pertamina sebagai pemimpin dalam transisi energi. Sejalan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang mendorong optimalisasi pemanfaatan energi terbarukan, termasuk panas bumi,” ujar Simon.

    Simon mengatakan seluruh upaya subholding Pertamina dalam inisiatif net zero carbon (NZE) merupakan amanah nasional untuk menjaga keberlangsungan energi bagi generasi sekarang maupun masa depan.

    “Kami menargetkan NZE sebagai komitmen strategis jangka panjang yang terintegrasi dan selaras dengan visi Indonesia Emas. Visi yang menempatkan keberlanjutan dan kemandirian energi serta pertumbuhan ekonomi rendah karbon sebagai kemajuan bangsa melalui peran seluruh subholding dan anak perusahaan Pertamina,” jelas Simon.

    Sementara itu, Dirut Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra menegaskan pihaknya siap memberikan edukasi publik mengenai bioetanol dan perubahan kebijakan bahan bakar.

    “Sebagai perusahaan yang melakukan layanan publik di bidang BBM, kami memahami perlunya edukasi kepada masyarakat dan konsumen apabila terdapat perubahan kebijakan terkait dengan BBM,” ujarnya.

    Menurutnya, Pertamina Patra Niaga juga akan berkolaborasi dengan pabrikan otomotif, akademisi, dan praktisi untuk memastikan kesiapan masyarakat terhadap bahan bakar campuran bioetanol.

    Kolaborasi antara pengembangan biofuel dan petrokimia menjadi bukti nyata transformasi energi Indonesia tidak lagi sebatas wacana. Kedua sektor ini kini menjadi pilar strategis dalam mewujudkan ketahanan energi nasional, sekaligus menggerakkan ekonomi bernilai tambah tinggi di dalam negeri.

    Upaya pemerintah dan industri melalui pengembangan biofuel serta petrokimia menunjukkan bahwa Indonesia semakin matang dalam merancang masa depan energinya sendiri. Bukan lagi sekadar memanfaatkan sumber daya alam secara mentah, tetapi mengolahnya menjadi produk yang memiliki nilai tambah tinggi, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga keberlanjutan lingkungan.

    Dengan sinergi yang makin erat antara kebijakan nasional, BUMN seperti Pertamina, dan industri swasta, transformasi energi menuju kemandirian dan ekonomi hijau bukan sekadar impian, melainkan arah nyata yang sedang dijalankan.

    Tonton juga video “Wamen LH: Pemda Sediakan Lahan-3% APBD Buat Proyek Sampah Jadi Energi”

    (hnu/ega)

  • Jejak Kasus Komoditas Pangan yang Mengandung Radioaktif

    Jejak Kasus Komoditas Pangan yang Mengandung Radioaktif

    Bisnis.com, JAKARTA — Temuan adanya jejak radioaktif pada sejumlah komoditas pangan dari Indonesia tengah membuat geger.

    Temuan tersebut pertama kali diungkap oleh Food and Drug Administration (FDA) atas ekspor komoditas dari Indonesia yakni produk udang dan cengkih.

    FDA secara spesifik menyebutkan bahwa temuan ini terdeteksi dari produk udang beku olahan PT Bahari Makmur Sejati yang berlokasi di Indonesia.

    Dalam siaran pers pada Selasa (19/8/2025), FDA menyebutkan bahwa Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (U.S. Customs & Border Protection/CBP) telah mendeteksi kontaminasi Cesium-137 di kontainer pengiriman di empat pelabuhan AS yaitu Los Angeles, Houston, Savannah, dan Miami.

    “Udang beku yang diimpor dari PT Bahari Makmur Sejati melanggar Undang-Undang Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Federal. Investigasi FDA masih berlangsung,” tulis FDA.

    FDA menyatakan bahwa sejauh ini tidak ada produk yang terdeteksi positif mengandung Cesium-137 masuk ke pasar Amerika Serikat. Namun, FDA tengah bekerja sama dengan distributor dan pengecer yang menerima produk dari PT Bahari Makmur Sejati setelah tanggal deteksi untuk melakukan penarikan (recall).

    Berdasarkan informasi tambahan, FDA menetapkan bahwa produk dari PT Bahari Makmur Sejati melanggar Federal Food, Drug, & Cosmetic Act karena diduga diproduksi, dikemas, atau disimpan dalam kondisi yang tidak higienis sehingga berpotensi terkontaminasi Cs-137 dan menimbulkan risiko terhadap keamanan.

    Selain itu, FDA juga telah menambahkan PT Bahari Makmur Sejati ke dalam daftar import alert baru terkait kontaminasi kimia, guna menghentikan produk perusahaan tersebut masuk ke AS sampai permasalahan ini diatasi.

    “Investigasi masih berlangsung dan kami akan memperbarui peringatan ini jika terdapat informasi terbaru,” kata FDA.

