Topik: ekspor

  • Perlu kebijakan baru yang tidak mendistorsi harga MinyaKita

    Perlu kebijakan baru yang tidak mendistorsi harga MinyaKita

    Ilustrasi – Petugas melakukan persiapan untuk pengiriman minyak goreng Minyakita yang telah dikemas dalam kontainer ke Indonesia bagian timur, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom/aa.)

    Pengamat: Perlu kebijakan baru yang tidak mendistorsi harga MinyaKita
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 10 Maret 2025 – 16:05 WIB

    Elshinta.com – Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebutkan, pemerintah perlu membuat kebijakan baru terkait dengan penetapan harga minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Khudori menyampaikan kebijakan saat ini amat tidak menguntungkan produsen. Menurutnya, pengelola kebun sawit, produsen MinyaKita, pedagang, dan konsumen adalah satu mata rantai tak terputus.

    “Ke depan, pemerintah perlu membuat kebijakan yang tidak mendistorsi harga,” ujar Khudori kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

    Ia menjelaskan biaya pokok produksi sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp15.700. Harga bahan baku minyak goreng sawit, yakni crude palm oil (CPO), dalam negeri selama enam bulan terakhir tercatat sekitar Rp15.000-16.000 per kilogram.

    Apabila angka konversi CPO ke minyak goreng 68,28 persen dan 1 liter setara 0,8 kilogram, diketahui untuk memproduksi MinyaKita seharga Rp15.700 per liter, maka harga CPO yang dibutuhkan kurang lebih Rp13.400 per kilogram.

    “Ini baru menghitung bahan baku CPO. Belum memperhitungkan biaya mengolah, biaya distribusi, dan margin keuntungan usaha. Kalau ketiga komponen itu diperhitungkan, sudah barang tentu harga CPO harus lebih rendah lagi,” katanya.

    Mengacu pada peraturan pemerintah, distribusi MinyaKita dari produsen ke distributor I (D1) dijual seharga Rp13.500 per liter. D1 ke D2 seharga Rp14.000 per liter, D2 ke pengecer Rp14.500 per liter, dan pengecer ke konsumen Rp15.700 per liter.

    Lebih lanjut, kata Khudori dengan tingkat harga CPO saat ini dan keharusan produsen MinyaKita menjual ke D1 maksimal sebesar Rp13.500 per liter, maka kerugian tidak bisa dihindari.

    Menurut Khudori, jika tidak ada koreksi kebijakan, ada dua kemungkinan yang terjadi yakni produsen menjual MinyaKita sesuai HET tapi mengorbankan kualitas, menyunat dan mengurangi isi kemasan.

    Kedua, produsen tetap memproduksi MinyaKita sesuai kualitas dan tidak menyunat isi, tetapi menjual dengan harga di atas HET.

    “Keduanya berisiko dan melanggar aturan. Tapi kalau aturan yang ada tidak memungkinkan usaha eksis dan sustain tanpa melanggar aturan, yang patut disalahkan pengusaha atau pembuat regulasi,” ucap Khudori.

    Aturan terkait MinyaKita tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 49 Nomor 2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Rakyat. Salah satu tujuannya adalah memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melalui skema wajib pasok pasar domestik (domestic market obligation/DMO).

    Pemenuhan DMO merupakan syarat eksportir CPO mendapatkan izin ekspor dari pemerintah dengan rasio tertentu sesuai dinamika pasar.

    Namun, kelemahan dari skema DMO ini adalah tidak mengakomodasi fluktuasi harga CPO sebagai bahan baku minyak goreng. Ketika harga CPO naik, otomatis harga MinyaKita juga naik.

    Sebaliknya, ketika harga CPO turun, harga MinyaKita di konsumen tidak otomatis turun. Selain itu, beleid ini juga potensial menghambat ekspor dan menurunkan penerimaan negara.

    Khudori mengatakan harga MinyaKita yang tidak sesuai HET bukanlah hal baru. Oleh karena itu, ia merekomendasikan untuk membuat kebijakan baru untuk harga MinyaKita dan memberikan subsidi MinyaKita untuk kelompok miskin/rentan dan UMKM, sebaiknya dilakukan dengan transfer tunai.

    “Uang hanya bisa digunakan untuk membeli MinyaKita, tidak bisa dicairkan atau digunakan membeli yang lain. Cara ini tidak mendistorsi harga, selain juga lebih tepat sasaran, atau kebijakan lain yang ramah pasar,” kata Khudori.

    Sumber : Antara

  • Komisi VII DPR Desak Pemerintah Segera Selamatkan Industri Dalam Negeri dan Berantas Mafia Impor – Halaman all

    Komisi VII DPR Desak Pemerintah Segera Selamatkan Industri Dalam Negeri dan Berantas Mafia Impor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Dr Evita Nursanty, mendesak kementerian/lembaga untuk segera mengambil tindakan bersama terkait penyelamatan industri dalam negeri, dengan makin meluasnya potensi PHK di berbagai sektor industri antara lain akibat membanjirnya barang-barang impor.

    “Ini harus segera ada tindakan bersama secara nasional, tidak boleh hanya Kementerian Perindustrian sendirian. Peraturan atau regulasinya dievaluasi dan dicabut kalau tidak pro kepada industry, Bea Cukai diawasi dengan benar, dan mafia-mafia impor yang bercokol lama bahkan seperti sudah mengakar disini harus diberantas,” tegas Evita Nursanty melalui pesan singkatnya, Senin (10/3/2025).

