Topik: dwifungsi ABRI

  • Dwifungsi ABRI tak mungkin kembali

    Dwifungsi ABRI tak mungkin kembali

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Anggota DPR: Dwifungsi ABRI tak mungkin kembali
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 20 Maret 2025 – 18:14 WIB

    Elshinta.com – Anggota Komisi VI DPR RI M. Sarmuji mengatakan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau TNI sama sekali tidak mengembalikan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

    “Dwifungsi TNI tidak mungkin kembali, justru RUU TNI memberi limitasi anggota TNI masuk jabatan sipil. Posisi yang bisa diduduki TNI aktif hanya berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI, di luar itu TNI harus pensiun jika memang masuk jabatan sipil,” kata Sarmuji dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Wakil rakyat yang membidangi perdagangan, kawasan perdagangan dan pengawasan persaingan usaha serta BUMN itu mengaku dirinya juga tidak ingin kembali ke masa lalu, di mana anggota TNI dikaryakan sebagai lurah, bupati, wali kota, gubernur dan pimpinan perusahaan negara bahkan rektor tanpa pensiun.

    Ia menegaskan dalam revisi terbaru jika ada prajurit TNI hendak menduduki jabatan sipil, mereka harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan dan tidak boleh rangkap jabatan.

    Menurutnya, penempatan TNI pada kementerian/lembaga tidak lain karena potensi yang dimiliki oleh TNI dapat terus terberdayakan dan teroptimalkan secara fungsional, salah satunya penguatan lembaga siber dan sandi negara yang membutuhkan kompetensi dari prajurit TNI.

    “Contoh lain adalah penguatan dalam lembaga penanggulangan terorisme, perlu kolaborasi antara Polri dan TNI untuk memperkuat ketahanan nasional dari berbagai ancaman atau potensi serangan teroris dari dalam dan luar negeri,” ujarnya.

    Menurut Sarmuji, penambahan tugas dan kewenangan TNI pada kementerian/lembaga pada praktiknya sudah terjadi. Revisi ini sesungguhnya memberikan payung dan penguatan hukum pelaksanaan yang dilakukan selama ini.

    “Terdapat lembaga atau kementerian yang selama ini sudah dijabat oleh TNI, namun belum memiliki memiliki payung undang-undang, di antaranya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP),” jelas Sarmuji.

    Ia menegaskan bahwa revisi tidak mengubah norma dan pengaturan yang menjadi amanah dari reformasi pada tahun 1998. TNI tetap memiliki tugas utama sebagai garda terdepan dalam menjaga pertahanan dan keamanan negara dan bangsa.

    “Norma tentang larangan TNI untuk berpolitik praktis dan berbisnis dipastikan tetap berlaku. Fraksi Golkar akan menjaga amanah reformasi yang diperjuangkan dengan berdarah-darah,” tambahnya.

     

    Oleh karena itu, Sarmuji berharap masyarakat tidak perlu khawatir mengenai penyesuaian pengaturan dalam Undang-Undang TNI tersebut karena revisi Undang-Undang TNI justru membatasi institusi TNI, namun tetap meningkatkan profesionalisme prajurit dan memastikan supremasi sipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk disahkan menjadi undang-undang.

    Perubahan dalam RUU tersebut, di antaranya mengenai kedudukan koordinasi TNI, penambahan bidang soal operasi militer selain perang, penambahan jabatan sipil yang bisa diisi TNI aktif, dan perpanjangan masa dinas keprajuritan atau batas usia pensiun.

    Pada perubahan Pasal 47 dalam RUU tersebut, jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif bertambah dari 10 bidang menjadi 14 bidang. Selain ketentuan 14 bidang jabatan sipil itu, TNI aktif harus mundur atau pensiun dari dinas keprajuritan.

