Topik: ekspor

  • Video: 9 Respons Pemerintah Setelah RI Kena Tarif Impor 32% Dari Trump

    Video: 9 Respons Pemerintah Setelah RI Kena Tarif Impor 32% Dari Trump

    Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menetapkan tarif impor baru kepada 185 negara termasuk Indonesia pada Rabu, 2 April 2025.

    Indonesia menanggung tarif resiprokal 32% di tambah basis tarif 10% untuk melakukan ekspor ke AS.

    menanggapi kebijakan Presiden Trump, Pemerintahan Presiden Prabowo melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) setidaknya memberikan sembilan poin pernyataan berikut

  • RI Kena Tarif Trump 32%, Pengusaha Cemas Ada Gelombang PHK

    RI Kena Tarif Trump 32%, Pengusaha Cemas Ada Gelombang PHK

    Jakarta

    Indonesia menjadi salah satu negara terkena kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di mana Indonesia dikenakan tarif sebesar 32%. Pengusaha pun mengkhawatirkan adanya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas dari kebijakan tersebut.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan pihaknya cemas kebijakan tersebut akan memicu gelombang PHK di sektor padat karya, seperti tekstil. Menurut dia, kinerja industri tekstil telah sedari lama menghadapi berbagai tantangan.

    “Kekhawatiran kami yang terbesar adalah tekanan layoff (PHK) yang lebih besar di sektor padat karya (garment terutama) pasca kebijakan ini. Karena industrinya sendiri sudah lama struggling untuk mempertahankan kinerja usaha, kinerja ekspor dan lapangan kerja,” kata Shinta kepada detikcom, Jumat (4/4/2025).

    Shinta menilai ada sejumlah sektor yang paling berdampak karena pasar ekspor lebih besar ke AS, seperti garmen, alas kaki, furniture, dan perikanan. Menurutnya, kebijakan tersebut dapat memberikan tekanan terhadap daya saing, iklim usaha maupun investasi secara nasional.

    Untuk itu, Shinta menekankan perlunya dukungan yang segera terhadap sektor padat karya berorientasi ekspor seperti stimulus-stimulus yang diagendakan untuk segera direalisasikan di lapangan, penegakan disiplin atas impor-impor barang konsumsi yang bersifat predatory di lapangan, seperti impor ilegal hingga dumping.

    “Pelaku industrinya juga dibantu juga untuk melakukan diversifikasi pasar ekspor agar industrinya tetap bertahan,” tambah Shinta.

    Di sisi lain, Shinta berharap pemerintah mendukung pembenahan efisiensi, kepastian dan prediktabilitas iklim usaha serta investasi nasional. Dengan begitu, reaksi pelaku pasar domestik dan internasional terhadap ekonomi Indonesia lebih terkendali dan tidak spekulatif.

    “Tentu kami berharap pemerintah segera melakukan diplomasi bilateral dengan AS untuk menciptakan ‘carve out’ bagi produk ekspor Indonesia. Bila memungkinkan kami ingin agar Indonesia dan AS menciptakan kesepakatan dagang bilateral agar tarif bisa dieliminasi sepenuhnya untuk produk-produk asal Indonesia dan Indonesia bisa menciptakan supply chain perdagangan yang efisien dengan industri-industri di AS,” jelas dia.

    Senada, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie menilai dampak negatif kebijakan tersebut perlu dihitung dengan cermat. Menurut dia, penurunan ekspor alas kaki, pakaian hingga produk elektronik Indonesia ke AS akan berdampak pada ketenagakerjaan.

    “Kadin mengimbau agar pemerintah dan pelaku usaha bersama-sama mencegah PHK,” kata Anindya dalam keterangannya.

    Anindya juga menyebut kebijakan Presiden Trump juga berdampak pada pergerakan dana investasi, baik investasi portofolio maupun foreign direct investment (FDI) atau investasi langsung. Untuk itu, Anindya menilai penting sekali upaya Indonesia menarik investasi, di antaranya lewat pembuatan special economic zone yang dikhususkan untuk AS dengan aliansinya.

    (acd/acd)

  • Hasan Nasbi Pastikan Pemerintah Hitung Dampak Kebijakan Tarif Trump

    Hasan Nasbi Pastikan Pemerintah Hitung Dampak Kebijakan Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi turut merespons kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.