    Menurut Evita, membanjirnya barang-barang impor murah berdampak mematikan bagi industri dalam negeri, yang terakhir ini sektornya makin meluas bukan hanya tekstil tapi juga elektronik, alas kaki, bahkan diduga bisa merambah ke otomotif dan lainnya jika tidak ada tindakan kesegeraan.

    “Industri kita ini tidak sedang baik-baik saja. Ini harus ada tindakan nyata misalnya terhadap mafia-mafia ini. Jika terpaksa harus berhadapan dengan penegakan hukum ya harus dilakukan. Kalau tidak salah kita punya Satgas Pengawasan Barang Impor, bagaimana kabarnya? Bila dianggap perlu Bapak Presiden bisa intervensi bikin tim mengawasi oknum-oknum yang bermain yang menganggu industri kita ini, apalagi kan bukan hanya impor tapi juga diganggu sama preman-preman,” saran Evita.

    Dari sisi peraturan, Evita dengan tegas mendesak agar Menteri Perdagangan (Mendag) RI untuk segera mencabut Permendag No8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, dan juga meminta Menkeu merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat yang dinilai ikut merusak daya saing industri dalam negeri yang berdampak pada membanjirnya PHK terakhir ini.

    Menurut Evita, dihapusnya syarat pertimbangan teknis (pertek) dalam proses impor, awalnya bertujuan untuk memperlancar arus barang, tapi hal itu justru mempermudah masuknya produk impor ke Indonesia dan mematikan industri di dalam negeri.

    Peraturan itu juga membuat pelaku usaha sulit membedakan barang impor resmi atau impor ilegal. Begitu juga dengan PMK No 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat, yang selama ini oleh pihak Kementerian Perindustrian juga sudah meminta adanya revisi karena diduga ikut membuat melemahnya industri karena banyak produk impor diduga dimasukkan ke kawasan berikat yang diorientasikan untuk pasar ekspor justru malah membanjiri pasar dalam negeri.

    Politisi PDI Perjuangan ini mengaku mendukung perizinan impor diatur mengenai siapa saja yang diperbolehkan, siapa yang tidak. Silakan Kementerian Perindustrian membuat aturannya terutama dalam kaitan mengurangi penggunaan produk luar.

    Evita bahkan merasa aneh, kenapa setelah sekian lama terus disuarakan oleh industri maupun asosiasi industri, dan masyarakat bahkan setelah terjadi PHK besar-besaran, Kemendag dan Kemenkeu termasuk Bea Cukai terkesan tidak juga serius menyikapi permasalahan yang dihadapi industri di dalam negeri. 

    Industri kita membutuhkan keberpihakan segera untuk mencegah kerusakan yang lebih massif.Terkait oknum Bea Cukai dan mafia impor, selama ini banyak modus yang diduga digunakan untuk meloloskan barang dari luar negeri, sehingga diharapkan adanya upaya penegakan hukum yang tegas, dan berkelanjutan.

    “Mafia-mafia seperti ini yang terbiasa melakukan kecurangan semacam ini harus ditindak tegas. Saya harapkan bisa saja bentuk tim investigasi ke lapangan, siapa yang bermain ini ditindak saja. Lha, ini nggak ada kapok-kapok-nya. Seluruh Indonesia sudah teriak-teriak eh barang impor terus saja membanjir. Ini kan aneh,” kata Evita.

  • Ragam Siasat Pengusaha Nikel RI Terhindar dari Kebangkrutan

    Ragam Siasat Pengusaha Nikel RI Terhindar dari Kebangkrutan

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyebutkan berbagai siasat yang tengah diupayakan pengusaha penghiliran nikel untuk terhindar dari risiko kerugian finansial hingga kebangkrutan, mulai dari diversifikasi pasar hingga peningkatan investasi riset dan pengembangan. 

    Pasalnya, saat ini industri pengolahan nikel tengah dihadapkan dengan boomerang effect imbas masifnya smelter yang ada dan berdampak pada jatuhnya harga nikel, produksi yang melambat, hingga ketergantungan terhadap pasar China. 

    Dewan Penasehat APNI Djoko Widayatno mengatakan, pengusaha nikel tengah berupaya mengurangi ketergantungan pangsa pasar China yang saat ini memiliki porsi 80%-90% atas konsumsi nikel Indonesia. Untuk itu, diversifikasi pembeli penting dilakukan dengan mencari pasar alternatif yakni Eropa, Amerika Serikat, dan negara Asia lainnya. 

    “Tentunya, harus dengan mematuhi standar keberlanjutan internasional agar produk olahan nikel bisa diterima di pasar global, misalnya dengan praktik pertambangan dan pengolahan ramah lingkungan hingga produk rendah karbon,” terang Djoko kepada Bisnis, Senin (10/3/2025). 

    Tak hanya itu, pihaknya juga mendorong jalinan kerja sama dengan perusahaan global di industri baterai dan kendaraan listrik (EV) untuk menciptakan permintaan yang stabil. 

    Dalam hal ini, dia juga menilai perlunya pengembangan ekosistem hilirisasi yang terintegrasi dengan industri dalam negeri, seperti manufaktur baterai atau baja tahan karat. 

    Untuk mendukung hal tersebut, pelaku usaha penghiliran juga tengah memperluas peningkatan investasi dalam hal research and development (R&D) untuk mengembangkan produk bernilai tambah tinggi. 

    “Contohnya, nikel sulfat sebagai bahan baku baterai EV, stainless steel berkualitas tinggi, dan material komposit lainnya,” tuturnya. 

    Inovasi juga didorong ke arah penggunaan teknologi terbaru dalam proses smelting dan refining guna meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan.

    Dalam hal ini, diperlukan kerja sama dengan universitas dan lembaga riset untuk mengembangkan teknologi pengolahan yang lebih ramah lingkungan.