    Sumber : Antara

  • Massa Aksi Demo RUU TNI Jebol Dua Pagar Gerbang DPR

    Massa Aksi Demo RUU TNI Jebol Dua Pagar Gerbang DPR

    Bisnis.com, JAKARTA – Massa aksi tolak pengesahan revisi Undang-undang No.34/2004 tentang TNI (RUU TNI) berhasil membobol pagar besi gerbang depan DPR.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, massa aksi yang terdiri dari mahasiswa itu telah berhasil menjebol pagar besi itu sekitar 18.30 WIB.

    Penjebolan itu dilakukan dengan menggunakan tali yang diikatkan ke tiang pagar besi tersebut. Tali itu kemudian ditarik secara serempak dan membuat pagar besi gerbang DPR itu dibobol massa.

    Adapun, terdapat dua pagar besi yang berhasil di jebol oleh massa aksi di sebelah kiri dan kanan gedung DPR RI. Rencananya, pintu itu bakal digunakan massa aksi untuk merangsek masuk ke kawasan dalam DPR RI.

    “Ini adalah bentuk perubahan temen-temen, kita tidak akan mundur sebelum pejabat disana membatalkan RUU TNI,” ujar orator di mobil komando, Kamis (20/3/2025).

    Sekadar informasi, aksi massa menuntut penolakan RUU TNI. Mereka menilai bahwa revisi UU militer itu justru telah bertentangan dengan semangat reformasi.

    Aturan itu juga dinilai dapat mengembalikan era Dwifungsi ABRI. Seban, dalam aturan itu terdapat pasal yang mengatur penambahan Kementerian/Lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit TNI aktif.

    Sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan RUU TNI No.34/2005 menjadi UU, pada Kamis (20/3/2025). Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen. Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin rapat paripurna tersebut.

    “Sekarang tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia apakah dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan dan dijawab setuju oleh para anggota dewan.

    Setelah mendapat persetujuan dari anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna, Puan mengucapkan terima kasih dan mengetuk palu sidang.

  • Massa Aksi Demo RUU TNI Tetap Bertahan di DPR Meski Diguyur Hujan

    Massa Aksi Demo RUU TNI Tetap Bertahan di DPR Meski Diguyur Hujan

    Bisnis.com, JAKARTA – Massa aksi unjuk menolak pengesahan revisi Undang-undang No.34/2004 tentang TNI (RUU TNI) masih bertahan di depan Gedung DPR, Kamis (20/3/2025) meski diguyur hujan.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi sekitar 16.20 WIB, rintik hujan telah mulai membasahi massa aksi. Namun, massa tetap bertahan. Mereka semakin solid dan saling bergandengan.

    Aksi massa, khususnya kelompok mahasiswa tetap menggaungkan aspirasinya. Suara-suara perjuangan terus menggema di depan Gedung DPR RI. 

    “Revolusi, revolusi, revolusi!” teriak massa aksi dengan serempak.

    Di tengah guyuran hujan, terjadi juga peristiwa pelemparan botol, sampah, petasan hingga bunga dari tempat demonstrasi. Lemparan barang itu ditujukan ke Gedung DPR. 

    Di lain sisi, pasukan kepolisian nampak tengah berjaga. Mereka berbaris dengan menghadap massa aksi. Nampak, anggota korps Bhayangkara itu mengenakan pelindung kepala, rompi dan tameng.

    Sesekali, komando kepolisian meminta agar aksi massa tidak melakukan tindakan anarkis. Namun, suara itu masih kalah dengan orasi dari mahasiswa.

    “Tolak RUU TNI, kembalikan TNI ke Barak, hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia, hidup perempuan yang berjuang,” ujar aksi massa serempak.

    Sekadar informasi, aksi massa menuntut penolakan RUU TNI. Mereka menilai bahwa revisi UU militer itu justru telah bertentangan dengan semangat reformasi.

    Aturan itu juga dinilai dapat mengembalikan era Dwifungsi ABRI. Seban, dalam aturan itu terdapat pasal yang mengatur penambahan Kementerian/Lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit TNI aktif.