    Dia memastikan bahwa pemerintah tengah melakukan langkah-langkah strategis untuk menyikapi dampak dari kebijakan tersebut.

    “Pemerintah sedang menghitung dengan cermat dampak dari penerapan tarif resiprokal yang dilakukan oleh pemerintah AS,” ujarnya kepada Bisnis saat dihubungi, Jumat (4/4/2025).

    Menurut Hasan, selain menghitung dampaknya, pemerintah juga telah mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk membuka jalur negosiasi langsung dengan pemerintah Amerika Serikat.

    Dia menegaskan bahwa langkah ini diambil guna memastikan kepentingan perdagangan Indonesia tetap terlindungi.

    “Paralel dengan itu, pemerintah juga mengurimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bernegosiasi dengan pemerintah AS,” katanya.

    Di sisi lain, Hasan menekankan bahwa pemerintah juga tengah fokus pada perbaikan di dalam negeri. Salah satu langkah yang diambil adalah penyederhanaan regulasi untuk meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar internasional.

    Dia mengamini bahwa kebijakan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat menjadi perhatian banyak negara, termasuk Indonesia, yang memiliki hubungan dagang signifikan dengan Negeri Paman Sam tersebut.

    “Penyederhanaan regulasi menjadi salah satu upaya agar produk-produk Indonesia bisa lebih kompetitif di tengah tantangan perdagangan global,” pungkas Hasan. 

    Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam pernyataan resmi mengakui pengenaan tarif timbal balik Trump akan memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS.

    Selama ini, sambungnya, ekspor utama Indonesia ke pasar AS mencakup produk elektronik, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, minyak sawit (palm oil), karet, furnitur, serta udang dan produk-produk perikanan laut.

    Susi menjelaskan pemerintah akan menghitung dampak pengenaan tarif baru terhadap sektor-sektor tersebut secara khusus dan perekonomian nasional secara umum. Dia menegaskan pemerintah juga akan mengambil langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak negatifnya.

    Contohnya, tim lintas kementerian dan lembaga, perwakilan Indonesia di AS, serta para pelaku usaha nasional telah berkoordinasi secara intensif untuk persiapan menghadapi tarif resiprokal AS. 

    “Pemerintah Indonesia akan terus melakukan komunikasi dengan pemerintah AS dalam berbagai tingkatan, termasuk mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung dengan pemerintah AS,” kata Susi dalam keterangannya, Kamis (3/4/2025).

  • Tiga Senjata Prabowo Hadapi Tarif Trump, Siap Serang Balik AS Demi Lindungi Rakyat?

    Tiga Senjata Prabowo Hadapi Tarif Trump, Siap Serang Balik AS Demi Lindungi Rakyat?

    PIKIRAN RAKYAT – Kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump memberikan tantangan besar bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.

    Tarif sebesar 32% yang dikenakan terhadap produk-produk ekspor Indonesia dapat berdampak signifikan terhadap sektor perdagangan, industri, dan ketenagakerjaan di dalam negeri.

    Menanggapi hal ini, Presiden Prabowo Subianto merumuskan tiga strategi utama guna menghadapi gejolak global yang disebabkan oleh kebijakan proteksionisme AS.

    Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Noudhy Valdryno, menjelaskan bahwa tiga langkah utama tersebut meliputi memperluas mitra dagang, mempercepat hilirisasi sumber daya alam, serta memperkuat resiliensi konsumsi dalam negeri.

    1. Memperluas Mitra Dagang Indonesia

    Langkah pertama yang ditempuh Prabowo Subianto adalah memperluas cakupan mitra dagang Indonesia agar tidak terlalu bergantung pada Amerika Serikat.

    “Pada minggu pertama setelah dilantik, Presiden Prabowo mengajukan keanggotaan Indonesia dalam BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), sebuah kelompok ekonomi yang mencakup 40 persen perdagangan global. Langkah itu semakin memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional,” tutur Noudhy Valdryno, Kamis 3 April 2025.

