Tarif Trump, Pemerintah Diminta Siapkan Stimulus untuk Pengusaha
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dunia
usaha
di Indonesia, baik yang besar maupun usaha mikro, kecil, dan menengah (
UMKM
) akan menjadi yang terdampak dari
tarif impor
yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Guru Besar di Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Bogor, Didin S. Damanhuri pun meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subianto segera melakukan evaluasi dampak jangka pendek, menengah, hingga panjang dari
tarif impor Trump
sebesar 32 persen untuk Indonesia.
“Pemerintahan Prabowo segera mengevaluasi dampak jangka pendek, menengah, dan panjang akibat tarif tinggi dari AS terhadap perekonomian seraya melakukan upaya kerjasama ekonomi ASEAN, OKI, BRICS Plus,” ujar Didin lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (5/4/2025).
Ia juga menyarankan
pemerintah
melakukan penyesuaian visi, misi, dan program dalam mengantisipasi kebijakan tarif impor Trump.
Termasuk menyiapkan stimulus kepada para pelaku usaha yang dipastikannya akan terdampak tarif impor Trump sebesar 32 persen tersebut.
“Hendaknya disiapkan shifting pendanaan besar-besaran dari program-program jangka menengah dan panjang untuk memberikan stimulus besar-besaran kepada para pelaku usaha untuk membangkitkan pasar dalam negeri, terutama kepada kalangan UMKM dan daerah-daerah,” ujar Didin.
Didin menjelaskan, dampak tarif impor Trump yang akan segera terasa adalah pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
Pelemahan nilai tukar rupiah akan langsung bersinggungan dengan dunia usaha yang berpotensi melahirkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Akan banyak perusahaan besar melakukan PHK besar-besaran, mengingat dalam usahanya terhadap unsur dolar AS. Sehingga bisa terancam mempailitkan dirinya/bangkrut dan dalam waktu dekat mereka kemungkinan memilih PHK sebagai upaya rasionalisasi korporasi,” ujar Didin.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR M. Hanif Dhakiri mengatakan bahwa kebijakan tarif impor Trump akan berdampak ke banyak hal di Indonesia. Salah satunya adalah industri padat karya.
Komoditas ekspor Indonesia seperti minyak nabati, garmen, dan tekstil dinilai Hanif akan disasar Amerika Serikat dalam penerapan kebijakan tarif impor tersebut.
Mantan Menteri Ketenagakerjaan itu meminta pemerintah melakukan antisipasi yang terarah, nyata, dan berpihak ke industri dalam negeri.
“Kalau tidak diantisipasi, dampaknya bisa meluas ekspor turun, PHK meningkat, inflasi naik, dan daya beli masyarakat tertekan,” ujar Hanif.
Dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), tarif bea masuk atau tarif Trump akan memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS.
Sebab selama ini produk ekspor utama Indonesia di pasar AS di antaranya adalah elektronik, tekstil, alas kaki, palm oil, karet, udang, dan produk-produk perikanan laut.
”
Pemerintah
Indonesia akan segera menghitung dampak pengenaan tarif AS terhadap sektor-sektor tersebut dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Pemerintah Indonesia juga akan mengambil langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak negatif terhadap perekonomian nasional Indonesia,” bunyi keterangan resmi Kemenlu yang diunggah di laman resminya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: ekspor
-

Kebijakan Tarif Trump Bisa Hambat Cloud hingga 5G Indonesia
Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Internet of Things Indonesia (Asioti) memandang kebijakan tarif timbal balik atau reciprocal tariff Presiden Amerika Serika Donald Trump berpotensi menghambat pembangunan infrastruktur digital nasional dan memperlambat percepatan transformasi digital Indonesia secara menyeluruh.
Dengan lebih dari 210 juta pengguna internet, Indonesia kini sangat bergantung pada jaringan konektivitas yang luas dan berkualitas.
