Topik: dwifungsi ABRI

  • Mabes TNI: Revisi UU TNI Dibuat Untuk Menegaskan Batasan Agar Kami Tak Salah Ambil Keputusan – Halaman all

    Mabes TNI: Revisi UU TNI Dibuat Untuk Menegaskan Batasan Agar Kami Tak Salah Ambil Keputusan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menyikapi keraguan yang muncul terkait revisi UU TNI, Markas Besar TNI kembali menegaskan kembali tujuan direvisinya Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) tersebut. 

    Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Kristomei Sianturi menegaskan TNI sangat menghormati dan mendukung penuh supremasi sipil serta menghargai demokrasi.

    Bagi TNI, kata Kristomei, saran dan masukan kepada TNI dibutuhkan sebagai fungsi kontrol dalam reformasi sektor keamanan.

    Hal itu disampaikannya dalam Webinar yang digelar ISDS bertajuk Tentang UU TNI – Kita Bertanya, TNI Menjawab pada Selasa (25/3/2025).

    “Jadi yakin dan percayalah apa yang sedang dirumuskan oleh TNI adalah demi kebaikan bersama dan revisi UU TNI ini dibuat untuk mempertegas apa batasan-batasan yang bisa kami kerjakan. Bukan untuk perluasan wewenang. Sehingga kami tidak salah langkah, tidak salah dalam mengambil keputusan, dalam alam demokrasi dalam rangka supremasi sipil ini,” ucap Kristomei.

    Ia juga menjelaskan keraguan yang muncul bahwa revisi UU TNI 34 tahun 2004 akan mengembalikan lagi dwifungsi ABRI tidaklah tepat.

    Kristomei juga menyatakan tidak pernah ada niatan dari TNI untuk kembali ke sana.

    “Seperti yang tadi saya sampaikan, misalnya berapa banyak sih generasi muda TNI saat ini yang pernah merasakan nikmatnya dwifungsi ABRI? Saya saja seorang Kapuspen TNI, saya lulusan Akademi Militer tahun 1997 tidak pernah merasakan nikmatnya apa itu dwifungsi ABRI,” kata Kristomei.

    “Dan kami karena tidak pernah merasakan nikmatnya, ngapain kami kembali lagi ke masa lalu. Kami ingin jadi tentara profesional,” lanjutnya.

    Oleh karena itu, kata dia, agar TNI menjadi tentara profesional sesuai dengan jati diri TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara profesional maka TNI perlu dilengkapi dengan persenjataan atau alutsista.

    Selain itu, menurut dia, tentara juga perlu dipikirkan kesejahteraannya.

    “Anggaran pertahanan harus dipikirkan sehingga bisa mencukupi untuk melatih, melengkapi perlengkapan dalam rangka kita melaksanakan operasi,” ujarnya.

    “Jadi perubahan-perubahan dalam pasal 7 dalam tugas-tugas TNI, dalam pasal 47, tidak ada bahwa kita ingin untuk kembali mengaktifkan dwifungsi ABRI atau TNI,” pungkas dia.

    Sebagaimana diketahui, mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil menolak dan mengkritisi revisi UU TNI yang telah disahkan menjadi UU oleh DPR pekan lalu.

    Kelompok yang menolak dan mengkritik revisi UU TNI di antaranya khawatir kembalinya dwifungsi ABRI pada Orde Baru kembali berlaku saat ini.

    Sejumlah pasal yang menjadi sasaran kritik antara lain terkait Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan penempatan perwira TNI aktif di jabatan sipil.

  • Pemprov Jawa Barat dan TNI AD Perkuat Kolaborasi melalui MoU, Isu Baru Pasca Revisi UU TNI – Halaman all

    Pemprov Jawa Barat dan TNI AD Perkuat Kolaborasi melalui MoU, Isu Baru Pasca Revisi UU TNI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG- Belum lama ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) resmi menandatangani perjanjian kerja sama (MoU) untuk memperkuat kolaborasi dalam berbagai sektor pembangunan dan penanganan bencana. 

    Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa MoU tersebut tidak berarti TNI akan terlibat dalam posisi pemerintahan atau menggantikan peran Pemprov Jabar. 

