Topik: ekspor

  • Efek Tarif Trump, Industri Padat Karya RI Dibayangi Badai PHK Massal

    Efek Tarif Trump, Industri Padat Karya RI Dibayangi Badai PHK Massal

    Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan tarif baru Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia berpotensi menimbulkan dampak serius bagi perekonomian nasional, khususnya sektor industri padat karya yang sangat bergantung pada pasar ekspor Negeri Paman Sam. 

    Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center, Christiantoko menilai bahwa setelah 9 April 2025, AS resmi memberlakukan bea masuk sebesar 32% terhadap sejumlah produk asal Indonesia.

    Hal tersebut menyusul pengumuman tarif timbal balik atau tarif resiprokal yang diklaim Presiden Donald Trump sebagai bagian dari ‘Hari Pembebasan’.

    Akibat kebijakan tersebut industri padat karya diperkirakan menjadi kelompok usaha yang paling terdampak.

    Dia memerinci bahwa sektor yang terdampak program tarif Trump antara lain, tekstil dan produk tekstil (TPT), serta furnitur dan perabot rumah tangga. Selain itu, produk olahan hasil perikanan dan peternakan juga masuk dalam daftar komoditas yang terkena dampak signifikan.

    “Kebijakan ini menimbulkan risiko yang cukup signifikan bagi Indonesia karena memukul industri yang menyerap jutaan tenaga kerja dan memiliki ketergantungan besar pada pasar ekspor AS,” ujarnya melalui rilisnya, Jumat (4/4/2025). 

    Dia melanjutkan bahwa dari hasil riset NEXT Indonesia, ada tiga komoditas utama padat karya yang paling terpukul, yaitu pakaian dan aksesoris rajutan (HS 61), pakaian dan aksesoris bukan rajutan (HS 62), serta mebel dan furnitur (HS 94). 

    Selama 2024 saja, kata Christiantoko, nilai ekspor ketiga komoditas ini ke Amerika Serikat mencapai US$6 miliar, sedangkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2020–2024), nilai ekspornya tercatat sebesar US$30,4 miliar. 

    Menurutnya, tingginya ketergantungan ekspor pada pasar Amerika membuat kebijakan tarif ini menjadi ancaman nyata.

    Amerika Serikat menyerap lebih dari separuh total ekspor Indonesia untuk ketiga jenis komoditas tersebut. Perinciannya, untuk pakaian dan aksesoris rajutan, pasar Amerika menyerap 60,5 persen ekspor Indonesia, setara dengan US$12,2 miliar selama periode 2020–2024.

    Sementara itu, untuk pakaian dan aksesoris bukan rajutan, daya serap Amerika mencapai 50,5 persen atau senilai US$10,7 miliar. Untuk komoditas mebel dan furnitur, serapan pasar AS berada di angka 58,2 persen, senilai US$7,5 miliar.

    Ancaman PHK

    Christiantoko mengingatkan, bila pengiriman ekspor ke AS terganggu akibat tarif tinggi, maka penjualan produk-produk tersebut bisa anjlok tajam atau bahkan terhenti sama sekali. 

    “Karena lebih dari separuh produk-produk tersebut diserap oleh pasar Amerika,” tegasnya.

    Dampak serius dari kebijakan ini juga mengancam nasib jutaan tenaga kerja di sektor padat karya, terutama di industri tekstil dan produk tekstil yang diperkirakan menyerap lebih dari 3 juta orang.

    “Jika ekspor turun drastis, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bisa menjadi kenyataan. Ini masalah serius yang harus dipikirkan oleh pemerintah, apalagi saat ini sedang marak informasi soal potensi PHK,” ujarnya.

    Tak hanya sektor tekstil dan furnitur, produk olahan dari daging, ikan, krustasea (seperti udang), dan moluska (seperti cumi dan siput) juga terkena imbas. Sepanjang periode 2020–2024, Amerika Serikat menyerap US$4,3 miliar atau 60,2 persen dari total ekspor Indonesia untuk komoditas hasil perikanan dan peternakan tersebut. 

    Namun, ada juga komoditas ekspor besar Indonesia yang relatif tidak terlalu terdampak oleh kebijakan tarif baru ini. Misalnya, komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) tercatat sebagai yang paling besar diekspor ke AS dengan nilai US$4,2 miliar pada 2024, dan total US$14,7 miliar selama 2020–2024. 

    Meski nilainya besar, dia melanjutkan bahwa tingkat ketergantungan Indonesia terhadap pasar AS untuk komoditas ini hanya 22,6 persen, jauh lebih rendah dibandingkan komoditas padat karya lainnya. Artinya, dampak dari kenaikan tarif terhadap sektor ini masih bisa ditoleransi. 

