Topik: ekspor

  • Neraca Dagang Berpotensi Berbalik Defisit Imbas Kenaikan Tarif Trump

    Neraca Dagang Berpotensi Berbalik Defisit Imbas Kenaikan Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia yang tengah menikmati surplus selama 58 bulan terakhir terancam berbalik defisit usai kenaikan tarif bea masuk ke Amerika Serikat yang ditetapkan sebesar 32% mulai 9 April 2025. 

    Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyampaikan kondisi tersebut mungkin terjadi apabila Indonesia gagal negosiasi dengan AS terkait besaran tarif tersebut.  

    “Saya kira kalau dalam jangka waktu 6 bulan belum [berbalik defisit], tetapi setelah itu kalau nanti negosiasinya gagal, bisa jadi defisit,” ujarnya, dikutip pada Sabtu (5/4/2025). 

    Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 mencatat surplus US$3,12 miliar atau turun US$0,38 miliar secara bulanan. Dengan begitu, Indonesia mencatatkan surplus selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

    Tauhid lebih lanjut mencontohkan bahwa potensi itu sangat mungkin terjadi karena sejumlah komoditas yang sebelumnya dikenakan tarif rendah, harus menghadapi tarif 32%. 

    Sebagai contoh, tarif impor untuk alas kaki yang sebelumnya hanya sebesar 1,7%, dengan adanya tarif resiprokal ini akan mengerek tarifnya hingga 30 kali lipat. 

    Untuk diketahui, AS merupakan penyumbang surplus terbesar terhadap neraca perdagangan Indonesia. Dengan kata lain, AS lebih banyak melakukan impor dari Indonesia ketimbang ekspor. 

    Secara kumulatif atau periode Januari-Februari 2025, perdagangan Indonesia dengan AS menghasilkan surplus senilai US$3,14 miliar. 

    Utamanya, surplus berasal dari komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) yang surplus US$577 juta. Kemudian komoditas pakaian dan aksesorisnya (rajutan) (HS 61) dengan surplus US$433,3 juta serta alas kaki (HS 64) senilai US$407,7 juta. 

    Pangsa pasar ekspor Indonesia kepada AS pun tercatat sebesar 11,26%. Lebih rendah dari China yang sebesar 20,6%, Asean 21,71%, maupun negara lainnya yang mencakup 31,34%. 

    Sejalan dengan hal tersebut, Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro mengestimasikan rangkaian tarif ini dapat mengurangi surplus perdagangan Indonesia menuju kisaran US$700 juta hingga US$900 juta, dari posisi surplus terakhir pada Februari 2025. 

    “Hal ini dapat meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan tahun 2019 menjadi 0,9% dari PDB [batas atas dari kisaran target 0,5%-1,3% dari BI],” ujarnya dalam keterangan resmi. 

    Satria, sapaannya, turut mewaspadai langkah-langkah pembalasan yang dapat dilakukan oleh negara lain—terkini, baru China yang mengumumkan retaliasi. 

    Masalahnya, jika semakin banyak negara yang menerapkan tarif universal baru, hal ini akan mempengaruhi ekspor Indonesia secara langsung, atau secara tidak langsung melalui melemahnya permintaan global.

    Adapun, pemerintah dalam hal ini Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah melaksanakan Rapat Koordinasi Terbatas secara daring pada Kamis (3/4/2025), bersama sejumlah menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih. 

    Di mana pemerintahakan segera menghitung dampak pengenaan tarif AS terhadap sektor-sektor tersebut dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. 

    “Pemerintah Indonesia juga akan mengambil langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak negatif terhadap perekonomian nasional Indonesia,” ujar Airlangga. 

    Meski demikian, belum diketahui apa langkah yang akan diambil dalam menghadapi tarif 32% tersebut. 

  • Tarif Impor Trump Dituduh Merugikan Bisnis AS – Halaman all

    Tarif Impor Trump Dituduh Merugikan Bisnis AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perusahaan asal Florida, Simplified yang bergerak dalam produksi alat bisnis eceran, telah melayangkan gugatan terhadap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

    Gugatan ini mencuat sebagai reaksi terhadap kebijakan tarif impor yang dianggap merugikan bisnis mereka.

    Simplified, yang berkantor pusat di Pensacola, Florida, mengalami kerugian parah akibat kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Trump.

    Mengutip dari Politico, gugatan ini merupakan yang pertama diterima oleh Trump setelah pengumuman kebijakan tarif tertinggi.

    Dalam pengaduan yang diajukan ke pengadilan federal pada 4 April 2025, Simplified mengungkapkan bahwa mereka menghadapi pembengkakan kerugian, karena harus membayar lebih untuk produk-produk mentah yang diimpor dari Tiongkok.

    Kenapa Simplified Menggugat?

    Dalam gugatan tersebut, Simplified menuduh bahwa Trump secara tidak sah mengabaikan kewenangan Kongres dengan mengenakan tarif berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional tahun 1977.

    Mereka meminta agar hakim memblokir penerapan tarif dan membatalkan perubahan yang dilakukan Trump pada jadwal tarif AS.

    Salah satu poin penting dalam gugatan ini adalah bahwa tarif harus dikenakan dengan izin dari Kongres, dan harus berdasarkan undang-undang perdagangan yang memerlukan investigasi serta penemuan fakta yang mendetail. “Ia akan diberitahu untuk menyatakan keadaan darurat nasional berdasarkan beberapa masalah nasional yang sudah berlangsung lama,” demikian isi gugatan.