    Di sisi lain, menurut Djoko, pelaku usaha penghiliran tak dapat sendiri untuk membangkitkan industrialisasi mineral Indonesia. Pemerintah perlu turun tangan dalam hal pengadaan infrastruktur dan energi yang efisien, insentif dan kebijakan pemerintah yang berkelanjutan, hingga penciptaan tenaga kerja terampil.

    Dia menuturkan, akses terhadap energi yang murah dan ramah lingkungan sangat penting, terutama untuk smelter yang saat ini masih bergantung pada batu bara.

    “Pemerintah perlu mendorong investasi dalam energi terbarukan [PLTS, PLTA, dan PLTN] untuk mendukung produksi yang lebih berkelanjutan dan memenuhi standar ESG internasional,” tuturnya. 

    Tak lupa, infrastruktur logistik seperti pelabuhan, jalan, dan jaringan listrik yang stabil sangat diperlukan untuk efisiensi operasional.

    Di samping itu, kebijakan fiskal yang mendukung seperti insentif pajak, bea masuk nol untuk impor peralatan teknologi tinggi, serta kemudahan perizinan bagi industri hilirisasi.

    “Kepastian regulasi terkait ekspor produk olahan nikel, agar pelaku usaha tidak mengalami ketidakpastian akibat perubahan kebijakan mendadak,” imbuhnya. 

    Lebih lanjut, proteksi terhadap industri dalam negeri dari persaingan tidak sehat, misalnya dengan memastikan harga bahan baku nikel tetap kompetitif untuk smelter dalam negeri.

    Tak hanya itu, pengembangan tenaga kerja lokal melalui pelatihan vokasi dan pendidikan tinggi yang berorientasi pada industri hilirisasi nikel. Oleh karena itu, penting untuk transfer teknologi dari perusahaan asing yang sudah berpengalaman dalam pengolahan nikel dan pembuatan baterai EV.

    Dalam hal ini, menurut dia, insentif bagi tenaga ahli asing yang bisa membantu mempercepat adopsi teknologi dan pengembangan SDM lokal. 

    “Tanpa faktor-faktor ini, industri hilirisasi berisiko mengalami kesulitan dalam jangka panjang, terutama di tengah persaingan global yang semakin ketat. Pemerintah harus membangun industri berbasis nikel untuk memenuhi kebutuhan kehidupan bangsa Indonesia,” pungkasnya. 

  • Tarif Royalti Batu Bara, Nikel dkk Bakal Naik, Pengamat Ingatkan Hal Ini

    Tarif Royalti Batu Bara, Nikel dkk Bakal Naik, Pengamat Ingatkan Hal Ini

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat mengingatkan agar kenaikan tarif royalti komoditas mineral dan batu bara (minerba) tak diberlakukan dalam waktu dekat. Kebijakan itu berpotensi menambah beban industri.

    Adapun, kenaikan tarif royalti minerba itu tengah dikaji oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kenaikan tarif royalti itu akan berlaku untuk batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan logam timah.

    Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bhaktiar menilai saat ini waktu yang kurang tepat untuk menaikkan royalti atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) minerba.

    Menurutnya, kondisi usaha akhir-akhir tidak bagus. Apalagi, harga komoditas cenderung turun, pajak pertambahan nilai (PPN) naik, juga kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) hingga beban operasional yang meningkat. 

    “Jadi sebaiknya jangan dulu menaikkan royalti, berikan nafas pada pelaku usaha untuk terus menggerakkan usahanya agar perekonomian tetap jalan,” kata Bisman kepada Bisnis, Senin (10/3/2025).

    Bisman berpendapat kenaikan tarif royalti juga akan berpengaruh kepada industri. Menurutnya, dengan beban semakin bertambah maka perputaran produksi berpotensi menurun.

    Buntutnya, kinerja industri juga berpotensi menurun. Oleh karena itu, Bisman mengingatkan sebaiknya pemerintah tak menaikkan tarif royalti dalam waktu dekat.

    Menurutnya, kenaikan tarif royalti minerba idealnya paling cepat berlaku pada akhir tahun ini.

    “Kita tunggu kondisi ekonomi menjadi lebih baik dan stabil, paling cepat di akhir tahun ini atau tahun depan,” katanya.

    Kementerian ESDM sebelumnya telah melakukan konsultasi publik terkait kajian menaikkan tarif royalti minerba.

    Penyesuaian itu seiring dengan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Revisi Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2022 tentang Perlakukan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara. 

    Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, revisi tersebut sebagai upaya perbaikan tata kelola. Khususnya untuk meningkatkan PNBP.

    “Tidak ada maksud apapun atau memberatkan salah satu pihak ataupun industri, dan kita harap industri pertambangan bisa sustain, bisa berpartisipasi lebih untuk kemakmuran dan kejayaan,” kata Tri dalam acara Konsultasi Publik Rancangan Revisi PP 26 Tahun 2022 dan PP 15 Tahun 2022, Sabtu (8/3/2025).

  • Penjualan Naik! 1 Juta Unit Sepeda Motor Baru Beredar di Indonesia

    Penjualan Naik! 1 Juta Unit Sepeda Motor Baru Beredar di Indonesia

    Jakarta

    Penjualan sepeda motor Indonesia pada dua bulan pertama tahun ini sudah tembus 1.141.578 unit. Penjualan motor pada Februari saja ada kenaikan sebesar 3,74 persen dibandingkan Januari 2025.

    Dikutip dari situs Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Senin (10/3/2025), penjualan Februari tercatat mencapai 581.277 unit. Angka itu naik dibandingkan bulan sebelumnya, pada Januari 2025 membukukan angka 560.301 unit.