    Christiantoko menekankan, diplomasi menjadi langkah paling mendesak yang harus dilakukan pemerintah Indonesia saat ini. Pemerintah diminta segera menggunakan jalur bilateral, misalnya lewat Kedutaan Besar RI di Washington DC, untuk melobi dan memperjuangkan penurunan tarif atau bahkan pengecualian terhadap produk-produk tertentu yang menjadi andalan ekspor nasional.

    “Jangan sampai terlambat, saatnya diplomasi segera dilakukan. Karena masih ada waktu sebelum tarif diberlakukan penuh pada 9 April nanti,” pungkas Christiantoko.

  • Dampak Tarif Resiprokal Trump ke RI Dinilai Moderat dari Sisi Perdagangan

    Dampak Tarif Resiprokal Trump ke RI Dinilai Moderat dari Sisi Perdagangan

    JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menilai dampak tarif resiprokal (Reciprocal Tariff) Amerika Serikat terhadap Indonesia cenderung moderat. 

    “Menurut pendapat saya, kalau dari sisi perdagangan, impact yang akan ditimbulkan oleh kebijakan Trump ini, resiprocal tariff, itu mungkin bagi perdagangan Indonesia itu bisa dikatakan mungkin moderat,” ujarnya dalam Diskusi Publik “Waspada Genderang Perang Dagang” yang diadakan oleh Indef di Jakarta, Jumat, 4 April dilansir ANTARA.

    Beberapa produk ekspor Indonesia akan terdampak akibat dari kebijakan ini adalah tekstil, garmen, alas kaki, kemudian palm oil.

    Secara total, dia menyatakan, ada 10 produk ekspor Indonesia yang akan terdampak tarif resiprokal AS.

    Kendati demikian, mengingat kebijakan tarif berlaku bagi semua negara, terutama negara-negara pesaing Indonesia seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand, Fadhil menganggap dampak yang dialami Tanah Air lebih moderat.

    “Bahkan, mungkin bagi Vietnam ataupun Malaysia itu akan menghadapi level tarif yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia,” kata dia.

    Saat ini, AS merupakan partner dagang terbesar kedua Indonesia setelah China dengan total share dari ekspor Tanah Air ke Amerika sekitar 10,5 persen.

    Indonesia juga memperoleh surplus perdagangan dengan Amerika sebesar 16,8 miliar dolar AS.

    Pada Rabu (2/4), Presiden AS Donald Trump mengumumkan, kenaikan tarif sedikitnya 10 persen ke banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, terhadap barang-barang yang masuk ke negara tersebut.

    Indonesia berada di urutan ke delapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen. Sekitar 60 negara bakal dikenai tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS.

    Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia bukan negara satu-satunya di kawasan Asia Tenggara yang menjadi korban dagang AS. Ada pula Malaysia, Kamboja, Vietnam serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24 persen, 49 persen, 46 persen, dan 36 persen.

    Trump mengatakan bahwa tarif timbal balik itu bertujuan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja di dalam negeri.

    Ia dan para pejabat pemerintahannya berpendapat bahwa AS telah “dirugikan” oleh banyak negara akibat praktik perdagangan yang dianggap tidak adil.

    Tarif-tarif yang telah lama diancamkan Trump itu diumumkan dalam acara “Make America Wealthy Again” di Rose Garden, Gedung Putih.

  • Misbakhun Optimistis Tim Ekonomi Prabowo Bisa Hadapi Kebijakan Trump

    Misbakhun Optimistis Tim Ekonomi Prabowo Bisa Hadapi Kebijakan Trump

    Jakarta: Ketua Komisi XI DPRRI Mukhamad Misbakhun memperkirakan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tentang tarif bea masuk tambahan baru atas produk luar negeri akan memberikan tekanan pada kinerja ekspor Indonesia ke AS.
     
    Legislator Golkar itu mendorong tim ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto segera melakukan konsolidasi menyeluruh demi menghadapi guncangan akibat kebijakan yang kondang dengan sebutan Trump 2.0 tersebut.
     
    “Konsolidasi itu perlu melibatkan para pemangku kepentingan lainnya. Bagaimanapun pemerintah harus tetap berhati-hati dalam menghitung untung rugi kebijakan tarif baru di AS pada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan,” kata Misbakhun.

    Menurut Misbakhun, Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah awal yang tepat dengan mengirim Tim Khusus Tingkat Tinggi untuk melobi AS. Dia mengharapkan tim khusus itu segera membawa hasil positif bagi Indonesia.
     
    “Tentu kita semua berharap pada hasil Tim Khusus ini. Upaya renegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat adalah langkah terbaik,” ujarnya.
     
