Topik: ekspor

  • Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Desember 2025

    Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO Nasional 3 Desember 2025

    Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan Hakim nonaktif Djuyamto akan menghadapi sidang putusan untuk kasus dugaan suap penanganan perkara terkait pemberian vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi
    crude palm oil
    (CPO), pada Rabu (3/12/2025).
    Panitera muda perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, dan dua hakim lainnya, Agam Syarif Baharudin serta Ali Muhtarom, juga akan mendengarkan pembacaan vonis pada sidang yang sama.
    “Jadwal sidang untuk Rabu (3/12/2025) yaitu perkara migor (minyak goreng) dengan agenda sidang pembacaan putusan untuk terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan,” ujar Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto, saat dikonfirmasi, pada Selasa (2/12/2025).
    Dalam sidang tanggal Rabu (29/10/2025), Jaksa Penuntut Umum telah menuntut kelima terdakwa ini dengan mempertimbangkan peran dan tanggung jawab mereka pada kasus ini.
    Muhammad Arif Nuryanta, yang dulu pernah menjabat Wakil Ketua PN Jakpus, dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
    Tuntutan untuk Arif menjadi yang paling berat karena ia dinilai punya peran sentral.
    Mulai dari menawar angka suap kepada pihak pemberi, yaitu pengacara korporasi CPO, Ariyanto Bakri, hingga mempengaruhi dan membagikan uang suap kepada Djuyamto, Agam, serta Ali.
    Arif sendiri diduga menerima uang suap senilai Rp 15,7 miliar.
    Untuk itu, jaksa menuntutnya untuk membayar uang pengganti sesuai angka yang diterima.
    Jika denda uang pengganti ini tidak dibayarkan, jaksa menuntut agar Arif dikenakan pidana tambahan 5 tahun penjara.
    Kemudian, Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.
    Ia diyakini telah menjembatani pihak korporasi dengan pihak pengadilan.
    Wahyu diketahui lebih dahulu mengenal Ariyanto sebelum kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO bergulir.
    Kemudian, saat kasus ini masuk ke PN Jakpus, Wahyu diminta Ariyanto untuk menghubungkan ke petinggi di pengadilan.
    Kebetulan, Wahyu juga mengenal dan cukup dekat dengan Muhammad Arif Nuryanta.
    Wahyu pun mempertemukan Ariyanto dan Arif Nuryanta sehingga proses suap terjadi.
    Ia ikut menerima uang suap senilai Rp 2,4 miliar.
    Jaksa menuntut uang ini dikembalikan ke negara atau Wahyu diancam pidana tambahan kurungan 6 tahun penjara.
    Adapun, majelis hakim yang mengadili perkara CPO, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
    Mereka juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai jumlah suap yang diterimanya.
    Djuyamto selaku ketua majelis hakim dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara.
    Sementara, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara.
    Jika dijumlahkan, kelima terdakwa menerima uang suap senilai Rp 40 miliar untuk memberikan vonis lepas kepada Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
    Tindakan mereka ini diyakini telah melanggar Pasal 6 Ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Dalam pleidoi hingga duplik, kelima terdakwa secara bergantian mengakui kesalahan dengan cara masing-masing.
    Misalnya, Arif Nuryanta yang terang-terangan mengaku bersalah dan menyesal telah menerima suap.
    “Saya sadar bahwa apa yang saya lakukan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Dan, saya mengaku bersalah dan sangat menyesal,” ujar Arif, saat membacakan pleidoi pribadinya dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).
    Ia terus meminta maaf karena telah mencoreng nama baik Mahkamah Agung dan citra penegak hukum yang seharusnya menjaga keadilan.
    Sementara, Ali Muhtarom justru menyatakan dirinya sudah ikhlas menerima apapun hukuman yang akan dijatuhkan padanya.
    “Terhadap ujian atau cobaan ini, saya menerimanya dengan ikhlas. Saya mohon maaf ke Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, masyarakat Indonesia, dan keluarga saya terkait dengan peristiwa ini,” ujar Ali, dalam sidang.
    Sama seperti Arif, Ali juga sempat meminta maaf kepada lembaga yang menaunginya.
    Pernyataan serupa juga disampaikan oleh tiga terdakwa lainnya sembari meminta agar majelis hakim yang akan mengadili mereka, Effendi, Adek Nurhadi, dan Andi Saputra, untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
    Wahyu, terdakwa paling muda dalam kasus ini, meminta agar Effendi dkk bisa berbelas kasihan padanya.
    Ia menyinggung anak-anaknya yang masih kecil dan butuh sosok ayah dalam tumbuh kembang mereka.
    “Kiranya yang mulia dapat menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya kepada saya agar saya dapat memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, menata kembali kehidupan, dan membesarkan anak-anak saya dengan baik,” ucap Wahyu, dengan suara bergetar dalam sidang pembacaan pleidoi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketika Hutan Hilang Jadi Kebun Sawit, Krisis Iklim Makin Ekstrem