    Siapa Lagi yang Menggugat Trump?

    Tidak hanya Simplified, lembaga hukum terkemuka di AS, The New Civil Liberties Alliance (NCLA), juga melayangkan gugatan terhadap Trump.

    Gugatan ini merupakan respons terhadap kebijakan tarif resiprokal yang baru diumumkan.

    Menurut Andrew Morris, Penasihat Litigasi Senior NCLA, tindakan Trump untuk memberlakukan tarif pada barang-barang dari China melanggar konstitusi, merampas hak Kongres, dan mengganggu pemisahan kekuasaan yang dijamin oleh Konstitusi AS.

    Apa Tanggapan Dari Gedung Putih?

    Meskipun belum ada tanggapan resmi dari perwakilan Gedung Putih mengenai gugatan ini, Menteri Keamanan Dalam Negeri, Kristi Noem, yang juga menjadi tergugat, membela kebijakan tarif tersebut.

    Dia menegaskan bahwa kebijakan ini perlu diterapkan agar AS tidak bergantung pada rantai pasokan dari negara asing dan untuk menjauhkan industri AS dari praktik perdagangan ilegal.

    Apa Dampak Kebijakan Tarif Ini?

    Sebelum gugatan ini, Trump memperluas tarif impor terhadap produk Tiongkok hingga 34 persen pada semua barang yang diimpor.

    Dengan tambahan tarif baru ini, barang-barang asal Tiongkok di AS kini dikenakan bea masuk lebih dari 54 persen.

    Langkah ini dianggap sebagai eskalasi paling tajam dalam perang dagang antara AS dan China, yang dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi Tiongkok hingga 25 poin persentase dan memicu penurunan permintaan serta ekspor global.

    Sebagai bentuk balasan, Tiongkok telah mengeluarkan 11 perusahaan AS dari daftar entitas yang dapat dipercayai dan memberlakukan pembatasan ekspor terhadap 16 perusahaan AS.

    Mereka juga memberlakukan larangan ekspor terhadap tujuh jenis mineral tanah jarang seperti samarium dan gadolinium.

    Secara keseluruhan, gugatan ini mencerminkan ketegangan yang meningkat antara pengusaha AS, kebijakan tarif yang dikeluarkan oleh Trump, dan dampak ekonomi yang lebih luas dari perang dagang antara AS dan China.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Pengusaha Muda Buka-Bukaan Bahaya Tarif AS: Defisit Perdagangan hingga PHK Massal – Page 3

    Pengusaha Muda Buka-Bukaan Bahaya Tarif AS: Defisit Perdagangan hingga PHK Massal – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump telah menetapkan tarif resiprokal bagi sejumlah negara, termasuk Indonesia. Tarif tinggi yang ditetapkan dikhawatirkan mengancam industri Tanah Air.

    Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Anggawira menjelaskan penetapan tarif 32 persen buat barang Indonesia ke AS berdampak pada berbagai aspek.

    Mulai dari menekan volume ekspor Indonesia ke negeri Paman Sam, berdampak buruk ke defisit perdagangan Indonesia, hingga terganggunya lapangan pekerjaan.

    “Kita menghadapi ancaman nyata. Tarif tinggi ini bisa memukul ekspor kita ke AS, memperburuk defisit perdagangan, dan berimbas pada lapangan kerja,” kata Anggawira dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Sabtu (5/4/2025).

    “Jika pemerintah dan dunia usaha tidak cepat bertindak, dampaknya bisa lebih besar dari yang kita perkirakan,” imbuhnya.

    Anggawira meminta pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan mitigasi yang konkret. Salah satu prioritas utama adalah memperkuat cadangan devisa dengan optimalisasi Devisa Hasil Ekspor (DHE).

    Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya mengharuskan eksportir menyimpan dananya di dalam negeri, tetapi juga memberi insentif agar mereka mau melakukannya secara sukarela.

    “Kita tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan wajib tanpa insentif. Kalau kita ingin eksportir patuh, mereka juga harus melihat manfaat ekonominya,” tegasnya.

    Selain itu, dia menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor dengan mempercepat negosiasi dagang dengan Uni Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin. Dengan adanya ketidakpastian hubungan dagang dengan AS, mencari alternatif pasar ekspor menjadi langkah krusial agar Indonesia tidak bergantung pada satu negara.

    “Kita tidak bisa terus berharap pada satu pintu perdagangan saja. Dunia berubah, dan kita harus memastikan ekspor kita punya banyak jalur agar tetap bertahan,” katanya.

    Jaga Hubungan Perdagangan dengan AS

    Lebih lanjut, dia mendesak pemerintah untuk mengambil langkah diplomasi perdagangan yang lebih agresif dalam menjaga hubungan dagang dengan AS.

    Misalnya dengan memperkuat peran sektor swasta dan diaspora Indonesia di AS dalam upaya membuka jalur negosiasi yang lebih fleksibel.

    “Jangan hanya mengandalkan negosiasi formal antarnegara. Perusahaan swasta dan komunitas bisnis Indonesia di AS bisa menjadi jembatan penting dalam meredakan dampak kebijakan ini,” kata Anggawira.