  • F-Golkar DPR: Dwifungsi ABRI tak mungkin kembali

    F-Golkar DPR: Dwifungsi ABRI tak mungkin kembali

    Norma tentang larangan TNI untuk berpolitik praktis dan berbisnis dipastikan tetap berlaku

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI M. Sarmuji mengatakan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau TNI sama sekali tidak mengembalikan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

    “Dwifungsi TNI tidak mungkin kembali, justru RUU TNI memberi limitasi anggota TNI masuk jabatan sipil. Posisi yang bisa diduduki TNI aktif hanya berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI, di luar itu TNI harus pensiun jika memang masuk jabatan sipil,” kata Sarmuji dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Sarmudji mengaku dirinya juga tidak ingin kembali ke masa lalu, di mana anggota TNI dikaryakan sebagai lurah, bupati, wali kota, gubernur dan pimpinan perusahaan negara bahkan rektor tanpa pensiun.

    Ia menegaskan dalam revisi terbaru jika ada prajurit TNI hendak menduduki jabatan sipil, mereka harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan dan tidak boleh rangkap jabatan.

    Menurutnya, penempatan TNI pada kementerian/lembaga tidak lain karena potensi yang dimiliki oleh TNI dapat terus terberdayakan dan teroptimalkan secara fungsional, salah satunya penguatan lembaga siber dan sandi negara yang membutuhkan kompetensi dari prajurit TNI.

    “Contoh lain adalah penguatan dalam lembaga penanggulangan terorisme, perlu kolaborasi antara Polri dan TNI untuk memperkuat ketahanan nasional dari berbagai ancaman atau potensi serangan teroris dari dalam dan luar negeri,” ujarnya.

    Menurut Sarmuji, penambahan tugas dan kewenangan TNI pada kementerian/lembaga pada praktiknya sudah terjadi. Revisi ini sesungguhnya memberikan payung dan penguatan hukum pelaksanaan yang dilakukan selama ini.

    “Terdapat lembaga atau kementerian yang selama ini sudah dijabat oleh TNI, namun belum memiliki memiliki payung undang-undang, di antaranya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP),” jelas Sarmuji.

    Ia menegaskan bahwa revisi tidak mengubah norma dan pengaturan yang menjadi amanah dari reformasi pada tahun 1998. TNI tetap memiliki tugas utama sebagai garda terdepan dalam menjaga pertahanan dan keamanan negara dan bangsa.

    “Norma tentang larangan TNI untuk berpolitik praktis dan berbisnis dipastikan tetap berlaku. Fraksi Golkar akan menjaga amanah reformasi yang diperjuangkan dengan berdarah-darah,” tambahnya.

    Oleh karena itu, Sarmuji berharap masyarakat tidak perlu khawatir mengenai penyesuaian pengaturan dalam Undang-Undang TNI tersebut karena revisi Undang-Undang TNI justru membatasi institusi TNI, namun tetap meningkatkan profesionalisme prajurit dan memastikan supremasi sipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk disahkan menjadi undang-undang.

    Perubahan dalam RUU tersebut, di antaranya mengenai kedudukan koordinasi TNI, penambahan bidang soal operasi militer selain perang, penambahan jabatan sipil yang bisa diisi TNI aktif, dan perpanjangan masa dinas keprajuritan atau batas usia pensiun.

    Pada perubahan Pasal 47 dalam RUU tersebut, jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif bertambah dari 10 bidang menjadi 14 bidang. Selain ketentuan 14 bidang jabatan sipil itu, TNI aktif harus mundur atau pensiun dari dinas keprajuritan.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mahasiswa Semarang Geruduk Kodim, Tolak Pengesahan UU TNI

    Mahasiswa Semarang Geruduk Kodim, Tolak Pengesahan UU TNI

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Ratusan mahasiswa Semarang menggeruduk kantor Komando Distrik Militer (Kodim) 0733 Kota Semarang usai RUU TNI disahkan oleh DPR RI di Jakarta, Kamis (20/3/2025) siang.