    Ketika Hutan Hilang Jadi Kebun Sawit, Krisis Iklim Makin Ekstrem

    Jakarta

    Meskipun banyak penelitian telah menunjukkan hilangnya keanekaragaman hayati ketika hutan hujan dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, studi University of Massachusetts of Amherst adalah yang pertama menunjukkan gangguan yang luas terhadap daerah aliran sungai (DAS) tempat perkebunan tersebut berada.

    Untuk diketahui, minyak sawit adalah minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di Bumi. Mulai dari makanan olahan seperti margarin, biskuit, dan cokelat, hingga produk perawatan pribadi seperti sabun, sampo, dan kosmetik, mengandung bahan ini. Selain itu, minyak sawit juga digunakan dalam industri lain seperti pakan ternak dan biodiesel sebagai sumber energi.

    Dalam perkembangannya, kebutuhan minyak sawit menjadi pendorong utama deforestasi karena ekspansi perkebunan sering kali dilakukan dengan membuka lahan hutan, yang telah menyebabkan hilangnya sebagian besar hutan primer di Indonesia dan berkontribusi terhadap perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, hingga bencana banjir bandang dan longsor seperti yang terjadi di Sumatra akhir November 2025.

    Dalam penelitian yang diterbitkan dalam Science of the Total Environment pada 2024 ini, penulis utama Briantama Asmara, yang menyelesaikan penelitian ini sebagai bagian dari studi pascasarjananya di UMass Amherst, dan penulis senior Timothy Randhir, profesor konservasi lingkungan di UMass Amherst, berfokus pada Daerah Aliran Sungai Kais di Papua Barat, bagian barat Pulau Nugini, dengan luas lebih dari 1.600 kilometer persegi.

    Sekitar seperempat DAS tersebut telah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Daerah aliran sungai ini juga merupakan salah satu rumah tertua yang dihuni oleh berbagai kelompok masyarakat adat Papua.

    “Daerah aliran Sungai Kais, seperti banyak tempat perkebunan kelapa sawit berada, sangat terpencil dan belum diteliti dengan baik,” kata Randhir seperti dikutip dari Science Daily.

    “Meskipun perusahaan kelapa sawit memiliki banyak data tentang pestisida yang mereka gunakan, waktu irigasi, masalah limpasan, dan lain-lain, informasi tersebut tidak sampai ke masyarakat di hilir. Saya melakukan penelitian ini karena saya ingin mendapatkan data yang lebih baik dan tersedia untuk umum bagi masyarakat yang kehidupannya paling terdampak,” Asmara menambahkan.

    Asmara dan Randhir mengandalkan versi canggih dari model DAS yang dikenal sebagai Soil and Water Assessment Tool (SWAT+) yang mengkaji bagaimana hidrologi suatu wilayah merespons berbagai skenario penggunaan lahan. Mereka kemudian memasukkan data model tersebut mengenai tutupan lahan, tanah, elevasi, jaringan sungai, dan data iklim DAS Kais.

    Tim memodelkan tiga skenario berbeda. Pertama, baseline historis menggunakan data tutupan lahan dari tahun 2010-2015. Kedua, skenario yang diubah, yang merepresentasikan lanskap kontemporer dengan perkebunan kelapa sawit yang luas pada 2015-2021. Ketiga, skenario masa depan yang diramalkan dari 2024 hingga 2034, dengan asumsi laju ekspansi perkebunan yang stabil dan mencakup data perubahan iklim 10 tahun ke depan.

    Temuan mereka menunjukkan bahwa transisi dari hutan hujan tropis ke perkebunan kelapa sawit modern telah meningkatkan curah hujan, limpasan, dan kelembapan tanah. Kualitas air memburuk secara drastis sejak perkebunan dimulai, dengan sedimentasi meningkat sebesar 16,9%, nitrogen sebesar 78,1%, dan fosfor sebesar 144%.