     

  • Negara-Negara di Asia Berlomba Rayu Trump, Lobi Agar Pangkas Tarif Baru AS – Halaman all

    Negara-Negara di Asia Berlomba Rayu Trump, Lobi Agar Pangkas Tarif Baru AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Indonesia tengah mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bertandang ke Gedung Putih, usai Presiden AS Donald Trump menjatuhkan tarif impor tinggi sebesar 32 persen kepada barang-barang Indonesia.

    Hal tersebut diungkap langsung oleh Head of Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi.

    Dalam keterangan resminya ia menyampaikan bahwa pemerintah berupaya semaksimal mungkin soal menyikapi kebijakan pembaharuan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Trump.

    Sebagai respons awal, saat ini pemerintah sedang menghitung dampak dari penerapan tarif resiprokal (timbal balik) yang dikenakan pemerintah AS. 

    Pemerintah juga turut mengkaji penyederhanaan regulasi agar produk Indonesia bisa lebih kompetitif, serta memperluas mitra dagang Indonesia, mempercepat hilirisasi sumber daya alam, dan memperkuat resiliensi konsumsi dalam negeri. 

    Lebih lanjut untuk mengurangi dampak negatif bagi perekonomian Indonesia, pemerintah turut mengirimkan tim lobi ke Amerika Serikat untuk bernegosiasi dengan pemerintah US.

    “Pemerintah mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bernegosiasi dengan pemerintah US (United States),” kata Hasan Nasbi dalam keterangan tertulis pada Jumat (4/4/2025).

    Melalui cara ini pemerintah berharap agar kebijakan tarif Trump tidak berdampak banyak bagi ekspor Indonesia.

    Mengingat total ekspor Indonesia ke AS mencapai 2,35 miliar dolar pada periode Februari 2025.

    Mengutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah ekspor tersebut tercatat lebih tinggi jika dibanding Februari 2024 yang hanya dipatok 2,10 miliar dolar dan Januari 2025 sebesar 2,33 miliar dolar.

    India Hingga Vietnam Rayu Trump

    Tak hanya Indonesia, sejumlah negara di Asia Tenggara termasuk India yang terkena tarif baru Trump juga berupaya keras melobi AS agar memangkas kebijakannya.

    Kementerian Perdagangan dan Perindustrian India mengatakan dalam sebuah pernyataan pada bahwa mereka sedang melangsungkan penyelesaian cepat lewat Perjanjian Perdagangan Bilateral multi-sektoral yang saling menguntungkan dengan AS.

    Pembicaraan digelar pasca Trump memberlakukan tarif impor 26 persen kepada New Delhi.

    Meski Trump memberlakukan tarif impor 26 persen, namun Kementerian Perdagangan dan Perindustrian India menegaskan bahwa negaranya akan “tetap berhubungan” dengan AS terkait tarif terbaru Trump.

    Langkah serupa juga dilakukan pemerintah Vietnam, pasca Trump menghantam ekonomi Vietnam dengan tarif 46 persen pemimpin Vietnam mulai Gerak cepat, melobi Donald Trump untuk mengurangi tarif.

    Dikonfirmasi langsung oleh Presiden Trump, ia mengatakan bahwa Sekjen Partai Komunis Vietnam, To Lam baru saja melakukan panggilan telepon yang sangat produktif dengan dirinya pada Jumat (4/4/2025).

    Adapun panggilan telepon ini dilakukan Sekjen Partai Komunis Vietnam, To Lam untuk melobi Trump agar presiden AS itu mengurangi tarif impor. 

    Sebagai tawaran Vietnam siap memangkas tarif barang dari AS menjadi nol jika bisa mendapat kesepakatan yang bagus dengan AS.

    “Baru saja melakukan panggilan telepon yang sangat produktif dengan To Lam, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam, yang mengatakan kepada saya bahwa Vietnam ingin memangkas Tarif mereka hingga nol jika mereka dapat membuat kesepakatan dengan AS,” kata Trump di Truth Social, mengutip dari The Guardian.

    Trump tak menjelaskan secara rinci kesepakatan apa yang telah ia buat dengan pemerintah Vietnam, dalam cuitannya ia hanya menyampaikan terima kasih kepada To Lam. Dia mengaku menantikan pertemuan dengan To Lam.

    “Saya mengucapkan terima kasih kepadanya atas nama Negara kita, dan mengatakan saya menantikan pertemuan dalam waktu dekat,” ujarnya.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Tarif Timbal Balik Trump Diprediksi Akan Memicu Lonjakan Pengangguran di Indonesia – Halaman all

    Tarif Timbal Balik Trump Diprediksi Akan Memicu Lonjakan Pengangguran di Indonesia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemberlakuan tarif timbal balik impor sebesar 32 persen yang diterapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap Indonesia diprediksi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia, terutama sektor non-migas. 

    Beberapa sektor yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia ke AS akan terhantam, termasuk manufaktur, tekstil, perkebunan, pertanian, dan perikanan.

    Ekonom dari Universitas Kristen Atma Jaya Jakarta, Rosdiana Sijabat, mengatakan Amerika Serikat telah lama menjadi salah satu mitra dagang utama Indonesia, bersama dengan China dan India. 

    Sebelumnya, ekspor Indonesia ke AS didominasi oleh produk non-migas, yang berkontribusi sekitar 11 persen terhadap total ekspor Indonesia.

    Namun, dengan diberlakukannya tarif timbal balik, sektor-sektor tersebut akan mengalami tekanan berat.