Infrastruktur digital seperti jaringan 5G, FWA (Fixed Wireless Access), dan sistem komunikasi satelit memainkan peran vital dalam mendorong pemerataan ekonomi digital di seluruh wilayah, termasuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Kebijakan tarif tersebut berdampak langsung terhadap ketersediaan perangkat keras dan komponen teknologi yang mayoritas masih tergantung pada rantai pasok global, termasuk dari Amerika Serikat dan mitra yang terpengaruh.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan RI, Indonesia mengalami surplus perdagangan US$14,34 miliar pada Januari-Desember 2024. Pada 2024, mesin dan perlengkapan elektronik menjadi produk yang paling banyak diekspor dari Indonesia ke AS. Nilai ekspor produk mencapai US$4,18 miliar.
Ketua Umum Asioti, Teguh Prasetya, menyampaikan kebijakan proteksionis ini tidak hanya mempengaruhi pelaku industri, tetapi juga memperlambat pengembangan teknologi seperti IoT, Cloud Computing, Big Data, AI, hingga jaringan 5G yang menjadi tulang punggung transformasi digital Indonesia.
“Jika tidak diantisipasi, kita berisiko mengalami penurunan posisi dalam indeks broadband global yang saat ini sudah berada di bawah rata-rata negara Asean,” kata Teguh dalam keteranganya, Sabtu (5/4/2025).
Menurut data terakhir Speedtest Global Index, posisi Indonesia dalam Global Broadband Index untuk kecepatan internet mobile masih tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia.
Indonesia berada di peringkat 103 dengan kecepatan rerata 20,17 Mbps, jauh dibandingkan dengan Brunei di peringkat 16, Singapura peringkat 22, Malaysia peringkat 46, Vietnam peringkat 52, Thailand peringkat 54, Laos peringkat 68, Myanmar peringkat 75, dan Filipina serta Kamboja yang masing-masing di peringkat 80 dan 96 dunia.
Tanpa penguatan infrastruktur digital, Indonesia akan semakin sulit mengejar ketertinggalan dan mewujudkan visi sebagai kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Selain itu, tensi geopolitik antara AS dan China bakal mempersulit akses terhadap teknologi canggih dari kedua belah pihak. Padahal sebagian besar solusi digital dan IoT di Indonesia sangat bergantung pada produk dari dua negara tersebut.
“Hal ini menambah tantangan bagi Indonesia untuk menjaga kestabilan pembangunan teknologi nasional,” ucap Teguh.
Sehingga, Asioti tidak merekomendasikan penutupan impor dari Amerika Serikat sebagai solusi, mengingat pentingnya tetap menjaga akses terhadap teknologi global demi mendukung inovasi dan efisiensi nasional.
Sebaliknya, Asioti mendorong pendekatan strategis melalui, lokalisasi produksi teknologi kunci, diversifikasi mitra teknologi global, dan perlindungan terhadap proyek infrastruktur 5G dan satelit.
Serta, dukungan terhadap startup dan R&D teknologi nasional. Kemudian perlunya regulasi inklusif dan adaptif terhadap perkembangan digital.
“Kita harus melihat krisis ini sebagai momentum untuk membangun ketahanan digital nasional. Kemandirian bukan berarti isolasi, melainkan kemampuan untuk tetap terhubung dengan dunia sambil memperkuat fondasi teknologi kita sendiri,” tutur Teguh.
-

Medan tempur baru Prabowo: tarif Trump dan tekanan asimetris
Indonesia, yang selama ini mengambil posisi netral-aktif, kini menghadapi pertanyaan yang tidak lagi bisa dihindari: ‘bersama siapa kamu berdiri?’
Jakarta (ANTARA) – Dunia hari ini tidak lagi memberikan ruang bagi kenyamanan semu. Krisis demi krisis, dari pandemi global hingga perang tarif antarnegara besar, telah menjungkirbalikkan tatanan yang selama ini kita kenal.