    Meskipun dampak terburuk pada kualitas air akan sedikit berkurang menurut skenario masa depan tim peneliti, total tonase fosfor yang dibawa oleh DAS akan berkurang dari 2.418 ton menjadi 2.233,7 ton, kualitas air akan tetap jauh lebih buruk, dan akan ada lebih banyak limpasan daripada sebelum hutan hujan diubah menjadi perkebunan kelapa sawit.

    Mengubah Iklim Signifikan

    Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. Erma Yulihastin pernah menyebutkan bahwa perubahan hutan menjadi kebun kelapa sawit dapat memperburuk perubahan iklim, khususnya iklim lokal.

    Pernyataan ini ia sampaikan awal tahun ini, merespons rencana perluasan perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan ekspor minyak kelapa sawit yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

    “Hutan jadi kebun kelapa sawit dapat mengubah iklim mikro secara signifikan. Riset di Borneo ini menunjukkan suhu udara di kebun kelapa sawit naik jadi +6, 5°C lebih tinggi dibandingkan suhu udara di hutan. Jelas ini memperparah perubahan iklim!,” tulisnya di akun X.

    Dalam postingan itu, Erma menyertakan riset berjudul ‘The relationship between leaf area index and microclimate in tropical forest and oil palm plantation: Forest disturbance drives changes in microclimate’. Studi tersebut memonitor lokasi-lokasi di Borneo. Hasilnya, ditemukan bahwa suhu di kebun kelapa sawit meningkat hingga 6,5°C dibandingkan dengan hutan primer, sementara hutan sekunder mengalami kenaikan suhu sebesar 2,5°C.

    “Tak hanya suhu udara dan suhu tanah yang berubah memanas, tapi ada lima variabel iklim lainnya yang juga berubah. Dan perubahan iklim lokal ini terjadi pada siklus diurnal atau dalam 24 jam yang sudah pasti memengaruhi cuaca harian,” jelasnya.

    (rns/rns)

  • Pengusaha Sebut Aturan Baru Kawasan Berikat Bisa Jadi Mainan Mafia Impor

    Pengusaha Sebut Aturan Baru Kawasan Berikat Bisa Jadi Mainan Mafia Impor

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) tengah mengkhawatirkan munculnya permainan mafia kuota impor dengan pemberlakuan aturan baru kawasan berikat yang tidak transparan. 

    Sekjen APSyFI Farhan Aqil mengatakan, pihaknya memahami tujuan pemerintah untuk mengembalikan tujuan awal fasilitas kawasan berikat untuk produksi industri berorientasi ekspor. 

    Dalam rencana Kementerian Keuangan, kuota penjualan domestik dari kawasan berikat akan dipangkas menjadi 25% dari sebelumnya 50%. Sebelumnya, pemberian kuota penjualan domestik dilakukan lantaran permintaan global yang lesu. 

    “Iya, memang terlihat ada dorongan ekspor dengan mengurangi porsi dari 50% ke 25%, tapi di balik itu dikasih opsi sampai 100% asal dapat rekomendasi dari Kemenperin,” kata Farhan kepada Bisnis, dikutip Selasa (2/11/2025). 

    Pelaku usaha mengaku khawatir dengan aturan memberikan 100% kuota penjualan domestik atas rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Menurut APSyFI, aturan tersebut justru akan menjadi polemik baru. 

    Sebab, perizinan penjualan kawasan berikat ke pasar domestik sebesar 100% dengan menggunakan rekomendasi dari Kemenperin dapat memunculkan mafia kuota impor. 

    “Yang kami soroti justru rekomendasi Kemenperin ini yang menjadi sumber masalah utama karena ketidakbersediaan Kemenperin untuk transparansi maka kuota impornya terus berlebih,” jelas Farhan. 

    Dengan adanya tambahan wewenang Kemenperin untuk memberikan rekomendasi kuota domestik untuk pengusaha kawasan berikat, maka barang yang masuk ke pasar domestik menjadi tidak terkontrol dan akan mengakibatkan produsen lokal terus tertekan.

    “Nah, dengan sistem yang tidak transparan ini jadi mainan mafia kuota,” ujarnya. 

    Kendati demikian, Ketua Umum Asosiasi Garmen dan Textile (AGTI) Anne Patricia Sutanto mengatakan, pihaknya tak mempermasalahkan pemangkasan kuota penjualan domestik kawasan berikat menjadi 25%. 

    “Kan tetap bisa dengan dasar untuk substitusi impor,” ungkapnya, dihubungi terpisah. 

    Terlebih, AGTI menilai industri tekstil dan produk tekstil (TPT) telah pulih dengan ekspor mencapai US$8,07 miliar hingga Agustus 2025, dengan pertumbuhan industri TPT mencapai 5,92% pada triwulan III/2025. 

