Topik: ekspor

  • Menebas Aral Kemandirian Petrokimia Kala Produk China Banjiri RI

    Menebas Aral Kemandirian Petrokimia Kala Produk China Banjiri RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketatnya persaingan pasar dengan produk impor hingga ketersediaan bahan baku masih menjadi tantangan di tengah upaya mewujudkan kemandirian industri petrokimia dalam negeri. Pelaku usaha pun menantikan adanya kebijakan penguatan pasar domestik dan dukungan fiskal. 

    Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) menilai pemerintah perlu memberikan insentif fiskal baru untuk menjaga daya saing industri dalam negeri, khususnya menghadapi tekanan produk impor dari China yang semakin agresif masuk ke pasar domestik. 

    Usulan ini muncul bersamaan dengan mulai beroperasinya pabrik petrokimia baru di Cilegon milik PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor. 

    Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono mengatakan, kehadiran pabrik baru ini juga perlu diiringi dengan pengawasan laju impor produk petrokimia dari China yang masuk ke Indonesia dengan harga lebih murah. 

    “Mungkin rasanya dalam hal ini PPN [pajak pertambahan nilai] ditanggung pemerintah adalah sesuatu hal yang perlu dikaji bersama-sama untuk diterapkan,” kata Fajar saat dihubungi Bisnis, Kamis (6/11/2025). 

    Dalam hal ini, dia menilai PPN DTP sebesar 3% dapat menjadi angin segar bagi pelaku usaha industri petrokimia. Dengan demikian, produk yang dihasilkan pabrik lokal dapat lebih bersaing secara adil dengan barang impor. 

    Fajar menerangkan, insentif berupa tax holiday dan tax allowance yang diberikan pemerintah saat ini memang memudahkan investor. Namun, efektivitasnya masih kurang untuk persaingan di pasar.

    Untuk itu, usulan mulai diarahkan pada pemberian insentif PPN yang ditanggung pemerintah bagi industri petrokimia yang beroperasi secara terintegrasi. Fajar menyebut, skema tersebut penting agar rantai pasok hulu hingga hilir tidak saling terbebani. 

    Untuk diketahui, beroperasinya fasilitas naphtha cracker dan pabrik polipropilena baru milik Lotte Chemical Indonesia (LCI) dinilai mampu menekan ketergantungan pada impor ethylene (C2) dan propylene (C3). 

    Pasokan domestik yang meningkat diharapkan dapat memperbaiki keseimbangan impor-ekspor produk antara hulu hingga hilir. Namun, pelaku usaha menilai pembangunan pabrik saja belum cukup untuk membuat industri lebih kompetitif.

    “Dengan adanya ini mudah-mudahan neraca barang impor untuk C2 dan C3 lumayan kurang banyak,” ujarnya.

    Meski demikian, struktur produksi di Indonesia masih kurang fleksibel dibandingkan China. Negeri Tirai Bambu memiliki banyak jalur pengolahan bahan baku petrokimia, mulai dari refinery, coal to olefin, hingga methanol to olefin, yang memungkinkan mereka menyesuaikan biaya produksi mengikuti pergerakan harga global. 

    “Indonesia baru memiliki jalur refinery dan naphtha cracker sehingga biaya produksinya lebih sensitif terhadap fluktuasi harga bahan baku,” imbuhnya.

    Kondisi tersebut menyebabkan produk petrokimia China dapat masuk dengan harga jauh lebih rendah. Pelaku industri mengkhawatirkan bahwa pabrik baru sekalipun dapat kesulitan bersaing tanpa intervensi kebijakan. 

    Kebijakan Perlindungan 

    Senada, ekonom menyebut pabrik petrokimia baru milik LCI sudah berada pada posisi kompetitif secara teknis karena beroperasi terintegrasi dari proses cracking hingga polimerisasi. Namun, tanpa regulasi penguatan pasar dalam negeri, keunggulan biaya tersebut belum cukup untuk menghalangi penetrasi produk impor murah.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, impor bahan baku plastik dari China terus meningkat tajam hingga 150.000 ton tahun ini, sementara pada tahun lalu hanya 80.000 ton. 

    “Volume produk plastik jadi impor yang masuk ke Indonesia juga sangat besar, yakni mencapai 900.000 hingga 1 juta ton per tahun dalam 2 tahun terakhir,” ujar Andry dihubungi terpisah. 

    Terlebih, ada potensi lonjakan menjadi 1,2 juta ton pada akhir tahun ini untuk produk plastik jadi. Di sisi lain, utilisasi pabrik nasional saat ini di bawah 70%, artinya persaingan masih ketat.  

    Adapun, investasi pabrik New Ethylene Project milik LCI ini mencapai US$3,9 miliar atau setara Rp62 triliun. Kapasitas produksinya yaitu 1 juta ton etilena, 520.000 ton propilena, 350.000 ton polipropilena, 140.000 ton butadiena, dan 400.000 ton BTX (benzena, toluena, xilena) setiap tahun. 

    “Dari total impor produk petrokimia sekitar 30 juta ton per tahun, proyek ini sendiri bisa menggantikan sekitar 6-7 juta ton. Artinya, hampir seperempat dari total impor bahan kimia dasar nasional bisa disubstitusi dengan produksi domestik,” tutur Andry.

    Untuk itu, Andry menyebut, pemerintah harus mendukung proyek strategis ini dalam bentuk perlindungan dalam bentuk hambatan tarif maupun nontarif untuk pengetatan produk impor. 

    “Menurut saya segera lakukan investigasi pengamanan perdagangan seperti anti‐dumping atau safeguard terhadap produk petrokimia yang terbukti masuk dengan harga di bawah biaya produksi atau berlaku subsidi besar dari luar negeri,” jelasnya. 

    Di sisi lain, dia juga mewanti-wanti industri hilir pengguna bahan baku petrokimia untuk tidak menggunakan produk impor murah hasil praktik dumping. 