    “Yang diberlakukan AS kepada Indonesia tentunya kita tahu bakal berdampak kepada perekonomian Indonesia. AS jadi mitra dagang utama Indonesia selain China dan India,” ujar Rosdiana kepada Tribunnews pada Sabtu (5/4/2025).

    Rosdiana mengungkapkan bahwa sektor-sektor yang paling terpengaruh antara lain industri manufaktur, industri padat karya seperti tekstil, serta sektor perkebunan, pertanian, dan perikanan. Bahkan, sebelum tarif ini diterapkan, Indonesia sudah kesulitan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen.

    “Sebelum ada pemberlakuan tarif timbal balik saja pertumbuhan ekonomi Indonesia saja susah mencapai target 5 persen. Apalagi, ini ada tarif timbal balik,” kata Rosdiana.

    Lebih lanjut, Rosdiana memprediksi bahwa lonjakan angka pengangguran akan menjadi salah satu dampak terbesar dari kebijakan ini.

    Banyak sektor industri yang bergantung pada ekspor, terutama manufaktur dan padat karya, berisiko mengalami penurunan tajam, yang pada gilirannya akan mempengaruhi lapangan kerja.

    “Angka pengangguran kita pasti bakal naik lagi. Kita tahu beberapa waktu lalu banyak pabrik tekstil tutup. Dan sekarang kondisinya makin tidak mudah dengan adanya tarif timbal balik,” kata Rosdiana.

     

  • Perang Intelijen AS Vs China: Amerika Larang Diplomatnya Berhubungan Intim dengan Warga Tiongkok – Halaman all

    Perang Intelijen AS Vs China: Amerika Larang Diplomatnya Berhubungan Intim dengan Warga Tiongkok – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Amerika Serikat (AS) telah memberlakukan kebijakan baru yang melarang diplomat, anggota keluarga mereka, dan kontraktor yang memiliki izin keamanan di Tiongkok untuk menjalin hubungan romantis atau seksual dengan warga negara tersebut.

    Kebijakan ini mulai berlaku pada Januari 2025 dan diterapkan oleh mantan Duta Besar AS, Nicholas Burns, untuk personel di Kedutaan Besar AS di Beijing serta konsulat-konsulat di Guangzhou, Shanghai, Shenyang, Wuhan, dan Hong Kong.

    Kebijakan ini muncul sebagai respons terhadap meningkatnya kekhawatiran mengenai spionase, terutama terkait dengan taktik yang dikenal sebagai “honey trap”.

    Ini adalah istilah untuk menggambarkan usaha intelijen Tiongkok dapat memanfaatkan hubungan pribadi untuk mengakses informasi sensitif.

    Kekhawatiran ini mencuat setelah laporan Axios pada tahun 2020 mengenai Fang Fang, seorang yang diduga operatif Tiongkok yang menjalin hubungan dengan politisi Amerika, termasuk mantan Anggota Kongres Eric Swalwell.

    Meskipun tidak ada bukti spionase yang dikonfirmasi, upaya penggalangan dana dan jaringan Fang menimbulkan alarm mengenai potensi taktik honey trap yang menargetkan tokoh politik yang sedang naik daun.

    Honeypot: Penipuan Melalui Rayuan

    Taktik perangkap madu, yang sering disebut operasi “honeypot” dalam lingkaran spionase dan intelijen, melibatkan penggunaan daya tarik romantis atau seksual untuk memanipulasi, mengkompromikan, atau mengekstrak informasi dari target.

    Strategi kuno ini mengeksploitasi kerentanan, hasrat, kesepian, atau kepercayaan manusia untuk mencapai tujuan mulai dari spionase hingga keuntungan pribadi. 

    Meskipun umumnya dikaitkan dengan badan intelijen, perangkap madu juga digunakan dalam spionase perusahaan, skema kriminal, dan konflik interpersonal.

    Perangkap Madu: Perangkap madu adalah bentuk rekayasa sosial di mana seorang operator, yang sering disebut sebagai “burung layang-layang” (perempuan) atau “gagak” (laki-laki) dalam terminologi spionase, menggunakan pesona, rayuan, atau janji romantis untuk menjerat target.

    Tujuannya biasanya untuk mengekstrak informasi sensitif, mengkompromikan reputasi target, atau memanipulasi tindakan mereka. 

    Taktik ini mengandalkan terciptanya hubungan emosional atau fisik yang mengaburkan penilaian target, sehingga mereka lebih mungkin membocorkan rahasia atau bertindak melawan kepentingan mereka. 

    Perangkap madu efektif karena memanfaatkan emosi manusia yang universal.

    Target mungkin menurunkan kewaspadaan mereka di hadapan seseorang yang mereka anggap menarik atau dapat dipercaya, terutama jika mereka merasa terisolasi atau diremehkan. 

    Operator sering menyesuaikan pendekatan mereka dengan kepribadian, preferensi, atau kerentanan target, sehingga penipuan menjadi sangat personal. 

    Personalisasi ini dapat membuat pengkhianatan menjadi lebih menghancurkan, karena target mungkin merasakan kehilangan dan pengkhianatan yang mendalam begitu mereka menyadari bahwa mereka telah dimanipulasi.

    Mekanisme Perangkap Madu: Perangkap madu yang berhasil memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cermat. 

    Teknologi telah memodernisasi perangkap madu, dengan operator menggunakan media sosial, aplikasi kencan, dan pesan terenkripsi untuk memikat target. 

