Topik: ekspor

  • Ekspor Indonesia Tumbuh 2,58% pada Februari 2025, Sentuh USD 21,98 Miliar – Page 3

    Ekspor Indonesia Tumbuh 2,58% pada Februari 2025, Sentuh USD 21,98 Miliar – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ekspor Indonesia mencatat kenaikan 2,58 persen dibandingkan Januari 2025. Pertumbuhan ekspor itu didukung dari ekspor migas dan nonmigas.

    Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti. “Pada Februari 2025, nilai ekspor mencapai USD 21,98 miliar atau naik sebesar 2,58 persen dibandingkan Januari 2025,” kata Amalia dalam Rilis BPS yang disiarkan pada Senin (17/3/2025).

    Kemudian, nilai ekspor migas Indonesia pada Februari 2025 tercatat sebesar USD 1,14 miliar atau naik sebesar 8,25 persen. Sementara ekspor non-migas juga tercatat naik sebesar 2,29 persen dengan nilai USD 20,84 miliar.

    Adapun kenaikan nilai ekspor migas, terutama didorong oleh peningkatan nilai ekspor minyak mentah dengan andil sebesar 0,56 persen. 

    Pertumbuhan Didorong Kenaikan Ekspor Non-Migas

    “Peningkatan nilai ekspor di bulan Februari 2025 yang secara bulanan, terutama didorong oleh kenaikan nilai ekspor non-migas,” papar Amalia.

    Kenaikan ini yaitu pada komoditas lemak dan minyak hewani atau nabati HS15 yang naik 37,04 persen. Kedua, adalah komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya atau HS84 yang naik sebesar 37,85 persen dan andilnya sebesar 0,92 persen.

    Serta ekspor komoditas logam mulia dan perhiasan atau permata yang masuk dalam kategori HS71 naik 16,45 persen atau andilnya sebesar 0,66 persen. 

    “Secara tahunan, nilai ekspor Februari 2025 mengalami peningkatan sebesar 14,05 persen atau secara year on year, di mana kenaikan ini didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas terutama pada lemak dan minyak hewani atau nabati HS15,” papar Amalia.

     

     

  • Fokus Garap Hilirisasi, Pemerintah Targetkan Tercipta Lapangan Kerja – Page 3

    Fokus Garap Hilirisasi, Pemerintah Targetkan Tercipta Lapangan Kerja – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto mengadakan rapat terbatas mengenai percepatan hilirisasi nasional dengan beberapa menteri dari Kabinet Merah Putih di Hambalang, Kabupaten Bogor, pada Minggu, 16 Maret 2025.

    Rapat ini untuk memastikan bahwa proyek-proyek hilirisasi dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja dan pemerataan pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia.

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menjelaskan kementeriannya bersama dengan instansi terkait telah melakukan inventarisasi terhadap berbagai proyek hilirisasi di berbagai sektor, termasuk mineral, batubara, aquaculture, pertanian, dan perkebunan. Demikian mengutip dari Kanal News Liputan6.com, Senin (17/3/2025).

    Pihaknya melakukan analisis menyeluruh untuk menetapkan prioritas proyek yang diharapkan dapat memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

    “Kita prioritaskan proyek-proyek mana saja yang memberikan dampak positif, terutama dalam bidang penciptaan lapangan pekerjaan. Itu adalah salah satu parameter utama yang tadi kami lihat,” ujar Rosan setelah rapat, sebagaimana dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden, Minggu,16 Maret 2025.

    Dia juga menambahkan, proyek hilirisasi dievaluasi berdasarkan kontribusinya dalam mengurangi impor, meningkatkan ekspor, serta memperkuat daya saing industri nasional. Menurut Rosan, Prabowo menekankan agar hilirsasi tidak hanya berhenti pada tahap awal, melainkan juga menjadi langkah awal menuju proses industrialisasi yang lebih luas.

    “Arahan Bapak Presiden adalah yang paling banyak menciptakan multiple-nya. Sehingga ini bisa menjadi industrialisasi, karena hilirisasi ini adalah bagian dari ujungnya industrialisasi ini,” jelasnya. Dengan demikian, proyek-proyek hilirisasi tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi makro, tetapi juga berupaya melibatkan petani tambak, petani perkebunan, serta masyarakat sekitar, sehingga kesejahteraan mereka pun dapat meningkat.

    Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Hambalang, Kabupaten Bogor, pada Minggu, 16 Maret 2025, yang membahas percepatan hilirisasi nasional di berbagai sektor strategis. Fokus utama rapat ada…

  • Dibayangi Perang Tarif Trump, Konsumsi China Menguat pada Awal 2025

    Dibayangi Perang Tarif Trump, Konsumsi China Menguat pada Awal 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Konsumsi di China tumbuh lebih cepat pada awal 2025, membantu mengimbangi dampak tarif Presiden AS Donald Trump, yang menekan eksportir di negara perdagangan terbesar di dunia tersebut.

    Menurut data Biro Statistik Nasional (NBS) yang dilansir dari Bloomberg pada Senin (17/3/2025), tingkat penjualan eceran meningkat 4% pada Januari-Februari dari periode yang sama tahun sebelumnya, melampaui perkiraan ekonom dan meningkat dari kenaikan 3,7% pada bulan Desember. Namun, tingkat pengangguran China terpantau naik sejak akhir tahun lalu.

    Sementara itu, tingkat output industri naik 5,9%, lebih tinggi dari estimasi median dalam survei analis Bloomberg. Pertumbuhan investasi aset tetap meningkat menjadi 4,1%. 

    “Data ritel berada dalam kisaran yang bagus dan nyaman. Itu mungkin menyiratkan bahwa stimulus kebijakan lebih lanjut masih diperlukan. Pada saat yang sama, tidak terlalu lemah sehingga orang akan khawatir sebelum kebijakan tersebut berlaku,” kata Helen Qiao, kepala ekonom untuk China Raya di Bank of America Global Research. 

    Sejauh ini, para pelaku pasar tidak terlalu terkesan dengan data yang tampaknya optimis. Indeks CSI 300 dalam negeri mengalami sedikit kerugian sementara kenaikan dalam Indeks Hang Seng China Enterprises menyempit menjadi 0,2% dari 1,1% sebelumnya.

    Obligasi 10 tahun China mengalami kerugian, dengan imbal hasil naik empat basis poin menjadi 1,87%, ditetapkan sebagai yang tertinggi dalam sekitar seminggu. Kurs yuan yang diperdagangkan diluar negeri memangkas kenaikan, setelah bank sentral mempertahankan cengkeramannya yang ketat pada nilai tukar referensi harian untuk mata uang tersebut.

    Angka-angka tersebut memberikan gambaran paling komprehensif sejauh ini tentang bagaimana ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah berjalan sejak Trump memulai perang dagang baru. China menggabungkan data untuk Januari dan Februari untuk memperhalus distorsi yang disebabkan oleh waktu liburan Tahun Baru Imlek yang tidak teratur.

    Meningkatkan belanja konsumen adalah kunci untuk melawan kebijakan AS yang mengacaukan perdagangan global dan menyebabkan perlambatan ekspor China, yang berkontribusi terhadap hampir sepertiga ekspansi ekonomi negara tersebut pada tahun 2024. 

    Menurut Jacqueline Rong, kepala ekonom China di BNP Paribas SA, peningkatan pengiriman ke luar negeri oleh China telah mendukung produksi industri pada awal tahun. Ekspor mencapai rekor US$540 miliar dalam dua bulan pertama tahun ini.

    “Ke depannya, dampak tarif pada ekspor akan terlihat cepat atau lambat, dan risiko penurunan pada ekspor pasti akan terlihat,” kata Rong.

  • AS Sumbang Surplus Neraca Dagang Terbesar RI Februari 2025, China Catat Defisit Terdalam

    AS Sumbang Surplus Neraca Dagang Terbesar RI Februari 2025, China Catat Defisit Terdalam

    Bisnis.com, JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 mencatat surplus sebesar US$3,12 miliar. Adapun Amerika Serikat (AS) menjadi penyumbang surplus perdagangan terbesar.

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan AS menjadi negara mitra pencatat surplus neraca perdagangan terbesar dengan RI sebesar US$1,57 miliar, disusul oleh India dan Filipina.

    “Surplus perdagangan dengan Amerika Serikat didorong oleh ekspor mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, pakaian dan aksesoris rajutan, serta alas kaki,” ungkap Amalia dalam konferensi pers di kantor BPS, Senin (17/3/2025).