    “Terkadang saya melihat industri hilir ini berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang pada akhirnya membuat industri hulu menjadi kalah saing dengan produk dumping impor,” terangnya. 

    Kebutuhan Kilang Petrokimia

    Selain persoalan kompetisi, ketersediaan bahan baku juga masih menjadi tantangan. Sebagian besar kebutuhan naphtha untuk petrokimia masih harus diimpor karena kapasitas kilang minyak Pertamina difokuskan untuk produksi BBM.

    Kondisi ini meningkatkan biaya produksi dan menambah kerentanan terhadap gejolak harga minyak mentah global. Inaplas pun menyoroti kebutuhan kilang minyak khusus untuk memasok nafta ke pabrik industri petrokimia nasional.

    Direktur Kemitraan Dalam Negeri dan Internasional Inaplas Budi Susanto Sadiman mengatakan, kehadiran pabrik Lotte dapat membuat pengembangan industri petrokimia dan plastik Indonesia menjadi prospektif. Namun, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan agar investasi jumbo ini optimal. 

    “Upaya yang kita lakukan untuk memiliki daya saing adalah dengan membangun kilang minyak dedicated untuk petrokimia. Idealnya di Banten untuk menyuplai cracker CAP [Chandra Asri Petrochemical] dan pabrik Lotte Chemical,” kata Budi kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025). 

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, bahan baku yang dibutuhkan untuk menunjang proyek Lotte Chemical yaitu 1,2 juta ton LPG dan 2 juta ton nafta. 

    “Nafta ini dari minyak dan LPG gas, jadi ini membuktikan hilirisasi Indonesia tidak hanya mineral batu bara, tetap beranjak pada hilirisasi oil and gas [migas],” tuturnya. 

    Bahlil menyebut, dengan teknologi desain mutakhir dari Korea, kompleks petrokimia LCI ini menggabungkan efisiensi energi tinggi dan sistem rendah karbon. 

    Fasilitas ini juga dirancang untuk menggunakan hingga 50% LPG selain nafta sebagai bahan baku utama, memungkinkan efisiensi biaya dan operasional yang signifikan. 

    Di sisi lain, Sekjen Inaplas Fajar Budiyono mengatakan bahwa impor bahan baku untuk Lotte Chemical masih full impor, utamanya 2 juta ton nafta yang belum dapat dipenuhi domestik. 

    “Itu impor full nafta dari luar karena nafta yang dihasilkan Pertamina ini sekarang masih konsentrasi untuk BBM, belum untuk industri petrokimia,” jelasnya. 

    Dia pun mendorong Pertamina untuk dapat membangun kilang-kilang baru dan khusus untuk industri petrokimia. Fajar menyebut, idealnya Indonesia mesti memiliki kapasitas produksi minyak 3 juta barel per hari, sedangkan hari ini baru 1,5 juta barel per hari.

  • MDI Ventures Dorong Inovasi di Ekosistem Blockchain Nasional

    MDI Ventures Dorong Inovasi di Ekosistem Blockchain Nasional

    Jakarta, CNBC Indonesia – Grand View Research menyebut industri blockchain global diproyeksikan mencapai USD 1,43 triliun pada 2030 dengan pertumbuhan tahunan sekitar 90%. Lonjakan ini menegaskan peran blockchain sebagai fondasi utama dalam ekonomi digital global-bukan hanya untuk transaksi keuangan, tetapi juga untuk membangun sistem yang aman, transparan, dan terpercaya.

    Adapun bagi Indonesia, kehadiran blockchain menjadi kunci dalam mendukung era baru teknologi seperti AI dan keamanan siber, sekaligus membuka peluang ekspor komoditas unggulan melalui Digital Product Passport (DPP) yang dapat menjamin keaslian dan keberlanjutan produk nasional di pasar global.

    Principal MDI Ventures, Aditya Hadiputra membahas peran, tantangan dan penerapan blockchain dalam memperkuat daya saing komoditas Indonesia di pasar global. Dari perspektif venture capital, Aditya menyoroti potensi real-world assets (RWA) yang dapat ditokenisasi sebagai peluang ekonomi nyata dari ekosistem blockchain.

    “VC kini lebih melihat model bisnis yang memiliki dampak nyata dan berkelanjutan. Di MDI, kami berkomitmen mendukung inovasi yang berdampak lewat kolaborasi lintas sektor, ” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (7/11/2025).

    Menurutnya, MDI Ventures terus membuka peluang investasi di sektor blockchain, termasuk investasi yang disalurkan beberapa waktu lalu melalui eMerge by MDI Ventures, jaringan angel investor kepada startup di sektor blockchain. Tidak ketinggalan juga dengan tetap aktif menargetkan sektor lain seperti AI dan Cybersecurity.

    Melalui partisipasi ini, MDI Ventures menegaskan posisinya sebagai investor strategis yang berfokus pada pembangunan ekosistem digital yang aman dan berkelanjutan, sekaligus mendorong Indonesia menjadi pemain utama di lanskap blockchain global.

    Untuk diketahui, dalam forum Bali Blockchain Summit 2025 yang bertema “Blockchain for Protection and Sustainability: Building Digital Trust for a Sustainable Future,” MDI Ventures hadir sebagai representasi investor.

    Aditya Hadiputra, Principal MDI Ventures, yang hadir bersama perwakilan BSSN dan Mandala Blockchain Academy pada sesi panel “Securing Global Market Access for Indonesian Commodities with a Blockchain-Based Digital Product Passport”. 

    (bul/bul)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Modus Korporasi Kemplang Bea Keluar, Ekspor CPO Dilabeli Fatty Matter

    Modus Korporasi Kemplang Bea Keluar, Ekspor CPO Dilabeli Fatty Matter

    Bisnis.com, JAKARTA — Operasi gabungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kepolisian RI (Polri) berhasil mengungkap dugaan pelanggaran ekspor produk turunan minyak sawit mentah (CPO) oleh PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budi Utama mengungkapkan modus yang digunakan adalah penyamaran komoditas ekspor sebagai Fatty Matter, kategori yang tidak dikenai bea keluar maupun larangan terbatas ekspor.