    Para mahasiswa melakukan orasi menolak pengesahan UU TNI.

    Mereka juga menempelkan sejumlah spanduk protes di pagar dan pintu Kodim.

    Beberapa tulisan dalam spanduk tersebut berbunyi “Cabut UU TNI,” “Kembalikan TNI ke Barak,” dan “Sok-sokan Dwifungsi, Satu Saja Tidak Berfungsi.”

    “TNI ini hanya patuh terhadap perintah atasan. Dan, lewat UU TNI hanya untuk kepentingan peningkatan karir mereka,” teriak orator aksi.

    Aksi mahasiswa di depan markas Kodim berlangsung singkat, sekitar 20 menit.

    Sejumlah aparat TNI dan Kepolisian tampak mengawal ketat jalannya aksi.

    Usai berunjuk rasa di depan Kodim, mahasiswa melanjutkan aksinya ke kantor Gubernur Jawa Tengah di Jalan Pahlawan, Kota Semarang.

    Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Fajar Muhammad Andhika, menyebut aksi mahasiswa dimulai dari Kantor Pos Kota Lama Semarang.

    Setelah itu, mereka bergerak ke Kodim Semarang, lalu berakhir di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.

    Menurutnya, aksi tersebut merupakan bentuk protes atas pengesahan UU TNI.

    “DPR RI tutup telinga dengan tetap mengesahkan UU TNI, padahal gelombang penolakan sangat tinggi,” katanya.

    Ia menilai UU TNI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang telah dihapus dalam reformasi.

    “Pengesahan UU TNI mencederai amanat reformasi yang melarang TNI masuk ke ranah sipil,” paparnya.

    “Mirisnya, legitimasi itu kembali hidup melalui UU TNI,” tambahnya.

  • Mahasiswa Semarang Geruduk Kodim, Tolak Pengesahan UU TNI

    Mahasiswa Semarang Geruduk Kodim, Tolak Pengesahan UU TNI

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Ratusan mahasiswa Semarang menggeruduk kantor Komando Distrik Militer (Kodim) 0733 Kota Semarang usai RUU TNI disahkan oleh DPR RI di Jakarta, Kamis (20/3/2025) siang.

    Para mahasiswa melakukan orasi menolak pengesahan UU TNI.

    Mereka juga menempelkan sejumlah spanduk protes di pagar dan pintu Kodim.

    Beberapa tulisan dalam spanduk tersebut berbunyi “Cabut UU TNI,” “Kembalikan TNI ke Barak,” dan “Sok-sokan Dwifungsi, Satu Saja Tidak Berfungsi.”

    “TNI ini hanya patuh terhadap perintah atasan. Dan, lewat UU TNI hanya untuk kepentingan peningkatan karir mereka,” teriak orator aksi.

    Aksi mahasiswa di depan markas Kodim berlangsung singkat, sekitar 20 menit.

    Sejumlah aparat TNI dan Kepolisian tampak mengawal ketat jalannya aksi.

    Usai berunjuk rasa di depan Kodim, mahasiswa melanjutkan aksinya ke kantor Gubernur Jawa Tengah di Jalan Pahlawan, Kota Semarang.

    Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Fajar Muhammad Andhika, menyebut aksi mahasiswa dimulai dari Kantor Pos Kota Lama Semarang.

    Setelah itu, mereka bergerak ke Kodim Semarang, lalu berakhir di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.

    Menurutnya, aksi tersebut merupakan bentuk protes atas pengesahan UU TNI.

    “DPR RI tutup telinga dengan tetap mengesahkan UU TNI, padahal gelombang penolakan sangat tinggi,” katanya.

    Ia menilai UU TNI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang telah dihapus dalam reformasi.