    Selain itu, Indonesia juga memperkuat kerja sama dengan negara-negara yang tergabung dalam perjanjian dagang multilateral seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), serta terus berupaya bergabung dengan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

    “Negosiasi untuk masuk dalam perjanjian dagang lain seperti Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CP-TPP), Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), dan Indonesia-Eurasian Economic Union CEPA (I-EAEU CEPA) juga terus dilanjutkan guna membuka pasar ekspor yang lebih luas,” ujar Noudhy Valdryno.

    2. Mempercepat Hilirisasi Sumber Daya Alam

    Strategi kedua yang diambil adalah mempercepat hilirisasi industri berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.

    “Sumber daya alam Indonesia yang melimpah selama ini sering kali diekspor dalam bentuk bahan mentah. Untuk meningkatkan nilai tambah, Presiden Prabowo memprioritaskan kebijakan hilirisasi industri,” kata Noudhy Valdryno.

    Pemerintah membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang berfungsi mendanai dan mengelola proyek hilirisasi di sektor-sektor utama seperti mineral, batu bara, minyak bumi, gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan.

    “Dengan langkah ini, Indonesia tidak hanya meningkatkan daya saing ekspor, tetapi juga tidak lagi bergantung pada investasi asing serta mampu menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam yang berkelanjutan,” ucap Noudhy Valdryno.

    3. Memperkuat Resiliensi Konsumsi Dalam Negeri

    Langkah ketiga yang diambil Prabowo Subianto adalah memperkuat daya beli masyarakat guna memastikan ekonomi domestik tetap tumbuh meskipun terjadi tekanan dari luar negeri.

    “Gebrakan ketiga adalah memperkuat daya beli masyarakat melalui program-program yang langsung menyentuh kesejahteraan rakyat. Salah satu program unggulan Presiden Prabowo adalah program makan bergizi gratis, yang menargetkan 82 juta penerima manfaat pada akhir tahun 2025,” tutur Noudhy Valdryno.

    Selain itu, pemerintah juga berencana membentuk 80.000 Koperasi Desa Merah Putih yang bertujuan memperkuat ekonomi desa, membuka jutaan lapangan pekerjaan baru, dan mendorong perputaran uang di daerah.

    “Upaya ini bukan hanya akan meningkatkan konsumsi dalam negeri, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat perekonomian domestik. Dengan mendongkrak konsumsi rumah tangga, yang mencakup 54 persen dari PDB Indonesia, program ini akan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Noudhy Valdryno.

    Menjaga Ketahanan Ekonomi di Tengah Gejolak Global

    Ketiga strategi ini mencerminkan pendekatan komprehensif yang diambil Prabowo Subianto dalam menghadapi kebijakan proteksionisme AS. Dengan memperluas mitra dagang, meningkatkan hilirisasi sumber daya alam, serta memperkuat daya beli masyarakat, Indonesia dapat mempertahankan daya saing ekonominya dan mengurangi dampak negatif dari kebijakan tarif Trump.

    “Dengan memperkuat hubungan dagang internasional, mengoptimalkan potensi sumber daya alam, dan meningkatkan konsumsi dalam negeri, Presiden Prabowo membuktikan bahwa Indonesia dapat tetap tumbuh meskipun di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian,” kata Noudhy Valdryno.

    Langkah-langkah ini tidak hanya bertujuan mengatasi dampak jangka pendek dari kebijakan tarif AS, tetapi juga memastikan bahwa Indonesia tetap memiliki fondasi ekonomi yang kuat dan berkelanjutan di masa depan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dampak Tarif Impor 32% AS untuk Indonesia Tak Main-Main, Ekonom Beri Berbagai Solusi untuk Pemerintah

    Dampak Tarif Impor 32% AS untuk Indonesia Tak Main-Main, Ekonom Beri Berbagai Solusi untuk Pemerintah

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menerapkan kebijakan tarif reciprocal terhadap beberapa negara mitra dagang yang dianggap telah menerapkan tarif tinggi terhadap barang impor dari AS.

    Langkah proteksionisme ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi AS.

    Dalam kebijakan ini, AS menerapkan tarif impor tambahan berkisar antara 10% hingga 39%. Indonesia termasuk salah satu negara yang dikenai tarif tinggi, yaitu sebesar 32%. Sebagai perbandingan, China dikenai tarif 34%, Uni Eropa 20%, Vietnam 46%, India 26%, Jepang 24%, Thailand 36%, Malaysia 24%, Filipina 17%, dan Singapura 10%.