    Perangkap madu daring dapat dilakukan dari jarak jauh, mengurangi kebutuhan akan pertemuan fisik sambil tetap menjaga anonimitas. 

    Proses ini biasanya melibatkan langkah-langkah berikut:-

    Pemilihan Target: Operator mengidentifikasi target dengan akses ke informasi atau pengaruh yang berharga. Ini bisa jadi pejabat pemerintah, eksekutif perusahaan, atau bahkan karyawan tingkat rendah dengan pengetahuan orang dalam.

    Profiling: Agen mengumpulkan informasi intelijen tentang kepribadian, kebiasaan, dan kelemahan target. Apakah mereka kesepian? Rentan terhadap sanjungan? Tertarik pada tipe orang tertentu? Informasi ini membentuk pendekatan.

    Kontak Awal: Agen merekayasa pertemuan yang tampaknya kebetulan, seperti pertemuan di acara sosial, konferensi, atau platform daring. Interaksi terasa alami untuk menghindari kecurigaan.

    Membangun Hubungan: Seiring waktu, agen membangun kepercayaan melalui minat yang sama, sanjungan, atau pendekatan romantis. Fase ini mungkin melibatkan beberapa pertemuan untuk memperdalam hubungan emosional.

    Eksploitasi: Setelah kepercayaan terbentuk, agen mengekstrak informasi, memanipulasi keputusan target, atau menciptakan situasi yang membahayakan (misalnya, merekam momen intim untuk pemerasan).

    Strategi Keluar: Agen melepaskan diri tanpa menimbulkan kecurigaan, sering kali membuat target tidak menyadari bahwa mereka dimanipulasi.

    Terbaru sejak era Perang Dingin

    Sebelumnya, personel AS diwajibkan melaporkan kontak intim dengan warga negara Tiongkok, dan beberapa lembaga telah memberlakukan batasan.

    Namun, larangan menyeluruh seperti ini belum pernah terlihat sejak kebijakan era Perang Dingin yang menargetkan warga negara Soviet dan Tiongkok.

    Versi terbatas dari aturan tersebut yang diperkenalkan pada musim panas lalu hanya melarang hubungan dengan warga negara Tiongkok yang bekerja sebagai staf pendukung di misi AS.

    Kebijakan baru ini memperluas larangan tersebut ke semua warga negara Tiongkok di Tiongkok, meskipun pengecualian dapat diminta untuk hubungan yang sudah ada sebelumnya.

    Jika permohonan pengecualian ditolak, individu harus mengakhiri hubungan tersebut atau meninggalkan pos mereka.

    Pelanggar dapat menghadapi pengusiran segera dari Tiongkok, yang dapat mengganggu operasi diplomatik dan memperburuk hubungan AS-Tiongkok.

    Kebijakan ini mencerminkan ketegangan yang lebih luas antara AS dan Tiongkok, dengan Washington mengutip risiko keamanan nasional, sementara beberapa kritikus berpendapat bahwa kebijakan ini melanggar kebebasan pribadi.

    Departemen Luar Negeri AS belum merinci penegakan kebijakan ini atau definisi tepat dari hubungan yang dilarang, yang memicu perdebatan tentang cakupan dan implikasinya.

    Larangan ini dapat memperburuk hubungan AS-Tiongkok dan mempersulit upaya diplomatik, terutama jika pejabat Tiongkok melihatnya sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan mereka.

    Kebijakan ini mencerminkan kekhawatiran yang mendalam tentang potensi penyalahgunaan hubungan pribadi dalam konteks spionase, yang telah menjadi alat yang digunakan dalam berbagai skenario, dari konflik internasional hingga skandal korporat.

    Perang Pengaruh AS Vs China di Asia Barat

    Dalam dekade terakhir, China telah memperkuat kehadirannya di kawasan Teluk Persia, menjadikannya mitra dagang utama, pengimpor energi, dan pengembang infrastruktur.

    Wilayah Asia Barat menjadi jembatan vital antara Asia dan Eropa, terutama dalam konteks Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI) yang bernilai triliunan dollar.

    Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping merupakan dua tokoh kunci dalam dinamika ini.

    Dalam dua bulan pertama masa jabatannya, Trump telah menandatangani sejumlah perintah eksekutif yang memprioritaskan industri domestik, menerapkan tarif pada berbagai impor asing, serta menghidupkan kembali doktrin “Amerika Pertama”.

    Dokumen rahasia yang bocor, Interim National Strategic Defense Guidance, menunjukkan bahwa AS mengadopsi sikap yang lebih hawkish terhadap China.

    Menurut Menteri Pertahanan Pete Hegseth, potensi konflik dengan China terkait Taiwan menjadi prioritas utama, sementara ancaman dari negara lain seperti Iran dan Rusia diakui, namun fokus utama tetap pada China.

    AS meningkatkan tekanan terhadap sekutunya untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan, terutama di Eropa, Asia Barat, dan Asia Timur.

    Kampanye maksimum tekanan terhadap Iran bertujuan untuk melemahkan Teheran dan mengganggu ekspor minyak Iran ke China, yang merupakan langkah strategis untuk mengurangi pengaruh Beijing di kawasan tersebut.

    Dr Naser al-Tamimi, seorang ekonom politik yang berbasis di Inggris, menyatakan bahwa Washington kemungkinan akan meningkatkan tekanan pada negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) untuk menjauh dari Beijing. “Mereka akan menggunakan alat transaksional yang tegas untuk mencapai ini,” ungkapnya.