    Angka pencapaian bulan Februari 2025 lebih tinggi jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Secara year on year penjualan domestik itu naik 4,04 persen.

    Memang secara total penjualan awal tahun menyusut lebih sedikit. Sebab total gabungan angka penjualan Januari-Februari 2024 itu mencapai 1.151.343 unit.

    Sayangnya dalam data terbaru yang ditampilkan AISI tidak memaparkan segmentasi pasar motor bebek, matic, dan sport.

    Jika melirik data terakhir, segmen motor skutik masih mendominasi penjualan sepeda motor di Indonesia dengan pangsa pasar di atas 90 persen.

    Sedangkan untuk motor jenis bebek dan sport, semakin mengecil volume penjualannya. Pada bulan pertama tahun 2025, porsi motor bebek yang terjual hanya sekitar 3,37%, kemudian motor sport hanya memiliki pangsa pasar 2,89%.

    Selanjutnya, performa ekspor motor utuh buatan Indonesia menunjukkan hasil yang positif. Pada Januari 2025, ekspor motor buatan Indonesia menembus angka 40.878 unit. Pada Februari 2025 ada kenaikan menjadi angka 43.899 unit.

    Sementara ekspor terurai atau completely knocked down (CKD) juga mengalami peningkatan. Sebanyak 738.084 motor CKD dikirim keluar pada Februari 2025. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 674.701 unit.

    AISI sekarang juga tidak menampilkan data segmentasi motor yang diekspor. Berdasarkan data terakhir, sama seperti situasi di pasar domestik, pasar ekspor juga lebih menyukai motor-motor matic buatan Indonesia, meski persentasenya tidak sebesar pasar domestik. Di Januari 2025, ekspor motor buatan Indonesia sebesar 73,67% didominasi motor jenis matic.

    (riar/rgr)

  • Hadapi Ancaman Tarif Trump, KTT ASEAN Undang China-Negara Teluk

    Hadapi Ancaman Tarif Trump, KTT ASEAN Undang China-Negara Teluk

    Jakarta

    Keputusan Malaysia untuk mengundang perwakilan dari Cina dan negara-negara Teluk Arab ke KTT ASEAN pada Mei mendatang menarik perhatian global, khususnya karena Malaysia saat ini memegang kursi kepemimpinan dalam blok perdagangan di Asia Tenggara yang beranggotakan 10 negara tersebut.

    Namun, Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim menegaskan bahwa kehadiran negara-negara non-anggota dalam KTT ini bukan dimaksudkan sebagai langkah melawan Amerika Serikat (AS). Dalam konferensi pers di Kuala Lumpur, ia mengatakan, ASEAN tidak sedang “memilih pihak”, tetapi berupaya “memastikan relevansi strategis ASEAN dalam dunia multipolar.”

    Meski begitu, menurut Sam Baron, peneliti di Dewan Studi Asia-Pasifik Yokosuka, Jepang, rencana Anwar untuk membentuk aliansi dagang antara ASEAN, Cina, dan negara-negara Teluk Arab yang kaya akan sumber daya serta berorientasi pada investasi itu, bisa jadi tidak disambut baik oleh Washington.

    “Negara-negara ASEAN, beberapa negara Teluk, dan Cina semuanya memiliki surplus perdagangan yang signifikan dengan AS,” ujar Baron kepada media South China Morning Post.

    “Trump tidak segan-segan menggunakan kebijakan perdagangannya sebagai alat tekanan. Anwar harus berhati-hati.”

    Mitra dagang utama?

    Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), total produk domestik bruto (PDB) negara-negara Teluk Arab yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) mencapai sekitar 2,1 triliun dolar AS (sekitar Rp32,5 kuadriliun) pada 2023. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) menyumbang hampir tiga perempat dari total output ekonomi blok tersebut, yang juga mencakup Bahrain, Kuwait, Oman, dan Qatar.

    Bagi Uni Eropa, negara-negara ASEAN sudah menjadi mitra dagang utama, menempati peringkat ketiga setelah AS dan Cina. Sementara itu, mitra dagang terbesar ASEAN adalah Cina, AS, Uni Eropa, dan Jepang.

    Meskipun memiliki daya ekonomi yang cukup besar, ASEAN bukanlah blok yang homogen. Wilayah ini mencakup negara-negara berpendapatan rendah seperti Laos hingga negara maju seperti Singapura. Sebagai perbandingan, PDB per kapita Malaysia hampir dua kali lipat dari Thailand.

    Penerima manfaat dari diversifikasi perdagangan global

    Sejak pandemi COVID-19 mengungkap adanya kelemahan pada rantai pasokan global, banyak perusahaan multinasional semakin mendiversifikasi investasi manufaktur mereka.

    Huang mencatat, investasi asing langsung (FDI) dari negara-negara maju dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) ke ASEAN kini meningkat dua kali lipat dibanding investasi di Cina. Padahal, pada 2018, situasinya justru berbalik.

    “ASEAN juga menarik bagi perusahaan-perusahaan Cina, dengan produsen mobil Cina yang berinvestasi sebesar 5,4 miliar dolar AS (sekitar Rp88 triliun) di kawasan ini pada 2023, hampir tiga kali lipat dari skala investasi mereka pada 2015,” katanya.

    Sharon Seah, peneliti senior di Pusat Studi ASEAN di Institut ISEAS-Yusof Ishak Singapura, berpendapat bahwa kerja sama yang lebih erat antara ASEAN dan negara-negara Teluk sangat masuk akal secara strategis.