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan kuota penjualan ke pasar domestik bagi industri di kawasan berikat dari 50% menjadi 25% mutlak dilakukan demi menjaga persaingan usaha yang sehat, meski pengusaha minta kelonggaran. 

    Purbaya menjelaskan bahwa desain awal kawasan berikat sejatinya adalah berorientasi ekspor. Kelonggaran kuota pasar domestik hingga 50% yang sempat berlaku sebelumnya merupakan kebijakan pengecualian atau diskresi akibat ambruknya permintaan global saat pandemi Covid-19.

    Bendahara negara itu menyoroti adanya ketimpangan apabila fasilitas ini tidak diketatkan. Industri di kawasan berikat memiliki keunggulan economies of scale (skala ekonomi) karena kemudahan impor bahan baku dalam volume besar.

    Menurutnya, jika produk dari kawasan berikat membanjiri pasar dalam negeri tanpa pembatasan ketat maka industri domestik non-fasilitas akan tergerus karena kalah bersaing dari sisi struktur biaya. 

    “Biar bagaimanapun, kawasan berikat bisa impor banyak di sana, yang domestik pasti ada kerugian di situ. Jadi kami kembalikan ke desain semula saja,” tegasnya, beberapa waktu lalu. 

  • Ekspor Batu Bara Lesu, Pemerintah Perlu Diversifikasi Pasar

    Ekspor Batu Bara Lesu, Pemerintah Perlu Diversifikasi Pasar

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat mengingatkan pemerintah melakukan diversifikasi pasar batu bara di tengah lesunya kinerja ekspor sang emas hitam.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor batu bara mencapai US$20,09 miliar pada Januari-Oktober 2025. Realisasi itu turun 20,25% year-on-year/yoy dibandingkan periode sama tahun lalu, yakni US$25,19 miliar.

    Sementara itu, volumenya juga menurun 4,10% dari sebelumnya 334,19 juta ton menjadi 320,47 juta ton. Adapun, pangsa untuk komoditas ini adalah 9% dari total ekspor nonmigas.

    Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menilai, di tengah lesunya kinerja ekspor, pemerintah perlu melakukan diversifikasi atau mencari alternatif negara-negara pasar ekspor yang potensial. Di samping itu, pemerintah juga perlu mendorong hilirisasi batu bara.

    “Yang perlu dilakukan, diversifikasi atau mencari alternatif negara-negara pasar ekspor yang potensial serta percepatan hilirisasi batu bara dengan mendorong pengembangan batu bara menjadi bentuk energi lain atau produk lain,” tutur Bisman kepada Bisnis, Selasa (2/12/2025).

    Dia juga mengingatkan pemerintah perlu mengatur dan mengendalikan produksi yang berimbang dan proporsional. Hal ini agar pasar batu bara tidak semakin oversupply.

    Bisman menilai permintaan batu bara global sedang menurun karena banyak negara yang meningkatkan produksi domestiknya antara lain China dan India. Apalagi, kedua negara itu merupakan pangsa pasar utama Indonesia.

    “Selain itu penggunaan energi terbarukan pelan-pelan mulai naik sehingga penggunaan batu bara jadi menurun. Juga secara umum industri dan kondisi ekonomi di berbagai negara sedang melambat,” ujar Bisman.

    Setali tiga uang, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengungkapkan sejumlah biang kerok kinerja ekspor batu bara lesu sepanjang Januari-Oktober 2025.

    Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani menilai lesunya kinerja ekspor emas hitam dipengaruhi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.

    “Di pasar global, kenaikan produksi domestik di negara tujuan utama seperti China dan India menekan kebutuhan impor mereka,” jelas Gita.

    Selain itu, terjadi pergeseran preferensi kualitas batu bara menuju medium to high rank coal di beberapa pasar, sementara sebagian negara juga mulai mengurangi permintaan seiring perkembangan bauran energi dan meningkatnya porsi energi baru terbarukan (EBT).

    Menurut Gita, dalam situasi seperti ini, yang dapat dilakukan perusahaan adalah memperkuat efisiensi operasional.

    “Ini untuk menjaga daya saing serta menyesuaikan strategi pasar agar tetap kompetitif di tengah perubahan struktur permintaan,” kata Gita.