    Dampak Tarif Impor terhadap Perekonomian Global

    Menurut Direktur Program INDEF, Eisha Maghfiruha Rachbini, penerapan tarif reciprocal oleh AS memberikan dampak luas, baik terhadap ekonomi global maupun domestik, di antaranya:

    Harga saham di AS turun setidaknya 3%, serta terjadi penurunan harga saham di Jepang dan Korea Selatan, terutama di sektor otomotif. Harga emas melonjak ke rekor tertinggi di atas $3160/ounce, sementara harga minyak dunia turun lebih dari 3%. Fluktuasi nilai tukar global meningkat, dengan Yen Jepang menguat terhadap dolar AS sebagai bentuk safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi global.

    Meskipun bertujuan melindungi industri dalam negeri, kebijakan tarif ini juga dapat menjadi bumerang bagi AS sendiri, memicu inflasi tinggi, kenaikan harga barang, dan dampak negatif pada pasar tenaga kerja mereka.

    Dampak Terhadap Indonesia

    Indonesia merupakan salah satu negara yang paling terdampak kebijakan ini. Beberapa poin utama yang menjadi perhatian:

    Secara tahunan, ekspor Indonesia ke AS mencapai 10,3% dari total ekspor nasional, menjadikannya mitra dagang terbesar kedua setelah China. Kenaikan tarif ini akan menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar AS. Industri yang Terkena Dampak: Produk unggulan seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, minyak kelapa sawit, karet, dan perikanan akan mengalami hambatan perdagangan. Biaya produksi meningkat karena adanya tarif tambahan, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan industri dan menyebabkan pengurangan tenaga kerja. Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, menyoroti bahwa industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki menyumbang 27,5% dari total ekspor Indonesia ke AS. Jika tidak ada tindakan konkret, maka ancaman PHK massal tidak terhindarkan. Dengan tarif yang lebih tinggi, akan terjadi peralihan perdagangan dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi, menghambat daya saing ekspor Indonesia. Solusi yang Harus Ditempuh Pemerintah

    Untuk mengatasi dampak negatif dari tarif ini, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis sebagai berikut:

    1. Percepatan Negosiasi Perdagangan

    Negosiasi perdagangan yang lebih intensif dengan AS menjadi solusi utama.

    “Kekuatan negosiasi diplomatik menjadi sangat krusial dalam memitigasi dampak dari perang dagang dengan AS,” kata Eisha Maghfiruha Rachbini.

    Pemerintah perlu memastikan bahwa produk ekspor unggulan Indonesia mendapatkan keringanan tarif atau pengecualian dalam perjanjian perdagangan bilateral.

    Saat ini, posisi Duta Besar Indonesia untuk AS telah kosong selama hampir dua tahun, sejak Rosan Roeslani ditunjuk sebagai Wakil Menteri BUMN pada Juli 2023.

    “Kita butuh sosok yang paham diplomasi ekonomi dan berpengalaman dalam lobi dagang. Ini bukan posisi simbolik, ini garis depan pertahanan perdagangan Indonesia,” ujar Andry Satrio Nugroho.

    Tanpa perwakilan yang kuat di Washington, posisi tawar Indonesia dalam menghadapi kebijakan perdagangan AS akan semakin lemah.

    3. Diversifikasi Pasar Ekspor

    Untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS, pemerintah perlu memperluas pasar ekspor ke negara-negara nontradisional seperti Timur Tengah dan Afrika.

    “Pemerintah perlu menginisiasi perjanjian kerja sama dengan negara nontradisional untuk mendorong ekspor produk terdampak,” ucap Eisha.

    Selain itu, Indonesia perlu mengoptimalkan perjanjian dagang bilateral dan multilateral seperti CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) untuk memastikan akses yang lebih luas ke pasar global.

    4. Insentif bagi Industri Dalam Negeri

    Pemerintah harus memberikan berbagai insentif kepada pelaku industri terdampak, termasuk:

    Subsidi untuk mengurangi beban biaya produksi. Keringanan pajak bagi industri padat karya. Bantuan modal untuk meningkatkan daya saing produk ekspor.