    “Dengan memperkuat kerja sama antarblok dan kemitraan seperti Uni Eropa dan GCC, ASEAN berharap dapat menjaga perdagangan multilateral tetap terbuka dan bebas,” ujarnya.

    Menguasai jalur perdagangan terpenting dunia

    Negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Indonesia, dan Singapura memiliki keunggulan strategis dalam perdagangan global karena berbatasan dengan Selat Malaka, jalur perairan kecil yang dilalui lebih dari seperempat total jumlah perdagangan dunia. Selain itu, sekitar 80% pengiriman minyak dari Timur Tengah ke Cina dan Jepang melewati selat ini.

    Perang dagang yang dilancarkan Presiden AS Donald Trump, yang saat ini lebih banyak menyasar Kanada, Meksiko, dan Cina, membuat prospek perdagangan global semakin sulit diprediksi, kata Sharon Seah. Namun, dalam konteks ini, keputusan Malaysia untuk mengajak Cina ke KTT ASEAN juga dianggap sebagai “tonggak sejarah.”

    “Ini dapat dilihat sebagai upaya Malaysia untuk memperluas kerja sama ASEAN dengan Cina dan GCC dalam kemitraan tripartit yang memanfaatkan kekuatan masing-masing pihak,” ujarnya.

    Menurut Francoise Huang dari Allianz Trade, negara-negara Teluk dapat memberikan kontribusi finansial yang cukup besar berkat pendapatan minyak dan gas mereka yang melimpah. Investasi strategis dalam bidang teknologi dan kecerdasan buatan (AI) juga bisa menguntungkan ekonomi Asia.

    “ASEAN dapat memanfaatkan sebagian dari investasi tersebut untuk pertumbuhan ekonominya sendiri, sekaligus menarik investasi dari dana kekayaan negara GCC ke sektor teknologi,” ujar Huang.

    ASEAN bakal jadi pusat perdagangan global di masa depan?

    Studi terbaru dari Allianz Trade menunjukkan, beberapa negara ASEAN memiliki posisi kuat untuk memperluas peran mereka dalam perdagangan global.

    Malaysia dan Vietnam menempati peringkat kedua dan ketiga dalam potensinya menjadi pusat perdagangan global di masa depan. Sementara itu, Indonesia menempati posisi kelima.

    Peringkat pertama dalam daftar itu diduduki oleh salah satu calon kemitraan dagang baru ASEAN, yakni salah satu negara Teluk, Uni Emirat Arab.

    Saat ini, sekitar 20% ekspor ASEAN ditujukan ke AS. Menurut Huang, dengan semakin agresifnya kebijakan perdagangan AS, tidak mengherankan jika beberapa negara ASEAN mulai mengarah ke pendekatan kebijakan luar negeri yang lebih beragam.

    “Sebagai contoh, Indonesia telah memutuskan untuk bergabung dengan BRICS, seraya terus mendorong peta jalannya untuk menjadi anggota OECD,” tambah Huang.

    Malaysia juga berambisi untuk menjadi anggota BRICS, kelompok mitra ekonomi yang saat ini terdiri dari negara Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.

    Namun, pemerintahan Trump menganggap BRICS sebagai ancaman terhadap dominasi global ekonomi AS. Trump juga mengancam akan memberlakukan tarif 100% jika blok tersebut mencoba “memainkan strateginya terhadap dolar AS.”

    Artikel ini diadaptasi dari bahasa Jerman

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • KPK Panggil Eks Dirut Petral Bambang Irianto Tersangka Kasus Mafia Migas – Halaman all

    KPK Panggil Eks Dirut Petral Bambang Irianto Tersangka Kasus Mafia Migas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited (Petral) Bambang Irianto.

    Bambang Irianto adalah tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES) selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero) dalam rantai pasokan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK RI, atas BI, VP Trading Pertamina Energy Services Pte Ltd 2009–2012, Managing Director Pertamina Energy Services Pte Ltd tahun 2012–2015,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam pernyataannya, Senin (10/3/2025).

    KPK sebelumnya menyampaikan bahwa perkara Bambang Irianto masih diusut. 

    Namun, memang dalam penanganannya KPK menemukan hambatan, sehingga proses pengusutannya agak tersendat.

    “Terkait tersangka BI [Bambang Irianto] bahwa betul, perkaranya masih berjalan. Namun dari hasil koordinasi, masukan dari penyidik, memang ada beberala kendala,” kata Tessa dalam pernyataannya, Selasa (4/3/2025).

    Dua kendala yang disampaikan Tessa adalah terkait barang bukti dan kondisi kesehatan Bambang Irianto.

    Tessa mengatakan alat bukti yang diperlukan untuk menuntaskan perkara berada di Singapura. Kemudian mengenai kondisi kesehatan, Tessa tak menyampaikan maksud dari keadaan Bambang Irianto saat ini.

    “Kendalanya adalah calon alat bukti yang perlu di-acquired atau didapatkan berada di Singapura. Kedua, sebagaimana tadi disampaikan, memang ada kendala terkait masalah kesehatan,” katanya.

    Berdasarkan catatan, penyidik KPK terakhir kali memanggil saksi untuk mengusut perkara ini pada Rabu, 7 Agustus 2024.

    Saat itu penyidik KPK memanggil mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Luhur Budi Djatmiko sebagai saksi.

    Selain Luhur, KPK juga memanggil Linda Rosmauli Sinaga, Manajer Integrated Supply Planning PT Pertamina; Mei Sugiharso, VP Legal Counsel Downstream PT Pertamina; dan Mindaryoko, BOD Support Manager PT Pertamina.