    Meskipun AS berusaha untuk mempengaruhi negara-negara Teluk, monarki di kawasan tersebut telah terbukti cerdik dalam mengelola hubungan mereka.

    Pada tahun 2023, China menjadi mitra dagang utama bagi sebagian besar negara di Asia Barat dan Afrika Utara, dengan perdagangan antara China dan kawasan tersebut meningkat hampir dua kali lipat dari 262,5 miliar dollar AS pada 2017 menjadi lebih dari 507 miliar dollar AS pada 2022.

    Meskipun China memiliki pengaruh terbatas atas keputusan strategis Riyadh, Beijing diperkirakan akan menggunakan alat ekonomi untuk memitigasi dampak dari kesepakatan AS-Saudi yang dapat mengancam kepentingannya, terutama di bidang teknologi.

    Selain itu, China menunjukkan ketidakpuasan terhadap kerangka militer yang dipimpin AS, seperti NATO Arab-Israel, dan akan mencari alternatif kreatif untuk memperkuat perannya di kawasan tersebut.

    Dengan ketegangan yang terus meningkat antara AS dan China, masa depan hubungan internasional di Asia Barat akan menjadi semakin kompleks dan penuh tantangan.

  • Hitung-hitungan Indef, RI hanya Kenakan Tarif Impor Barang AS 8-9 Persen

    Hitung-hitungan Indef, RI hanya Kenakan Tarif Impor Barang AS 8-9 Persen

    JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menetapkan tarif bea masuk perdagangan resiprokal atau tarif impor untuk Indonesia sebesar 32 persen.

    Trump menetapkan tarif timbal balik impor sebesar 32 persen lantaran RI disebut telah membebankan tarif impor sebesar 64 persen untuk komoditas barang yang masuk dari AS.

    Akan tetapi, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Fadhil Hasan mengatakan, sebenarnya RI hanya mengenakan tarif impor barang dari AS sekitar 8-9 persen.

    “Nah, bagaimana mereka sampai kepada perhitungan yang seperti ini (64 persen)? Itu sebenarnya simpel, jadi mereka menghitung bahwa 64 persen tarif yang dikenakan Pemerintah Indonesia itu adalah jumlah defisit yang terjadi dalam perdagangan Indonesia dengan AS, sekitar 16,8 miliar dolar AS yang dibagi dari total impor Indonesia ke AS sekitar 28 miliar dolar AS,” ucap Fadhil dalam diskusi publik INDEF bertajuk “Waspada Genderang Perang Dagang” secara daring, Jumat, 4 April.

    Karenanya, kata Fadhil, dari hitungan tersebut, AS menilai tarif impor yang dikenakan Indonesia ke produk AS adalah sebesar 64 persen.

    Di sisi lain, lanjutnya, AS juga menyampaikan, hitungan tarif impor 64 persen oleh Indonesia termasuk dengan manipulasi nilai tukar dan non-tarif barrier (NTB).

    “Namun untuk menghitung NTB sangat sulit, sehingga perhitungan AS dengan tarif 64 persen sangat membingungkan,” ucap dia.

    Adapun Fadhil menyimpulkan, semakin besar surplus yang diperoleh negara tersebut, nantinya tarif timbal balik impor yang dikenakan oleh AS akan semakin tinggi.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip Jumat, 4 April, ekspor Indonesia ke AS mencapai 2,35 miliar dolar AS pada periode Februari 2025. 

    Nilai ekspor tersebut lebih tinggi jika dibanding Februari 2024 yang sebesar 2,10 miliar dolar AS dan Januari 2025 sebesar 2,33 miliar dolar AS.

    AS menjadi salah satu negara atau kawasan tujuan utama ekspor dengan porsi 11,26 persen. Posisi AS di atas India dengan porsi 7,93 persen. Namun, posisi AS masih di bawah China dengan porsi 20,60 persen.

    Selain itu, AS menjadi salah satu negara penyumbang surplus perdagangan terbesar RI. Pada Februari 2025, Indonesia mencatat surplus dari AS sebesar 1,57 miliar dolar AS.

    Adapun penyumbang surplus terbesar berasal dari mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) dengan nilai 291,1 juta dolar AS. Kemudian disusul oleh pakaian dan aksesorinya (rajutan) (HS 61) dengan nilai 215 juta dolar AS dan alas kaki (HS 64) dengan nilai mencapai 207,7 juta dolar AS.

  • Indonesia Perlu Klarifikasi Tuduhan Tarif AS untuk Cegah PHK Massal

    Indonesia Perlu Klarifikasi Tuduhan Tarif AS untuk Cegah PHK Massal

    Jakarta, Beritasatu.com – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menanggapi serius dampak negatif dari kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengancam akan memberlakukan tarif impor hingga 32% terhadap produk Indonesia.

    Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie mengatakan, imbas dari kebijakan ini bukan hanya pada perdagangan, tetapi juga ketenagakerjaan di dalam negeri.

    “Penurunan ekspor produk unggulan Indonesia ke AS seperti alas kaki, pakaian, dan elektronik tentu akan berdampak pada sektor tenaga kerja. Kita harus menghitung dampaknya secara cermat dan mencegah terjadinya PHK massal,” ujar Anindya dalam pernyataan resminya, Sabtu (5/4/2025).