    “Pengesahan UU TNI mencederai amanat reformasi yang melarang TNI masuk ke ranah sipil,” paparnya.

    “Mirisnya, legitimasi itu kembali hidup melalui UU TNI,” tambahnya.

  • Tak Ada Wajib Militer, Tidak Ada Dwifungsi

    Tak Ada Wajib Militer, Tidak Ada Dwifungsi

    Jakarta

    Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan tidak ada wajib militer dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sudah disahkan menjadi UU. Sjafrie mengatakan tidak ada dwifungsi ABRI dalam UU tersebut.

    “Nggak ada lagi wajib militer, yang ada itu untuk perwira itu kalau dia akademi militer atau dia sebagai perwira prajurit karier atau sebagai komponen cadangan,” kata Sjafrie di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025).

    “Jadi tidak ada wajib militer di Indonesia lagi, tidak ada dwifungsi dwifungsi lagi, jangan kan jasad, arwahnya pun sudah tidak ada,” sambung dia.

    Sjafrie juga mengatakan tidak ada prajurit aktif yang dapat mengisi jabatan di luar 14 kementerian/lembaga yang telah diatur di UU TNI. Dia meminta masyarakat tak khawatir anggota TNI aktif mengisi jabatan di BUMN.

    “Tidak ada (prajurit aktif di Agrinas BUMN), semua mulai Bulog semua purnawirawan jadi tenang aja ya. Nggak usah khawatir lah,” ujarnya.

    Dia mengatakan UU TNI yang terbaru juga masih melarang prajurit TNI aktif berbisnis. Dia menekankan yang menjadi perhatian pihaknya ialah kesejahteraan TNI.

    Sebelumnya, DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI menjadi undang-undang. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sejumlah menteri.

    Rapat terselenggara di ruang Paripurna gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/3). Rapat dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani yang didampingi Wakil Ketua DPR yang lain, seperti Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.

    Selepas Utut menyampaikan laporannya, Puan lantas menanyakan kepada anggota Dewan yang hadir apakah RUU tersebut dapat disepakati menjadi undang-undang. Mayoritas menjawab setuju.

    “Kami menanyakan kepada seluruh anggota apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” kata Puan Maharani.

    “Setuju,” jawab peserta sidang diikuti dengan ketukan palu tanda pengesahan.

    (amw/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menjelang Pengesahan RUU TNI, Mahasiswa Trisakti, UNS, UGM, dan BEM SI Gelar Aksi Tolak Dwifungsi – Halaman all

    Menjelang Pengesahan RUU TNI, Mahasiswa Trisakti, UNS, UGM, dan BEM SI Gelar Aksi Tolak Dwifungsi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahasiswa dari Universitas Trisakti, UNS, UGM, dan BEM SI menggelar aksi protes menentang RUU TNI yang tengah dalam proses pengesahan.

    Gelombang aksi ini dilakukan di berbagai daerah menjelang pengesahan revisi UU TNI yang dijadwalkan pada Kamis (20/3/2025).

    Para mahasiswa menuntut agar RUU ini tidak diteruskan, dengan alasan adanya potensi kembalinya dwifungsi ABRI yang dianggap mengancam demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia.

    Aksi Mahasiswa Trisakti

    Mahasiswa Universitas Trisakti menggelar aksi unjuk rasa di Gerbang Pancasila DPR RI, Jakarta Pusat, pada Rabu kemarin sebagai bagian dari gerakan reformasi. 

    Mereka menyampaikan empat tuntutan utama:

    Menolak seluruh rancangan revisi UU TNI
    Meminta pencopotan perwira aktif TNI-Polri dari jabatan sipil yang mereka duduki
    Menuntut diwujudkannya supremasi sipil dan penghentian agenda militerisasi dalam pemerintahan sipil
    Mengingatkan pentingnya komitmen pemerintah dalam menjaga nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.