    “Pemberitahuan izin ekspor tidak sesuai dengan apa yang disampaikan importir, sehingga kita melakukan langkah-langkah penegahan,” ungkap Djaka dalam konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) serta Institut Pertanian Bogor (IPB), barang tersebut ternyata merupakan campuran nabati yang mengandung turunan CPO sehingga semestinya terutang Bea Keluar serta kewajiban ekspor lainnya.

    Total barang yang diamankan mencapai 87 kontainer dengan berat bersih 1.802 ton dan nilai sekitar Rp28,7 miliar. Kasus ini menunjukkan adanya indikasi misclassification yang menimbulkan potensi kerugian penerimaan negara.

    Temuan bermula dari informasi awal Satgassus Polri pada 20 Oktober 2025 terkait 25 kontainer ekspor yang diduga melanggar ketentuan kepabeanan. Setelah dilakukan pengembangan, jumlah kontainer bertambah hingga 87 dengan tujuh pemberitahuan ekspor barang (PEB).

    Pemeriksaan gabungan kemudian dilakukan oleh Satgassus Polri, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, BLBC, serta IPB.

    Praktik Underinvoicing

    Analisis DJP menemukan perbedaan signifikan antara nilai dokumen (underinvoicing) dan harga pasar barang sesungguhnya. Selain PT MMS, sebanyak 25 Wajib Pajak lainnya dilaporkan mengekspor komoditas serupa sepanjang 2025 dengan total nilai PEB mencapai Rp2,08 triliun.

    Pemeriksaan bukti permulaan kini tengah dilakukan terhadap PT MMS dan tiga perusahaan afiliasinya yaitu PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN. Di luar kasus tersebut, DJBC juga tengah meneliti dugaan pelanggaran serupa terhadap 200 kontainer senilai Rp63,5 miliar di Tanjung Priok dan 50 kontainer senilai Rp14,1 miliar di Belawan.

    Djaka pun menegaskan bahwa sinergi lintas lembaga menjadi kunci dalam memastikan pengawasan ekspor berjalan konsisten dan akuntabel.

    Langkah ke depan mencakup harmonisasi regulasi antarinstansi, peningkatan kapasitas laboratorium, serta penerapan pengawasan berbasis risiko untuk mendeteksi anomali klasifikasi ekspor.

  • Butuh ‘Keajaiban’ Agar Ekonomi RI 2025 Tumbuh 5,2%

    Butuh ‘Keajaiban’ Agar Ekonomi RI 2025 Tumbuh 5,2%

    Bisnis.com, JAKARTA – Pelambatan laju perekonomian pada kuartal III/2025 yang realisasinya hanya 5,04% semakin memperberat posisi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan tahunan di angka 5,2%.

    Kalau menurut perhitungan secara akumulatif, untuk mencapai angka pertumbuhan 5,2%, pemerintah perlu mengejar target pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025 di angka 5,77% – 5,8%. Sementara proyeksi pemerintah saat ini, kuartal IV/2025 hanya tumbuh di angka 5,5%.

    Hal itu berarti, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya akan berada di kisaran 5,13%. Meski simulasinya jauh lebih baik 2024 yang hanya tumbuh di angka 5,03%, secara tren pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 di angka 5,5% apalagi 5,77% sangat jarang bisa dicapai.

    Dalam catatan Bisnis, selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 tidak pernah mencapai angka 5,5%. Apalagi dengan kondisi ekonomi 2025, yang selain ditopang dukungan dari stimulus pemerintah, nyaris tidak ada momentum politik atau ekonomi dalam skala besar yang bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh 5,5% pada kuartal IV/2025.

    Rata-rata pertumbuhan ekonomi kuartal IV dari tahun 2015-2024 hanya di kisaran 4,3%. Nilai rata-rata ini memperhitungkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2020 yang terkontraksi 2,19% akibat pandemi Covid-19.

    Sedangkan pencapaian tertinggi pertumbuhan ekonomi kuartal IV dalam 10 tahun terakhir, terjadi pada tahun 2017. Saat itu realisasi pertumbuhannya di angka 5,19%. Menariknya, kuartal IV tahun 2018 dan 2023 yang didukung booming komoditas, realisasi pertumbuhannya masing-masing hanya di angka 5,18% dan 5,04%.

    Artinya, kalau menilik tren tersebut, pertumbuhan ekonomi di angka 5,5% atau 5,77% pada kuartal IV nyaris tidak pernah terjadi selama 10 tahun terakhir. Apalagi dengan fakta bahwa terjadi tren pelambatan kinerja konsumsi rumah tangga selama kuartal III/2025 lalu di angka 4,89%. Padahal, target pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 yang harus dipenuhi pemerintah agar bisa tumbuh sebesar 5,2% pada tahun 2025, minimal harus di angka 5,77%.  

    Kendati demikian, pemerintah cukup yakin bahwa pada akhir tahun konsumsi akan pulih dan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal mampu tumbuh di angka 5,2%. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto adalah salah satu pejabat kabinet yang optimistis dengan target tersebut.

    “Memang kuartal III ada pelemahan, tetapi kuartal IV kan naik. Inflasi dilihat saja naik di kuartal III akhir. Kedua, kalau dilihat ada spike [kenaikan] di penjualan,” terangnya, Rabu (5/11/2025) lalu.

    Airlangga juga menekankan bahwa kondisi perekonomian semakin membaik pada kuartal IV/2025, setelah efek stimulus perekonomina dirasakan. Dengan begitu, dia memperkirakan target pertumbuhan ekonomi 5,2% bisa tercapai.

    “Full year 5,2% bisa dicapai,” ujarnya.

    Target Tidak Akan Tercapai

    Sementara itu, Kepala Departemen Riset Makroekonomi dan Pasar Keuangan PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Faisal Rachman mendorong pemerintah lebih ekspansif pada sisa akhir tahun, usai pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 hanya capai 5,03%.