    Selain dengan AS, Indonesia mencatat surplus perdagangan terbesar kedua dengan India sebesar US$1,27 miliar, disusul Filipina dengan US$0,75 miliar.

    Surplus dengan India terutama berasal dari ekspor bahan bakar mineral, khususnya batu bara, lemak dan minyak hewan nabati terutama crude palm oil (CPO), serta besi dan baja.

    Sedangkan dengan Filipina, surplus didukung oleh ekspor kendaraan dan bagiannya, bahan bakar mineral, serta minyak sawit.

    Di sisi lain, defisit perdagangan terbesar dialami Indonesia dengan China yang mencapai US$1,76 miliar pada Februari 2025.

    “Defisit dengan China terutama disebabkan oleh tingginya impor mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, mesin dan peralatan mekanis, serta kendaraan dan bagiannya,” lanjutnya.

    Selain dengan China, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan Australia sebesar US$0,43 miliar dan Brasil sebesar US$0,17 miliar.

    “Defisit dengan Australia didominasi oleh impor bahan bakar mineral terutama batu bara, biji logam terak dan abu, serta serealia. Sedangkan dengan Brasil, disebabkan oleh impor ampas dan sisa industri makanan untuk pakan ternak, kapas, serta gula,” tambah Amalia.

    Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 mencatat surplus US$3,12 miliar atau turun US$0,38 miliar secara bulanan. Dengan begitu, Indonesia mencatatkan surplus selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

    Amalia mengatakan surplus neraca perdagangan ditopang oleh komoditas nonmigas sebesar US$4,84 miliar. Di sisi lain, neraca perdagangan komoditas migas mencatat defisit US$,72 miliar yang berasal dari defisit hasil minyak maupun minyak mentah.

    “Komoditas penyumbang surplus utama adalah lemak dan minyak hewan nabati HS 15, kemudian bahan bakar mineral HS 27, serta besi dan baja HS 72,” jelas Amalia.

  • Indonesia Catat Surplus Neraca Perdagangan 58 Bulan Berturut-turut

    Indonesia Catat Surplus Neraca Perdagangan 58 Bulan Berturut-turut

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia kembali mencatat surplus neraca perdagangan pada Februari 2025, dengan nilai mencapai US$  3,12 miliar. Tren positif ini telah berlangsung selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, menunjukkan ketahanan ekonomi nasional di tengah berbagai tantangan global.

    Surplus ini berasal dari nilai ekspor yang mencapai US$ 21,98, sementara impor tercatat sebesar US$ 18,86 miliar pada periode yang sama. Namun, surplus neraca perdagangan ini didapat dari penurunan sebesar US$ 380 juta secara bulanan, tetapi meningkat secara tahunan sebesar US$ 2,28 miliar.

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, capaian ini mencerminkan daya saing produk ekspor Indonesia yang tetap kuat di pasar global.

    “Kinerja positif ini ditopang oleh tingginya permintaan dari negara mitra dagang utama, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan India, serta harga komoditas unggulan yang masih berada dalam tren menguntungkan,” ucapnya dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin (17/3/2025).

    Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 terutama didorong oleh kinerja positif komoditas nonmigas, yang mencatat surplus sebesar US$ 4,84 miliar. Meskipun demikian, angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 4,92 miliar.

    Komoditas utama yang berkontribusi terhadap surplus nonmigas meliputi lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15), bahan bakar mineral (HS 27), serta besi dan baja (HS 72). Kinerja ekspor dari sektor ini tetap kuat meskipun terjadi sedikit penurunan dibanding bulan sebelumnya.

    Di sisi lain, neraca perdagangan komoditas migas mengalami defisit sebesar US$ 1,72 miliar, yang terutama disebabkan oleh impor hasil minyak dan minyak mentah yang masih tinggi.

    Secara keseluruhan, Indonesia tetap mencatat surplus neraca perdagangan karena nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan impor. Pada Februari 2025, total nilai ekspor mencapai US$ 21,95 miliar, mengalami penurunan sebesar 2,58% secara bulanan (mtm).

    Sementara itu, nilai impor tercatat US$ 18,86 miliar, meningkat 5,18% mtm. Kombinasi dari penurunan ekspor dan peningkatan impor ini tetap mampu menjaga surplus perdagangan Indonesia di tengah dinamika ekonomi global.

    Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah terus mendorong diversifikasi ekspor agar tidak hanya bergantung pada komoditas mentah. Produk bernilai tambah dan manufaktur semakin didorong ke pasar internasional untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri.

    Di sisi lain, pengendalian impor juga berperan dalam menjaga keseimbangan neraca perdagangan. Efisiensi dalam pengadaan bahan baku industri dan pengurangan impor barang konsumsi yang tidak mendesak menjadi strategi utama dalam mempertahankan surplus perdagangan.

  • Terima Kasih CPO! RI Pesta Dagang 58 Bulan Beruntun

    Terima Kasih CPO! RI Pesta Dagang 58 Bulan Beruntun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Neraca perdagangan diproyeksikan masih berada di zona surplus periode Februari 2025. Surplus kali ini diperkirakan lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya, yakni hanya mencapai US$ 3,12 miliar. Dengan capaian ini, maka Indonesia telah membukukan surplus selama 58 bulan beruntun sejak Mei 2020.

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan Surplus pada Februari 2025 lebih ditopang oleh surplus nonmigas US$ 4,84 miliar dengan komoditas utama pertama lemak dan minyak nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

    “Pada saat yang sama neraca perdagangan dan komoditas migas defisit US$ 1,72 miliar yang tentunya berasal dari defisit pada hasil minyak dan minyak mentah,” kata Amalia, dalam rilis data statistik BPS, Senin (17/3/2025).

    Sebagai catatan, ekspor industri pengolahan RI naik cukup besar. Pemicunya adalah ekspor minyak kepala sawit dan logam dasar, barang perhiasaan, dan barang kimia dasar organik, serta kapal laut dan sejenisnya.

    Khusus minyak kepala sawit (crude palm oil/CPO), BPS mencatat nilai ekspor CPO dan turunannya memang naik 58,35% (mtm) secara bulanan dan naik sebesar 89,54% (yoy) secara tahunan.

    “Terkait ekspor CPO dan turunnya HS 1511 di Februari 2025 ekspor HS 1511 ini sebesar US$ 2,27 miliar tertinggi sejak Agustus 2023, yang pada saat itu di Agustus 2023 nilai ekspornya mencapai US$ 2,04 miliar,” papar Amalia.

    Foto: Rilis BPS Senin, (17/3/2025). (Tangkapan Layar Youtube BPS Statistics)
    Rilis BPS Senin, (17/3/2025). (Tangkapan Layar Youtube BPS Statistics)

    (arj/haa)

  • Ekspor Batu Bara RI ke China hingga India Anjlok

    Ekspor Batu Bara RI ke China hingga India Anjlok

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan nilai ekspor batu bara terus berlanjut pada Februari 2025. Secara volume, ekspor batu bara ke negara-negara tujuan utama juga mengalami penurunan signifikan.
     
    Kepala BPS Amalia A. Widyasanti menyampaikan, nilai ekspor batu bara pada Februari 2025 mencapai US$2,09 miliar atau turun 3,79% (month-to-month/mtm) dibanding bulan sebelumnya US$2,17 miliar. Jumlah tersebut juga turun 19,73% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan Februari 2024 sebesar US$2,60 miliar.
     
    “Nilai ekspor batu bara turun 3,79% secara bulanan dan juga secara tahunan alami penurunan 19,73%,” ungkap Amalia dalam Rilis BPS, Senin (17/3/2025).
     
    Amalia menuturkan, menurunnya ekspor komoditas emas hitam ini didorong oleh harga batu bara di pasar internasional pada Februari 2025 tercatat sebesar US$106,93 per mt, menyentuh level terendah sejak Mei 2021.
     
    “Hal ini menjadi kontribusi nilai ekspor batu bara 3,79% secara bulanan pada Februari 2025,” ungkap Amalia. 
     
    Dari sisi volume, BPS mencatat terjadi kenaikan volume ekspor batu bara sebesar 1,35% mtm pada Februari 2025. Namun, sepanjang Januari-Februari 2025, Amalia mengungkap bahwa volume ekspor komoditas ini ke China, India, dan Jepang mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.
     
    Secara terperinci, volume ekspor batu bara ke China turun 18,68% yoy, India turun 13,04% yoy, dan Jepang sebesar 16,08% yoy.
     
