Topik: ekspor

  • KPK Bongkar Modus Dugaan Kredit Fiktif LPEI, Negara Rugi Hampir Rp1 Triliun

    KPK Bongkar Modus Dugaan Kredit Fiktif LPEI, Negara Rugi Hampir Rp1 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah modus perbuatan melawan hukum yang dilakukan pada kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit fiktif (fraud) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Petro Energy (PE).

    KPk saat ini telah menetapkan lima orang sebagai tersangka di satu kasus tersebut.

    Plh. Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo menjelaskan salah satu modus yang ditemukan penyidik adalah persetujuan pemberian kredit oleh direksi LPEI kepada PT PE, kendati current ratio perusahaan berada di bawah 1. 

    Sebagaimana diketahui, current ratio di bawah 1 menunjukkan bahwa utang lancar suatu perusahaan lebih besar daripada aset lancar yang dimiliki. Dengan demikian, perusahaan seharusnya tidak pantas mendapatkan kredit karena keuangan perusahaan yang tidak sehat. 

    “Para direksi dari LPEI ini mengetahui bahwa current ratio PT PE ini di bawah 1 atau tepatnya 0,86. Sehingga hal ini menyebabkan laba perusahaan yaitu PT PE sebagai sumber penambahan aset lancar tidak bertambah,” ujar Budi pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/3/2025). 

    Meski demikian, LPEI tetap menyalurkan kredit ekspor kepada PT PE. Padahal, lanjutnya, pendapatan perusahaan sudah lebih kecil daripada tanggungan yang harus ditanggung kepada LPEI. 

    Sejak Oktober 2015, PT PE menerima tiga kali fasilitas pembiayaan dari LPEI. Pemberian kredit tahap pertama sekitar Rp297 miliar. 

    Kemudian, pemberian kedua dan ketiga atau top up masing-masing kurang lebih Rp400 miliar pada 2016, dan Rp200 miliar pada 2017. Kredit tahap kedua dan ketiga tetap diberikan usai kredit tahap pertama diketahui tidak lancar alias macet.

    “Jadi kreditnya sebesar kurang lebih US$60 juta atau kalau [dirupiahkan] kurang lebih Rp900 miliar,” terang Budi.

    Di sisi lain, direksi LPEI saat itu diduga tidak melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diberikan PT PE saat mengajukan kredit. Sejalan dengan hal itu, PT PE diduga turut membuat kontrak-kontrak palsu dalam mengajukan kredit ke LPEI. 

    “Karena memang di awal sebelum dilaksanakan proses pemberian kredit antara direksi PT PE yang tadi telah dijadikan tersangka dua orang tersebut terjadi pertemuan, dan mereka bersepakat bahwa untuk proses pemberian kredit itu akan dipermudah yaitu sebesar pada saat itu janjinya sebesar kurang lebih Rp1 triliun,” ungkap Budi. 

    Selain dugaan pemalsuan kontrak hingga pembiaran dari pihak LPEI, KPK menduga PT PE memalsukan sejumlah purchase order serta invoice tagihan ketika mencairkan kredit. 

    Budi menyebut dugaan itu terkonfirmasi dari keterangan saksi, bukti dokumen hingga elektronik yang didapatkan penyidik, serta percakapan handphone. 

    “Semuanya ter-record bahwa itu semua invoice maupun purchase order yang dibuat oleh PT PE untuk mencairkan kredit itu adalah palsu ataupun fiktif,” kata Budi. 

    Modus lain yang diduga dilakukan dalam fraud tersebut, yaitu pengakuan PT PE bahwa usaha yang dijalankannya adalah untuk bisnis bahan bakar solar. Padahal, terang Budi, nyatanya perusahaan itu melakukan side-streaming atau kredit yang digunakan justru untuk investasi ke usaha lain. 

    “Dan ini sebenarnya sudah diketahui oleh para direksi LPEI, namun dikarenakan dari awal mereka sudah bersepakat hal tersebut tidak pernah diindahkan,” terangnya. 