    5. Meningkatkan Daya Saing Produk Indonesia

    Dalam jangka panjang, investasi dalam teknologi, inovasi, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

    “Setiap hari tanpa perwakilan di Amerika Serikat adalah hari di mana posisi tawar kita melemah. Kita kehilangan momentum, kehilangan peluang, dan kehilangan kendali,” kata Andry Satrio Nugroho.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Industri Ini Disebut Paling Terpukul Imbas Kebijakan Tarif Trump

    Industri Ini Disebut Paling Terpukul Imbas Kebijakan Tarif Trump

    Jakarta

    Pengusaha menyampaikan sejumlah sektor yang paling terdampak dari kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Sektor tersebut di antaranya garmen, furniture hingga alas kaki.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani mengatakan kebijakan tersebut memberikan dampak negatif bagi kinerja ekspor serta industri dalam negeri. Trump diketahui mengumumkan kebijakan tarif resiprokal kepada sejumlah negara. Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena kebijakan tersebut dengan tarif impor sebesar 32%.

    “Ekspor Indonesia ke AS kemungkinan besar tidak akan berhenti total & daya saing komparatif produk ekspor Indonesia kemungkinan juga tidak berubah terlalu drastis karena begitu banyak negara yang terkena tarif tersebut. Namun, kami memproyeksikan penurunan demand ekspor di pasar AS dalam jangka pendek karena shock pasar terhadap inflasi yang dihasilkan dari penerapan tarif ini di pasar AS,” kata Shinta kepada detikcom, Jumat (4/4/2025).

    Adapun efek lainnya, Shinta menyebut industri dengan pangsa pasar lebih besar ke AS akan lebih sulit bertahan dalam situasi ini. Menurut dia, setidaknya ada sejumlah sektor yang berdampak kebijakan tarif impor karena pasar ekspornya yang lebih besar ke AS, seperti garmen, alas kaki, furniture, dan perikanan.

    “Dalam perkiraan sementara kami, sektor garment, sepatu, karet, perikanan, & furniture akan sangat terdampak karena share ekspornya yang besar ke AS & kondisi industrinya masing-masing yang memiliki korelasi supply chain dengan UMKM. Atau karena kurangnya fleksibilitas untuk menciptakan diversifikasi ekspor secara segera/immediate,” terang Shinta.

    Sementara, untuk sektor lain seperti minyak kelapa sawit (CPO), biofuel, komponen produk elektronik, hingga mesin kendaraan dapat terkena dampak kebijakan tarif impor Trump. Meski begitu, Shinta menyebut sektor-sektor tersebut dapat bertahan karena lebih fleksibel dan permintaan dalam negeri masih ada.

    “Untuk sektor-sektor lain seperti CPO, biofuel atau komponen produk elektronik, permesinan atau kendaraan juga terdampak negatif, tetapi sektor tersebut kami perkirakan bisa lebih resilient dan lebih fleksibel atau bisa mendiversifikasi demand produksinya ke negara tujuan lain atau karena demand pasar dalam negeri,” imbuh Shinta.

    Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie mengatakan kebijakan tersebut akan berdampak signifikan pada neraca pembayaran, khususnya neraca perdagangan dan arus investasi. Apalagi, menurut dia, AS merupakan pemasok valuta asing terbesar, yang menyumbang surplus perdagangan sebesar US$ 16,8 miliar pada tahun 2024.

    “Hampir semua ekspor komoditas utama Indonesia ke AS meningkat pada tahun 2024. Sebagian besar barang Indonesia yang diekspor ke AS adalah produk manufaktur, yaitu peralatan listrik, alas kaki, pakaian, bukan komoditas mentah,” kata Anindya dalam keterangannya.

    Menurut Anindya, selama ini, produk Indonesia dikenakan tarif impor sekitar 10% di AS. Namun, faktanya, beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk karena Indonesia menikmati fasilitas Preferensi Sistem Umum (The Generalized System of Preferences/GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.

