Topik: dwifungsi ABRI

  • RUU TNI Langkah Strategis Menghadapi Tantangan Global yang Kian Kompleks

    RUU TNI Langkah Strategis Menghadapi Tantangan Global yang Kian Kompleks

    loading…

    Ketua DPD Gerakan Generasi Milenial Indonesia Provinsi Jawa Barat Fikri Ali Murtadho mengatakan, RUU TNI merupakan langkah strategis menghadapi tantangan nasional dan global yang semakin kompleks. Foto/Dok. SINDOnews

    BANDUNG – Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia ( RUU TNI ) akan disahkan saat siding paripurna DPR hari ini. RUU TNI merupakan langkah strategis dalam menyesuaikan regulasi pertahanan dengan tantangan nasional dan global yang semakin kompleks.

    Ketua Dewan Pengurus Daerah Gerakan Generasi Milenial Indonesia Provinsi Jawa Barat Fikri Ali Murtadho mengatakan, Indonesia membutuhkan sistem pertahanan yang lebih adaptif guna menghadapi ancaman modern seperti perang siber, terorisme global, dan bencana nasional.

    “Revisi ini bukan sekadar perubahan biasa, melainkan bagian dari upaya memperkuat pertahanan nasional. Kita harus melihat ini sebagai langkah maju dalam membangun TNI yang profesional dan relevan dengan kebutuhan zaman,” kata alumnus S1 Jurusan Syariah Universitas Islam Bandung (UNISBA) ini, Rabu (20/3/2025).

    Salah satu aspek dalam RUU TNI yang kerap diperdebatkan adalah kemungkinan prajurit aktif menduduki jabatan sipil. Namun, Fikri menegaskan keterlibatan militer dalam sektor strategis bukan berarti menghidupkan kembali dwifungsi ABRI . Melainkan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan dalam bidang-bidang yang membutuhkan keahlian khusus dari militer.

    “Kita harus melihat peran militer secara objektif. Ada sektor-sektor seperti pertahanan siber, keamanan maritim, hingga penanggulangan bencana yang membutuhkan kompetensi militer. Jika regulasi ini dapat dibuat dengan batasan yang jelas dan dalam mekanisme pengawasan yang ketat, maka ini justru akan memperkuat ketahanan nasional tanpa mengganggu supremasi sipil,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Fikri mencurigai adanya pihak tertentu yang disebut “kekuatan lama” yang sengaja mengarahkan oknum organisasi dan oknum mahasiswa lainnya untuk menolak revisi UU TNI. Menurutnya, banyak yang menolak tanpa memahami substansi perubahan yang diusulkan dalam revisi ini.

    Fikri menegaskan menolak RUU TNI tanpa mempertimbangkan kebutuhan pertahanan yang semakin berkembang adalah langkah yang kurang bijak. Demokrasi yang sehat, menurutnya, adalah demokrasi yang mampu beradaptasi dengan tantangan zaman tanpa kehilangan prinsip-prinsip dasarnya.

    “Kita harus menyikapi revisi ini dengan perspektif yang lebih luas. Jangan sampai ketakutan masa lalu membatasi upaya kita untuk membangun pertahanan yang lebih kuat dan profesional. Yang terpenting adalah memastikan adanya mekanisme pengawasan yang ketat agar revisi ini benar-benar membawa manfaat bagi bangsa dan negara,” tandasnya.

    Di sisi lain, dinamika dalam tubuh Polri juga menunjukkan bahwa reformasi struktural semakin mendesak. Mutasi besar-besaran yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Maret 2025, yang melibatkan 1.255 perwira dengan 29 jenderal ditempatkan di kementerian dan lembaga negara, menjadi bukti kepolisian telah lama menjalankan peran di luar struktur internalnya.

    Fikri menyoroti bahwa fakta ini memperkuat argumen bahwa reformasi di tubuh Polri lebih urgen untuk segera dilakukan. Termasuk dalam hal penempatan Polri di bawah kementerian sebagaimana diterapkan di berbagai negara maju.

    Sejalan dengan perdebatan mengenai posisi Polri dalam pemerintahan, berbagai negara maju telah menerapkan model kepolisian yang berada di bawah kementerian terkait. Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis misalnya, menempatkan kepolisian di bawah Departemen Dalam Negeri untuk memastikan akuntabilitas dan netralitas kepolisian dalam menjalankan tugasnya.