  • KPK Duga Pejabat LPEI Terima Fee Ratusan Ribu Dolar dari PT PE

    KPK Duga Pejabat LPEI Terima Fee Ratusan Ribu Dolar dari PT PE

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga pejabat PT Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (PT LPEI) mendapatkan fee atas pemberian kredit untuk PT Petro Energy.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan Direktur Pelaksana IV LPEI, Arif Setiawan (AS) diduga mendapatkan fee 200.000 dolar Setelah pencairan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I.

    “Kemudian, setelah pencairan KMKE II, AS kembali menerima SGD 400.000 yang diberikan dalam dua tahap (masing-masing sebesar SGD 200.000), serta tambahan SGD 100.000,” kata Budi dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (2/12/2025).

    Budi juga menyampaikan, Dwi Wahyudi (DW) selaku Direktur Pelaksana 1 LPEI turut mendapatkan USD100.000. Selain itu, berdasarkan alat bukti yang dihimpun KPK telah terjadi kesepakatan pemberian kickback sebesar 1% dari plafon pinjaman kepada pihak-pihak di LPEI.

    Pengungkapan ini setelah penyidik lembaga antirasuah memproses klarifikasi, penelusuran dokumen, audit, hingga keterangan para pihak.

    Sebelumnya, Komisaris PT PE Jimmy Masrin membantah adanya tindakan jahat sebagaimana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum. Dia mengklaim tidak mengetahui atau menyetujui dokumen fiktif seperti kontrak, invoice, maupun komitmen fee 1 persen.

    Dia menilai, dakwaan yang dilayangkan kepada dirinya tidak memiliki barang bukti maupun keterangan yang kuat. Terlebih menurutnya, pembayaran pembiayaan masih berjalan lancar.

    Sekadar informasi, LPEI diduga memberikan fasilitas kredit kepada sejumlah perusahaan atau pihak debitur yang tidak layak dan tidak sesuai prosedur. Dalam proses pencairan dana, direksi diduga melakukan kesepakatan dengan sejumlah debitur.

    KPK telah menetapkan 5 tersangka pada 3 Maret 2025, yakni Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.

    Kemudian pada 28 Agustus 2025, KPK menetapkan Hendarto selaku debitur PT Sakti Mait Jaya Langit dan PT Mega Alam Sejahtera pada grup PT Bara Jaya Utama sebagai tersangka.

    Dalam perkara ini terdapat 15 debitur yang diberi kredit oleh LPEI dan diduga mengakibatkan kerugian hingga lebih dari Rp11 triliun.

  • Menteri Rosan Targetkan Pabrik Hilirisasi Kelapa Rp1,66 triliun Rampung 2026

    Menteri Rosan Targetkan Pabrik Hilirisasi Kelapa Rp1,66 triliun Rampung 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menargetkan pembangunan pabrik untuk menunjang hilirisasi kelapa rampung pada 2026.

    Adapun pabrik itu bakal dibangun di Morowali, Sulawesi Tengah dengan nilai investasi mencapai US$100 juta atau setara Rp1,66 triliun (asumsi kurs Rp16.627 per US$).

    “Insya Allah pada tahun 2026 ini pabriknya akan selesai Di daerah Morowali dan itu akan menyerap 500 juta butir kelapa setiap tahunnya,” ucap Rosan dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Selasa (2/12/2025).

    Menurut Rosan, pembangunan pabrik itu dapat menciptakan 10.000 lapangan kerja baru.

    Dia menjelaskan, hilirisasi kelapa penting dan memiliki peluang tersendiri. Rosan menyebut, selama ini kelapa mentah hanya diekspor ke China untuk diolah oleh negara tersebut.

    Oleh karena itu, pihaknya pun membujuk China untuk membangun pabrik pengolahan kelapa di Tanah Air. Dia menilai, langkah ini dapat menguntungkan kedua negara.

    “Kami terbang ke sana [China], menyakinkan mereka untuk membuka pabriknya di sini, sehingga harga kelapanya juga makin meningkat di sini. Karena mereka tidak lagi perlu memperlakukan biaya logistik pengiriman kelapa dari Indonesia ke China,” jelas Rosan.

    Dia menambahkan bahwa saat ini pemerintah juga berencana memulai hilirisasi kelapa di daerah lain. Adapun daerah yang dibidik seperti Riau.

    Dalam catatan Bisnis, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan harga kelapa bulat di tingkat petani dapat mencapai level Rp6.000 per butir. 

    Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Andi Amran Sulaiman menuturkan hilirisasi menjadi kunci peningkatan nilai tambah dari sektor kelapa dan produk turunannya. 

    Amran menyatakan harga kelapa di sejumlah daerah telah menunjukkan tren kenaikan signifikan sejak program hilirisasi berjalan dari Rp600 per butir menjadi Rp3.500 per butir.