    Faisal memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2025 tidak akan capai target. Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun masih bisa tetap berada di kisaran 5,0%—5,1% apabila pemerintah lebih ekspansif pada akhir tahun ini.

    “Penting mempertahankan kebijakan ekonomi yang bersifat ekspansif, terutama melalui percepatan belanja pemerintah, khususnya pada sektor-sektor produktif yang memiliki efek pengganda tinggi,” ujar Faisal dalam keterangannya, Rabu (5/11/2025) 

    Selain itu, prospek konsumsi rumah tangga diperkirakan membaik seiring perbaikan pasar tenaga kerja dan inflasi yang tetap terkendali. Dia melihat stabilitas harga dan meningkatnya pendapatan riil masyarakat akan memperkuat daya beli, terutama di segmen menengah.

    Dari sisi investasi, Faisal melihat prospek yang lebih positif dibandingkan paruh awal 2025. Penurunan suku bunga kebijakan global dan domestik diproyeksikan akan menurunkan biaya pendanaan dan meningkatkan kepercayaan investor untuk berekspansi.

    Meski demikian, Faisal mengingatkan bahwa kenaikan impor barang modal dapat meningkat kembali seiring pemulihan investasi.

    Dia menilai ekspor Indonesia masih akan menghadapi tantangan eksternal, terutama akibat perang dagang yang berlanjut dan perlambatan ekonomi China. Kendati demikian, tekanan terhadap ekspor diperkirakan mulai berkurang seiring pelonggaran sikap AS terhadap negosiasi dagang dan upaya diversifikasi pasar ekspor oleh pemerintah.

    Selain itu, upaya diversifikasi negara mitra dagang lewag perjanjian-perjanjian perdagangan baru dan pemulihan harga komoditas utama juga bisa membantu performa ekspor. Hanya saja, secara umum, kondisi global yang cenderung stagnan akan menekan inflasi dunia dan membuka ruang bagi penurunan suku bunga lanjutan, yang dapat mendorong arus modal masuk ke pasar berkembang termasuk Indonesia.

    Faisal pun melihat stabilitas politik dan makroekonomi akan menjadi kunci pada periode mendatang. Pemerintah dinilai masih memiliki ruang untuk memperluas kebijakan fiskal dan moneter, namun harus tetap berhati-hati.

    “Karena defisit transaksi berjalan berpotensi melebar di tengah friksi perdagangan dan defisit fiskal dapat meningkat akibat kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan,” ungkap Faisal.

  • 4 Fakta Puluhan Kontainer Rp 28,7 M Langgar Ekspor Dibongkar

    4 Fakta Puluhan Kontainer Rp 28,7 M Langgar Ekspor Dibongkar

    Jakarta

    Polri dan Bea Cukai membongkar kasus dugaan pelanggaran ekspor turunan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Puluhan kontainer diamankan.

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan kasus ekspor turunan CPO ini berawal dari temuan peningkatan frekuensi ekspor komoditas fatty matter.

    Komoditas fatty matter adalah istilah materi lemak atau asam lemak, terutama yang dihasilkan sebagai produk samping dari proses industri seperti pembuatan sabun dan biodiesel. Jenderal Sigit menyebutkan peningkatan ekspor itu seluruhnya berasal dari perusahaan yang sama, yakni PT MMS.

    “Beberapa waktu yang lalu, telah dilakukan kegiatan pendalaman dengan sistem mirroring analysis, Satgassus terhadap PT MMS terkait dengan adanya pelonjakan yang luar biasa dari ekspor komoditas fatty matter dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, naik hampir 278%,” jelas Kapolri dalam jumpa pers di Buffer Area MTI NPCT 1 Jalan Terminal Kalibaru Raya, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025).

    Jenderal Sigit menyebutkan peningkatan ekspor itu menjadi anomali. Hasil uji laboratorium diduga kuat produk ekspor yang dilaporkan tidak sesuai sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 32 Tahun 2024.

    “Dari hasil pemeriksaan tersebut, didapati bahwa ternyata kandungan yang ada di dalamnya ternyata tidak sesuai dengan komoditas yang seharusnya mendapatkan kompensasi bebas pajak,” imbuhnya.

    Foto: Jumpa pers kasus pelanggaran ekspor turunan CPO. (Dok. Polri)

    Produk ekspor tersebut merupakan komoditas turunan CPO yang seharusnya berpotensi dikenai bea keluar dan pungutan ekspor sesuai ketentuan yang berlaku.

    1. 87 Kontainer Senilai Rp 28,7 M Diamankan

    Sebanyak 87 kontainer diamankan dari pengungkapan kasus ini. Dari puluhan kontainer ini isinya sebagian besar komoditas campuran dari produk turunan kelapa sawit.

    “Sehingga mau tidak mau, ini yang tentunya akan kita tindak lanjuti bersama dengan Ditjen Bea Cukai untuk pendalaman lebih lanjut,” tutur Jenderal Sigit.

    Ke-87 kontainer yang diamankan diduga melanggar ekspor produk turunan minyak sawit mentah atau crude palm oil. Jenderal Sigit mengatakan masih mendalami modus penyelundupan turunan CPO ini.

    “Kita ingin mendalami lebih lanjut dari modus yang terjadi, terjadi upaya-upaya untuk menyiasati penghindaran terhadap pajak yang tentunya ini sering kali terjadi,” ucapnya.

    “Ternyata, celah ini yang kemudian digunakan untuk menyelundupkan, untuk menghindari pajak yang tentunya ini mengakibatkan kerugian negara,” sambung dia.

    Adapun Dirjen Bea dan Cukai Djaka Bhudi Utama mengatakan 87 kontainer yang disita seberat 1.802 ton. Nilai total barang ekspor itu setara dengan Rp 28,7 miliar.