    Untuk memperkuat neraca perdagangan pasca-keputusan Trump, Anindya menilai negosiasi perdagangan dapat dilakukan lebih selektif. Fokus bisa dilakukan kepada industri padat karya terdampak secara vertikal, hulu hingga hilir. Selain itu, Indonesia perlu membuka pasar baru selain Asia Pasifik dan ASEAN, yakni pasar Asia Tengah, Turki dan Eropa, sampai Afrika dan Amerika Latin.

    (acd/acd)

  • Tarif Impor Trump, Industri Tekstil dan Alas Kaki Paling Terdampak

    Tarif Impor Trump, Industri Tekstil dan Alas Kaki Paling Terdampak

    Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap perdagangan global, termasuk Indonesia. Namun, di balik tantangan yang muncul, kebijakan ini juga menghadirkan peluang strategis yang dapat dimanfaatkan Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonominya.

    Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai kenaikan tarif ini seharusnya tidak hanya dipandang sebagai ancaman, tetapi juga sebagai kesempatan untuk memperbaiki ketimpangan struktural ekonomi Indonesia.

    “Amerika Serikat, dengan defisit perdagangan barang mencapai US$ 1,2 triliun, tengah berupaya memperbaiki ketimpangan struktural yang selama ini diabaikan,” ujar Hidayat kepada Beritasatu.com, Jumat (4/4/2025).

    Menurutnya, tarif asimetris yang diterapkan banyak negara, termasuk Indonesia, turut berkontribusi terhadap ketidakseimbangan perdagangan global.

    “Indonesia, misalnya, menerapkan tarif rata-rata 8,6% terhadap produk AS, yang juga memengaruhi dinamika perdagangan antara kedua negara,” jelasnya.

    Selain tarif, hambatan non-tarif seperti persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) dinilai lebih merugikan dibandingkan tarif bea masuk itu sendiri.

    Terkait dampak kebijakan tarif impor Trump terhadap ekspor Indonesia, Hidayat menilai kekhawatiran berlebihan di kalangan pelaku usaha tidak sepenuhnya beralasan.

    “Ekspor Indonesia ke AS hanya menyumbang sekitar 12% dari total ekspor nasional—angka yang jauh lebih kecil dibandingkan Vietnam (28%) atau Meksiko (36%),” terangnya.

    Sektor yang paling terdampak adalah industri tekstil dan alas kaki, yang selama ini menghadapi tantangan dalam meningkatkan daya saing.

    “Sektor ini telah lama mengalami masalah struktural akibat kurangnya inovasi dan ketergantungan pada tenaga kerja murah,” tambahnya.

    Meski demikian, Hidayat melihat adanya peluang besar yang bisa dimanfaatkan Indonesia dari kebijakan tarif Trump.

    “Industri elektronik Indonesia, misalnya, dapat beralih dari sekadar perakitan menuju penguasaan teknologi, sebagaimana yang telah dilakukan Vietnam dalam menarik investasi semikonduktor,” ujarnya.

    Selain itu, sektor pertanian dan kelautan Indonesia memiliki potensi besar di pasar Timur Tengah dan Afrika, yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.

    Dalam menghadapi tantangan ini, Hidayat mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih aktif dalam diplomasi perdagangan dengan AS.

    “Indonesia perlu menawarkan kemitraan strategis yang konkret dan transaksional, terutama dalam mineral kritikal, seperti nikel dan timah yang menjadi bahan baku utama bagi industri teknologi AS,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Hidayat mengusulkan langkah strategis seperti memperkuat posisi tawar melalui industrialisasi digital, fokus pada ekspor jasa digital seperti SaaS dan fintech yang tidak terkena tarif bea masuk, dan memanfaatkan diaspora Indonesia di AS untuk memperluas akses pasar.

    Menurutnya, pemerintah Indonesia harus siap keluar dari zona nyaman dan beradaptasi dengan perubahan global untuk memperkuat daya saing di pasar internasional.

    “Masalah utama bukan pada kebijakan tarif impor Trump, tetapi kesiapan kita untuk berubah dan beradaptasi,” pungkasnya.

  • Tarif Impor AS, Indonesia Berpeluang Jadi Pasar Peralihan Produk Murah – Page 3

    Tarif Impor AS, Indonesia Berpeluang Jadi Pasar Peralihan Produk Murah – Page 3

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi memberlakukan tarif impor baru sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia. Kebijakan tarif impor ini diumumkan langsung oleh Trump dalam pidatonya di Rose Garden, Gedung Putih, pada Rabu, 2 April 2025, sebagai bagian dari strategi pemulihan ekonomi nasional.

    Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif ini merupakan bentuk “deklarasi kemerdekaan ekonomi” Amerika Serikat. Ia menilai, selama ini banyak negara, termasuk Indonesia, memperoleh keuntungan besar dari hubungan perdagangan yang tidak seimbang dengan AS. Langkah ini, kata Trump, bertujuan untuk melindungi industri domestik dan menegakkan prinsip perdagangan yang adil.

    Dikutip Liputan6.com dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (4/4/2025), Indonesia mencatatkan surplus perdagangan dengan AS sebesar US$3,14 miliar hingga akhir Februari 2025.

    Surplus ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$2,65 miliar. Namun, dari sudut pandang Amerika, neraca perdagangan justru mengalami defisit hingga US$18 miliar.

    Ketimpangan tersebut menjadi alasan utama Presiden Trump menaikkan tarif impor untuk Indonesia. Selain itu, Trump juga menyoroti tingginya tarif impor yang dikenakan Indonesia terhadap produk asal AS, yang disebutnya mencapai 64 persen. Sebagai respons, pemerintah AS menetapkan tarif balasan sebesar 32 persen.

    Kebijakan tarif ini tidak hanya berlaku untuk Indonesia. Negara-negara ASEAN lain juga terkena dampaknya. Malaysia dikenai tarif sebesar 24 persen, Filipina 17 persen, sementara Kamboja dan Laos masing-masing dikenai tarif 49 persen dan 48 persen.

    Penerapan tarif impor Trump ini diprediksi akan mempengaruhi volume perdagangan bilateral dan bisa berdampak pada pelaku usaha ekspor di Indonesia. Para pelaku industri diharapkan segera melakukan penyesuaian strategi ekspor untuk menghadapi tantangan baru ini.

  • Usulan ALFI ke Pemerintah RI Antisipasi Pemberlakuan Tarif Resiprokal AS – Halaman all

    Usulan ALFI ke Pemerintah RI Antisipasi Pemberlakuan Tarif Resiprokal AS – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) akan berdampak pada kinerja ekspor-impor Indonesia, termasuk sektor logistik yang menjadi tulang punggung perdagangan internasional.  

    Ketua Umum ALFI, Akbar Djohan, menjelaskan, kebijakan tarif resiprokal AS dapat meningkatkan biaya logistik bagi produk Indonesia yang masuk ke pasar AS, serta memengaruhi arus barang impor dari AS. 

    “Kenaikan tarif ini berisiko mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama bagi komoditas yang selama ini mengandalkan pasar AS,” ujar Akbar di Jakarta, Jumat (4/4/2025).

    Selain itu, Akbar memprediksi adanya penurunan volume pengiriman barang melalui jalur laut dan udara sebagai dampak dari kebijakan ini. 

    Sektor logistik, termasuk perusahaan freight forwarder dan penyedia jasa transportasi, harus bersiap menghadapi potensi perlambatan permintaan.  

    ALFI, lanjut Akbar, mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah antisipasi, termasuk melakukan percepatan perundingan perdagangan bilateral. 

    Menurut Akbar, pemerintah perlu memperkuat negosiasi dengan AS untuk meminimalisir dampak tarif, sekaligus mencari alternatif pasar ekspor baru.

     

    “ALFI merekomendasikan stimulus fiskal atau kemudahan regulasi untuk membantu perusahaan logistik bertahan di tengah gejolak tarif,” ucap Akbar. 

    Selain itu, Akbar menilai perlunya peningkatan efisiensi logistik nasional. Akbar menegaskan infrastruktur logistik dalam negeri harus ditingkatkan agar biaya operasional tidak membebani eksportir.

    Akbar menambahkan perusahaan logistik dan forwarder juga harus memiliki sejumlah langkah antisipatif dalam memitigasi risiko akibat tarif baru AS tersebut. ALFI, ucap Akbar, menyarankan pelaku usaha logistik melakukan berbagai langkah strategis, seperti diversifikasi pasar.