    (poe)

  • DPR Sahkan RUU TNI Jadi Undang-Undang Pagi Ini

    DPR Sahkan RUU TNI Jadi Undang-Undang Pagi Ini

    loading…

    DPR dijadwalkan mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi UU pada Kamis (20/3/2025). FOTO/DOK.SindoNews

    JAKARTA – DPR dijadwalkan mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ( RUU TNI ) menjadi UU pada Kamis (20/3/2025). Pengesahan itu akan dilaksanakan melalui rapat paripurna.

    Agenda rapat paripurna dijadwalkan mulai pukul 09.30 WIB, yang akan berlangsung di ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.

    Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono telah menegaskan pengesahan hari ini dilaksanakan karena pembahasan RUU TNI ini telah selesai dibahas pada tingkat pertama.

    “Hasil rapat kemarin, itu sudah diputuskan di tahap I, jadi RUU TNI sudah rampung, tinggal dibawa di tahap II yaitu akan dibacakan di paripurna, yang insyaallah dijadwalkan besok,” kata Dave kepada wartawan, Rabu (19/3/2025).

    Dia menjelaskan pengesahan hari ini dilakukan karena masa reses anggota DPR RI diundur hingga pekan depan.

    “Tapi sementara undangannya saya belum terima, tinggal tunggu keputusan Bamus, untuk memutuskan rapat apakah besok dan jam berapa, karena masa reses itu diundur ke Rabu depan, jadi paripurna penutupan baru akan dilaksanakan di Selasa depan,” ujarnya.

    Di sisi lain, terkait polemik pro kontra RUU ini menurut Dave merupakan hal yang lumrah. Legislator Golkar ini menegaskan bahwa RUU TNI tersebut tidak mengembalikan dwifungsi ABRI.

    “Karena hal-hal yang berkaitan tentang kembalinya dwifungsi di TNI atau ABRI itu tidak akan mungkin terjadi, karena hal-hal yang katakan pemberangusan supremasi sipil itu tidak ada,” tuturnya.

  • RUU TNI Disahkan DPR Hari Ini

    RUU TNI Disahkan DPR Hari Ini

    RUU TNI Disahkan DPR Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Revisi UU (RUU) TNI dijadwalkan disahkan menjadi UU pada Kamis (20/3/2025) hari ini.
    Hanya saja, sejauh ini, belum ada pihak dari DPR yang bersuara perihal pengesahan
    RUU TNI
    dalam rapat paripurna yang akan digelar hari ini.
    “Mungkin saja (RUU TNI disahkan hari ini). Tapi saya belum tahu pasti acara paripurnanya,” ujar anggota Komisi I DPR Fraksi PDI-P Mayjen (Purn) TB Hasanuddin kepada Kompas.com, Kamis.
    Meski demikian, sejak kemarin, pimpinan Komisi I DPR telah menyebut bahwa RUU TNI akan dibawa ke rapat paripurna terdekat, yakni hari ini.
    “Ya hasil rapat kemarin itu sudah diputuskan di tahap I. Jadi RUU TNI sudah rampung, tinggal dibawa di tahap II, yaitu akan dibacakan di paripurna yang insya Allah dijadwalkan besok (hari ini) ya,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
    Adapun RUU TNI ini mendapat sejumlah penolakan dari publik.
    Sebab, RUU TNI dikhawatirkan akan menghidupkan kembali
    dwifungsi ABRI
    , seperti yang terjadi di masa Orde Baru.
    Pokok-pokok perubahannya di antaranya seperti penambahan jabatan sipil yang bisa diduduki TNI aktif, hingga penambahan usia pensiun.
    Bahkan, H-1 pengesahan RUU TNI, Gedung DPR didemo oleh mahasiswa.
    Perwakilan massa aksi yang merupakan mahasiswa Universitas Trisakti menyebut DPR dan Kementerian Pertahanan berusaha mengembalikan dwifungsi TNI.
    Padahal, amanat reformasi adalah bagaimana memberikan supremasi sipil yang seluas-luasnya dan menghentikan militeristik dalam ranah pemerintahan.
    “Sikap kami perlu saya sampaikan bahwa mahasiswa Trisakti akan terus menolak,” seru mahasiswa.
    “Kami tidak akan beraudiensi, kami tidak akan mau duduk bersama anggota DPR di dalam. Tapi kami akan terus menolak,” sambungnya.
    Meski begitu, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas berpandangan mahasiswa yang melakukan aksi demo untuk menolak RUU TNI belum melihat materi perubahannya.
    Sehingga, mahasiswa khawatir RUU TNI bisa menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
    “Semua tuntutan terkait dengan pembahasan rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia saya sudah dengar. Karena itu beri saya kesempatan sebagai Menteri Hukum untuk berkomunikasi dengan pemerintah, dengan pimpinan DPR, dengan anggota Komisi I,” ujar Supratman.
    “Tuntutan (mahasiswa) supaya (RUU TNI) tidak dilanjutkan, kelihatannya mungkin karena belum melihat materi perubahan, khawatirnya ada dwifungsi ABRI, dwifungsi TNI, soalnya kan jauh,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jelang Paripurna, DPR-Pemerintah Bahas Kembali RUU TNI Secara Tertutup – Page 3