    Sementara itu, ekspor komoditas unggulan Indonesia lainnya seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan turunannya mengalami peningkatan. BPS mencatat nilai ekspor CPO dan turunannya pada Februari 2025 mencapai US$2,27 miliar atau naik 58,35% dibanding bulan sebelumnya US$1,44 miliar.
     
    Nilai tersebut juga mengalami peningkatan sebesar 89,54% yoy dibanding Februari 2024 yang tercatat sebesar US$1,20 miliar.
     
    Untuk besi dan baja, nilai ekspor komoditas ini mencapai US$1,99 miliar atau mengalami penurunan sebesar 6,20% mtm dibanding bulan lalu US$2,12 miliar.
     
    Namun, secara tahunan, nilai ekspor besi dan baja mengalami peningkatan sebesar 19,52% dibanding Februari 2024 yang tercatat sebesar US$1,67 miliar.

  • Nilai Ekspor Capai US$ 21,98 Miliar pada Februari 2025

    Nilai Ekspor Capai US$ 21,98 Miliar pada Februari 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 21,98 miliar pada Februari 2025. Angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 2,58% dibandingkan Januari 2025 month to month (mtm) dan meningkat 14,05% dibandingkan Februari 2024 year on year (yoy).

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, nilai ekspor migas pada Februari 2025 mencapai US$ 1,14 miliar, tumbuh 8,25% secara bulanan, tetapi mengalami kontraksi 5,98% secara tahunan. Kenaikan ekspor migas secara bulanan didorong oleh meningkatnya nilai ekspor minyak mentah yang berkontribusi sebesar 0,56%.

    Sementara itu, ekspor nonmigas tercatat sebesar US$ 20,84 miliar, mengalami pertumbuhan 2,29% secara bulanan dan 15,4% secara tahunan. Beberapa komoditas yang memberikan kontribusi terhadap kenaikan ekspor nonmigas secara bulanan antara lain lemak dan minyak hewani/nabati yang naik 37,04% dengan andil 3,7%, mesin dan peralatan mekanis yang meningkat 37,85% dengan andil 0,92%, serta logam mulia dan perhiasan yang tumbuh 16,45% dengan andil 0,66%.

    “Peningkatan nilai ekspor pada Februari 2025 secara bulanan terutama didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS pada Senin (17/3/2025).

    Secara tahunan, komoditas nonmigas yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekspor meliputi lemak dan minyak hewani/nabati, logam mulia dan perhiasan, serta besi dan baja.

    Berdasarkan sektor, ekspor nonmigas terbagi menjadi tiga kelompok utama. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mencatat nilai ekspor sebesar US$ 560 juta, tumbuh 3,06% secara bulanan dan 52,01% secara tahunan. 
    Sektor pertambangan dan lainnya mencapai US$ 2,63 miliar, mengalami kontraksi sebesar 3,41% secara bulanan dan 35,38% secara tahunan. Sementara itu, sektor industri pengolahan mencatat nilai ekspor US$ 17,65 miliar, tumbuh 3,17% secara bulanan dan 29,56% secara tahunan, dengan kontribusi sebesar 20,89% terhadap total ekspor Februari 2025.

    “Peningkatan ekspor sektor industri pengolahan secara bulanan terutama didorong oleh meningkatnya nilai ekspor minyak kelapa sawit, mesin keperluan umum, barang perhiasan dan barang berharga, serta timah,” tambah Amalia saat rilis nilai ekspor Februari 2025.

  • Neraca Perdagangan Februari 2025 Surplus US,12 Miliar, Rekor 58 Bulan Beruntun

    Neraca Perdagangan Februari 2025 Surplus US$3,12 Miliar, Rekor 58 Bulan Beruntun

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan barang Indonesia mencapai surplus US$3,12 miliar per Februari 2025.

    Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan surplus neraca perdagangan ditopang oleh komoditas nonmigas sebesar US$4,84 miliar.

    “Pada Februari 2025, neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar US$3,12 miliar atau turun sebesar US$0,38 miliar secara bulanan,” ungkap Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS RI, Senin (17/3/2025).