    “Jangan hanya bergantung pada satu negara tujuan. Eksplorasi pasar nonAS seperti Afrika atau Timur Tengah bisa menjadi solusi,” saran Akbar. 

    Akbar juga mendorong pelaku usaha logistik menerapkan pemanfaatan digitalisasi dan automasi untuk efisiensi biaya operasional.

    Pelaku usaha sektor logistik juga harus berkolaborasi dengan eksportir lokal dan membangun kemitraan yang lebih erat untuk menyesuaikan strategi distribusi di tengah perubahan kebijakan.  

    “Meskipun tantangan ini berat, peluang untuk memperbaiki daya saing logistik Indonesia tetap terbuka. Ini saatnya kita berinovasi dan beradaptasi,” kata Akbar.  

    Diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump  memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor ke Amerika Serikat serta bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar negara tersebut. 

    Vietnam terkena tarif timbal balik resiprokal tertinggi 46 persen, sementara Indonesia terkena tarif 32 persen.

     

  • Hadapi Kebijakan Tarif Resiprokal AS, ALFI Minta Pemerintah Lakukan Hal Ini – Halaman all

    Hadapi Kebijakan Tarif Resiprokal AS, ALFI Minta Pemerintah Lakukan Hal Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) bakal berdampak pada kinerja ekspor-impor Indonesia, termasuk sektor logistik yang menjadi tulang punggung perdagangan internasional.  

    Ketua Umum ALFI, Akbar Djohan, menjelaskan, kebijakan tarif resiprokal AS dapat meningkatkan biaya logistik bagi produk Indonesia yang masuk ke pasar AS, serta memengaruhi arus barang impor dari AS. 

    “Kenaikan tarif ini berisiko mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama bagi komoditas yang selama ini mengandalkan pasar AS,” ujar Akbar di Jakarta, Jumat (4/4/2025).

    Selain itu, Akbar memprediksi adanya penurunan volume pengiriman barang melalui jalur laut dan udara sebagai dampak dari kebijakan ini. 

    Sektor logistik, termasuk perusahaan freight forwarder dan penyedia jasa transportasi, harus bersiap menghadapi potensi perlambatan permintaan.  

    ALFI, lanjut Akbar, mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah antisipasi, termasuk melakukan percepatan perundingan perdagangan bilateral. 

    Menurut Akbar, pemerintah perlu memperkuat negosiasi dengan AS untuk meminimalisir dampak tarif, sekaligus mencari alternatif pasar ekspor baru.

    “ALFI merekomendasikan stimulus fiskal atau kemudahan regulasi untuk membantu perusahaan logistik bertahan di tengah gejolak tarif,” ucap Akbar. 

    Selain itu, Akbar menilai perlunya peningkatan efisiensi logistik nasional. Akbar menegaskan infrastruktur logistik dalam negeri harus ditingkatkan agar biaya operasional tidak membebani eksportir.

    Akbar menambahkan perusahaan logistik dan forwarder juga harus memiliki sejumlah langkah antisipatif dalam memitigasi risiko akibat tarif baru AS tersebut. ALFI, ucap Akbar, menyarankan pelaku usaha logistik melakukan berbagai langkah strategis, seperti diversifikasi pasar.

    “Jangan hanya bergantung pada satu negara tujuan. Eksplorasi pasar nonAS seperti Afrika atau Timur Tengah bisa menjadi solusi,” saran Akbar. 

    Akbar juga mendorong pelaku usaha logistik menerapkan pemanfaatan digitalisasi dan automasi untuk efisiensi biaya operasional. Selain itu, pelaku usaha sektor logistik harus berkolaborasi dengan eksportir lokal dan membangun kemitraan yang lebih erat untuk menyesuaikan strategi distribusi di tengah perubahan kebijakan.  

    “Meskipun tantangan ini berat, peluang untuk memperbaiki daya saing logistik Indonesia tetap terbuka. Ini saatnya kita berinovasi dan beradaptasi,” kata Akbar.  

    Diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump  memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor ke Amerika Serikat serta bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar negara tersebut. 

    Vietnam terkena tarif timbal balik resiprokal tertinggi 46%, sementara Indonesia terkena tarif 32%.