Medan yang kita hadapi bukan lagi sekadar persoalan pembangunan atau pertumbuhan, melainkan palagan geopolitik yang kian brutal dan tanpa ampun. Dalam lanskap ini, ekonomi bukan lagi sekadar urusan angka atau pasar, melainkan bagian integral dari strategi pertahanan nasional.
Kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat, yang menjatuhkan beban 32 persen kepada ekspor Indonesia, memberi sinyal jelas bahwa dunia telah bergeser. Ekonomi menjadi instrumen tekanan, simbol pemihakan, dan alat dalam perebutan dominasi global.
Dalam konteks ini, ekonomi Indonesia tak bisa lagi hanya ditopang oleh hitungan neraca dan target makro. Ia harus dibangun sebagai sistem pertahanan, sebagai resiliensi strategis.
Tantangan Geopolitik dan Perang Ekonomi
Tarif tinggi ini adalah bagian dari strategi decoupling atau de-risking Amerika Serikat dari China, tapi dengan efek domino ke negara-negara lain yang dianggap terlalu dekat dengan orbit ekonomi Beijing. Indonesia, yang selama ini menjadi tujuan relokasi industri dari China, mulai dipersepsikan sebagai bagian dari “proksi dan rantai pasok China”. Akibatnya, kita ikut terkena imbas.
Kita juga sedang terlibat dalam perang ekonomi global. Tarif yang dulu digunakan untuk melindungi industri dalam negeri, kini menjadi alat untuk membatasi pertumbuhan negara-negara yang dianggap mengancam posisi AS.
Indonesia, dengan posisi bebas-aktifnya, justru terseret dalam tarik-menarik antara dua kekuatan besar. Bahkan negara-negara kecil seperti Kamboja dan Laos pun turut dikenai penalti.
Sebagai pemerhati isu strategis dan pertahanan, saya melihat bahwa kebijakan tarif ini merupakan bagian dari kompetisi kekuatan global yang tak lagi mengenal batas antara sipil dan militer. Ekonomi kini adalah front terdepan dari perang hibrida, perang tanpa peluru, namun berdampak langsung pada stabilitas dan kedaulatan negara. Kita tidak bisa lagi memisahkan perdagangan dari politik luar negeri, atau investasi dari orientasi keamanan nasional.
Lebih dari itu, kebijakan tarif semacam ini dapat digunakan sebagai alat bargaining atau bahkan tekanan untuk menentukan arah aliansi. Bukan tidak mungkin, dalam waktu dekat, negara-negara berkembang akan dihadapkan pada dilema geopolitik yang lebih tajam: apakah tetap berpegang pada prinsip non-blok, atau bersiap memilih blok kekuatan baru.
Respons strategis Indonesia
Era Prabowo dimulai di tengah perubahan lanskap global yang cepat dan penuh tekanan. Dunia bergerak dari multilateralisme menuju proteksionisme bersenjata.
Posisi Indonesia sebagai negara besar di Asia Tenggara menjadikannya medan rebutan pengaruh dua kekuatan utama dunia. Tapi terlalu lama kita hanya menjadi objek, bukan aktor.
Kini saatnya berubah. Sejak awal, pemerintahan Prabowo tidak hendak membiarkan ekonomi kita hanya menjadi penyangga pertumbuhan global. Sektor strategis hendak ditransformasi menjadi pilar ketahanan nasional: dari industri pertahanan, pangan, energi, hingga teknologi. Kebijakan ekonomi harus dijalankan tidak hanya untuk mengejar angka, tetapi untuk membangun daya tahan dan daya saing.
Tarif tinggi dari AS menjadi pengingat bahwa dalam kompetisi global, kekuatan ekonomi adalah cermin dari kekuatan negara. Maka, kebijakan ekonomi Indonesia ke depan harus didesain sebagai strategi geopolitik: bukan hanya untuk tumbuh, tapi untuk bertahan dan memimpin. Diplomasi perdagangan harus diperkuat, tak hanya untuk membuka pasar, tetapi untuk menegosiasikan posisi Indonesia secara strategis dalam rantai nilai global.