    Jelang Paripurna, DPR-Pemerintah Bahas Kembali RUU TNI Secara Tertutup – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menjelang pengesahan RUU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), Komisi I DPR RI dan pemerintah menggelar rapat kerja secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2025) malam.

    Diketahui, RUU TNI tersebut telah diketuk palu atau di tingkat I pada Selasa (18/3/2025) kemarin, dan rencananya akan disahkan menjadi undang-undang pada rapat paripurna hari ini, Kamis (20/2/2025).

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengaku, rapat tertutup tersebut hanya untuk memperbaiki frasa saja tanpa mengubah draf apapun.

    “Enggak ada, itu hanya menyesuaikan dengan dari sisi gramatikal aja, ada yang keamanan yang seharusnya pertahanan. Frasa-frasa jadi kalau keamanan nanti tafsirannya nanti TNI bisa urusan dengan tugas Polri padahal itu tugas pokok adalah menyangkut soal pertahanan negara,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (19/3/2025) malam.

    Selain itu, rapat juga membahas detail soal aturan pensiun prajurit TNI, agar ada keseragaman usia pensiun antara PNS dan TNI.

    “Yang kedua menyangkut soal pensiun ya kan. Karena sekarang bukan hanya PNS saja yang sipil sekarang pensiunnya sudah 60 tahun. Nah karena itu tidak adil kalau kemudian bagi perwira terutama perwira tinggi yang kita cetak dengan begitu luar biasa kemudian mereka harus pensiun di umur 58 tahun. Karena itu harus ada keseragaman soal itu,” jelas dia.

    Supratman juga mengklaim, rapat bersama Komisi I DPR digelar untuk memastikan revisi UU TNI tidak akan membangkitkan dwifungsi ABRI seperti yang ditakuti masyarakat termasuk mahasiswa.

    “Untuk memastikan apa yang menjadi tuntutan adek adek mahasiswa terkait dengan kekhawatiran akan terjadinya dwifungsi abri atau dwifungsi TNI itu sama sekali sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan. Karena semua yang dibahas didalam itu adalah terkait dengan tugas-tugas pertahanan TNI,” pungkas Supratman.   

  • Menkum Jamin Tak Ada Dwifungsi TNI dalam RUU

    Menkum Jamin Tak Ada Dwifungsi TNI dalam RUU

    JAKARTA – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan kekhawatiran akan dihidupkannya kembali dwifungsi ABRI atau TNI dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI) tidak terjadi.

    “Yang lebih penting adalah kekhawatiran menyangkut soal dwifungsi ABRI ataupun dwifungsi TNI kan tidak terjadi,” kata Supratman dilansir ANTARA, Rabu, 19 Maret.

    Hal itu disampaikannya usai menghadiri rapat kerja Komisi I DPR bersama Pemerintah guna melakukan sejumlah penyempurnaan terhadap draf RUU TNI.