    “Karena setelah kita dalami bahwa dari yang diberitahukan secara berkala sering terjadi pemberitahuan yang tidak sesuai. Untuk itu berdasarkan kronologi temuannya, 20 Oktober-25 Oktober 2025 kita berhasil melakukan penegakan terhadap 87 kontainer milik PT MSS di Pelabuhan Tanjung Priok,” ujar Djaka dalam kesempatan yang sama.

    “Barang tersebut diberitahukan sebagai fatty matter dengan berat bersih kurang lebih sekitar 1.802 ton atau senilai Rp 28,7 miliar,” tambahnya.

    2. Arahan Presiden Prabowo

    Jenderal Sigit mengatakan pengungkapan kasus ini merupakan upaya mengurangi potensi kebocoran negara. Hal tersebut sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Saya mengucapkan terima kasih kepada Satgasus OPN, Pak Hermawan Yulianto, Pak Novel, dan kawan-kawan yang menemukan ini dan tentunya kita yakin bahwa tentunya ada juga indikasi-indikasi yang mungkin hampir mirip, hampir sama, dan apabila ini kita lakukan pendalaman, tentunya kita bisa menyelamatkan potensi kerugian negara dari kebocoran-kebocoran akibat penghindaran pembayaran pajak dan ini tentunya sesuai dengan harapan dari Bapak Presiden,” ujar Jenderal Sigit.

    Kapolri menerangkan, kasus ini bermula dari temuan terhadap PT MMS adanya pelonjakan signifikan sampai 278 persen terkait ekspor komoditas fatty matter dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Hasil pemeriksaan di tiga laboratorium, ternyata komoditas fatty matter yang diekspor itu mengandung produk turunan CPO.

    “Dari hasil pemeriksaan tersebut, didapati bahwa ternyata kandungan yang ada di dalamnya ternyata tidak sesuai dengan komoditas yang seharusnya mendapatkan kompensasi bebas pajak,” ujar Kapolri.

    Kapolri mengajak semua pihak melakukan penegakan aturan ekspor. Hal itu semata-mata demi mencegah kerugian negara.

    “Mari tentunya kita bersama-sama melakukan pengawasan, melakukan penegakan aturan, melakukan pendisiplinan, dan bila perlu melakukan penegakan hukum. Sehingga potensi-potensi terjadinya kebocoran yang tentunya merugikan negara, ini bisa kita hindari dan harapan Bapak Presiden agar pemasukan negara betul-betul optimal, mengurangi potensi kebocoran negara bisa kita lakukan maksimal,” kata Kapolri.

    Foto: Jumpa pers kasus pelanggaran ekspor turunan CPO. (Dok. Polri)

    Dengan begitu, lanjut Jenderal Sigit, uang yang seharusnya masuk ke negara bisa dimanfaatkan untuk program kesejahteraan yang dicanangkan Presiden Prabowo.

    “Dana tersebut kemudian bisa betul-betul dimanfaatkan untuk program pembangunan program yang mendorong apa yang sedang dilaksanakan Bapak Presiden dalam rangka meningkatkan program kesejahteraan untuk rakyat dan program lainnya

    3. Hendak Dikirim ke China

    87 Kontainer yang diamankan mau dikirim ke China. Puluhan kontainer itu diamankan karena diduga melanggar aturan eskpor.

    “Tujuan ekspor ke China,” ujar Jenderal Sigit.

    Eksportir 87 kontainer itu adalah PT MSS, yang dokumen awalnya diberitahukan berisi komoditas fatty matter. Namun karena ditemukan adanya peningkatan ekspor sampai 278 persen, dilakukan pendalaman sekaligus pengecekan barang.

    Dalam dokumen awalnya, puluhan kontainer seberat 1.802 ton itu senilai Rp 28,7 miliar dan tidak termasuk bea keluar serta bukan komoditas yang masuk larangan pembatasan ekspor.

    Setelah dilakukan pemeriksaan di tiga laboratorium, ternyata barang-barang yang akan diekspor itu mengandung turunan CPO. Hal itu berpotensi terkena bea keluar dan ekspor.

    “Kenapa kita melakukan pendalaman karena kita mendapatkan modus-modus sebelumnya, yang itu juga dilakukan terhadap upaya pembayaran pajak dengan mengekspor hub,” ujar Kapolri.

    Jenderal Sigit menduga masih ada perusahaan lain yang menggunakan modus serupa. Polisi masih melakukan pendalaman dugaan pelanggaran ekspor lainnya.

    “Untuk kerugian tadi, terjadi di kurun waktu 2025 dan masih ada beberapa perusahaan yang menggunakan modus operandi serupa yang saat ini juga akan kita dalami dan tentunya akan diinformasikan lebih lanjut,” jelasnya.

    4. Polri Ikut Mengusut

    Polri akan mengusut dugaan pelanggaran ekspor produk turunan CPO ini. Jenderal Sigit mengatakan aturan pembebasan bea keluar itu dijadikan celah untuk menyelundupkan dan menghindari pajak. Praktik itu berpotensi mengakibatkan kebocoran keuangan negara.

    “Nah, kita ingin mendalami lebih lanjut, karena dari modus yang terjadi, terjadi upaya-upaya untuk menyiasati, penghindaran terhadap pajak, yang tentunya ini sering kali terjadi dan pada saat ini terjadi pada komoditas jenis fatty matter yang oleh pemerintah tidak dikenakan bea keluar maupun pungutan ekspor, serta bukan komoditas yang termasuk dalam kategori larangan dan atau pembatasan ekspor,” jelas Kapolri.

    “Ini yang tentunya akan kita lakukan pendalaman terhadap beberapa perusahaan yang lain dan nanti apabila memang kita perlukan untuk melakukan proses penegakan hukum dan juga pengembalian kerugian terhadap negara, tentunya ini akan kita lakukan,” ucap Sigit.

    Eks Kabareskrim Polri itu memastikan akan melanjutkan pendalaman terkait ekspor komoditas fatty matter. Dia menerangkan, nilai transaksi komoditas fatty matter mencapai Rp 2,8 triliun sepanjang 2025.