Prabowo tidak sedang bermaksud membangun ekonomi yang sekadar kompetitif secara pasar, melainkan ekonomi yang berdaulat secara strategis. Dari hilirisasi hingga digitalisasi, dari pertanian modern hingga penguatan industri pertahanan, semuanya adalah bagian dari sistem pertahanan nasional yang holistik. Visi ini memerlukan konsistensi, ketegasan birokrasi, dan dukungan kolektif dari seluruh elemen bangsa.
Data Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa ekspor nonmigas Indonesia ke AS dalam lima tahun terakhir mengalami fluktuasi, dari 18,62 miliar dolar AS pada 2020 hingga 26,31 miliar dolar AS pada 2024. Produk padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur kini terancam kehilangan daya saing akibat beban tarif yang tinggi.
Inilah ujian nyata atas kapasitas kita menjaga keberlanjutan sektor industri di tengah turbulensi global. Dan ini juga menjadi ujian bagi kemampuan negara melindungi dan memperkuat tulang punggung ekonominya sendiri.
Ekonomi sebagai sistem pertahanan nasional
Kemandirian ekonomi bukan lagi sekadar jargon pembangunan. Ia adalah inti dari statecraft, kemampuan negara untuk mengelola kekuatan nasional demi kepentingan strategis. Dalam doktrin geopolitik, ekonomi adalah barikade pertama. Negara yang tidak menguasai pangan, energi, dan industrinya sendiri, akan tumbang tanpa tembakan.
Langkah-langkah seperti hilirisasi industri strategis, pembangunan lumbung pangan, transisi energi, dan insentif industri nasional tidak boleh dipandang sebagai proyek sektoral semata. Mereka adalah bangunan awal dari benteng ketahanan nasional yang akan menentukan nasib Indonesia dalam puluhan tahun ke depan.
Presiden Prabowo sudah berpikir jauh ke depan untuk menjadikan ekonomi sebagai fondasi pertahanan nirmiliter yang menyatu dengan sistem keamanan nasional. Sinergi antara kementerian ekonomi, pertahanan, luar negeri, dan BUMN harus dipercepat, agar kebijakan tidak berjalan dalam silo dan fragmentasi. Di tengah dunia yang makin saling bergantung, justru ketergantungan yang tidak seimbang akan menjadi kerentanan baru.
Tantangan ini memang tidak bisa dijawab hanya dengan retorika. Dibutuhkan keberanian politik, strategi lintas sektor, dan konsistensi kebijakan yang menjadikan ekonomi sebagai instrumen pertahanan.
Nah, Presiden Prabowo memiliki modal visi dan legitimasi publik yang cukup untuk menyatukan pelaku industri, petani, buruh, teknokrat, dan militer dalam satu misi besar: membangun kemandirian strategis.
Tarif tinggi dari AS adalah tamparan, tapi juga peluang. Ia membangunkan kita dari mimpi panjang globalisasi tanpa kendali. Inilah waktunya menjadikan ekonomi sebagai palagan strategis: medan tempur, dan sekaligus medan penempaan kekuatan nasional.
Dalam konteks ini, kita perlu menyadari bahwa tarif bukan hanya instrumen perdagangan, tapi juga bagian dari ancaman asimetris yang kini menjadi wajah baru konflik antarnegara. Tidak ada kapal perang yang berlayar, tidak ada peluru yang ditembakkan, namun efeknya bisa melumpuhkan industri strategis, memicu PHK massal, hingga melemahkan posisi tawar politik sebuah negara.
Ini adalah bagian dari perang zona abu-abu (grey zone warfare), di mana instrumen ekonomi digunakan untuk melemahkan lawan tanpa deklarasi perang. Dan jika kita tidak waspada, tekanan semacam ini akan terus menjadi senjata ampuh untuk menguji dan menggoyahkan kedaulatan negara.