    Menkum mengatakan kekhawatiran dihidupkannya kembali dwifungsi TNI melalui RUU TNI sebagaimana yang ia dapati ketika melakukan audiensi dengan para mahasiswa yang tengah menyampaikan aspirasi terkait revisi UU TNI di gerbang Pancasila, sisi belakang gedung DPR, Jakarta, sesaat sebelum dirinya menghadiri rapat.

    “Apa yang menjadi tuntutan teman-teman, adik-adik mahasiswa itu sudah didengar oleh pemerintah, oleh DPR, bahwa kekhawatiran tadi menyangkut soal kembalinya peran dwifungsi TNI ataupun ABRI di dalam revisi UU TNI sama sekali enggak terlihat,” katanya.

    Karena itu, Supratman berharap dapat melakukan dialog lebih jauh lagi dengan publik guna menepis kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi TNI melalui RUU TNI.

    “Saya berharap nanti kita akan dialog lebih jauh lagi karena itu saya sudah sampaikan kepada kawan-kawan, saya akan sampaikan secara langsung bahwa kekhawatiran itu tidak terjadi,” tuturnya.

    Sebaliknya, Menkum menyebut RUU TNI mengedepankan prinsip supremasi sipil dengan membatasi hanya 14 kementerian/lembaga yang boleh diduduki oleh prajurit TNI aktif.

    “Kalau mau di luar yang 14 (K/L) yang ditentukan tadi, ya harus pensiun. Artinya, harus jadi orang sipil. Itu kan artinya supremasi sipil,” katanya.

    Menkum menegaskan prajurit TNI aktif yang hendak mengisi jabatan sipil di luar 14 kementerian/lembaga tersebut maka harus pensiun atau mengundurkan diri dari dinas keprajuritan.

    “Itu di tempat-tempat yang lain tugasnya (TNI) juga hanya bantu. Nah, bagi prajurit aktif yang akan menduduki jabatan sipil ya dari awal harus pensiun, sudah itu, tidak ada tawar menawar lagi, harus pensiun,” paparnya.

    Sebelumnya Menkum mengungkapkan hanya ada 14 kementerian/lembaga yang disetujui bisa diisi oleh prajurit TNI aktif dalam RUU TNI.

    Dia mengatakan dalam penyusunannya, semula ada sebanyak 16 kementerian/lembaga yang bisa diisi prajurit aktif dalam RUU tersebut. Namun ada instansi yang dikurangi atau yang disatukan maknanya.

    “14 jadinya, tadinya 16. Karena pertahanan dan dewan pertahanan nasional itu satu kemudian seperti Mensesneg juga nanti ada sekretaris militer presiden itu dirangkap juga bisa,” kata Supratman.

    Pada Selasa (18/3), Komisi I DPR menyetujui pembahasan RUU TNI pada tingkat I untuk dibawa ke tingkat selanjutnya dalam Rapat Paripurna DPR.

    Dalam RUU tersebut, terjadi perubahan ketentuan yakni soal kedudukan TNI, perpanjangan masa dinas keprajuritan, hingga perluasan ketentuan jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif.

  • Natalius Pigai Sebut Pihak yang Tolak RUU TNI dengan Sebutan Buzzer, Denny Siregar: Berasa Dibelai dengan Kelembutan

    Natalius Pigai Sebut Pihak yang Tolak RUU TNI dengan Sebutan Buzzer, Denny Siregar: Berasa Dibelai dengan Kelembutan

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberi komentar terkait penolakan RUU TNI yang saat ini bergejolak.

    Pigai mengungkap bahwa dalam RUU TNI tidak ada hal ataupun muatan yang mengarah pada skema dwifungsi yang mengarah ke orde baru.

    “Enggak ada itu (dwifungsi ABRI), tidak mungkin. Enggak mungkin (ada dwifungsi ABRI), itu cuma imajinasi belaka, enggak mungkin, sangat tidak mungkin, mustahil,” kata Pigai.

    Bahkan, Pigai menyebut pihak atau orang-orang yang mengiring opini terkait hal ini disebutnya sebagai buzzer.

    “Itu orang yang hidupkan (opini hadirnya dwifungsi ABRI atau mengubah negara), itu orang-orang enggak ada kerjaan. Itu memang cuma kelompok buzzer kalau menurut saya,” tuturnya.