    Selain komoditas udang, paparan zat radioaktif Cesium-137 (Cs-137) terdeteksi pada cengkeh yang dikirimkan perusahaan PT Natural Java Spice ke California. Atas temuan ini, FDA kemudian memblokir impor seluruh rempah-rempah dari PT Natural Java Spices (NJS).

    Adapun perusahaan tersebut telah mengekspor sekitar 200.000 kilogram cengkih ke AS sepanjang tahun ini.

    Meskipun kadar radioaktif yang terdeteksi masih jauh di bawah ambang batas perlindungan kesehatan, namun FDA menilai temuan tersebut tidak bisa dianggap sepele. Lembaga itu mengingatkan bahwa makanan yang tercemar radioaktif tetap berpotensi memicu masalah kesehatan serius apabila terjadi paparan jangka panjang pada konsumen. 

    Menyusul hal tersebut, otoritas Amerika Serikat mengembalikan kontainer yang memuat komoditas cengkih tersebut ke Pelabuhan Tanjung Perak.

    Superintenden Komunikasi Korporat dan Hubungan Investor PT Terminal Petikemas Surabaya, Ardiansyah membenarkan bahwa kegiatan pembongkaran produk ekspor yang dikembalikan ke dalam negeri karena terpapar Cs-137 tersebut dilakukan di Terminal Petikemas Surabaya (TPS Surabaya).

    “Atas aktivitas tersebut, tidak ada penutupan pelabuhan ataupun penghentian aktivitas bongkar muat dan pelayanan kegiatan lainnya di TPS Surabaya. Kegiatan pelayanan bongkar muat tetap berlangsung normal dan seluruh pengguna jasa dilayani dengan baik,” ungkap Ardiansyah dalam keterangan resminya. 

    Dirinya juga menegaskan bahwa pelayanan bongkar atas produk yang terpapar Cs-137 tersebut dilakukan dengan pengawasan ketat oleh BAPETEN, dan dinyatakan aman dalam rangkaian proses bongkar peti kemas di terminal TPS.

    Selain itu, Ardiansyah juga menerangkan bahwa produk cengkeh yang telah dinyatakan terkontaminasi Cs-137 tersebut tidak serta-merta ditumpuk oleh petugas terkait di dalam TPS, melainkan langsung diamankan dan dibawa keluar dari area TPS.

    “Selanjutnya produk ekspor yang terkontaminasi cesium tidak ditumpuk di dalam terminal, melainkan langsung dibawa keluar TPS Surabaya/Truck Losing, di mana sesuai SOP penanganan container IMO Class 1 eksplosive dan IMO Class 7 radio aktif, untuk penanganan lebih lanjut oleh pihak berwenang,” pungkasnya.

  • Menperin Buka-bukaan Data PMI Manufaktur RI

    Menperin Buka-bukaan Data PMI Manufaktur RI

    Jakarta

    Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global tercatat naik dari posisi 50,4 pada September menjadi 51,2 pada Oktober 2025. Capaian ini menandai ekspansi manufaktur tiga bulan berturut-turut dan menunjukkan stabilitas momentum pertumbuhan industri nasional di tengah tekanan ekonomi global.

    Kementerian Perindustrian mencatat, berdasarkan komponen pembentuk PMI, pesanan baru naik dari 51,7 menjadi 52,3, sedangkan tingkat ketenagakerjaan meningkat dari 50,7 ke 51,3. Kenaikan ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan pasar dan kapasitas produksi industri nasional.

    “Kita melihat adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada laju tercepat sejak Mei 2025. Ini sinyal baik karena aktivitas industri kembali mendorong penciptaan lapangan kerja,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (5/11/2025).

    Agus menambahkan bahwa peningkatan kinerja industri nasional di tengah tekanan global menunjukkan ketahanan sektor manufaktur Indonesia yang semakin kuat. Meski begitu, ekspor masih melambat akibat pelemahan permintaan di pasar utama seperti Amerika Serikat dan Eropa, kekuatan konsumsi dalam negeri menjadi motor utama pertumbuhan industri Indonesia.

    “Kemenperin juga terus menjaga daya saing industri melalui efisiensi produksi, peningkatan nilai tambah, serta program upskilling dan reskilling tenaga kerja industri,” katanya.

    Sementara itu, Agus menegaskan bahwa Purchasing Managers Index (PMI) bukan pegangan utama dalam membaca kondisi industri dan merumuskan kebijakan industri karena hanya menyajikan data makro dan belum secara detail menjelaskan kinerja per subsektor industri.

    Sebagai gantinya, Kemenperin menggunakan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dinilai lebih komprehensif dengan sampel dari lebih banyak industri dalam negeri serta lebih akurat dalam mencerminkan kinerja manufaktur nasional.

    “Saya ingin mengajak semua pihak untuk cermat dan bijak menggunakan data PMI dari S&P Global tiap bulannya. PMI bulanan yang dikeluarkan lembaga tersebut didasarkan pada sampel industri lebih sedikit dibanding sampel IKI,” katanya.