    Misbakhun juga membeber data transaksi perdagangan Indonesia-AS pada 2024. Pada tahun lalu,  nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 26,4 milliar.
     
    Menurut Misbakhun, angka itu setara dengan 9,9 perseb dari total kinerja ekspor nasional Indonesia. “Posisi surplus di pihak Indonesia,” ujarnya.
     
    Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) itu juga memerinci soal ekspor Indonesia ke AS yang didominasi industri padat tenaga kerja, seperti tekstil, garmen, alas kaki, minyak sawit (CPO), hingga peralatan elektronik.
     
    Misbakhun menduga kebijakan tarif ala Presiden Trump akan memukul industri produk ekspor di Indonesia. Industri-industri tersebut akan mengalami tekanan pada harga mereka di pasar US yang menjadi lebih mahal karena terkena dampak tarif tambahan baru. 
     
    “Untuk bisa bersaing dari sisi harga, produk buatan Indonesia harus makin efisien dalam struktur biaya produksi, sekaligus untuk menjaga kelangsungan usaha mereka,” ujar Misbakhun.
     
    Menurut Misbakhun, dampak tarif tambahan baru di AS pasti akan memengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Akibatnya, perusahaan-perusahaan di Indonesia yang berorientasi ekspor pasti mengalami tekanan, bahkan bisa berefek ke APBN.
     
    Bisa jadi tekanan itu akan memengaruhi struktur laba mereka dan akan memberikan dampak pada pembayaran pajak mereka ke negara.
     
    “Selama ini kinerja penerimaan negara dari pajak, bea masuk, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sangat dipengaruhi oleh kinerja ekspor dan faktor harga komoditas dunia. Jadi, target penerimaan negara dalam APBN 2025 harus dihitung ulang,” ujar Misbakhun.
     
    Terkait arahan Prabowo tentang perbaikan struktural pada berbagai hambatan perekonomian melalui deregulasi ataupun penyederhanaan aturan yang menghambat. Misbakhun meyakini arahan tersebut jika dilaksanakan akan membantu upaya membangun efisiensi perusahaan di Indonesia.
     
    “Dengan demikian industri kita tidak hanya mampu bertahan di tengah tekanan, tetapi juga menjadi  lebih mampu bersaing di pasar global,” imbuhnya.
     
    Misbakhun juga mendorong Bank Indonesia (BI) mengantisipasi kinerja kurs Rupiah terhadap dolar AS (USD). Pimpinan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR itu memprediksi harga barang di US akan makin mahal, sementara pendapatan pekerja mereka masih tetap sehingga memicu kenaikan inflasi yang saat ini masih relatif tinggi sejak pandemi Covid-19.
     
    Misbakhun memperkirakan Bank Sentral AS (The Fed) pasti akan menurunkan tingkat suku bunga  sebagai alat kontrol supaya inflasi bisa dikendalikan.
     
    “Penurunan tingkat suku bunga The Fed akan menjadi pemicu ketidakpastian lagi sehingga prediksi pertumbuhan ekonomi akan mengalami koreksi dan itu membuat kekhawatiran pada ketidakpastian baru di pasar uang. Kondisi ini akan memberikan tekanan koreksi negatif pada nilai tukar Rupiah atas USD,” ujarnya.
     
    Oleh karena itu, Misbakhun mengingatkan BI melakukan upaya serius dalam melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah atas USD. Menurut dia, jangan sampai tekanan koreksi negatif atas  Rupiah melewati angka psikologis.
     
    “Pada saat pasar sedang libur Lebaran saat ini adalah waktu yg tepat bagi Bank Indonesia untuk melakukan exercises kebijakan stabilisasi nilai tukar yang paling tepat saat pasar kembali buka,” tambahnya.
     
    Misbakhun menyebut beberapa poin penting dalam kebijakan baru dari Presiden Trump itu harus diantisipasi sehingga dampak langsung dari kebijakan tarif tambahan  sebesar 32 persen atas produk RI bisa diminimalisasi.
     
    “Saya yakin Tim Ekonomi di Kabinet Merah Putih di bawah arahan Bapak Presiden Prabowo akan mampu menemukan formula kebijakan yang tepat dan bisa meredam guncangan akibat kebijakan tarif baru Trump,” kata Misbakhun.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (FZN)

  • Renegosiasi Tarif Trump Langkah Terbaik, tapi Hati-hati

    Renegosiasi Tarif Trump Langkah Terbaik, tapi Hati-hati

    Jakarta

    Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong langkah negosiasi ulang terkait tarif baru yang dikenakan Presiden AS Donald Trump terkait barang impor yang masuk ke AS terhadap Indonesia. Namun, Misbakhun meminta pemerintah untuk berhati-hati.