    Terkait hal ini, Sutradara film Sayap-sayap Patah, Denny Siregar memberikan sentilan.

    Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, ia menyebut pihak yang memprotes terkait RUU TNI mendapatkan panggil mesra dari Menteri HAM itu.

    Ia bahkan menyebut panggilan buzzer dari Pigai bak belaian dan kelembutan yang tentunya bermaksud menyindir.

    “Duh, kita dapat panggilan sayang “buzzer”… ,” tulisnya dikutip Kamis (20/3/2025).

    “Berasa dibelai dgn kelembutan,” tuturnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Menkum tegaskan kekhawatiran dwifungsi dalam RUU TNI tidak terjadi

    Menkum tegaskan kekhawatiran dwifungsi dalam RUU TNI tidak terjadi

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2025). (ANTARA/Melalusa Susthira K.)

    Menkum tegaskan kekhawatiran dwifungsi dalam RUU TNI tidak terjadi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 19 Maret 2025 – 23:35 WIB

    Elshinta.com – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan kekhawatiran akan dihidupkannya kembali dwifungsi ABRI atau TNI dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI) tidak terjadi.

    “Yang lebih penting adalah kekhawatiran menyangkut soal dwifungsi ABRI ataupun dwifungsi TNI kan tidak terjadi,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3).

    Hal itu disampaikannya usai menghadiri rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Pemerintah guna melakukan sejumlah penyempurnaan terhadap draf RUU TNI.

    Menkum mengatakan kekhawatiran dihidupkannya kembali dwifungsi TNI melalui RUU TNI sebagaimana yang ia dapati ketika melakukan audiensi dengan para mahasiswa yang tengah menyampaikan aspirasi terkait revisi UU TNI di Gerbang Pancasila, sisi belakang Kompleks Parlemen, Jakarta, sesaat sebelum dirinya menghadiri rapat.

    “Apa yang menjadi tuntutan teman-teman, adik-adik mahasiswa itu sudah didengar oleh pemerintah, oleh DPR, bahwa kekhawatiran tadi menyangkut soal kembalinya peran dwifungsi TNI ataupun ABRI di dalam revisi UU TNI sama sekali enggak terlihat,” ucapnya.

    Untuk itu, dia berharap dapat melakukan dialog lebih jauh lagi dengan publik guna menepis kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi TNI melalui RUU TNI.

    “Saya berharap nanti kita akan dialog lebih jauh lagi karena itu saya sudah sampaikan kepada kawan-kawan, saya akan sampaikan secara langsung bahwa kekhawatiran itu tidak terjadi,” tuturnya.

    Sebaliknya, dia menyebut RUU TNI mengedepankan prinsip supremasi sipil dengan membatasi hanya 14 kementerian/lembaga yang boleh diduduki oleh prajurit TNI aktif.

    “Kalau mau di luar yang 14 (K/L) yang ditentukan tadi, ya harus pensiun. Artinya, harus jadi orang sipil. Itu kan artinya supremasi sipil,” katanya.

    Dia menegaskan prajurit TNI aktif yang hendak mengisi jabatan sipil di luar 14 kementerian/lembaga tersebut maka harus pensiun atau mengundurkan diri dari dinas keprajuritan.

    “Itu di tempat-tempat yang lain tugasnya (TNI) juga hanya bantu. Nah, bagi prajurit aktif yang akan menduduki jabatan sipil ya dari awal harus pensiun, sudah itu, tidak ada tawar menawar lagi, harus pensiun,” paparnya.

    Sebelumnya, Selasa (18/3), Menkum mengungkapkan hanya ada 14 kementerian/lembaga yang disetujui bisa diisi oleh prajurit TNI aktif dalam RUU TNI.

    Dia mengatakan bahwa dalam penyusunannya, semula ada sebanyak 16 kementerian/lembaga yang bisa diisi prajurit aktif dalam RUU tersebut. Namun ada instansi yang dikurangi atau yang disatukan maknanya.