    KPK diketahui melanjutkan penyidikan perkara yang sebelumnya diumumkan ke publik sejak 2019. 

    Komisi antikorupsi mengakui bahwa penanganan kasus mafia migas itu membutuhkan lebih banyak waktu. 

    Menurut KPK, penanganan perkara yang menjerat mantan Managing Director PES sekaligus bekas Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited (Petral) Bambang Irianto berlangsung lama karena meliputi lintas yurisdiksi. 

    “Info terakhir, karena ini ada kaitannya dengan negara lain dan lintas yurisdiksi, butuh waktu dan butuh menyamakan persepsi. Tentunya tidak semudah kalau undang-undangnya atau aturannya sama,” ujar Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dikutip Minggu (4/8/2024). 

    KPK sebelumnya mengumumkan status hukum Bambang Irianto pada September 2019 lalu. Saat itu, KPK masih dipimpin oleh Agus Rahardjo cs. 

    KPK menduga Bambang Irianto menerima suap 2,9 juta dolar Amerika Serikat (AS) yang diterima sejak 2010 sampai dengan 2013. 

    Suap diduga diterima melalui rekening penampungan dari perusahaan yang didirikannya bernama SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan di British Virgin Island, sebuah kawasan bebas pajak.

    Uang suap itu diduga berkaitan dengan bantuan yang diberikan Bambang kepada pihak Kernel Oil atas kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada PES atau Pertamina di Singapura dan pengiriman kargo.

    KASUS MAFIA MIGAS – Mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd Bambang Irianto (kanan) berjalan meninggalkan gedung usai menjalani pemeriksaan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2019). Bambang diperiksa sebagai tersangka karena diduga menerima suap sebesar USD 2,9 juta terkait perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Petral. (TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS) (TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS)

    Bambang dalam perkara ini diduga menggelar pertemuan dengan perwakilan Kernel Oil Pte Ltd (Kernel Oil) yang merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES/PT Pertamina.

    Pada saat itu, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan Pertamina yang diikuti oleh National Oil Company (NOC), Major Oil Company, Refinery, maupun trader.

    Kemudian, pada periode 2009 hingga Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES/PT Pertamina. 

    Namun, tersangka Bambang selaku VP Marketing PES saat itu malah membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang. 

    Sebagai imbalannya, diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri.

    Tersangka Bambang juga diduga mendirikan SIAM Group Holding Ltd yang berkedudukan hukum di British Virgin Island untuk menampung uang suap tersebut. 

    Bambang bersama sejumlah pejabat PES diduga menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender, yang salah satunya adalah NOC.

    Namun, pada akhirnya pihak yang menjadi mengirimkan kargo untuk PES/PT Pertamina adalah Emirates National Oil Company (ENOC) yang diduga merupakan sebuah perusahaan bendera yang digunakan pihak perwakilan Kernel Oil.

    Diduga, perusahaan ENOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerja sama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil. 

    Tersangka Bambang diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina.

    Atas perbuatannya, Bambang Irianto disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  • KPK Panggil Mantan Bos Petral Bambang Irianto dalam Kasus Mafia Migas

    KPK Panggil Mantan Bos Petral Bambang Irianto dalam Kasus Mafia Migas

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memanggil lagi mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd alias Petral, Bambang Irianto untuk diperiksa dalam kasus mafia migas. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Bambang (BI) telah ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di anak usaha PT Pertamina (Persero), yakni Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) dalam rantai pasokan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas BI VP Trading Pertamina Energy Services Pte Ltd (2009 s.d. 2012) Managing Director Pertamina Energy Services Pte Ltd tahun 2012 – 2015,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (10/3/2025). 

    Tessa pun mengofirmasi bahwa Bambang telah memenuhi panggilan pemeriksaan oleh tim penyidik hari ini. 

    Sebelumnya, penetapan Bambang sebagai tersangka pada kasus mafia migas itu diumumkan pada September 2019 lalu di bawah kepemimpinan KPK jilid IV alias Agus Rahardjo Cs. Kini, kasus itu masih dalam tahap penyidikan. 

    Pada keterangan terpisah, Tessa mengakui bahwa barang bukti kasus tersebut yang berada di Singapura menjadi salah satu alasan kasus tersebut ‘mandeg’. Sebagaimana diketahui, Petral yang merupkan anak usaha Pertamina terdaftar di Singapura dan telah dibubarkan sejak 2015 lalu. 

    “Terkait tersangka BI [Bambang Irianto] bahwa betul, perkaranya masih berjalan. Namun dari hasil koordinasi, masukan dari penyidik memang ada beberapa kendala,” ungkap Tessa kepada wartawan, dikutip Selasa (4/3/2025).

    Selain barang bukti, Tessa menyebut kondisi kesehatan Bambang turut menjadi alasan mengapa kasus tersebut belum kunjung tuntas. Namun, Tessa enggan memerinci lebih lanjut kondisi kesehatan mantan petinggi anak usaha Pertamina itu. 

    Adapun, penyidik KPK terakhir menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Anugrah Pabuaran Energy Lukma Neska sebagai saksi dalam kasus tersebut pada 19 Februari 2025. 

    Pada Agustus 2024 lalu, KPK mengaku penyidik tengah mendalami rantai pasok atau supply chainpembelian minyak bumi dan BBM migas 88 (premium) dari Singapura oleh PES saat itu. 

    Lembaga antirasuah menduga Bambang menerima suap US$2,9 juta yang diterima sejak 2010 sampai dengan 2013. Suap diduga diterima melalui rekening penampungan dari perusahaan yang didirikannya bernama SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan di British Virgin Island, sebuah kawasan bebas pajak. 