Saatnya berdiri bersama
Langkah Amerika menerapkan tarif tinggi terhadap produk Indonesia sebetulnya bukan sebuah strategic surprise bagi pemerintahan Prabowo. Gejalanya telah terlihat sejak lama, ketika Washington semakin agresif mendorong decoupling dari China dan memandang Indonesia sebagai bagian dari rantai pasok baru yang berpotensi memperkuat posisi Beijing secara tidak langsung.
Maka, kebijakan tarif pemerintahan Trump ini lebih tepat dibaca sebagai bentuk strategic pressure yang dirancang untuk menekan, menguji, dan menundukkan arah kebijakan ekonomi Indonesia.
Dalam situasi seperti ini, pilihan kita hanya dua: mempertegas arah strategis dengan memperkuat ketahanan ekonomi nasional dan konsolidasi politik luar negeri, atau menjadi bulan-bulanan tekanan dari berbagai kekuatan besar.
Maka sewajarnya jika Pemerintahan Prabowo menjadikan tekanan ini sebagai momen untuk menyatukan arah diplomasi dan membangun blok kekuatan sendiri, sembari tetap cermat menjaga keseimbangan.
Apalagi, arah kebijakan ekonomi dan diplomasi yang ditempuh Presiden Prabowo sejauh ini justru tampak relevan dalam menjawab tekanan semacam ini. Strategi hilirisasi, keterlibatan aktif Indonesia dalam forum-forum global seperti G20 di satu sisi, dan BRICS+ di sisi lain, serta langkah memperkuat kapasitas pembiayaan domestik melalui sumber daya dalam negeri, termasuk inisiatif pendanaan strategis seperti Danantara, adalah upaya membangun kemandirian yang mengurangi ketergantungan pada investasi asing.
Dengan fondasi seperti ini, ketika sinyal keras bahwa dunia sedang mengalami realignment –dan Indonesia didorong untuk menunjukkan secara jelas di mana berpijak karena langkah konkretnya justru dibaca sebagai posisi strategis yang cenderung tak netral bahkan ambigu– Indonesia justru tidak hanya sedang menyiapkan kemampuan untuk bertahan, tetapi juga untuk menciptakan ruang manuver lebih luas dalam menghadapi tekanan global yang terus meningkat.
Kebijakan tarif Trump ini pada dasarnya merupakan bentuk tekanan geopolitik. Melalui kebijakan ekonomi yang tampak teknokratis, Amerika Serikat sejatinya tengah menguji posisi negara-negara yang dianggap terlalu dekat dengan orbit kekuatan lain, terutama China.
Indonesia, yang selama ini mengambil posisi netral-aktif, kini menghadapi pertanyaan yang tidak lagi bisa dihindari: “bersama siapa kamu berdiri?”
Pertanyaan itu tidak hanya relevan di kancah internasional. Di dalam negeri pun, Presiden Prabowo layak untuk mengajukan pertanyaan yang sama kepada seluruh komponen bangsa: “bersama siapa kalian berdiri?”
Apakah kita bersedia berdiri bersama agenda kemandirian dan ketahanan nasional? Apakah kita siap membangun ekonomi yang tidak hanya tumbuh, tetapi juga tangguh dan berdaulat? Di tengah dunia yang semakin tidak pasti, hanya bangsa yang mampu menyatukan visi strategis dan keberanian politik yang akan bertahan dan menang.
Inilah saatnya kita menjadikan ekonomi bukan hanya sebagai alat pencapaian kemakmuran, tapi juga sebagai landasan ketahanan nasional yang sejati. Bukan hanya agar kita tidak dijatuhkan, tetapi agar kita mampu berdiri tegak dengan kepala terangkat dan harga diri sebagai bangsa merdeka.