    “Jika revisi ini diterapkan tanpa pengawasan ketat, demokrasi Indonesia dapat mengalami kemunduran,” ujar Presiden Mahasiswa MM-Universitas Trisakti, Faiz Nabawi Mulya.

    Aksi Mahasiswa UNS

    Di Solo, aksi digelar di depan Gedung DPRD Solo dengan membawa spanduk bertuliskan “Hapuskan RUU TNI,” “Batalkan RUU TNI,” “Pulangkan TNI ke Barak,” dan “Supremasi Sipil.”

    Presiden BEM UNS, Muhammad Faiz Yuhdi, menyatakan bahwa mereka ingin memperingatkan DPRD agar bisa menyampaikan aspirasi masyarakat daerah, terutama mengingat masih ada waktu sebelum pengesahan dilakukan.

    “Kami ingin memperingatkan DPRD yang seharusnya menjadi representasi masyarakat daerah. Untuk nanti mereka bisa menyampaikan, masih ada waktu, masih ada harapan sebelum disahkan,” ujar Faiz.

    Aksi Dosen dan Mahasiswa UGM

    Aksi di Yogyakarta berbeda karena melibatkan dosen dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Ratusan mahasiswa dan dosen UGM menggelar aksi di halaman Balairung, Gedung Pusat UGM.

    Mereka mengenakan pakaian dengan nuansa gelap sebagai simbol keprihatinan. 

    Mereka menentang RUU TNI yang dianggap berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, sebuah periode di mana militer memegang kekuasaan besar dalam pemerintahan negara selama Orde Baru.

    “Kampus tidak akan diam saat ada penindasan. Kampus harus jaga reformasi, kampus tolak dwifungsi, tolak militerisme,” kata Dr. Herlambang Wiratman, Dosen Fakultas Hukum (FH) UGM pada Selasa kemarin.

    Aksi BEM SI

    Di Jakarta, aksi protes juga akan digelar oleh BEM SI dan Koalisi Masyarakat Sipil.

    Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan, Satria Naufal, menyatakan bahwa koalisi sipil tengah melakukan konsolidasi untuk menentukan lokasi dan tuntutan massa aksi. 

    “BEM SI dan (Koalisi) Masyarakat Sipil sedang dan terus konsolidasi hingga menggelar demonstrasi,” kata Satria.

    Pengesahan RUU TNI

    Revisi RUU TNI dijadwalkan untuk disahkan menjadi UU pada Kamis ini.

    Meskipun begitu, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak DPR mengenai pengesahan RUU TNI dalam rapat paripurna hari ini.

    Pimpinan Komisi I DPR sebelumnya menyatakan bahwa RUU TNI akan dibawa ke rapat paripurna terdekat, yang dijadwalkan berlangsung hari ini.

    RUU TNI ini mendapatkan penolakan dari banyak pihak, khususnya publik, yang khawatir bahwa pengesahan RUU ini dapat menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang terjadi pada masa Orde Baru.

    Beberapa perubahan dalam RUU TNI meliputi penambahan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh TNI aktif, serta perpanjangan usia pensiun bagi anggota TNI.

  • Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat

    Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat

    Perjalanan RUU TNI: Digagas Sejak Lama, Dibahas Secara Kilat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam rapat paripurna pada Kamis (20/3/2025).
    Pengesahan ini tetap dilakukan oleh DPR RI, walaupun proses pembahasannya menuai kontroversi dan penolakan keras dari berbagai pihak.
    Pasalnya, proses pembahasan
    RUU TNI
    ini dianggap terburu-buru dan minim partisipasi masyarakat.
    Selain itu, ada kekhawatiran publik terhadap potensi kembalinya dwifungsi militer yang masih menjadi sorotan utama.
    Meski baru menjadi bahan perbincangan dalam beberapa waktu terakhir,  wacana
    revisi UU TNI
    pertama kali bergulir pada DPR periode 2019-2024.
    Kala itu, Komisi I DPR mulai mengusulkan perubahan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 34 Tahun 2004, termasuk perluasan jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit aktif.
    Namun, pembahasan revisi UU TNI pada periode tersebut kerap tersendat akibat polemik yang muncul di tengah masyarakat.
    Sejumlah pihak khawatir perubahan aturan ini akan membuka peluang kembalinya dwifungsi militer seperti pada masa Orde Baru.
    Selain itu, muncul pula wacana untuk menghapus larangan bagi anggota TNI terlibat dalam bisnis.
    Usulan ini menuai kritik tajam karena dinilai berpotensi mengganggu profesionalisme TNI sebagai institusi pertahanan negara.
    Di tengah banyaknya sorotan, DPR periode 2019-2024 akhirnya gagal menuntaskan revisi UU TNI hingga akhir masa jabatannya.
    Pembahasan pun dilanjutkan oleh DPR periode 2024-2029.
    Pada awal 2025, DPR kembali memasukkan RUU TNI ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
    Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (18/2/2025), yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir.
    Dalam rapat tersebut, Adies mengungkapkan bahwa pimpinan DPR telah menerima surat presiden (Surpres) terkait penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas RUU TNI.
    Pada awal Maret 2025, Komisi I DPR RI mulai menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) guna menghimpun masukan dari berbagai pihak.
    Salah satunya dengan mengundang Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 10 Maret 2025.
    Pembahasan kemudian berlanjut dengan rapat perdana bersama unsur pemerintah pada Rabu (13/3/2025).
    Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjafruddin, yang hadir dalam rapat itu, menargetkan revisi UU TNI bisa diselesaikan sebelum masa reses anggota DPR.
    “Kita harapkan ini selesai sebelum reses para anggota DPR,” ujar Sjafrie seusai rapat.
    Sehari setelahnya, Panglima TNI Agus Subiyanto dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, serta Udara turut hadir dalam rapat Komisi I DPR RI untuk memberikan pandangan mereka.
    Agus menegaskan bahwa meski ada revisi UU TNI, prinsip supremasi sipil tetap harus dijaga.
    “TNI memandang bahwa prinsip supremasi sipil adalah elemen fundamental negara demokrasi yang harus dijaga dengan memastikan adanya pemisahan yang jelas antara militer dan sipil,” kata Agus.
    Namun, revisi UU TNI mendapat banyak penolakan dari berbagai pihak.
    Sejumlah elemen masyarakat menilai perubahan aturan ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru.
    Di tengah penolakan tersebut, DPR dan pemerintah tetap melanjutkan pembahasan.
    Bahkan, mereka diam-diam menggelar rapat tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta, selama dua hari dalam format konsinyering.
    Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan sempat mendatangi lokasi rapat dan mendesak agar pembahasan dihentikan.
    Namun, desakan tersebut tidak mengubah sikap DPR dan pemerintah untuk melanjutkan revisi UU TNI.
    Pada Senin (17/3/2025), Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus/Timsin) DPR mulai merumuskan draf RUU berdasarkan hasil pembahasan maraton pekan sebelumnya.
    Hasil kerja Timus/Timsin kemudian dilaporkan kepada Komisi I DPR dan pemerintah dalam rapat panitia kerja pada Selasa (18/3/2025).
    Setelah itu, DPR dan pemerintah tanpa jeda langsung menggelar rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I untuk menetapkan RUU TNI sebelum dibawa ke rapat paripurna.
    Saat membuka rapat pleno, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, mengeklaim bahwa seluruh tahapan revisi UU TNI telah dilalui dengan lengkap.
     