    “Konsolidasi itu perlu melibatkan para pemangku kepentingan lainnya. Bagaimanapun pemerintah harus tetap berhati-hati dalam menghitung untung rugi kebijakan tarif baru di AS pada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan,” kata Misbakhun dalam keterangannya, Jumat (4/4/2025).

    Menurut Misbakhun, Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah awal yang tepat dengan mengirim Tim Khusus Tingkat Tinggi untuk melobi AS. Dia mengharapkan tim khusus itu segera membawa hasil positif bagi Indonesia.

    “Tentu kita semua berharap pada hasil Tim Khusus ini. Upaya renegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat adalah langkah terbaik,” ucap dia.

    Lebih lanjut, Misbakhun membeberkan data transaksi perdagangan Indonesia-AS pada 2024. Pada tahun lalu, nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 26,4 milliar. Menurutnya, angka itu setara dengan 9,9 persen dari total kinerja ekspor nasional Indonesia. “Posisi surplus di pihak Indonesia,” imbuh dia.

    Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) itu juga memerinci soal ekspor Indonesia ke AS yang didominasi industri padat tenaga kerja, seperti tekstil, garmen, alas kaki, minyak sawit (CPO), hingga peralatan elektronik. Misbakhun menduga kebijakan tarif ala Presiden Trump akan memukul industri produk ekspor di Indonesia.

    Dia menambahkan dampak tarif tambahan baru di AS pasti akan memengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Akibatnya, perusahaan-perusahaan di Indonesia yang berorientasi ekspor pasti mengalami tekanan, bahkan bisa berefek ke APBN.

    “Bisa jadi tekanan itu akan memengaruhi struktur laba mereka dan akan memberikan dampak pada pembayaran pajak mereka ke negara. Selama ini kinerja penerimaan negara dari pajak, bea masuk, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sangat dipengaruhi oleh kinerja ekspor dan faktor harga komoditas dunia. Jadi, target penerimaan negara dalam APBN 2025 harus dihitung ulang,” ujar Misbakhun.

    Misbakhun menyebut beberapa poin penting dalam kebijakan baru dari Presiden Trump itu harus diantisipasi sehingga dampak langsung dari kebijakan tarif tambahan sebesar 32 persen atas produk RI bisa diminimalisasi.

    “Saya yakin Tim Ekonomi di Kabinet Merah Putih di bawah arahan Bapak Presiden Prabowo akan mampu menemukan formula kebijakan yang tepat dan bisa meredam guncangan akibat kebijakan tarif baru Trump,” pungkas Misbakhun.

    (maa/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ketua Banggar Said Abdullah Minta Pemerintah Dorong WTO Sehatkan Perdagangan Global

    Ketua Banggar Said Abdullah Minta Pemerintah Dorong WTO Sehatkan Perdagangan Global

    JAKARTA – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah meminta pemerintah berinisiatif mendorong forum World Trade Organization (WTO) mengambil kebijakan untuk menyehatkan perdagangan global secara berkelanjutan.

    Permintaan ini disampaikan merespons langkah Presiden Amerika Donald Trump yang mengumumkan tarif impor baru. Said menilai Indonesia perlu mengajak dunia untuk mengedepankan prinsip perdagangan yang tidak mendiskriminasi negara satu dengan lainnya.

    “Saya menyarankan pemerintah mengambil beberapa langkah dan inisiatif antara lain melalui WTO untuk mengambil kebijakan penyehatan perdagangan global agar lebih adil dan menopang pertumbuhan ekonomi global yang berkelanjutan,” kata Said dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 4 April.

    Politikus PDIP itu juga menilai Indonesia lewat WTO perlu membangun perdagangan internasional yang transparan. “Kita tidak menginginkan hanya untuk kepentingan adidaya lalu kepentingan masyarakat global mendapatkan kesejahteraan diabaikan,” tegas Said.

    “Indonesia perlu mengajak dunia pada tujuan dibentuknya WTO untuk prinsip perdagangan nondiskriminasi, membangun kapasitas perdagangan internasional, transparan, dan perdagangan bebas serta sebagai forum penyelesain sengketa perdagangan internasional,” sambung dia.

    Sedangkan untuk di dalam negeri, pemerintah bisa menjalankan strategi menghadapi ketidakpastian ekonomi global sekarang. Di antaranya dengan mempertahankan surplus neraca perdagangan dengan mencari pasar baru menggantikan Amerika Serikat.

    “Jika produk produk ekspor Indonesia terhambat akibat kebijakan tarif yang membuat tingkat harga tidak kompetitif,” ujar Said.