*) Khairul Fahmi adalah Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)
Copyright © ANTARA 2025
-

Tarif 32% dari AS Dinilai Tak Adil, Indef Sebut Tak Jelas Hitungannya
Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai penerapan tarif resiprokal atau timbal balik dari AS terhadap Indonesia sebesar 32% tidak adil dan tidak jelas hitungannya.
Pasalnya, Indonesia hanya menerapkan rata-rata tarif Most Favored Nation (MFN)—tarif bea masuk yang berlaku umum bagi negara-negara anggota World Trade Organization (WTO)—sekitar 8% kepada AS. Artinya angka tersebut empat kali lipat dari tarif rata-rata.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyebutkan bahwa pada dasarnya Indonesia memang memberikan tarif impor yang lebih rendah ketimbang Indonesia ekspor ke Amerika, begitu negara lain.
“Tadi MFN-nya sekitar 8%—9% secara agregat. Artinya bahwa memang kalau kita lihat ketidakatilan tarif, itu memang terjadi di banyak komoditi. Tetapi tidak mungkin sampai tarif itu diberlakukan 32%,” ujarnya secara daring, dikutip pada Sabtu (5/4/2025).
Untuk diketahui pula, angka 32% muncul dari hitungan Presiden AS Donald Trump bahwa total tarif yang diberlakukan Indonesia terhadap AS sebesar 64%.
Angka tersebut semakin jauh dari rata-rata tarif MFN yang diberlakukan Indonesia untuk barang-barang yang dikirim ke AS.
Mengutip dari laman International Trade Administration (ITA), rata-rata tarif MFN yang diterapkan Indonesia adalah 8,1% pada tahun 2021.
Rata-rata tarif MFN yang diterapkan Indonesia adalah 8,7% untuk produk pertanian dan 8% untuk produk nonpertanian pada tahun 2021. Adapun rata-rata tarif ambang batas tertinggi yang ditetapkan WTO sebesar 37,3%.
Meski demikian, dalam laman ITA menyebutkan bahwa sebagian besar tarif Indonesia untuk barang-barang nonpertanian maksimal pada angka 35,5%, meskipun tarif melebihi 35,5% atau tetap tidak terikat untuk mobil, besi, baja, dan beberapa produk kimia. Di sektor pertanian, tarif lebih dari 1.300 produk memiliki batasan pada atau di atas 35,5%.
Tauhid melihat lebih lanjut bahwa Trump memperhitungkan sejumlah perjanjian dagang, kebijakan impor, hingga perlindungan intelektual yang diakumulasikan mencapai 64%.
“Mereka melihat bahwa kita melakukan subsidi tersembunyi yang kemudian dihitung dan dikalkulasikan posnya hampir 64%. Ini kemudian review mana yang sebenarnya bisa diklarifikasi,” lanjutnya.
Sebagaimana dilansir dari laman resmi Gedung Putih, Trump menyoroti penerapan kebijakan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, hingga kewajiban perusahaan SDA untuk memindahkan semua pendapatan ekspor mereka ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$250.000 atau lebih.
Selain itu, otoritas AS juga menganggap Indonesia tidak adil karena mengenakan tarif terhadap etanol sebesar 30%. Padahal AS hanya 2,5%.
-

Bos Buruh Cemas Ada Badai PHK Jilid II Efek Tarif Horor Trump ke RI
Jakarta, CNBC Indonesia – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) membeberkan bahwa ada kemungkinan badai pemutusan hak kerja (PHK) gelombang kedua di Indonesia terjadi imbas dari kebijakan tarif terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Trump mengenakan tarif 32% untuk produk ekspor asal Indonesia.
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal mengungkapkan bahwa perhitungan sementara asumsi potensi PHK gelombang kedua akan ‘menghantam’ hingga 50 ribu pekerja di Indonesia dalam kurun waktu 3 bulan setelah kebijakan baru Presiden AS Donald Trump berlaku.