    “Mulai dari penerimaan Surpres, penugasan dari pimpinan ke Komisi I, kita sudah mengundang semua
    stakeholder
    , dan terakhir kita sudah menyelesaikan rapat panja,” kata Utut di ruang rapat Komisi I DPR, Selasa (18/3/2025).
    “Jadi, dilanjutkan ke Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi yang sudah melaporkan hasilnya kepada panja. Kita juga sudah rapat dengan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara,” ujar dia.
    Dalam rapat pleno tersebut, seluruh fraksi di Komisi I DPR pun menyatakan menyetujui RUU TNI untuk dibawa ke pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna.
    “Selanjutnya, saya mohon persetujuannya apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi UU. Apakah dapat disetujui?” tanya Utut.
    “Setuju,” jawab seluruh peserta rapat secara serentak.
    Revisi UU TNI yang disahkan DPR membawa sejumlah perubahan signifikan, antara lain:
    1. Perpanjangan usia pensiun prajurit TNI
    – Bintara dan tamtama pensiun pada usia 55 tahun.
    – Perwira hingga pangkat kolonel pensiun pada usia 58 tahun.
    – Perwira tinggi (pati) bintang 1 pensiun usia 60 tahun.
    – Pati bintang 2 pensiun usia 61 tahun, dan pati bintang 3 pensiun usia 62 tahun.
    – Pati bintang 4 bisa pensiun pada usia 63 tahun, tetapi masa kedinasannya dapat diperpanjang oleh Presiden RI sebanyak dua kali.
    2. Perluasan penempatan prajurit aktif di lembaga sipil
    – Jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif bertambah menjadi 15 instansi, dari sebelumnya hanya 10.
    Lima tambahan instansi tersebut adalah Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Badan Keamanan Laut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kejaksaan Agung.
    3. Penambahan tugas TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP)
    – TNI kini diberi tugas tambahan dalam menanggulangi ancaman siber serta melakukan penyelamatan  WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Akan Sahkan RUU TNI Hari Ini – Page 3

    DPR Akan Sahkan RUU TNI Hari Ini – Page 3

    Menjelang pengesahan RUU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), Komisi I DPR RI dan pemerintah menggelar rapat kerja secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2025) malam.

    Diketahui, RUU TNI tersebut telah diketuk palu atau di tingkat I pada Selasa (18/3/2025) kemarin, dan rencananya akan disahkan menjadi undang-undang pada rapat paripurna hari ini, Kamis (20/2/2025).

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengaku, rapat tertutup tersebut hanya untuk memperbaiki frasa saja tanpa mengubah draf apapun.

    “Enggak ada, itu hanya menyesuaikan dengan dari sisi gramatikal aja, ada yang keamanan yang seharusnya pertahanan. Frasa-frasa jadi kalau keamanan nanti tafsirannya nanti TNI bisa urusan dengan tugas Polri padahal itu tugas pokok adalah menyangkut soal pertahanan negara,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (19/3/2025) malam.

    Selain itu, rapat juga membahas detail soal aturan pensiun prajurit TNI, agar ada keseragaman usia pensiun antara PNS dan TNI.

    “Yang kedua menyangkut soal pensiun ya kan. Karena sekarang bukan hanya PNS saja yang sipil sekarang pensiunnya sudah 60 tahun. Nah karena itu tidak adil kalau kemudian bagi perwira terutama perwira tinggi yang kita cetak dengan begitu luar biasa kemudian mereka harus pensiun di umur 58 tahun. Karena itu harus ada keseragaman soal itu,” jelas dia.

    Supratman juga mengklaim, rapat bersama Komisi I DPR digelar untuk memastikan revisi UU TNI tidak akan membangkitkan dwifungsi ABRI seperti yang ditakuti masyarakat termasuk mahasiswa.

    “Untuk memastikan apa yang menjadi tuntutan adek adek mahasiswa terkait dengan kekhawatiran akan terjadinya dwifungsi abri atau dwifungsi TNI itu sama sekali sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan. Karena semua yang dibahas didalam itu adalah terkait dengan tugas-tugas pertahanan TNI,” pungkas Supratman.