    Uang suap itu diduga berkaitan dengan bantuan yang diberikan Bambang kepada pihak Kernel Oil atas kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada PES atau Pertamina di Singapura dan pengiriman kargo.

    Pada saat itu, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan Pertamina yang diikuti oleh National Oil Company (NOC), Major Oil Company, Refinery, maupun trader. 

    Pada periode 2009 hingga Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES atau Pertamina. 

    Namun, tersangka Bambang selaku VP Marketing PES saat itu malah membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang. Sebagai imbalannya, Bambang Irianto diduga menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri. 

    Bambang bersama sejumlah pejabat PES lalu diduga menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender, yang salah satunya adalah NOC. Namun, pada akhirnya pihak yang menjadi mengirimkan kargo untuk PES atau Pertamina adalah Emirates National Oil Company (ENOC) yang diduga merupakan sebuah perusahaan bendera yang digunakan pihak perwakilan Kernel Oil. 

    ENOC diduga diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerjasama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil.  

    Tersangka Bambang diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina.

  • Ekspor Batu Bara Wajib Pakai HBA, Ini Respons Pengusaha

    Ekspor Batu Bara Wajib Pakai HBA, Ini Respons Pengusaha

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pelaku usaha batu bara menyambut baik langkah pemerintah yang mewajibkan eksportir batu bara menggunakan Harga Batu Bara Acuan (HBA) mulai 1 Maret 2025. Pasalnya, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara serta mendorong pertumbuhan industri domestik.

    Direktur Bayan Resources, Alexander Ery Wibowo mengapresiasi kebijakan tersebut karena sejalan dengan tujuan untuk memperkuat penerimaan negara. Namun demikian, ia menilai terdapat beberapa tantangan yang perlu diantisipasi oleh pemerintah.

    “Ya, saya pikir tujuan dan spirit daripada aturan HBA ini patut diapresiasi karena intinya bagaimana bisa meningkatkan pendapatan negara dan juga meningkatkan pertumbuhan industri domestik batu bara,” kata Alex dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, Senin (10/3/2025).

    Menurut Alex, tantangan terbesar dalam penerapan aturan ini adalah kondisi pasar global yang saat ini berada dalam fase buyers market. Dimana harga lebih banyak ditentukan oleh pembeli.

    Ditambah lagi, kondisi ini juga diperparah dengan adanya stok batu bara yang melimpah di China, yang menyebabkan terjadinya over supply di pasar internasional.

    “Dimana pembentuk harga di China sendiri itu memiliki stok yang melimpah. Oversupply. Sehingga dengan adanya ini pun kita harus sama-sama mencari bagaimana bisa peraturan ini menjadi efektif,” kata dia.

    Alex juga menyoroti perlunya penyesuaian terhadap kontrak-kontrak jangka panjang yang telah disepakati sebelumnya. Oleh sebab itu, perlu adanya adendum kontrak serta masa transisi dan sosialisasi terutama di pasar internasional.

    “Karena ini kan bagaimanapun coal ini adalah commodity internasional. Dan memang siklusnya buyers market ataupun sellers market. Mungkin 3-4 tahun lalu kondisinya sellers market,” kata Alex.

    Ia menyadari selama ini pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sudah mengacu pada HBA atau harga tertinggi yang berlaku. Namun, dengan kondisi buyers market, tantangan utama adalah bagaimana menghadapi situasi harga yang lebih banyak ditentukan oleh pembeli.

    “Jadi tantangannya sebenarnya, tantangan bersama itu adalah menghadapi kondisi buyers market ini. Yang dimana di China sendiri lumayan slow. Hal itu utamanya disebabkan karena cuaca yang tidak sedingin yang mereka prediksi. Kedua juga banyak pabrik baja yang mengurangi produksinya akibat mungkin perang dagang. Sehingga memang di dalam China itu juga kelebihan supply,” katanya.

    (pgr/pgr)

  • OPINI : Penghiliran AI

    OPINI : Penghiliran AI

    Bisnis.com, JAKARTA – Paris AI Action Summit yang dihelat 6—11 Februari lalu, menghasilkan kesepakatan tak bulat. Lima puluh delapan negara menandatangani komitmen mulia. Bahwa kecerdasan artifisial (AI) harus berprinsip terbuka, inklusif, dan etis. Sayangnya, Amerika Serikat (AS) dan Inggris, tak turut kesepakatan, alasannya berbeda pendekatan.

    Para penandatangan, termasuk Indonesia, China, Prancis, India, dan Uni Eropa menyerukan peningkatan tata kelola AI melalui dialog global. Harapannya, meningkatkan aksesibilitas teknologi, regulasi keselamatan ketat, dan menghindari konsentrasi pasar. Sedangkan AS dan Inggris memilih sebaliknya.

    Mereka berpijak regulasi AI seharusnya fleksibel, alasannya demi akselerasi inovasi dan fokus di pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fleksibel dan minim campur tangan pemerintah, diyakini membuat perusahaan teknologinya berkembang cepat. Konon, ini dipilih guna memastikan keduanya kompetitif dan dominan di perlombaan global AI.

    Pilihan AS dan Inggris ini bak menambah minyak ke dalam api atas kompleksitas geopolitik AI. Sebelumnya, pertempuran ramai oleh pengumuman DeepSeek di akhir 2024. Perusahaan rintisan China ini memperkenalkan DeepSeek-R1, yang berperforma luar biasa. Bahkan diklaim lebih efisien juga murah dibanding ChatGPT.