    “Jadi, ini yang tentunya menjadi catatan penting setelah kita melakukan pendalaman bahwa dari cross-check, barang yang akan diekspor dengan barang negara yang akan menerima impor, ternyata catatannya berbeda. Itulah yang kemudian kita lakukan pendalaman,” tutur Sigit.

    “Tentunya ada juga indikasi-indikasi yang mungkin hampir mirip, hampir sama, dan apabila ini kita lakukan pendalaman, tentunya kita bisa menyelamatkan potensi kerugian negara dari kebocoran-kebocoran akibat penghindaran pembayaran pajak dan ini tentunya sesuai dengan harapan dari Bapak Presiden,” ungkap dia.

    Dia mengatakan pengembangan kasus akan ditangani oleh Ditjen Bea Cukai. Namun dia tak menutup kemungkinan Polri akan ikut mengusut jika ditemukan potensi pelanggaran hukum.

    “Kita akan bicarakan dengan Dirjen Bea Cukai (terkait pengusutannya) yang jelas dari Satgas Optimalisasi kan sudah menemukan. Nanti begitu kita rapatkan di situ memang ada potensi penegakan hukum, potensi pelanggaran, menyangkut proses pelanggaran hukum apakah itu tipikor (tindak pidana korupsi) atau kasus yang lain tentunya akan kita rapatkan untuk kita lakukan penegakan hukum,” terang Sigit.

    “Yang utamanya tentunya kita ingin agar kebocoran-kebocoran yang sudah terjadi ini bisa kita kembalikan untuk negara,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 3

    (idn/idn)

  • Bahlil Lahadalia, Sosok di Balik Investasi Lotte Rp62,4 Triliun yang Ubah Peta Industri Nasional

    Bahlil Lahadalia, Sosok di Balik Investasi Lotte Rp62,4 Triliun yang Ubah Peta Industri Nasional

    Liputan6.com, Jakarta Suasana penuh semangat menyelimuti peresmian pabrik petrokimia Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Kamis (6/11). Acara tersebut dihadiri sejumlah tamu penting dari Korea Selatan dan pejabat tinggi Indonesia. Dalam momen itu, Presiden Prabowo Subianto sempat mencairkan suasana dengan candaan khasnya.

    Prabowo menyinggung karakter bangsa Korea Selatan yang dikenal ulet dan disiplin. Menurutnya, sifat tersebut membuat Korea mampu bangkit dari masa sulit pascaperang hingga menjadi salah satu negara industri terkemuka di Asia.

    “Jadi orang Korea ini bangsa yang tangguh. Kalau negosiasi sama orang Korea itu tidak gampang. Jadi boleh juga kalau orang Korea kita kirim orang Papua,” ujarnya sambil menoleh ke arah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.

    Perbesar

    Suasana peresmian pabrik petrokimia Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Kamis (6/11). Foto: BPMI Setpres RI… Selengkapnya

    Candaan ringan itu menyimpan makna mendalam. Di balik berdirinya pabrik senilai USD3,9 miliar atau sekitar Rp62,4 triliun, ada peran panjang Bahlil di meja negosiasi. Menteri yang dikenal lugas ini memainkan peran penting meyakinkan investor asing agar tetap menanamkan modal di Indonesia.

    Proyek LCI merupakan salah satu investasi petrokimia terbesar di Asia Tenggara. Pabrik ini mengolah naphtha menjadi bahan baku plastik, kabel, dan komponen otomotif.

    Bahlil menjelaskan, keberadaan pabrik ini akan mengubah peta industri nasional. “Dengan pabrik ini, kita tidak lagi mengimpor secara besar-besaran. Sekitar 70 persen bisa kita substitusi, dan 30 persen sisanya akan kita ekspor,” kata Bahlil.

    Bagi pemerintah, investasi Lotte menjadi bukti nyata strategi hilirisasi industri nasional yang selama ini digencarkan. Tujuannya sederhana: menekan impor, menambah nilai produk di dalam negeri, dan memperkuat rantai pasok industri nasional.

    Perbesar

    Presiden Prabowo Subianto dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam pabrik petrokimia Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Kamis (6/11). Foto: BPMI Setpres RI… Selengkapnya

    Namun, di balik itu, prosesnya tidak mudah. Negosiasi dengan pihak Korea berlangsung lama dan kompleks, mencakup perhitungan pasokan energi, kesiapan infrastruktur, hingga kepastian regulasi.

    Bahlil dikenal tak bertele-tele. Gaya khasnya lugas, cepat memutuskan, dan tegas dalam menyampaikan posisi Indonesia. Pendekatan itu membuat investor yakin bahwa mereka berhadapan dengan negosiator serius.

    Kini, kerja keras itu membuahkan hasil. Pabrik LCI berdiri di lahan seluas 100 hektare di kawasan industri Cilegon. Dari tempat inilah bahan baku yang selama ini diimpor bisa diproduksi di dalam negeri, bahkan sebagian akan diekspor ke pasar regional.

    Peresmian pabrik LCI bukan sekadar seremoni, melainkan penanda babak baru dalam hubungan ekonomi Indonesia–Korea. Lebih dari sekadar investasi finansial, kerja sama ini mencerminkan kepercayaan, transfer teknologi, serta kemitraan strategis jangka panjang.

    Dan di balik semua proses panjang itu, nama Bahlil Lahadalia kembali menonjol, bukan karena tampil di depan kamera, tetapi karena perannya di meja negosiasi yang menentukan arah investasi besar bagi masa depan industri Indonesia.

  • Trump Bakal Kunjungi India, Hubungan Dagang dengan Modi Mencair

    Trump Bakal Kunjungi India, Hubungan Dagang dengan Modi Mencair

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden AS Donald Trump menyatakan kesiapannya berkunjung ke India atas undangan Perdana Menteri Narendra Modi. Hal itu menandai kemungkinan membaiknya hubungan dagang kedua negara setelah sempat memanas akibat tarif tinggi.