    Selain itu, Agus menilai bahwa PMI S&P Global belum cukup detail menggambarkan kondisi subsektor industri. Padahal, dinamika tiap subsektor industri berbeda-beda.

    “Kemenperin menggunakan data IKI membaca situasi makro industri dan merumuskan kebijakan. Data PMI bukan data utama Kemenperin dalam membaca situasi terkini manufaktur dan juga dalam perumusan kebijakan,” pungkasnya.

    Tonton juga video “Food Tray MBG Wajib SNI Tahun Ini”

    (ara/ara)

  • Hilirisasi Tembaga Mandek, Ekonom Soroti Arah Peta Jalan hingga Insentif

    Hilirisasi Tembaga Mandek, Ekonom Soroti Arah Peta Jalan hingga Insentif

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai proses hilirisasi komoditas tembaga masih mengalami sejumlah tantangan seiring dengan fenomena fasilitas operasional tambang dan smelter besar di Indonesia yang mengalami insiden kahar. 

    Direktur Eksekutif Core Mohammad Faisal mengatakan selain kondisi tak terduga, dia melihat pemerintah masih belum memberikan arah jelas untuk penghiliran tembaga sehingga pasokan yang diproduksi juga dapat teroptimalkan dalam negeri. 

    “Menurut saya yang jelas perlu arah, supaya dia lebih terdorong hilirisasi tembaga ini, perlu arah yang jelaskan untuk hilirisasi nya ke produk-produk turunannya,” kata Faisal kepada Bisnis, Rabu (5/11/2025). 

    Arah kebijakan hilirisasi dinilai perlu memperhatikan sinergi antara pengembangan industri turunan dengan ketersediaan bahan baku dari sektor hulu. Banyak produk hilir memiliki karakter serupa, namun bergantung pada bahan tambang yang berbeda.

    Menurutnya, kendaraan listrik (EV) misalnya, tidak hanya memerlukan nikel untuk baterai, tetapi juga membutuhkan tembaga sebagai komponen penting lainnya. 

    “Karena itu, pemerintah perlu menentukan terlebih dahulu fokus pengembangan produk hilir, apakah kendaraan listrik, pendingin udara, atau telepon seluler,” jelasnya. 

    Dia juga menilai, kejelasan arah pengembangan industri hilir perlu disertai dengan peta kebutuhan bahan baku yang spesifik, mencakup nikel, tembaga, aluminium, dan logam lainnya. Dengan begitu, kebijakan hilirisasi dapat memastikan industri hilir benar-benar menyerap bahan baku domestik.

    “Harus ada keterkaitan antara industri hilir dan hulu agar arah pengembangan komoditas tambang seperti tembaga, nikel, aluminium, hingga timah saling bersinergi,” ujarnya.

    Selain perencanaan, langkah berikutnya adalah memastikan realisasi melalui kebijakan yang mendukung. Faisal juga menekankan pentingnya pemberian insentif tambahan untuk mendorong industri hilir, khususnya sektor turunan tembaga, agar implementasinya berjalan optimal.

    Sebelumnya, Ketua Umum Indonesia Mining Association (IMA) Rachmat Makkasau mengatakan defisit tembaga akan terjadi seiring dengan masifnya transisi energi dunia, sehingga penggunaan komoditas mineral, termasuk tembaga menjadi incaran berbagai negara.

    “Kenapa Indonesia menjadi salah satu negara yang dibicarakan, karena kita di Indonesia saat ini memproduksi 3%-5% tembaga dunia,” kata Rachmat di Jakarta, Selasa (4/11/2025). 

    Indonesia diprediksi akan memproduksi 15% tembaga dunia pada 2032-2035. Angka tersebut terbilang besar dan menjadi potensi bagi Indonesia untuk menguasai pasar produk tembaga. Namun, dia menyayangkan industrialisasi produk komoditas ini masih minim. 

    “Kita produksi sekitar 1 juta ton tembaga kita di Indonesia menyerap 200.000-250.000 ton, sisanya ekspor, bayangkan kalau kita di 2033 memproduksi 15% tembaga dan semuanya dieskpor?” ujarnya. 

    Indonesia saat ini tengah mendorong penghiliran dengan mengatur pelarangan ekspor konsentrat. Untuk itu, dia mendorong pemerintah untuk memberikan stimulus agar proses industrialisasi produk tembaga makin bergairah. 

    Adapun, produksi konsentrat tembaga mencapai 1 juta ton, sedangkan konsumsi industri domestik hanya sekitar 200.000-250.000 ton dan sisanya diekspor. 

    “Ini harus dimanfaatkan oleh Indonesia pengusaha dan negara harus memberikan regulasi terbaik untuk mengnyerap produksi-produksi tembaga di negara kita pada masa yang akan datang,” pungkasnya.