    Politikus PDIP ini juga menekankan pemerintah harus memastikan kebijakan penempatan 100 persen devisa hasil ekspor di dalam negeri berjalan dan dipatuhi pelaku ekspor untuk memperkuat kebutuhan devisa, serta memperkuat kebijakan hedging fund untuk pembayaran impor oleh para importir.

    Langkah berikutnya, sambung Said, dengan memperluas dan memperadalam skema billatral currency swap oleh para mitra dagang strategis Indonesia untuk mengurangi kebutuhan pembayaran valas yang bertumpu pada dolar Amerika Serikat.

    Kemidian menyiapkan seperangkat kebijakan kontra cyclical pada sisi fiskal untuk membantu dunia usaha menghadapi ketidakpastian global.

    “Kondisi perekonomian domestik cenderung menurun, namun tetap memastikan fiskal pemerintah sehat,” jelasnya.

    Selain itu, pemerintah Indonesia juga diminta memperbaiki infrastruktur dan kebijakan di pasar saham dan pasar keuangan. Said bilang hal ini bertujuan untuk mendorong pasar saham dan keuangan yang lebih inklusi tetapi tetap menjanjikan bagi investor internasional.

    Terakhir, menyediakan sumber informasi yang tepercaya sebagai rujukan pelaku usaha. “Membangun komunikasi publik yang terpercaya, dialogis dan komunikatif sebagai sumber informasi yang akurat yang dapat dirujuk oleh para pelaku usaha,” pungkasnya.

     

  • Respons Kebijakan Tarif Impor Trump, Hipmi Berikan Rekomendasi Ini ke Pemerintah – Halaman all

    Respons Kebijakan Tarif Impor Trump, Hipmi Berikan Rekomendasi Ini ke Pemerintah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta pemerintah tidak tinggal diam merespons kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. 

    AS memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor ke Amerika Serikat serta bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar negara tersebut. 

    Vietnam terkena tarif timbal balik resiprokal tertinggi 46 persen, sementara Indonesia terkena tarif 32 persen.

    Ketua Umum BPP Hipmi Akbar Himawan Buchari mengatakan, dunia tengah mengecam kebijakan Trump. Seharusnya, pemerintah Indonesia melakukan hal serupa, meski caranya berbeda.

    “Pemerintah perlu segera mengambil langkah yang tepat untuk merespons kebijakan baru Trump agar tidak menimbulkan kekhawatiran, baik di kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas,” ujarnya Akbar dalam keterangannya, Jumat (4/4/2025).

    Ia memiliki sejumlah rekomendasi untuk pemerintah dalam merespons kebijakan tarif timbal balik Trump. 

    Pertama, mendorong kesepakatan bilateral dengan AS. Tujuannya, untuk memastikan Indonesia bisa memperoleh akses pasar terbaik dan paling kompetitif.

    Kedua, meminta pemerintah untuk mempertimbangkan revisi biaya impor AS ke Indonesia. 

    Menurut Akbar, hal ini penting dilakukan. Mengingat, sempat menjadi sorotan Trump, karena Indonesia membebankan traffic charge untuk komoditas impor dari AS 64 persen.

    Ketiga, pemerintah harus lebih gencar menstimulasi diversifikasi pasar tujuan ekspor. Dengan upaya ini, kegiatan ekspor bisa tetap berjalan, dan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional. 

    “Apabila hal itu berjalan mulus, maka kinerja ekspor nasional lebih maksimal dan lebih stabil. Sekalipun terdapat kebijakan yang lebih restriktif terhadap ekspor Indonesia di AS,” urai Akbar.

    Keempat, pemerintah perlu mendukung revitalisasi industri padat karya. Selain juga melakukan deregulasi agar produk-produk Indonesia lebih kompetitif dan dapat lebih bersaing di pasar ekspor. 

    Akbar menyambut baik rencana Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang akan mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC. Harapannya, pertemuan itu berbuah manis bagi dunia usaha Indonesia.

    “Jika keempat rekomendasi itu dilakukan Pemerintah dan berhasil, saya rasa kinerja ekspor kita akan baik-baik saja. Sekarang tinggal bagaimana lobi-lobi yang dilakukan pemerintah,” pungkasnya.

  • Tarif Impor Trump 32% Ancam Ekonomi Indonesia, Apa yang Harus Dilakukan?

    Tarif Impor Trump 32% Ancam Ekonomi Indonesia, Apa yang Harus Dilakukan?

    Jakarta: Indonesia menghadapi tantangan besar setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menerapkan kebijakan tarif impor sebesar 32 persen. 
     