    Padahal, DeepSeek hanya menggunakan GPU H20 dari NVIDIA, produk yang sudah disunat kemampuannya. Karena harus disesuaikan, guna mematuhi aturan embargo. Dalam keterbatasan itu, DeepSeek mampu memompa inovasi, bahkan dikategorikan sebagai penantang pemain utama AI.

    Tapi, kehebohan ini tak berlangsung lama. Presiden Donald Trump mengumumkan peluncuran Project Stargate di 21 Januari 2025. OpenAI, Oracle, dan SoftBank menjadi tulang punggung inisiatif infrastruktur AI senilai US$500 miliar ini. Target utamanya, memperkuat kepemimpinan AS di bidang AI.

    Perlombaan penguasaan teknologi ini terjadi, karena semuanya yakin, AI akan mengulangi kesuksesan listrik dan mesin cetak. Keduanya mengubah ekonomi dunia dan kehidupan. Sejarah mencatat mesin cetak merevolusi literasi, membuka pintu revolusi industri. Sedangkan listrik merevolusi produktivitas, efisiensi, dan melahirkan teknologi baru.

    AI sebuah keniscayaan. Dia akan mengakselerasi produktivitas, inovasi teknologi baru, hingga mengubah cara industri beroperasi. Bahkan, kita akan mengalami peningkatan kualitas hidup melalui solusi AI di bidang kesehatan, pendidikan, pertanian, hingga layanan umum. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi pun akan berderak.

    Beberapa riset memprediksi, ekonomi AI di Indonesia berkontribusi 12% atas pertumbuhan PDB, setara US$366 miliar pada 2030. Untuk ekonomi AI di China, nilainya US$15 triliun pada 2030. Sedangkan ekonomi AI di AS, nilainya menembus US$15,7 triliun pada 2030.

    Sebenarnya, semua negara di posisi start yang sama atas pemanfaatan ekonomi AI. Mereka juga berlomba atas pilihan kebijakan yang tepat, agar ada manfaat. Namun, melihat kompleksitas geopolitik AI, Indonesia harus mempertimbangkan spirit penghiliran sebagai tulang punggung kebijakan AI.

    Kita perlu memperkuat kebijakan sovereign AI, agar kita berkendali penuh atas data dan teknologi AI yang digunakan. Semangat sovereign AI berbalut penghiliran AI ini, terlihat hanya meningkatkan keamanan serta kedaulatan data. Sejatinya, kebijakan ini akan memperkokoh daya saing AI dan ekonomi kita. Membuat Indonesia diperhitungkan di percaturan AI secara global, tak hanya sebagai pasar saja.

    Langkah ini bisa dimulai dengan komitmen pengembangan dan pemanfaatan model AI berbahasa Indonesia dan lokal. Karena memahami konteks lokal, dipastikan solusi AI yang dihasilkan akan lebih relevan dan efektif untuk masyarakat. Sehingga, nilai tambah produk dan layanan teknologi ini dapat dimaksimalkan.

    Indosat dengan ekosistemnya, telah bekerja sama dengan NVIDIA memulai inisiatif ini dengan meluncurkan Sahabat-AI. Platform model bahasa besar (LLM) open-source ini dirancang khusus untuk Bahasa Indonesia dan bahasa lokal lainnya. Tujuannya agar masyarakat bisa membangun layanan dan aplikasi berbasis AI yang memahami konteks lokal dan nuansa budaya.

    Jika aplikasi dan model AI lokal yang dikembangkan berhasil, bisa dimanfaatkan untuk industri dalam negeri. Setelah itu, teknologi AI itu bisa diskalakan untuk di ekspor ke pasar internasional. Sehingga terwujud mimpi teknologi sebagai penambah devisa.

    Semua itu akan terwujud bila pemerintah memastikan pengelolaan data strategis dan milik publik di dalam negeri. Walau sudah sejalan dengan PP No.71/2019, yang mengharuskan data publik dan strategis harus disimpan dan diproses lokal, diperlukan komitmen nyata pemerintah. Namun, masih perlu aturan kunci, bahwa infrastruktur AI yang digunakan dalam pemprosesan data juga harus berada di dalam negeri.

    Beragam data adalah raw material yang bermanfaat, tetapi bila dikelola dan diperlakukan tepat, sehingga kekayaan budaya Indonesia terjaga. Di sini lain, Indonesia adalah pemilik ekonomi terbesar di Asean dan negara pertama di ASEAN yang menyelesaikan Metodologi Penilaian Kesiapan AI UNESCO (RAM). Beragam potensi itu ditambah kebijakan sovereign AI, akan membuat Indonesia menarik bagi investasi AI.

    Jadi bagi perusahaan yang ingin berkontribusi di ekonomi AI, mereka harus berinvestasi infrastruktur data center dengan kapabilitas AI di Indonesia. Sederhananya, semangat penghiliran AI ini, mirip dengan penghiliran sumber daya alam kita. Bahwa kita tidak akan mengekspor raw material, tapi memproduksinya di dalam negeri dan mengekspor produk turuannya agar mendapatkan nilai tambah. Pendekatan yang sama, kita lakukan terkait pemanfaatan AI.

    Apakah sudah ada yang menjalankan konsep ini? India sudah memulainya dengan proyek AI for Bharat. Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Narendra Modi pun sudah menyaksikan pertukaran nota Kerjasama antara Komdigi dan Kementerian ICT India pada 25 Januari 20205. Kedua akan berkolaborasi dalam pengembangan sektor digital, AI, dan pengembangan talenta.

    Semoga kolaborasi dua negara ini akan mengantarkan AI sebagaimana marwahnya, mendemokratisasi teknologi untuk kedualatan negara, ekonomi yang inklusif, kebaikan sosial, dan pembangunan berkelanjutan.