    Ia mengimbau agar pemerintah bersama pelaku usaha menyusun strategi bersama untuk menjaga lapangan kerja, khususnya di sektor-sektor padat karya yang sangat bergantung pada pasar ekspor AS.

    Lebih lanjut, Anindya menanggapi tuduhan yang disampaikan Presiden Trump bahwa Indonesia menerapkan tarif impor hingga 64% terhadap produk-produk asal AS.

    Tuduhan ini, menurutnya, juga termuat dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis oleh US Trade Representative (USTR).

    “Dalam laporan itu, Indonesia disebut telah menaikkan tarif impor secara progresif dalam 10 tahun terakhir, terutama pada produk-produk yang bersaing langsung dengan barang buatan AS. Ini menjadi dasar pengenaan tarif oleh AS,” jelas Anindya.

    Namun, ia menilai bahwa tuduhan tersebut perlu diklarifikasi secara menyeluruh dan berbasis data.

    “Langkah Pemerintah Indonesia yang mulai mempersiapkan klarifikasi dan negosiasi dengan Pemerintah AS patut didukung. Perlu pembentukan tim khusus untuk merespons laporan NTE dan membahas tuduhan tarif ini secara teknis dan diplomatis,” tegasnya.

    Anindya juga menyatakan, Kadin Indonesia siap mendukung proses negosiasi dan berperan aktif dalam dialog dagang dengan mitra di AS. Ia menegaskan bahwa menjaga hubungan dagang yang sehat dan berkeadilan adalah kepentingan bersama.

    “Fokus kita saat ini adalah mencari solusi, bukan memperkeruh situasi. Ada banyak ruang dialog yang bisa dimanfaatkan untuk menjelaskan posisi Indonesia dan meredam eskalasi perdagangan,” pungkasnya terkait tarif baru AS.

  • Pengusaha AS Ngamuk, Layangkan Gugatan ke Trump Buntut Kebijakan Tarif Impor yang Bikin Rugi – Halaman all

    Pengusaha AS Ngamuk, Layangkan Gugatan ke Trump Buntut Kebijakan Tarif Impor yang Bikin Rugi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Produsen alat bisnis eceran ang menjual agenda kalender premium dan peralatan  kantoran asal Florida, Simplified melayangkan gugatan kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Mengutip dari Politico, gugatan hukum ini jadi kali pertama yang diterima Trump setelah ia memberlakukan kebijakan tarif tertinggi.

    Adapun gugatan tersebut dilayangkan usai Simplified yang berkantor pusat di Pensacola mengalami kerugian parah akibat kebijakan tarif impor yang diberlakukan Trump.

    Dalam pengaduan pengadilan federal yang diajukan pada Kamis (3/4/2025), Simplified mengatakan bahwa perusahaan mengalami pembengkakan kerugian.

    Ini lantaran perusahaan harus membayar ekstra produk-produk mentah yang mereka impor dari Tiongkok.

    Simplified menuduh bahwa presiden secara tidak benar mengabaikan Kongres dengan mengenakan tarif berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional tahun 1977.

    Alasan ini yang membuat Simplified melayangkan gugatan, meminta hakim untuk memblokir penerapan tarif dan membatalkan perubahan Trump pada jadwal tarif AS.

    Gugatan tersebut juga mendesak hakim agar presiden hanya dapat mengenakan tarif dengan izin Kongres dan berdasarkan undang-undang perdagangan yang rumit.

    “Undang-undang semacam itu memerlukan investigasi awal, temuan fakta terperinci, dan kesesuaian yang erat antara kewenangan undang-undang dan cakupan tarif,” demikian isi gugatan .

    “Ia akan diberitahu untuk menyatakan keadaan darurat nasional berdasarkan beberapa masalah nasional yang sudah berlangsung lama, kemudian mengenakan tarif yang konon atas nama keadaan darurat tersebut dengan demikian mengabaikan batasan rinci yang telah ditetapkan Kongres pada izin tarif yang telah diberikannya,” imbuh pengaduan tersebut.

    Lembaga Hukum AS Tuntut Trump

    Tak hanya pengusaha AS,  satu lembaga hukum paling berpengaruh di Amerika Serikat (AS), The New Civil Leberties Alliance (NCLA) juga turut menggugat Trump.

    Gugatan tersebut ditujukan sebagai protes atas kebijakan tarif resiprokal yang baru saja diumumkan Presiden Donald Trump.

    Menurut The New Civil Leberties Alliance, Trump secara ilegal memberlakukan tarif pada barang-barang China.

    Akibatnya beberapa perusahaan AS yang mengandalkan impor barang dari China harus mengalami kerugian parah imbas tarif yang dinilai sebagai tindakan inkonstitusional itu.

    “Dengan meminta kekuatan darurat untuk mengenakan tarif menyeluruh pada impor dari China yang tidak diizinkan oleh undang-undang, Presiden Trump telah menyalahgunakan kekuasaan itu.” kata Penasihat Litigasi Senior NCLA Andrew Morris dalam sebuah pernyataan soal gugatan tersebut.

    “ia merebut hak kongres untuk mengendalikan tarif, dan mengganggu pemisahan kekuasaan Konstitusi,” imbuhnya.

    Perwakilan Gedung Putih tidak segera menanggapi email yang meminta komentar.

    Namun Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem yang juga turut sebagai tergugat bersama dengan lembaganya, membela kebijakan tarif Trump.