    Keputusan ini bukan sekadar kebijakan perdagangan biasa, melainkan pukulan telak yang bisa mengguncang industri dalam negeri. 
     
    Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rachmat Gobel menegaskan pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia sebelum terlambat.

    “Hanya ada satu kalimat, mari kita jaga dan kita selamatkan Indonesia dari bahaya di depan mata kita,” ujar Gobel dalam keterangan tertulis dikutip Jumat, 4 April 2025.
     

    Gelombang PHK mengancam, rupiah terus melemah
    Kondisi industri dalam negeri sebenarnya sudah mengalami masa sulit jauh sebelum kebijakan ini diberlakukan. Deindustrialisasi perlahan menggerus sektor manufaktur, membuat banyak pabrik tutup dan menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). 
    Kini, dengan tarif impor yang semakin tinggi, peluang ekspor produk Indonesia ke pasar Amerika Serikat semakin menyempit.
     
    “Dengan demikian, pengangguran bisa semakin meningkat. Pada sisi lain juga ada kecenderung nilai rupiah terus melemah terhadap sejumlah mata uang asing,” ungkap dia. 
     

    Gobel menyebutkan bahwa dampaknya bisa sangat luas. Jika ekspor Indonesia ke AS menurun drastis, maka banyak sektor industri yang akan kehilangan pasar, produksi akan melambat, dan pada akhirnya angka pengangguran pun meningkat. 
     
    Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terus menunjukkan tren melemah. Semua ini berpotensi menjadi kombinasi yang mematikan bagi perekonomian nasional.
    Saran untuk pemerintah hadapi tarif Trump
    Dia pun memberikan sejumlah saran menghadapi kebijakan Trump tersebut. Pertama, berikan kemudahan dan deregulasi perizinan bagi yang akan berinvestasi di Indonesia. Kedua, berikan insentif pajak dan tarif bagi dunia usaha. 
     
    Ketiga, jaga pintu-pintu masuk Indonesia dari barang selundupan. Keempat, melarang secara permanen impor tekstil dan produk tekstil bermotif kain tradisional Indonesia seperti batik, tenun, maupun sulam. 
     
    Kelima, melarang secara permanen impor pakaian bekas. Keenam, pemerintah membantu mencarikan pasar ekspor baru bagi industri Indonesia.
     

    Ketujuh, pemerintah harus melakukan perundingan dengan pemerintah Amerika Serikat untuk menurunkan tarif. Kedelapan, lindungi dan jaga pasar dalam negeri dari serbuan produk impor.
     
    Pada sisi lain, kata dia, kebijakan Trump tersebut akan membuat semua negara berlomba-lomba memberikan insentif bagi eksportir untuk mencari pasar baru, salah satunya Indonesia. Legislator asal Gorontalo itu menegaskan hal itu harus dicegah.
     
    “Barang-barang dari Tiongkok  dan Vietnam bisa banjir ke Indonesia. Ini yang harus dicegah. Kita harus melindungi pasar dalam negeri dari serbuan impor, salah satunya melalui penegakan aturan TKDN,” tutur dia. 
    Penguatan kondisi sosial
    Gobel mengingatkan pemerintah tentang pentingnya menjaga kondisi sosial. Penguatan solidaritas dan kepedulian sosial harus dilakukan. 
     
    “Mari kita sama-sama menjaga Indonesia. Jadikan momen ini sebagai kebangkitan. Tantangan dan ancaman kita ubah menjadi peluang untuk membangun spirit kebersamaan, cinta Tanah Air, dan perilaku bersih dari korupsi dan nepotisme,” ujar Dia.
     
    Sebelumnya, Presiden Trump mengenakan tarif baru ke sejumlah negara yang memiliki surplus ekspor ke Amerika Serikat dengan mengenakan  tarif hingga 32 persen. 
     
    Hal itu pasti berdampak besar bagi ekonomi Indonesia. Neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat disebut Trump memberikan surplus bagi Indonesia, pada 2024 sebesar USD18 miliar.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Indonesia Kena Tarif Impor 32% dari Trump, Bagaimana Nasib Sawit RI?

    Indonesia Kena Tarif Impor 32% dari Trump, Bagaimana Nasib Sawit RI?

    Jakarta, CNBC Indonesia Kebijakan tarif tinggi dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan jadi pukulan keras bagi Indonesia yang dikenakan bea masuk sebesar 32% untuk produk ekspor, termasuk minyak sawit mentah (CPO). Para petani dan pelaku industri sawit dalam negeri pun mulai was-was dengan dampaknya, terutama terhadap keberlangsungan harga dan penyerapan tandan buah segar (TBS) dari petani.

    Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto menilai langkah Trump bukan sekadar proteksi ekonomi, tetapi bagian dari strategi yang lebih kompleks. Ia melihat kebijakan tarif ini berkaitan dengan kepatuhan negara-negara terhadap regulasi dan jejak produksi (traceability).

    “Saya dengar di media, banyak negara-negara pengekspor barang ke AS melanggar beberapa aturan dan kemudian mereka dikenakan tarif tinggi. Jika begini polanya, bisa dipertanyakan soal kualitas kepatuhan hukum pada barang-barang kita yang masuk ke Amerika sehingga dikenakan 32%,” kata Darto kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/4/2025).

    Berdasarkan data SPKS, ekspor CPO Indonesia ke AS pada tahun 2024 mencapai 1,4 juta ton. Namun, pada Januari 2025 saja, ekspor sudah turun 20% dibanding Januari tahun sebelumnya, padahal saat itu kebijakan tarif baru masih sebatas rumor.

    Sejalan dengan kebijakan tarif Trump, Darto menyebut persoalan ekonomi AS akan berdampak kepada Indonesia. “Dulu waktu krisis Lehman Brothers tahun 2008, harga sawit anjlok sampai Rp100 per kilogram (kg). Saya masih ingat, anak-anak petani putus kuliah, makan pakai raskin, ada yang sampai masuk rumah sakit jiwa. Jadi kalau AS terguncang, kita kena juga,” kenangnya.

    Yang membuat kondisi makin rumit, pemerintah Indonesia justru memberlakukan tarif ekspor, seperti Pungutan Ekspor (PE) dan tarif Bea Keluar (BK) sawit sebesar US$ 170 per metrik ton. Ini dianggap semakin membebani petani dan pelaku usaha sawit, terutama di tengah pasar global yang mulai menyempit.

    “Boleh saja kita dorong Biodiesel 40%. Tapi ingat, harga jual CPO di luar negeri masih bagus. Kalau pasar ekspor dipersempit, tapi domestik juga belum siap, ya dampaknya balik lagi ke petani,” terang dia.

    Efisiensi Bukan Solusi, Harga TBS Bisa Terjun Bebas

    Menurut Darto, kebijakan efisiensi seperti mengurangi pupuk, jam kerja, hingga herbisida bukanlah solusi jangka panjang. Sebab, produksi akan turun dan merugikan pelaku usaha sendiri. Justru yang paling dikhawatirkan adalah jika perusahaan sawit mulai menolak atau membatasi pembelian TBS dari petani swadaya.

    “Kalau mereka cuma tampung minyak sawit dari pabrik tanpa kebun dan beli TBS dengan harga minimal, ya gawat. Petani bisa bangkrut,” tegasnya.

    Darto menilai Indonesia tidak bisa pasrah begitu saja. Pemerintah harus aktif melobi pasar baru dan menyesuaikan diri dengan standar keberlanjutan global seperti EUDR (European Union Deforestation Regulation) yang akan berlaku mulai 2026. Ia juga mendesak agar pemerintah menurunkan tarif PE dan BK, serta memperkuat kepastian hukum untuk iklim usaha yang sehat.

    “Solusinya? Tantangi Uni Eropa, wajibkan compliance, tapi juga bangun petani kita. Jangan lupa, kita perlu badan sawit nasional yang independen, bukan seperti Danantara yang dikangkangi,” ujar Darto.

    Ia menambahkan, pembenahan regulasi dan tata kelola sektor sawit di dalam negeri juga sangat mendesak. Terutama untuk menghindari korupsi dan mempercepat pengambilan keputusan strategis.

    “Kementerian-kementerian yang ngurus sawit kebanyakan tumpang tindih. Harus dirampingkan supaya lebih efektif. Ini penting untuk masa depan sawit Indonesia,” pungkasnya.

    (hsy/hsy)

  • Usul Pengusaha ke Pemerintah buat Hadapi Kebijakan Tarif Trump

    Usul Pengusaha ke Pemerintah buat Hadapi Kebijakan Tarif Trump

    Jakarta

    Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta pemerintah Indonesia tidak tinggal diam terhadap kebijakan tarif timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32% yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    “Pemerintah perlu segera mengambil langkah yang tepat untuk merespons kebijakan baru Trump agar tidak menimbulkan kekhawatiran, baik di kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas,” ujar Ketua Umum BPP Hipmi Akbar Himawan Buchari dalam keterangan tertulis, Jumat (4/4/2025).

    Ia memiliki sejumlah rekomendasi untuk pemerintah dalam merespons kebijakan tarif timbal balik Trump. Pertama, mendorong kesepakatan bilateral dengan AS. Tujuannya, untuk memastikan Indonesia bisa memperoleh akses pasar terbaik dan paling kompetitif.