    Atas hal tersebut, KPK berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menghitung potensi kerugian keuangan negara dan menemukan potensi kerugian keuangan negara sebesar US$60 juta atau setara dengan sekitar Rp900 miliar.

    “Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar US$60 juta,” jelas Budi. 

    Pada kasus tersebut, KPK pun menetapkan lima orang tersangka. Berdasarkan informasi yang dihimpun, lima orang tersangka itu meliputi di antaranya Direktur Pelaksana LPEI I Dwi Wahyudi (DW) dan Direktur Pelaksana IV Arif Setiawan (AS). 

    Kemudian, tiga orang dari PT Petro Energy adalah pemilik perusahaan, yakni Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). 

    Kasus dugaan fraud senilai sekitar Rp900 miliar itu pun hanya lapisan atas gunung es. KPK menyebut tengah mengusut dugaan fraud kredit LPEI pada 10 debitur lain. 

    Dengan demikian, ada total 11 debitur LPEI yang diusut dengan potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp11,7 triliun. 

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugaian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” pungkas Budi. 

    Sebelumnya, KPK telah mengumumkan penyidikan terhadap perkara LPEI pada awal 2024 lalu. Namun, saat itu penyidikan dilakukan belum dengan menetapkan tersangka. 

  • Kasus Korupsi LPEI, KPK Bongkar Kode Uang Zakat 2,5-5 Persen untuk Direksi

    Kasus Korupsi LPEI, KPK Bongkar Kode Uang Zakat 2,5-5 Persen untuk Direksi

    loading…

    Plh Direktur Penyidikan Penyidikan KPK, Budi Sokmo mengungkapkan kode uang zakat dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada debitur. Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan ada kode uang zakat dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kode tersebut ditujukan untuk uang kepada direksi LPEI dengan besaran 2,5-5 persen dari pihak yang mendapat kredit.

    “Dari keterangan yang kami peroleh dari para saksi menyatakan bahwa memang ada namanya uang zakat ya yang diberikan oleh para debitur ini kepada direksi yang bertanggung jawab terhadap penandatanganan pemberian kredit tersebut,” kata Plh Direktur Penyidikan Penyidikan KPK, Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Senin (3/3/2025).

    “Yaitu besarannya antara 2,5 sampai 5% dari kredit yang diberikan,” sambungnya.

    Diketahui, KPK menyelidiki 11 debitur PT LPEI. Dalam hal ini, KPK baru menyebut PT Petrol Energy (PE).

    Sejalan dengan itu, KPK mengumumkan lima tersangka. Berdasarkan informasi yang dihimpun, kelimanya adalah Direktur Pelaksana I LPEI, Dwi Wahyudi; Direktur Pelaksana IV LPEI, Arif Setiawan. Kemudian dari pihak PT PE yakni Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta.

    “Dinyatakan bahwa kerugian keuangan negara yang sampai saat ini dihitung kurang lebih 60 juta USD dikhusus untuk PT PE,” ujar Budi Sokmo.

    (shf)