“Dalam kalkulasi sementara saya ini bukan kepastian. Setelah mendengarkan fakta buruh, badai PHK gelombang kedua bisa tembus angka 50 ribu (orang) dalam 3 bulan pasca ditetapkannya tarif berjalan. Jadi sampai 3 bulan kedepan runtuh itu 50 ribu orang akan ter-PHK,” tegasnya dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (5/4/2025).
Adapun, Said menyebutkan terdapat berbagai industri yang beroperasi di dalam negeri berpotensi melakukan PHK yakni industri tekstil, garmen, sepatu, makanan dan minuman orientasi ekspor ke AS, minyak sawit, karet, dan sebagian kecil industri pertambangan dalam negeri juga akan terdampak.
Foto: Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. (YouTube/Bicaralah Buruh)
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. (YouTube/Bicaralah Buruh)“Saya ulangi, industri tekstil, garmen, sepatu, makanan minuman orientasi ekspor Amerika, kemudian industri sawit, industri karet, dan pertambangan yang dikirim ke Amerika,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Said meminta kepada pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah konkret dalam mengantisipasi terjadinya potensi badai PHK gelombang kedua di Indonesia terutama imbas dari kebijakan baru tarif dari AS. Dia menilai, hal-hal yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi hal itu belum bisa mengurangi kemungkinan jumlah pekerja yang akan di-PHK.
“Kebijakan pemerintah Indonesia yang belum jelas bagaimana antisipasi itu,” tambahnya.
Sarannya, lanjut Said, dia mengungkapkan sebaiknya pemerintah segera membentuk satuan tugas (satgas) PHK yang dinilai akan bisa setidaknya mengurangi jumlah pekerja yang di-PHK kedepannya.
“Saya sudah ketemu Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco tujuannya lebaran. Saya sarankan bentuk satgas PHK, (anggotanya) jangan hanya Menaker, nggak kuat Menaker (PHK) gelombang 1 saja kelabakan. Kami dari serikat buruh dia (Dasco) respons positif semoga satgas PHK ini bisa setidak-tidaknya (mengurangi PHK jadi) 30 ribu (orang). Kalau PHK dimana-mana, kami turun ke jalan jelas,” tandasnya.
(wur)
-
China Larang Ekspor Daging Unggas dan Sorgum dari Perusahaan AS
Jakarta, Beritasatu.com – Badan Umum Kepabeanan China (GAC) mengumumkan penghentian sementara impor daging unggas dari sejumlah perusahaan Amerika Serikat (AS) serta pencabutan izin ekspor beberapa perusahaan untuk memasok produk tertentu ke China.
Melansir Xinhua, Sabtu (5/4/2025), sejak Jumat (4/4/2025), perusahaan C&D (USA) Inc tidak lagi diizinkan mengekspor sorgum ke China. Selain itu, tiga perusahaan lainnya, yakni American Proteins, Inc, Mountaire Farms of Delaware, Inc, dan Darling Ingredients Inc, juga kehilangan hak ekspor mereka untuk produk tepung daging dan tulang unggas.
Keputusan ini diambil setelah pihak bea cukai China menemukan cemaran berbahaya pada produk impor dari AS, seperti kadar zearalenone dan jamur yang tinggi pada sorgum serta salmonella pada daging unggas dan tepung tulang.
GAC menegaskan bahwa, langkah China larang ekspor dari perusahaan AS ini dilakukan demi menjaga kesehatan masyarakat dan melindungi industri peternakan domestik.
Dalam pengumuman terpisah, GAC juga menghentikan sementara impor daging unggas dari dua perusahaan AS lainnya, yaitu Mountaire Farms of Delaware, Inc dan Coastal Processing, LLC, karena ditemukan kandungan furacillin, obat terlarang dalam produk pangan.
Menurut salah satu pejabat GAC, tindakan China larang ekspor komoditas dari perusahaan AS merupakan bagian dari upaya pencegahan risiko keamanan pangan, yang sepenuhnya sesuai dengan hukum domestik dan standar internasional yang berlaku.