    “Yang jelas, harga, kami baru kunjungan di Maluku Utara, harga kelapa, sebelum kita hilirisasi, harganya Rp600 per biji. Sekarang Rp3.500 per biji, itu naik kurang lebih 500%. Dan kita harap, harusnya harganya minimal Rp5.000. Dan bisa naik 1.000%, harusnya. Rp6.000 berarti [naik] 1.000%,” kata Amran dalam konferensi pers di Kantor Kementan, Jakarta, Jumat (7/11/2025).  

    Secara teori, lanjut dia, hilirisasi kelapa akan meningkatkan nilai ekonomi hingga Rp2.400 triliun dari sebelumnya hanya Rp24 triliun. 

    “Komoditas yang selama ini kita ekspor, contoh kelapa nilainya Rp24 triliun sekarang ekspor kita. Kita terbesar nomor satu dunia,” imbuhnya.

    Ke depan, Amran optimistis hilirisasi komoditas pertanian, termasuk kelapa dan gula, akan menciptakan 1,4 juta lapangan kerja langsung di sektor perkebunan dan peternakan, serta total 3 juta tenaga kerja dalam jangka menengah. 

    Selain kelapa, Amran menargetkan Indonesia swasembada gula putih pada 2026, sekaligus mengembalikan kejayaan industri gula nasional seperti era kolonial.

  • Jelang Akhir Tahun 2025, Kemenkeu Waspadai Gejolak Harga Pangan Imbas Musim Hujan

    Jelang Akhir Tahun 2025, Kemenkeu Waspadai Gejolak Harga Pangan Imbas Musim Hujan

    JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mewaspadai potensi kenaikan harga selama musim hujan yang dapat mengganggu produksi pangan dan berdampak pada inflasi Desember 2025.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa inflasi November 2025 turun menjadi 2,72 persen (yoy), lebih rendah dibanding Oktober yang mencapai 2,86 persen (yoy).

    Ia menambahkan penurunan tersebut sejalan dengan meredanya tekanan pada kelompok volatile food yang melemah menjadi 5,48 persen (yoy) dari sebelumnya 6,59 persen (yoy).

    “Perbaikan ini didukung oleh berbagai stabilisasi harga pangan terus konsisten dilakukan sehingga beberapa harga komoditas mulai menurun seperti beras, cabai merah dan daging ayam. Meskipun begitu, pemerintah terus mengantisipasi terjadinya gejolak harga seiring masuknya musim hujan yang dapat berdampak pada produksi pangan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa, 2 Desember.

    Adapun, inflasi inti bergerak pada level 2,36 persen (yoy) yang diklaim mencerminkan daya beli masyarakat terjaga. Sementara itu, inflasi Administered Price (AP) sedikit meningkat menjadi 1,58 persen (yoy) dari 1,45 persen (yoy) dipengaruhi oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring bertambahnya permintaan.

    Febrio menegaskan bahwa pemerintah akan menjaga momentum pemulihan ekonomi melalui penguatan daya saing ekspor serta menjamin kecukupan pasokan dalam negeri, khususnya pangan, untuk menjaga kestabilan harga.

    Ia menambahkan pemerintah terus mencermati dinamika perekonomian global serta menyiapkan langkah untuk terus mendorong peningkatan daya saing produk ekspor nasional, keberlanjutan hilirisasi sumber daya alam, serta diversifikasi mitra dagang utama melalui berbagai perjanjian perdagangan internasional.

    Selain itu, Febrio menyampaikan pemerintah juga akan memastikan ketersediaan pasokan bahan pangan masyarakat menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026, termasuk dalam penyediaan untuk mencukupi kebutuhan program prioritas pemerintah di tengah tantangan gangguan cuaca.

    “Berbagai langkah dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya gejolak harga akibat cuaca ekstrem, di antaranya melalui operasi pasar, penguatan stok, cadangan pangan dan intervensi harga,” jelasnya.

    Ia menyampaikan perekonomian nasional masih berada pada jalur positif, tercermin dari beberapa indikator seperti PMI manufaktur yang tetap berada pada fase ekspansi, surplus neraca perdagangan, serta inflasi yang terjaga. Hal itu didukung oleh kuatnya permintaan domestik.

    “Kita terus memperkuat pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan yang terarah, termasuk stimulus kuartal IV-2025, sekaligus mendorong ekspor yang bernilai tambah dan menjaga ketahanan sektor padat karya untuk mengoptimalkan kontribusi pada ekonomi nasional,” ujarnya.