  • Direksi LPEI Bertemu dengan Debitur untuk Atur Pemberian Kredit

    Direksi LPEI Bertemu dengan Debitur untuk Atur Pemberian Kredit

    Direksi LPEI Bertemu dengan Debitur untuk Atur Pemberian Kredit
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) mengungkapkan bahwa direksi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (
    LPEI
    ) pernah bertemu dengan pihak debitur, yakni
    PT Petro Energy
    , sebelum menyetujui kredit.
    Plt Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo menyebutkan, dalam pertemuan itu, kedua belah pihak menyepakati agar proses pemberian kredit dipermudah, meski PT Petro Energy tidak layak menerima kredit.
    “Karena memang di awal sebelum dilaksanakan proses pemberian kredit antara Direksi (LPEI) dan PT PE (Petro Energy) yang tadi telah dijadikan tersangka dua orang tersebut, terjadi pertemuan,” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (3/3/2025).
    Ketika itu, kata dia, perjanjian pemberian kredit untuk PT Petro Energy (PE) sebesar Rp 1 triliun diberikan secara bertahap.
    “Hal ini dilaksanakan juga, yaitu pada saat para bawahan dari direktur (LPEI) menyampaikan bahwa PT PE ini sebenarnya tidak layak untuk menerima kredit karena kondisi keuangannya yang tidak baik,” ujar Budi.
    Di sisi lain, Budi juga mengatakan bahwa PT Petro Energy melakukan kecurangan dengan membuat kontrak palsu yang dijadikan dasar ketika mengajukan kredit ke LPEI.
    Hal ini sudah diketahui oleh direksi LPEI, tetapi mereka tidak mencek dan malah membiarkan kredit pertama dicairkan sebesar Rp 229 miliar.
    “Dan ini sudah diketahui dan diberikan masukan oleh pihak analis ataupun bawahan dari direktur. Namun, para direktur tetap memberikan kredit kepada PT PE walaupun kondisi tersebut sudah dilaporkan dari bawahan,” ujar Budi.
    Ia menambahkan, PT Petro Energy mestinya tidak berhak mendapatkan
    top-up
    kredit sebesar Rp 400 miliar dan Rp 200 miliar setelah pengucuran yang pertama.
    “Namun, ini tidak diindahkan oleh para direktur yang mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap dikeluarkannya kredit tersebut,” kata Budi.
    Tak hanya itu, PT Petro Energy memalsukan
    purchase order
    maupun
    invoice
    tagihan yang digunakan ketika melakukan pencairan di LPEI.
    Hal ini terkonfirmasi dari saksi-saksi maupun dokumen-dokumen serta barang bukti elektronik yang ditemukan penyidik KPK.
    Di sisi lain, LPEI menyebutkan di dalam proposal bahwa tujuan memproduksi kredit adalah untuk bisnis bahan bakar solar.
    “Namun faktanya, mereka melakukan
    side streaming
    , jadi tidak digunakan untuk bisnis solar tersebut, tapi malah digunakan untuk berinvestasi ke usaha yang lain,” kata Budi.
    Berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara akibat kasus
    korupsi
    di LPEI ini mencapai 60 juta dollar AS atau setara Rp 900 miliar.
    “Jadi total kurang lebih Rp 900 miliar atau dikurskan dalam USD kurang lebih 60 juta USD,” ucap dia.
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi pemberian kredit oleh LPEI.
    Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI; Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI; Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku debitur dari PT Petro Energy.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • LPEI Fasilitasi Kredit ke 11 Debitur, KPK Taksir Kerugian Negara Capai Rp11,7 Triliun

    LPEI Fasilitasi Kredit ke 11 Debitur, KPK Taksir Kerugian Negara Capai Rp11,7 Triliun

    loading…

    Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo dan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam jumpa pers. Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menyatakan terdapat kerugian negara mencapai Rp11,7 triliun dari kasus pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ( LPEI ). Jumlah kerugian tersebut berasal dari 11 debitur.

    Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo menjelaskan, pihaknya telah menyelidiki kasus tersebut sejak Maret 2024. “Total kredit yang diberikan dan juga menjadi potensi kerugian keuangan negara akibat pemberian kredit tersebut adalah kurang lebih Rp11,7 triliun,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/3/2025).

    Kendati begitu, Budi belum menjelaskan secara detail dari masing-masing debitur tersebut. Lembaga Antirasuah baru menyebutkan satu debitur, yakni PT Petrol Energy (PE). Dalam kredit tersebut, KPK menetapkan lima orang tersangka.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, kelimanya adalah Direktur Pelaksana I LPEI, Dwi Wahyudi; Direktur Pelaksana IV LPEI, Arif Setiawan. Kemudian dari pihak PT PE yakni Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta.

    Perlu diketahui, KPK baru sekadar mengumumkan tersangka. Mereka yang diumumkan sebagai tersangka belum ditahan.