    Surplus perdagangan pada Februari 2025 ditopang oleh keuntungan dagang dari pada komoditas nonmigas, di mana komoditas penyumbang surplus utama adalah lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15), bahan bakar mineral (HS 27), serta besi dan baja (HS 72)

    Di sisi lain, neraca perdagangan komoditas migas mencatat defisit US$,72 miliar yang berasal dari defisit hasil minyak maupun minyak mentah.

    BPS juga melaporkan bahwa ekspor Indonesia pada Februari 2025 mencapai US$21,98 miliar, mengalami kenaikan 2,58% secara bulanan (month to month/mtm) atau 15,04% secara tahunan (year on year/YoY). Kenaikan ini didorong oleh ekspor migas dan nonmigas yang masing-masing naik 8,25% dan 2,29%.

    Sementara itu, nilai impor Indonesia Februari 2025 mencapai US$18,86 miliar, naik 5,18% mtm dibandingkan dengan Januari 2025 dan 2,3% secara YoY. Impor migas mencapai US$2,87 miliar, naik 15,50%, sedangkan impor nonmigas mencapai US$16 miliar atau naik 3,52%.

    Sebelumnya, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Andry Asmoro memperkirakan surplus neraca perdagangan menyusut ke angka US$1,85 miliar dari Januari yang mencapai US$3,45 miliar.

    Surplus yang menurun tersebut sejalan dengan moderasi ekspor akibat penurunan harga dan volume ekspor batu bara. 

    Asmo, sapaannya, memperkirakan ekspor masih akan tumbuh positif sebesar 7,8% secara tahunan atau year on year (YoY), namun terkontraksi sebesar 3,2% secara bulanan atau month to month (MtM).

    “Penurunan ekspor secara bulanan diperkirakan disebabkan oleh penurunan ekspor batu bara [data ESDM] yang secara volume turun 1% YoY atau turun 9% MtM,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Minggu (16/3/2025).

    Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) atau BCA David E. Sumual lebih optimistis dalam proyeksinya. Dia mengestimasi surplus perdagangan Februari 2025 menyentuh US$3,25 miliar.

    Dia memperkirakan adanya lonjakan ekspor secara tahunan sebesar 13,13% YoY. Ekspor juga akan tumbuh 1,64% secara bulanan setelah sempat terkoreksi hingga 8,56% month to month (mtm) pada bulan sebelumnya.

    Kenaikan ekspor secara tahunan terutama disebabkan oleh basis rendah pada ekspor komoditas tahun lalu seperti batu bara, minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan gas alam.

    Dari sisi impor, David memperkirakan kenaikan secara bulanan sebesar 3,06% setelah kontraksi cukup dalam sebesar 15,18% mtm pada Januari 2025. Kenaikan importasi komoditas pangan menjadi faktor utama penopang pertumbuhan bulanan ini.

    “Menjelang Ramadan, mulai ada efeknya ke peningkatan impor,” ujarnya, Minggu (16/3/2025). 

  • Terima Kasih CPO! RI Pesta Dagang 58 Bulan Beruntun

    Breaking News! Neraca Dagang RI Surplus US$ 3,12 M di Februari 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan pada Februari 2025. Surplus kedua pada 2025 ini mencapai US$ 3,12 miliar, dipicu oleh nilai impor yang lebih rendah yakni US$ 18,86 miliar, sementara ekspor mencapai US$ 21,98 miliar.

    Ini adalah surplus selama 58 bulan beruntun sejak Mei 2020. Namun, surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Januari 2025 yang mencapai US$3,45 miliar.

    Nilai surplus ini lebih tinggi daripada hasil konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Februari 2025 akan mencapai US$2,08 miliar dengan median ekspor sebesar 6,81% year on year/yoy dan impor sebesar 1,2% yoy.

    “Surplus pada Februari 2025 lebih ditopang surplus non migas US$ 4,84 miliar dengan komoditas utama pertama lemak dan minyak nabati bahan bakar mineral serta besi dan baja,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam rilis BPS, Senin (17/3/2025).

    Pada saat yang sama, dia mengatakan neraca perdagangan dan komoditas migas mengalami defisit US$ 1,72 miliar yang tentunya berasal dari defisit pada hasil minyak dan minyak mentah.

    Foto: Rilis BPS Senin, (17/3/2025). (Tangkapan Layar Youtube BPS Statistics)
    Rilis BPS Senin, (17/3/2025). (Tangkapan Layar Youtube BPS Statistics)

    (haa/haa)