    “Dia teman saya, kami sering berbicara, dan dia ingin saya datang ke sana. Kami akan mengatur itu, saya akan pergi,” kata Trump kepada wartawan dikutip dari Bloomberg pada Jumat (7/11/2025).

    Dia juga menyebut Modi sebagai “sosok hebat.” Trump mengatakan kunjungan tersebut mungkin akan dilakukan tahun depan, meski belum memberikan jadwal pasti.

    Sebelumnya, awal tahun ini Trump memberlakukan tarif sebesar 50% terhadap ekspor India ke AS, sebagian untuk menekan New Delhi agar menghentikan pembelian minyak dari Rusia. 

    Langkah tersebut menambah ketegangan dalam negosiasi yang sudah alot terkait tudingan AS terhadap tingginya bea masuk dan hambatan perdagangan India terhadap produk-produk Amerika.

    Dalam beberapa pekan terakhir, Trump menyebut Modi telah berjanji untuk mengurangi pembelian minyak mentah dari Rusia dan menyampaikan optimisme atas kemajuan pembicaraan dagang.

    Namun, belum jelas apakah hubungan hangat tersebut akan bertahan lama. 

    Kedekatan politik antara Trump dan Modi yang sebelumnya terjalin erat juga sempat terganggu oleh klaim Trump bahwa dirinya pantas mendapat pujian atas upaya perdamaian dalam konflik bersenjata empat hari antara India dan Pakistan.

    Kunjungan kenegaraan terakhir Trump ke India dilakukan pada Februari 2020, saat masa jabatan pertamanya sebagai Presiden AS.

  • Baru Diresmikan Prabowo, Bahlil Klaim Fasilitas Pabrik Petrokimia Lotte di Cilegon Jadi yang Terbesar di Asia Tenggara

    Baru Diresmikan Prabowo, Bahlil Klaim Fasilitas Pabrik Petrokimia Lotte di Cilegon Jadi yang Terbesar di Asia Tenggara

    JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan jika Pabrik New Ethylene Project milik PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) yang baru diresmikan Presiden Prabowo Subianto di Cilegon merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.

    Asal tahu saja, fasilitas ini akan memproduksi etilena, propilena, beserta berbagai produk turunannya, bahan baku penting bagi banyak industri domestik.

    “Kalau dalam kurs sekarang sudah mencapai sekitar Rp63-64 triliun, dan menjadikannya salah satu investasi petroleum terbesar di Asia Tenggara. Jadi proyek ini terbesar di Asia Tenggara, mereka punya juga ada Lotte di Malaysia, tapi di sini yang paling besar,” ujar Bahlil, Kamis, 6 November.

    Dari sisi lapangan kerja, lanjut Bahlil, proyek ini memberikan dampak signifikan. Selama tahap konstruksi dan operasional diperkirakan menyerap sekitar 40.000 tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung.

    Kehadiran pabrik diharapkan mengurangi ketergantungan impor produk petrokimia yang selama ini mencapai sekitar 50 persen, sekaligus memperkuat ketersediaan bahan baku industri hilir dalam negeri.

    Proyek yang mulai digagas sejak 2016 ini menghabiskan investasi sekitar 3,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp62,4 triliun.

    Proyek ini menandai hadirnya kembali pembangunan kompleks Naphtha Cracker di Indonesia setelah sekitar 30 tahun.

    Hingga akhirnya pada April 2022 proses pembangunan pabrik berhasil dimulai dan bisa beroperasi sejak Oktober 2025.

    Ketika berproduksi penuh, fasilitas ini diperkirakan menghasilkan 15 produk petrokimia hilirisasi migas senilai sekitar 2 miliar dolar AS per tahun, terdiri atas 1,4 miliar dolar AS substitusi impor dan 600 juta dolar AS tambahan ekspor, sehingga turut memperkuat neraca perdagangan sektor industri kimia nasional.

  • Indef Dorong Pemerintah Tinjau Ulang Arah Kebijakan Hilirisasi Mineral

    Indef Dorong Pemerintah Tinjau Ulang Arah Kebijakan Hilirisasi Mineral

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat mengingatkan pemerintah perlu meninjau ulang arah kebijakan hilirisasi mineral nasional agar lebih terarah dan berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan di tengah dinamika harga global serta perubahan teknologi industri.

    Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Abra Talattov menilai, euforia terhadap prospek hilirisasi mineral dalam beberapa tahun terakhir berisiko menimbulkan guncangan baru bagi sektor industri.

    Menurutnya, lonjakan investasi smelter yang cukup agresif, tidak diimbangi dengan permintaan yang stabil di pasar global. Hal ini tercermin dari fenomena shutdown sejumlah smelter pada tahun ini akibat harga nikel global yang anjlok dan permintaan yang melemah.

    Tutupnya sejumlah smelter juga dipicu oleh kelebihan pasokan nikel di pasar global yang dipicu oleh produksi besar-besaran dari Indonesia.

    “Kita perlu meninjau ulang arah kebijakan hilirisasi sektor mineral. Roadmap hilirisasi seharusnya dibuat dengan konteks yang lebih terarah,” ujar Abra dalam acara Bisnis Indonesia Forum di Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Dia menjelaskan, kebijakan hilirisasi tidak harus berorientasi pada pengolahan seluruh sumber daya mineral di dalam negeri. Pemerintah, kata dia, perlu mengidentifikasi komoditas yang memiliki daya saing dan nilai tambah ekonomi tertinggi untuk diolah. 

    Sementara itu, sebagian lainnya dapat tetap diekspor dalam bentuk produk antara.

    “Tidak harus seluruh produk itu kita olah di dalam negeri. Ada produk yang bisa kita ekspor di tier 1 atau tier 2, tergantung daya saing dan dampaknya terhadap PDB [produk domestik bruto],” imbuhnya.