    (rca)

  • Kasus Suap LPEI, KPK: Ada Uang Zakat 5% dari Debitur untuk Direksi

    Kasus Suap LPEI, KPK: Ada Uang Zakat 5% dari Debitur untuk Direksi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan suap dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). KPK menemukan kode “uang zakat,” yang diduga merupakan pembayaran dari debitur kepada direksi LPEI yang bertanggung jawab atas persetujuan kredit.

    Berdasarkan keterangan para saksi yang diperiksa, uang zakat ini berkisar 2,5% hingga 5% dari total kredit yang diberikan.

    “Memang ada istilah uang zakat yang diberikan debitur kepada direksi yang menandatangani pemberian kredit. Besarannya antara 2,5% hingga 5% dari kredit yang disetujui,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/3/2025).

    Budi menjelaskan kode “uang zakat” ini terungkap melalui penelusuran aset (asset tracing) dan bukti elektronik yang telah dikumpulkan KPK.

    “Hal ini memang diterima oleh direksi LPEI yang menandatangani persetujuan kredit. Besarannya tetap sama, yaitu 2,5% hingga 5% dari nilai kredit,” tambahnya terkait kasus dugaan suap LPEI.

    Sejak Maret 2024, KPK telah menyelidiki 11 debitur yang menerima fasilitas kredit dari LPEI. Baru-baru ini, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus pemberian kredit kepada PT Petro Energy (PE) sebagai debitur.

    Kelima tersangka yang diumumkan pada 20 Februari 2025, yaitu Direktur Pelaksana LPEI berinisial DW, Direktur Pelaksana LPEI berinisial AS, Pemilik PT Petro Energy JM, Direktur Utama PT Petro Energy NN, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy SMD.

    “Saat ini, 10 debitur lainnya masih dalam penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut. Kami akan mengumumkan perkembangan selanjutnya,” ujar Budi.

    Kasus dugaan korupsi di LPEI semakin berkembang dengan temuan kode “uang zakat” yang diduga menjadi modus suap kepada direksi. KPK terus melakukan penyelidikan terhadap para debitur yang terlibat dalam kasus ini.

  • Besarannya hingga 5 Persen dari Kredit

    Besarannya hingga 5 Persen dari Kredit

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dalam menjalankan praktik rasuah ini, pihak debitur memakai kode ‘uang zakat’ dalam pemberian uang ke direksi LPEI demi melancarkan pencairan kredit. 

    “Dari keterangan yang kami peroleh dari para saksi menyatakan bahwa memang ada namanya uang zakat yang diberikan oleh para debitur ini kepada direksi yang bertanggung jawab terhadap penandatanganan pemberian kredit tersebut,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 3 Maret 2025. 

    Budi menyebut, kode uang zakat untuk direksi LPEI itu juga terkonfirmasi dari Barang Bukti Elektronik (BBE) yang telah disita oleh KPK. Setelah menerima uang, direksi LPEI memberikan tanda tangan terkait pengusulan kredit tersebut.

    “Kurang lebihnya seperti itu, besarannya antara 2,5 sampai 5 persen dari kredit yang diberikan kembali lagi kepada para direksi di LPEI,” ucap Budi.

    KPK Tetapkan 5 Tersangka, Kerugian Negara Rp11,7 Triliun 

    KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dua tersangka adalah pihak LPEI sedangkan tiga lainnya merupakan debitur, tetapi lembaga antirasuah belum menahan seluruh tersangka.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, identitas lima tersangka adalah Dwi wahyudi (Direktur pelaksana I LPEI), Arif Setiawan (Direktur Pelaksana 4 LPEI), Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy), Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy), dan Susy mira dewi sugiarta (Direktur PT Petro Energy).

    “Saat ini, KPK belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. KPK masih terus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan perkara ini,” kata Budi.

    Budi mengatakan, LPEI memberikan fasilitas kredit kepada 11 debitur yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp11,7 triliun. Lembaga antirasuah mencium adanya konflik kepentingan antara Direktur LPEI dengan debitur PT PE karena mudahnya proses pemberian kredit. 