    Kedua, meminta pemerintah untuk mempertimbangkan revisi biaya impor AS ke Indonesia. Menurut Akbar, hal ini penting dilakukan mengingat sempat menjadi sorotan Trump karena Indonesia membebankan traffic charge untuk komoditas impor dari AS 64%.

    Ketiga, pemerintah harus lebih gencar menstimulasi diversifikasi pasar tujuan ekspor. Dengan upaya ini, kegiatan ekspor bisa tetap berjalan, dan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Apabila hal itu berjalan mulus, maka kinerja ekspor nasional lebih maksimal dan lebih stabil. Sekalipun terdapat kebijakan yang lebih restriktif terhadap ekspor Indonesia di AS,” kata Akbar.

    Keempat, pemerintah perlu mendukung revitalisasi industri padat karya. Selain juga melakukan deregulasi agar produk-produk Indonesia lebih kompetitif dan dapat lebih bersaing di pasar ekspor.

    Akbar menyambut baik rencana Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang akan mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC. Harapannya, pertemuan itu berbuah manis bagi dunia usaha Indonesia.

    “Jika keempat rekomendasi itu dilakukan Pemerintah dan berhasil, saya rasa kinerja ekspor kita akan baik-baik saja. Sekarang tinggal bagaimana lobi-lobi yang dilakukan Pemerintah,” pungkasnya.

    (acd/acd)

  • Waka MPR Sebut Pentingnya Diplomasi Perdagangan untuk Respons Tarif Impor AS

    Waka MPR Sebut Pentingnya Diplomasi Perdagangan untuk Respons Tarif Impor AS

    Jakarta

    Indonesia masuk daftar negara yang dikenakan tarif impor baru oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan ini dipercaya akan mempengaruhi neraca ekspor Indonesia, mengingat AS merupakan pasar produk elektronik, tekstil, alas kaki, dan CPO.

    Merespons hal ini, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN Eddy Soeparno menekankan pentingnya penguatan diplomasi perdagangan atau trade diplomacy untuk mencegah dampak negatif bagi ekonomi Indonesia.

    “Kita harus proaktif dalam trade diplomacy untuk bernegosiasi dengan pemerintah AS sebagai bagian dari upaya menurunkan tarif. Jangan sampai industri dalam negeri kita terdampak lebih dalam lagi. Gugurnya sejumlah pabrik textile seperti Srtitex, produsen sepatu olah raga serta elektronik merupakan pil pahit yang harus kita cegah ke depannya. Oleh karena itu menjalin dialog perdagangan secara dini merupakan upaya untuk mendapatkan pengecualian tarif atas sejumlah produk ekspor andalan Indonesia,” kata Eddy dalam keterangan, Jumat (4/4/2025).

    Dia menegaskan pentingnya memperluas pasar ekspor sebagai salah satu pilar pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.

    “Di awal pemerintahan, Presiden Prabowo sudah bergerak cepat dengan bergabung dan menjadi anggota tetap BRICS. Sekarang saatnya memanfaatkan status sebagai Anggota Tetap BRICS untuk memperluas pasar ekspor ke negara-negara emerging economy,” tuturnya.

    Eddy menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh kehilangan momentum untuk terus menumbuhkan kegiatan ekspornya agar neraca perdagangan tetap stabil dan tidak terdampak oleh kebijakan proteksionisme dari negara tertentu.

    “Ke depan tentu kita tidak boleh bergantung pada satu negara tujuan ekspor dan harus memperluas pasarnya. Indonesia tidak boleh kehilangan momentum untuk menumbuhkan kegiatan ekspornya ke negara BRICS maupun negara Timur Tengah lainnya agar neraca ekspor kita tidak terpengaruh ke depannya,” jelas Eddy.

    Selain itu, Wakil Ketua Umum DPP PAN ini menegaskan bahwa kebijakan proteksionisme AS ini harus menjadi momentum bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing produk nasional.

    “Industri dalam negeri harus lebih inovatif dan efisien. Pemerintah perlu memberikan insentif bagi industri strategis agar kita bisa bersaing secara global, terlepas dari kebijakan negara lain,” jelasnya.

    Eddy yang pernah menjabat sebagai Direktur Investment Banking Merrill Lynch Asia Pacific ini menjelaskan investasi dan ekspor menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi kedepannya sehingga harus diperkuat.

    “Perlu akselerasi industrialisasi produk unggulan ekspor. Hambatan-hambatan struktural perlu segera dibenahi agar semakin banyak investasi masuk dan berorientasi ekspor. Indonesia harus bergegas menjadi basis produksi untuk ekspor,” tutupnya.

    (akn/ega)