    Abra juga mengingatkan agar pemerintah tidak terjebak dalam euforia global, seperti tren kendaraan listrik (EV) yang mendorong investasi besar pada rantai pasok baterai berbasis nikel-mangan-kobalt (NMC).

    Menurut dia, munculnya teknologi baru seperti lithium ferro phosphate (LFP) bisa mendisrupsi investasi NMC yang sudah terlanjur besar. Dia berpendapat, kondisi ini berpotensi menimbulkan kerugian industri hilirisasi mineral, bahkan dapat berimbas pada sektor keuangan yang ikut menyalurkan pembiayaan ke proyek-proyek tersebut.

    “Ketika teknologi seperti NMC terdisrupsi oleh LFP, investasi yang sudah dialokasikan bisa menjadi idle dan menimbulkan kerugian. Ini harus diantisipasi,” jelasnya.

    Abra menambahkan bahwa pemerintah perlu menyeimbangkan antara optimisme terhadap hilirisasi dengan mitigasi risiko dari fluktuasi harga, kelebihan produksi, maupun perubahan teknologi global.

    “Kita jangan terlalu euforia terhadap potensi hilirisasi mineral. Pemerintah harus memastikan tata kelola dan arah kebijakan hilirisasi benar-benar matang agar tidak menimbulkan guncangan baru di sektor industri dan keuangan,” katanya.

  • Menunggu Efek Stimulus Prabowo Saat Manufaktur Loyo

    Menunggu Efek Stimulus Prabowo Saat Manufaktur Loyo

    Bisnis.com, JAKARTA — Efek stimulus ekonomi yang digelontorkan pemerintah dipastikan belum berdampak ke perekonomian Juli-September atau kuartal III/2025. Selain pertumbuhannya melambat menjadi 5,04% (YoY), kontribusi manufaktur terhadap PDB belum kunjung kembali ke level prapandemi dan porsi tenaga kerja informal masih dominan. 

    Adapun pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 sebesar 5,04% secara tahunan (year on year/YoY) atau lebih rendah dari kuartal II/2025 yang mencapai 5,12% (YoY). Berdasarkan lapangan usahanya, industri pengolahan masih memberikan sumbangsih terbesar yakni 19,15% dengan pertumbuhan secara tahunan 5,54% (YoY). 

    Kendati distribusinya terbesar terhadap pertumbuhan PDB, sudah hampir 10 tahun distribusi manufaktur terhadap PDB selama periode kuartal III tidak menyentuh 20%. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, kontribusi manufaktur terhadap PDB terakhir menyentuh level 20% pada kuartal III yakni 20,10% pada kuartal III/2016. Pada kuartal I/2019, porsi manufaktur pernah menyentuh 20,07% terhadap PDB alias enam tahun yang lalu.

    Di sisi lain, proporsi penduduk bekerja sebagai buruh, karyawan, atau pegawai turun berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2025. Data itu dirilis oleh BPS pada hari yang sama pengumuman pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025, Rabu (5/11/2025). 

    Pada periode tersebut, BPS melaporkan bahwa jumlah penduduk bekerja sebanyak 146,54 juta orang. Sebesar 38,74% di antaranya berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai. Capaian itu meningkat dari periode Sakernas Agustus 2024 yakni sebanyak 0,65 juta orang. 

    Namun, apabila membandingkannya secara persentase dengan Agustus 2024, jumlah pekerja berstatus buruh, pegawai dan karyawan terpantau menurun. Agustus 2024 proporsinya sebesar 38,80%.

    Persentase pekerja informal juga masih dominan dalam pasar tenaga kerja RI. Hal itu ditunjukkan dari persentase pekerja informal yang masih sebesar 57,80%. Hal itu kendati dominasinya semakin menipis dari Sakernas Februari 2025 yang mencapai 59,40%, dan pada Sakernas Agustus 2024 57,95%.

    Kontribusi Manufaktur Terhadap PDB

    Menurut Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA, David Sumual, terjadi perubahan kondisi perekonomian saat ini dengan kondisi prapandemi atau sebelum 2020. Saat ini, investasi yang masuk ke Indonesia cenderung terkonsentrasi pada sektor yang lebih padat modal, bukan padat karya.

    Oleh sebab itu, investasi padat karya yang tak terlalu dominan membuat kebutuhan tenaga kerja dari investasi baru menjadi terbatas. 

    “Selain itu, perlambatan ekonomi di China juga memberi dampak lanjutan — melemahnya permintaan domestik China membuat produk-produk China membanjiri pasar global dengan harga lebih murah. Akibatnya, serapan tenaga kerja pun ikut tertekan,” terang David kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025). 

    Adapun mengenai kontribusi manufaktur terhadap PDB, David menilai berbagai upaya pemerintah ke depan berpotensi memberikan daya ungkit terhadap kontribusi sektor manufaktur. Utamanya, hilirisasi sumber daya alam yang diharapkan memberikan nilai tambah terhadap komoditas.

    Tidak hanya itu, dia meyakini akses pasar Indonesia bisa semakin luas dengan sejumlah perjanjian perdagangan bebas seperti Kanada (ICA-CEPA) dan Uni Eropa (IEU-CEPA). Harapannya, free trade yang berlaku 2026-2027 itu bisa memperluas permintaan ekspor. 

    David menilai upaya pemerintah menstimulasi ekonomi bisa mendorong penciptaan lapangan kerja tapi tidak otomatis. Misalnya, injeksi kas pemerintah Rp200 triliun ke himbara untuk mendorong kredit. 

    Dia menyebut efek stimulus ke penyerapan tenaga kerja tidak otomatis terjadi, karena diperlukan permintaan kredit produktif yang kuat dan keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi.

    “Jika sentimen pelaku usaha masih cenderung wait and see atau ekspansi belum dianggap layak secara komersial, maka stimulus likuiditas tersebut tidak akan sepenuhnya tertranslasi menjadi peningkatan investasi,” tuturnya.