    Sebagaimana diketahui, PMI Manufaktur Indonesia tercatat ekspansif pada November 2025 di level 53,3. Peningkatan signifikan atas permintaan domestik menjadi faktor pendorong utama yang turut mendukung peningkatan produksi, penyerapan tenaga kerja dan aktivitas pembelian menjelang akhir tahun.

    Sementara itu, neraca perdagangan mencatatkan surplus impresif sebesar 35,9 miliar dolar AS atau tumbuh 44,1 persen (ctc) sepanjang periode Januari-Oktober 2025. Hal ini utamanya disumbang oleh surplus sektor nonmigas senilai 51,5 miliar dolar AS.

    “Dengan capaian ini, Indonesia kian menunjukkan ketahanan sektor eksternalnya dan peran yang semakin strategis dalam perdagangan global,” pungkasnya.

  • Cek Harga Referensi CPO dan Biji Kakao di Desember 2025

    Cek Harga Referensi CPO dan Biji Kakao di Desember 2025

    Sementara itu, HR biji kakao periode Desember 2025 ditetapkan sebesar USD 5.977,46/MT, turun USD 397,34 atau 6,23 persen dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan ini berpengaruh pada turunnya Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao menjadi USD 5.604/MT, atau turun USD 386 (6,45 persen), dari periode sebelumnya.

    “Penurunan HR dan HPE biji kakao tersebut dipicu oleh meningkatnya suplai global seiring membaiknya produksi di negara-negara produsen utama di Afrika Barat. Hal ini didorong oleh kondisi cuaca yang membaik serta kekhawatiran terhadap melemahnya permintaan,” jelas Tommy.

    Penetapan BK biji kakao periode Desember 2025 merujuk pada Kolom Angka 4 Lampiran Huruf B PMK Nomor 38 Tahun 2024 jo. PMK Nomor 68 Tahun 2025, yaitu sebesar 7,5 persen. Sementara itu, PE biji kakao untuk periode tersebut mengacu pada Lampiran Huruf C PMK Nomor 69 Tahun 2025, yaitu sebesar 7,5 persen.

    Kemudian, HPE produk kayu naik pada beberapa komoditas. Produk tersebut, antara lain, veneer dari hutan alam dan hutan tanaman, dan wooden sheet for packing box. Kenaikan HPE juga terjadi pada kayu olahan dengan luas penampang 1.000—4.000 mm² dari jenis meranti, merbau, rimba campuran dan sortimen lainnya dari jenis eboni, jati, serta dari hutan tanaman jenis pinus, gemelina, akasia, sengon, balsa, eucalyptus, dan lainnya. Sedangkan, HPE kayu olahan dengan luas penampang 1.000—4.000 mm² dari jenis karet justru turun.

    Pada periode Desember 2025, ada HPE beberapa komoditas kayu yang tidak berubah dibanding bulan sebelumnya. Komoditas tersebut yaitu wood in chips or particle, chipwood, kayu olahan dengan luas penampang 1.000—4.000 mm² dari jenis sungkai, serta kayu olahan khusus jenis merbau dengan luas penampang 4.000—10.000 mm².

     

  • Ekonom Sebut Target Surplus Ekspor RI 2025 Sulit Tercapai, Mengapa?

    Ekonom Sebut Target Surplus Ekspor RI 2025 Sulit Tercapai, Mengapa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Penurunan ekspor Indonesia pada Oktober 2025 masih memberikan kontribusi positif bagi perekonomian, tetapi target surplus tahunan di atas US$35 miliar dinilai sulit tercapai.

    Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai tren net ekspor hingga Oktober tetap mendukung pertumbuhan ekonomi, meski realisasinya belum sesuai target.

    “Hingga Oktober, tren net ekspor menunjukkan sinyal positif, walau masih di bawah target. Hal ini tetap akan membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi,” kata Wijayanto kepada Bisnis, Senin (1/12/2025).

    Namun, Wijayanto menuturkan surplus ekspor hingga Oktober baru mencapai US$24 miliar, sekitar 69% dari target. Kondisi ini dipengaruhi tren penurunan harga komoditas serta perlambatan ekonomi China.

    “Untuk mengejar target, apalagi di tengah tren pelemahan harga komoditas dan perlambatan ekonomi China, bukanlah hal yang realistis bagi kita,” ujarnya.

    Menurut Wijayanto, langkah pemerintah dalam dua bulan terakhir tahun ini terbatas. Salah satunya dengan menjaga nilai tukar rupiah.