    “14 jadinya, tadinya 16. Karena pertahanan dan dewan pertahanan nasional itu satu kemudian seperti Mensesneg juga nanti ada sekretaris militer presiden itu dirangkap juga bisa,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta

    Pada Selasa (18/3), Komisi I DPR RI menyetujui pembahasan RUU TNI pada tingkat I untuk dibawa ke tingkat selanjutnya dalam Rapat Paripurna DPR RI. Dalam RUU tersebut, terjadi perubahan ketentuan yakni soal kedudukan TNI, perpanjangan masa dinas keprajuritan, hingga perluasan ketentuan jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif.

    Sumber : Antara

  • Berdialog dengan Mahasiswa Trisakti tentang RUU TNI, Ini Janji Menkum Supratman

    Berdialog dengan Mahasiswa Trisakti tentang RUU TNI, Ini Janji Menkum Supratman

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas menemui pimpinan DPR untuk menyampaikan aspirasi para mahasiswa, terkait Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).

    Sebelumnya, Menkum telah berdialog dengan mahasiswa Universitas Trisakti di area gerbang Pancasila Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (19/03/2025) sore.

    Dalam dialog yang berlangsung sekitar 15 menit tersebut, Menkum duduk dikelilingi mahasiswa yang menyampaikan aspirasi mereka terkait RUU TNI yang sedang dalam proses pembahasan ini.

    Mereka mengatakan menolak RUU TNI dan menegaskan amanat reformasi untuk memperkuat supremasi sipil.

    Supratman, yang berada di lokasi bersama anggota Komisi XIII DPR, Vita Ervina, mengatakan akan menjembatani komunikasi antara mahasiswa dengan pemerintah dan pimpinan DPR.

    “Saya akhirnya bisa bertemu dengan teman-teman presiden mahasiswa dan seluruh anggota mahasiswa Universitas Trisakti,” kata Supratman di lokasi.

    “Semua tuntutan terkait dengan pembahasan rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia saya sudah dengar. Karena itu, beri saya kesempatan sebagai Menteri Hukum untuk berkomunikasi dengan pemerintah, dengan pimpinan DPR, dengan anggota Komisi I,” lanjutnya.

    Usai pertemuan dengan para mahasiswa, Supratman menjelaskan bahwa aspirasi mahasiswa agar RUU TNI tidak dilanjutkan mungkin saja terpenuhi, melihat adanya kekhawatiran tentang dwifungsi TNI.

    “Tuntutan (mahasiswa) supaya (RUU TNI) tidak dilanjutkan, kelihatannya mungkin karena belum melihat materi perubahan, khawatirnya ada dwifungsi ABRI, dwifungsi TNI, soalnya kan jauh,” ujar Supratman di halaman Gedung Nusantara II, usai menemui mahasiswa.

  • Jaringan GUSDURian Menolak Revisi UU TNI

    Jaringan GUSDURian Menolak Revisi UU TNI

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaringan Gusdurian menolak adanya revisi UU TNI, sebab RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI yang sudah dihapus di masa presiden KH Abdurrahman Wahid.

    Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan bahwa Dwifungsi ABRI diterjemahkan dalam tindakan masuknya tentara dalam segala sendi kehidupan. Dwifungsi ABRI menjadi alat untuk mencampuri urusan semua pihak tanpa terbendung lagi.

    “Orang sipil seolah-olah tidak mempunyai hak sama sekali untuk menentukan segala sesuatu tanpa izin ABRI, seperti pemilihan lurah dan sebagainya. Masuknya ABRI untuk mengurusi semua bidang mematahkan inisiatif di bawah,” dikutip dari siaran pers, Rabu (19/3/2025).

    Dia mengatakan bahwa masyarakat merasa tidak ada gunanya lagi mencari alternatif karena akan dikalahkan alternatif dari militer. Hal ini merupakan praktik yang buruk dalam kehidupan berdemokrasi.

    Dalam sistem demokrasi yang sehat, militer harus berada di bawah kontrol sipil dan tidak memiliki peran langsung dalam pemerintahan atau politik. Hal ini dikarenakan demokrasi mengutamakan supremasi sipil, yakni pemerintahan dijalankan oleh warga sipil yang dipilih secara demokratis.

    “Dwifungsi militer akan mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, sehingga melemahkan kontrol sipil atas angkatan bersenjata,” tegasnya.