    “Siduga telah terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan Debitur (PT PE) dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit,” ucap Budi. 

    Budi mengungkapkan, direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Selain itu, direktur LPEI juga memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

    “PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlaying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. PT PE Melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK)” ucap Budi. 

    Fasilitas Kredit Tidak Digunakan Sesuai Peruntukan 

    Lebih lanjut Budi menuturkan, PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI. Akibat praktik kotor ini, kerugian negara dalam pemberian kredit ke PT PE mencapai 60 juta Dolar Amerika Serikat atau Rp900 miliar. 

    “Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar $ USD 60 juta,” ujar Budi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPK Tetapkan 5 Tersangka Kasus LPEI, Rugikan Negara Rp988 Miliar

    KPK Tetapkan 5 Tersangka Kasus LPEI, Rugikan Negara Rp988 Miliar

    loading…

    Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo dan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam jumpa pers. Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) mengumumkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ( LPEI ). Dari lima orang tersebut, dua berasal dari LPEI dan sisanya dari PT Petro Energy (PE) selaku debitur.

    “KPK telah menetapkan lima orang tersangka terhadap dugaan tindak bidana korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khususnya kepada PT PE,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo di Gedung Merah Putih KPK, Senin (3/3/2025).

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, kelimanya adalah Direktur Pelaksana I LPEI, Dwi Wahyudi; Direktur Pelaksana IV LPEI, Arif Setiawan. Kemudian dari pihak PT PE yakni Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta.

    Perlu diketahui, KPK baru sekadar mengumumkan tersangka. Mereka yang diumumkan sebagai tersangka belum dilakukan penahanan.

    Budi menjelaskan, PT PE menerima kredit dari LPEI sebesar USD60 juta atau sekitar Rp988 miliar sejak Oktober 2015. Pemberian kredit ini menjadi masalah lantaran ditemukan perbuatan melawan hukum.

    “Singkatnya pendapatan dia itu lebih kecil daripada tanggungan yang harus ditanggung kepada LPEI,” ujarnya.

    Kemudian, Direksi LPEI tidak melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diberikan pada saat PT PE ini melakukan atau mengajukan proposal kredit. PT PE juga membuat dokumen kontrak palsu yang kemudian dijadikan dasar untuk mengajukan kredit ke LPEI.

    Budi melanjutkan, pihaknya bersama BPKP telah menghitung kerugian negara akibat lasus tersebut. “Dinyatakan bahwa kerugian keuangan negara yang sampai saat ini dihitung kurang lebih 60 juta USD dikhusus untuk PT PE,” pungkasnya.

    (rca)

  • KPK Tetapkan 5 Tersangka, Negara Rugi Rp11,7 Triliun

    KPK Tetapkan 5 Tersangka, Negara Rugi Rp11,7 Triliun

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

    Dua tersangka adalah pihak LPEI sedangkan tiga lainnya merupakan debitur, tetapi lembaga antirasuah belum menahan seluruh tersangka.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, identitas lima tersangka adalah Dwi wahyudi (Direktur pelaksana I LPEI), Arif Setiawan (Direktur Pelaksana 4 LPEI), Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy), Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy), dan Susy mira dewi sugiarta (Direktur PT Petro Energy).

    “Saat ini, KPK belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. KPK masih terus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan perkara ini,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 3 Maret 2025.

    Budi mengatakan, LPEI memberikan fasilitas kredit kepada 11 debitur yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp11,7 triliun.

    Lembaga antirasuah mencium adanya konflik kepentingan antara Direktur LPEI dengan debitur PT PE karena mudahnya proses pemberian kredit.

    “Diduga telah terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan Debitur (PT PE) dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit,” ucap Budi.

    Budi mengungkapkan, direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP.

    Selain itu, direktur LPEI juga memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

    “PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlaying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. PT PE Melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK)” ucap Budi.

    Fasilitas Kredit Tidak Digunakan Sesuai Peruntukan

    Lebih lanjut Budi menuturkan, PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI.