    “Paling tidak nilai tukar rupiah harus stabil dan kompetitif, manajemen ekspor-impor diperbaiki, dan impor ilegal ditekan,” jelasnya.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor Indonesia mencapai US$24,24 miliar pada Oktober 2025, atau turun 2,31% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$24,81 miliar.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menuturkan penurunan ekspor secara tahunan utamanya didorong oleh penurunan nilai ekspor migas.

    Perinciannya, nilai ekspor migas mencapai US$0,89 miliar pada Oktober 2025, atau turun 33,60% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari US$1,35 miliar. Sementara itu, nilai ekspor nonmigas juga turun 0,51% yoy dari US$23,46 miliar pada Oktober 2024 menjadi US$23,34 miliar.

    “Penurunan nilai ekspor Oktober 2025 secara tahunan terutama didorong oleh penurunan nilai ekspor migas, yaitu pada komoditas minyak mentah yang turun 54,68% dengan andil -0,34%,” ujar Pudji dalam Rilis BPS, Senin (1/12/2025).

    Komoditas hasil minyak juga turun 40,11% dengan andil -0,65%, serta gas yang turun 26,20% dengan andil -0,84%.

    Namun sepanjang Januari—Oktober 2025, BPS mencatat total ekspor meningkat 6,96% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya mencapai US$218,82 miliar. Sepanjang sepuluh bulan pertama 2025, total ekspor mencapai US$234,04 miliar.

    Dari sana, total ekspor migas mencapai US$10,93 miliar atau turun 16,11% dibandingkan Januari—Oktober 2024 yang mencapai US$13,02 miliar. Di sisi lain, total ekspor nonmigas mencapai US$223,12 miliar atau naik 8,42% dibandingkan Januari—Oktober 2024 senilai US$205,79 miliar.

    BPS menyebut peningkatan nilai ekspor sepanjang Januari—Oktober 2025 ini disumbang oleh sektor industri pengolahan dengan andil sebesar 11,68%.

  • KPK: Hasil Audit Forensik 90% Pembiayaan LPEI Disalahgunakan

    KPK: Hasil Audit Forensik 90% Pembiayaan LPEI Disalahgunakan

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa 90% pembiayaan Lembaga Ekspor Indonesia (LPEI) telah disalahgunakan.

    Hal itu berdasarkan hasil analisis audit forensik atas penggunaan dana fasilitas pembiayaan LPEI kepada PT Petro Energy.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menjelaskan bahwa LPEI seharusnya hanya dapat digunakan untuk modal kerja perdagangan dan distribusi BBM High Speed Diesel (HSD) solar. 

    Namun, berdasarkan audit forensik, per Juli 2025, ditemukan bahwa 90,03% dari total pembiayaan disalahgunakan.

    “Adapun rincian dari penyalahgunaan fasilitas pembiayaan, yaitu, sebesar Rp503,31 miliar (sekitar 49,15%) digunakan untuk membayar pinjaman PT PE di LPEI, Bank DBS, dan Bank Permata,” jelas Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (2/12/2025).

    Lebih lanjut, terdapat Rp428,84 miliar (sekitar 41,88%) dialirkan ke perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Jimmy Marsin selaku Komisaris Utama PT PE.

    Lembaga antirasuah menemukan adanya meeting of mind antara Komisaris Utama Jimmy Marsin serta Direktur Utama PT PE Newin Nugroho dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.

    Kesepakatan itu untuk pembuatan kontrak fiktif sebagai underlying Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I; Penggunaan purchase order dan invoice yang tidak sesuai keadaan sebenarnya; serta Pemanfaatan fasilitas KMKE I dan KMKE II yang tidak sesuai tujuan pembiayaan.

    “Sementara itu, hasil perhitungan Auditor BPKP menyimpulkan bahwa kerugian keuangan negara cq LPEI mencapai kurang lebih Rp966 miliar,” tutur Budi.

    Budi menegaskan, pihaknya akan menelusuri aliran uang untuk pemulihan kerugian negara.

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Divisi Kepatuhan LPEI tahun 2015 berinisial DWK sebagai saksi terkait kasus dugaan pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025). 

    Budi mengatakan DWK diperiksa oleh penyidik perihal kepatuhan mengenai proposal pembiayaan yang diberikan LPEI.

    “Dalam pemeriksaan hari ini, penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait review kepatuhan atas proposal pembiayaan yang akan diberikan oleh LPEI,” kata Budi, Rabu (12/11/2025).