-

6 Cara Sadap WhatsApp Jarak Jauh Tanpa Verifikasi, Terupdate April 2025
Bisnis.com, JAKARTA – Cek 6 cara sadap WhatsApp jarak jauh tanpa verifikasi terupdate April 2025 yang bisa Anda lakukan.
WhatsApp merupakan aplikasi perpesanan yang diluncurkan pada tahun 2009.
Hingga saat ini WhatsApp telah menjadi aplikasi pengirim pesan seluler yang paling banyak digunakan di dunia, dengan hampir tiga miliar pengguna.
Aplikasi yang satu ini masih sering digunakan untuk berkomunikasi jarak jauh dengan kawan dan kolega.
Perusahaan WhatsApp, Meta, sebenarnya sudah memastikan keamanan dan kerahasiaan percakapan di aplikasinya tersebut.
Akan tetapi, beberapa pengguna sering memiliki alternatif untuk bisa menyadap WhatsApp seseorang.
Pengguna WhatsApp biasanya akan menyadari bahwa akun mereka telah diretas setelah melihat salah satu dari sejumlah tanda peringatan.
Umumnya, ini adalah aktivitas aneh, seperti pesan dari kontak yang tidak dikenal, pesan yang belum dibaca ditandai sebagai sudah dibaca, atau munculnya kode verifikasi yang tidak diminta.
Nah buat Anda yang saat ini sedang mencari tahu bagaimana cara sadap WhatsApp dari jarak jauh tanpa perlu verifikasi, coba simak beberapa langkah di bawah ini.
1. Cara Sadap WhatsApp menggunakan Google
Buka aplikasi WhatsApp, kemudian masuk ke menu pengaturan.
Pilih menu “Chats”, klik opsi “Chat History”.
Masuk ke menu “Export Chat” dan pilih salah satu chat room.
Pilih alamat Gmail untuk mengirimkan hasil ekspor chat WhatsApp.
Sedangkan jika menggunakan GMaps, Andabisa memantau lokasi pemilik akun secara real-time.2. Sadap WhatsApp menggunakan WhatWeb Cloner
Unduh aplikasi WhatWeb Cloner dari Google Play Store atau toko aplikasi resmi lainnya.
Setelah mengunduh, buka aplikasi WhatWeb Cloner dan tekan tombol WhatWeb hingga QR Code muncul.
Buka aplikasi WhatsApp yang akan disadap di perangkat yang dituju. Kemudian, pada aplikasi WhatsApp, ketuk opsi titik tiga yang terletak di pojok kanan atas layar.
Setelah itu, pilih opsi ‘WhatsApp Web’ dan kemudian klik ‘Link a Device’. Gunakan ponsel Anda untuk memindai QR Code yang muncul di aplikasi WhatWeb Cloner.
Setelah proses pemindaian QR Code selesai, akun WhatsApp yang dituju akan terhubung ke ponsel Anda. Dengan demikian, Anda dapat memantau dan melihat pesan WhatsApp dari akun tersebut sesuai keinginan.3. Cara Sadap WhatsApp menggunakan Aplikasi Clonapp Messenger
Install aplikasi Cloneap Messenger
Buka aplikasi clonapp Messenger, klik ‘allow’ dan ‘next’ hingga QR Code muncul di layar ponsel.
Buka aplikasi WhatsApp tujuan, klik titik tiga di pojok kanan atas.
Klik menu ‘WhatsApp Web > Link a Device’, scan QR Code di Clonapp Messenger.
Terakhir, Anda bisa memantau aktivitas pasangan di WhatsApp mulai dari pesan singkat hingga video call.Cara Sadap WhatsApp Jarak Jauh Tanpa Verifikasi Lainnya…
/data/photo/2025/04/04/67efba8f6c952.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