    Menurutnya kebijakan itu perlu diberlakukan agar AS tidak bergantung pada rantai pasokan.

    Selain itu langkah ini dinilai dapat menjauhkan industri AS dari sasaran praktik perdagangan ilegal.

    “Sudah terlalu lama, Amerika menjadi sasaran praktik perdagangan tidak adil yang membuat rantai pasokan kita bergantung pada musuh asing, menggerogoti basis industri kita, dan merugikan pekerja Amerika,” katanya.

    Perang Dagang China VS AS

    Sebelum gugatan dilayangkan, pada 4 April kemarin Presiden AS Donald Trump memperluas tarif impor terhadap produk Tiongkok dengan besaran 34 persen pada semua barang China yang diimpor ke AS.

    Sejak menjabat kembali sebagai presiden, Trump telah mengenakan dua tahap bea masuk tambahan sebesar 10 persen pada semua impor China.

    Jika ditambahkan dengan tarif yang sudah ada sebelumnya, hal ini berarti barang-barang China yang tiba di AS akan secara efektif dikenakan bea masuk lebih dari 54 persen.

    Langkah ini disebut sebagai eskalasi paling tajam dari Tiongkok sepanjang perang dagang kedua negara.

    Lantaran tarif baru ini dapat memangkas hingga 2,5 poin persentase dari pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini, memicu penurunan permintaan, perlambatan global, dan penurunan ekspor ulang.

    Sebagai bagian dari kebijakan balasan ini, Tiongkok secara mengejutkan memasukkan 11 perusahaan AS ke dalam daftar entitas tidak dapat dipercaya.

    Termasuk diantaranya produsen drone dan perusahaan teknologi strategis.

    Tak sampai disitu Beijing turut memberlakukan pembatasan ekspor terhadap 16 perusahaan asal AS dan larangan ekspor tujuh jenis mineral tanah jarang seperti samarium dan gadolinium.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Tarif 32 Persen AS Bisa Ganggu Surplus Perdagangan Indonesia

    Tarif 32 Persen AS Bisa Ganggu Surplus Perdagangan Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkap kekhawatiran atas langkah Amerika Serikat (AS) untuk mengenakan tarif impor sebesar 32% terhadap produk Indonesia.

    Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Novyan Bakrie mengatakan, kebijakan ini berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap neraca pembayaran nasional, khususnya dalam aspek neraca perdagangan dan arus investasi asing.

    “AS merupakan salah satu mitra dagang paling strategis bagi Indonesia, sekaligus penyumbang valuta asing terbesar. Pada 2024 saja, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar US$ 16,8 miliar dengan AS. Ini angka yang sangat besar,” ujar Anindya dalam keterangan resminya, Sabtu (5/4/2025).

    Ia menjelaskan, hampir seluruh ekspor utama Indonesia ke AS mengalami peningkatan tahun lalu, terutama dari sektor manufaktur. Produk seperti peralatan listrik, alas kaki, dan pakaian mendominasi pengiriman ke pasar Negeri Paman Sam dan bukan barang mentah.

    Selama ini, tarif impor yang dikenakan AS terhadap produk Indonesia berkisar sekitar 10%. Bahkan, beberapa produk konsumsi dikenakan bea masuk nol persen karena fasilitas preferensi dalam skema Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan AS kepada negara berkembang, termasuk Indonesia.

    Namun, jika tarif 32% dari AS benar-benar diterapkan, menurut Anindya, keunggulan kompetitif Indonesia bisa terkikis. Untuk itu, ia mendorong pemerintah segera menyiapkan langkah antisipatif guna menjaga stabilitas perdagangan.

    “Kita perlu merancang strategi lanjutan, termasuk menyusun ulang pendekatan free trade agreement (FTA) secara lebih selektif. Fokus bisa diarahkan pada satu jenis industri secara vertikal, dari hulu hingga hilir, agar nilai tambah lebih terasa,” tegasnya.

    Selain itu, Indonesia dinilai perlu segera membuka dan memperluas akses ke pasar nontradisional, seperti Asia Tengah, Turki, Afrika, dan Amerika Latin.

    Menurut Anindya, potensi ekspansi ke kawasan ini cukup besar dan dapat menjadi penopang baru bagi ekspor nasional.

    “Perdagangan di ASEAN pun masih perlu diperkuat sebagai cadangan pertumbuhan kawasan,” tambahnya.

    Meski tensi dagang meningkat, Anindya menilai masih terbuka ruang untuk mempertahankan hubungan baik dengan AS.

    “AS tetap membutuhkan pasar untuk produk unggulan mereka, seperti pesawat, peralatan pertahanan, dan LNG. Ini bisa menjadi bahan negosiasi bagi kita dengan menawarkan produk ekspor unggulan Indonesia,” katanya.

    Ia juga menyoroti peluang kerja sama yang bisa dimanfaatkan lewat Inflation Reduction Act (IRA) yang diberlakukan oleh AS. UU ini membuka peluang bagi Indonesia untuk memasok produk olahan mineral, seperti nikel, selama pengolahannya memenuhi standar lingkungan dan ketenagakerjaan yang ditetapkan.

    “AS bisa memberikan subsidi bagi impor produk olahan nikel dan mineral lainnya dari Indonesia. Ini dimungkinkan melalui skema Critical Minerals Agreements, dan bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah dalam ekspor ke depan,” tutup Anindya terkait tarif baru AS untuk Indonesia.