    Akibat praktik kotor ini, kerugian negara dalam pemberian kredit ke PT PE mencapai 60 juta Dolar Amerika Serikat atau Rp900 miliar.

    “Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar $ USD 60 juta,” ujar Budi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Rugikan Negara Hingga 60 Juta Dolar AS, 5 Orang Jadi Tersangka Korupsi LPEI

    Rugikan Negara Hingga 60 Juta Dolar AS, 5 Orang Jadi Tersangka Korupsi LPEI

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang sebagai tersangka terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Mereka diduga menimbulkan kerugian negara hingga puluhan juta dolar Amerika Serikat.

    “KPK selanjutnya menetapkan lima orang tersangka, yaitu DW dan AS selaku Direktur LPEI dan JM, NN, SMD selaku debitur,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 3 Maret.

    Sementara berdasarkan informasi yang didapat, lima orang tersebut adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI; Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI; Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku debitur dari PT Petro Energy.

    Kembali ke Budi, kasus ini terjadi karena diduga terjadi benturan kepentingan atau konflik kepentingan. Bahkan, terjadi pertemuan untuk memuluskan proses pemberian kredit.

    Kemudian LPEI juga diduga memberikan fasilitas kredit kepada PT Petro Energy meski perusahaan itu tak layak. “Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP,” tegasnya.

    KPK turut menyebut terjadi pemalsuan dokumen pembelian maupun invoice oleh PT Petro Energy. Lantas, dilakukan juga window dressing atau upaya pengondisian terhadap laporan keuangan perusahaan tersebut.

    Fasilitas kredit yang digunakan juga disebut KPK tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Padahal, Budi bilang, sudah ada perjanjian yang ditandatangani.

    “Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar 60 juta dolar Amerika Serikat,” ungkap Budi.

    Adapun dalam kurs rupiah saat ini, kerugian negara yang ditimbulkan para tersangka mencapai Rp988,5 miliar. Meski begitu, lima tersangka ini belum ditahan komisi antirasuah.

    “KPK masih terus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan perkara ini,” pungkas Budi.

  • KPK Tetapkan 5 Tersangka di Kasus LPEI, Kerugian Negara Rp900 Miliar

    KPK Tetapkan 5 Tersangka di Kasus LPEI, Kerugian Negara Rp900 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan lima orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Petro Energy (PE). 

    Plh. Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo mengatakan bahwa lima orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka per Februari 2025. 

    “KPK telah menetapkan lima orang tersangka terhadap dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas kredit LPEI khususnya terhadap PT Petro Energy. Dua orang Direktur LPEI, tiga orang dari PT Petro Energy,” ujar Budi saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/3/2025). 

    Meski demikian, Budi tidak memerinci lebih lanjut siapa lima orang tersangka itu. Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun, lima orang tersangka itu meliputi di antaranya dua orang Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Arif Setiawan (AS). 

    Kemudian, tiga orang dari PT Petro Energy adalah pemilik perusahaan, yakni Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). 

    KPK telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung potensi kerugian keuangan negara pada dugaan fraud dalam pemberian fasilitas kredit LPEI ke PT PE. 

    Hasilnya, terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar US$60 juta atau setara dengan sekitar Rp900 miliar pada kasus dugaan fraud tersebut. 

    “Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar US$60 juta,” jelas Budi. 

    Meski demikian, Budi menerangkan bahwa kasus kredit LPEI ke PT PE bukan satu-satunya dugaan fraud yang tengah diusut. Ada total 11 debitur LPEI yang tengah diusut KPK, salah satunya yakni PT PE. 

    Total potensi kerugian keuangan negara pada dugaan fraud untuk 11 debitur tersebut ditaksir mencapai Rp11,7 triliun.

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugaian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” pungkas Budi. 

    Sebelumnya, KPK telah mengumumkan penyidikan terhadap perkara LPEI pada awal 2024 lalu. Namun, saat itu penyidikan dilakukan belum dengan menetapkan tersangka.