    Adapun salah satu kekhawatiran terbesarnya adalah RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI yang sudah dihapus di masa presiden KH Abdurrahman Wahid. Penghapusan Dwifungsi ABRI kemudian dirumuskan menjadi UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebagai bagian integral reformasi TNI.

    “Ada banyak persoalan dalam agenda tersebut, mulai tidak adanya urgensi, diadakan di hotel mewah, hingga penjagaan oleh Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia disebut (Koopssus TNI), yang merupakan salah satu unit pasukan elite yang dibentuk untuk menangani aksi terorisme,” ungkapnya. 

    Jaringan Gusdurian menyatakan sikap sebagai berikut:

    Pertama, menolak revisi UU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri. Prajurit aktif harus fokus pada tugas pertahanan negara, bukan politik atau administrasi pemerintahan. Keterlibatan prajurit aktif dalam politik dapat mengurangi profesionalisme dan membuat tentara abai terhadap tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara.

    Selain itu, dengan kekuatan bersenjata dan posisi strategis dalam pemerintahan, tentara berpotensi menyalahgunakan kekuasaan, melanggar HAM, dan bersikap represif terhadap masyarakat.

    Kedua, mengecam pembahasan RUU TNI yang tidak transparan dan cenderung menghindari pengawasan publik. Apalagi rapat tersebut menggunakan fasilitas mewah di tengah banyaknya jargon efisiensi yang berimbas pada memburuknya pelayanan publik di berbagai sektor.

    Ketiga, mengajak Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara dengan menolak bentuk-bentuk pelemahan demokrasi. Menyetujui RUU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri adalah bentuk pengkhianatan pada reformasi. 

    Keempat, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengawal demokrasi dan semangat reformasi yang menjunjung tinggi supremasi sipil.

    Kelima, mengajak seluruh penggerak Gusdurian untuk melakukan konsolidasi nasional bersama jejaring masyarakat sipil di berbagai titik guna mengamati dinamika sosial dan politik serta menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan demokrasi.

  • Menkum Supratman Dicegat Pendemo di Belakang Gedung DPR, Pelat Mobilnya Dicopot

    Menkum Supratman Dicegat Pendemo di Belakang Gedung DPR, Pelat Mobilnya Dicopot

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas ditahan dan dipaksa keluar dari mobilnya oleh mahasiswa Universitas Trisakti di pagar gerbang Pancasila pintu belakang gedung DPR/ DPD/ MPR RI, hari ini, Rabu, 19 Maret 2025.

    Pantauan Pikiran-rakyat.com di lokasi, politikus Partai Gerindra itu hendak masuk ke dalam gedung DPR melalui pintu tersebut, tetapi dicegat oleh mahasiswa. Dua ajudan Supratman sempat turun dari mobil memenangkan massa aksi. Namun, mereka tetap memaksa Supratman turun dari mobil.

    Mereka bahkan mencopot pelat mobil yang ditumpangi politikus Partai Gerindra tersebut, hingga menggebrak mobil patwal polisi.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas ditahan dan dipaksa keluar dari mobilnya oleh mahasiswa Universitas Trisakti di pagar gerbang Pancasila pintu belakang gedung DPR/ DPD/ MPR RI, hari ini, Rabu, 19 Maret 2025.

    Supratman pun turun lalu terlihat berdialog dengan mahasiswa yang melakukan demonstrasi tersebut yang menuntut agar Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dibatalkan.

    Saat dimintai keterangan kepada awak media, Supratman mengatakan pendemo menuntut agar pembahasan revisi UU tidak ditindaklanjuti.

    “Ya tuntutan, supaya tidak dilanjutkan, kelihatannya mungkin karena belum melihat materi perubahan, khawatirnya ada dwifungsi ABRI, dwifungsi TNI soalnya kan jauh,” tutur Supratman.

    Perlu diketahui, sejauh ini tidak ada agenda Menteri Hukum tersebut dengan Komisi terkait di DPR. Bahkan, jadwal rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I yang tengah membahas RUU TNI juga tidak ada.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas ditahan dan dipaksa keluar dari mobilnya oleh mahasiswa Universitas Trisakti di pagar gerbang Pancasila pintu belakang gedung DPR/ DPD/ MPR RI, hari ini, Rabu, 19 Maret 2025.

    ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News