    Sebaliknya, kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi dalam pembangunan infrastruktur, pengelolaan bencana, serta pemberdayaan masyarakat.

    Fokus Kolaborasi: Pembangunan Infrastruktur dan Pemberdayaan Masyarakat

    Gubernur Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa MoU ini lebih difokuskan pada upaya kolaboratif dalam berbagai proyek pembangunan, seperti penanaman pohon, pembersihan sungai, pembangunan jalan dan irigasi, serta membantu warga kurang mampu. Dedi Mulyadi menyampaikan, 

    “Enggak ada pos yang ditempati TNI, kan, enggak ada (TNI) yang menjadi pegawai Pemprov Jabar,” kata Dedi Mulyadi saat ditemui di Pendopo Bupati Majalengka, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan/Kabupaten Majalengka, Senin (24/3/2025) malam.

    Menurut dia, Pemprov Jabar bekerja sama dalam program-program yang dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.

    Salah satu contoh nyata dari kerja sama ini adalah program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), yang sudah berlangsung cukup lama dan menjadi bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, seperti yang dilakukan di program Bakti Siliwangi Manunggal Satata Sariksa (BSMSS) di Jawa Barat dan TNI Manunggal Sindang Kasih (TMSK) di Kabupaten Majalengka.

    “Ini bukti keselarasan tugas TNI dan pemerintah pusat, provinsi sampai kota serta kabupaten, karena hasil pembangunanya sesuai kebutuhan masyrakat,” tambahnya. Gubernur Dedi juga menegaskan bahwa kolaborasi ini berfokus pada kebutuhan masyarakat, sesuai dengan prioritasnya sebagai pemimpin daerah.

    Kontroversi Terkait Revisi UU TNI: Apakah Kerja Sama Ini Melanggar Aturan Baru?

    Namun, di tengah penandatanganan MoU tersebut, muncul kritik dari pengamat politik terkait dengan kesesuaian kerja sama ini dengan Revisi Undang-Undang (UU) TNI yang baru disahkan oleh DPR pada 21 Maret 2025.

    Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menyatakan bahwa kerja sama antara Pemprov Jabar dan TNI AD bisa bertentangan dengan ketentuan dalam UU TNI yang baru.

    Revisi UU TNI mengatur bahwa keterlibatan TNI dalam ranah sipil hanya diperbolehkan di 16 sektor yang telah ditetapkan dan harus sesuai dengan kebijakan politik pemerintah pusat. Ray menambahkan,

    “Jadi, pemda itu tidak dapat secara sepihak menjalin kerja sama dengan TNI tanpa memperoleh persetujuan dari pemerintah pusat. Hal ini juga berlaku bagi TNI yang tidak boleh mengikat kerja sama dengan pihak manapun tanpa izin resmi dari pemerintah pusat,” ujarnya.

    Menurutnya, setiap langkah yang melibatkan TNI dalam sektor sipil harus melalui mekanisme yang jelas dan mendapatkan izin resmi dari pemerintah pusat.

    “TNI itu harus jadi contoh bukan malah melanggarnya, sehingga profesionalisme dan kepatuhan terhadap hukum tetap terjaga demi menjaga stabilitas dan ketertiban nasional,” kata dia.

    Untuk diketahui, Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) melakukan kerja sama proyek pembangunan pihak Angkatan Darat.

    Hal ini disahkan dengan penekenan MoU antara Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, pada Jumat (14/3/2025) di Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabesad), Jakarta.

    Perjanjian kerja sama bertema “Sinergi TNI AD Manunggal Karya Bakti Skala Besar Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Barat” ini berfokus pada pembangunan berbagai proyek infrastruktur, seperti jalan, jembatan, saluran irigasi, serta rumah rakyat.

    KSAD menilai kerja sama ini sejalan dengan program TNI AD, yang mencakup peningkatan kualitas hidup prajurit dan masyarakat, keamanan dan ketertiban, serta peningkatan ekonomi dan sumber daya manusia, khususnya di Jawa Barat.

    Polemik di Tengah Proyek Pembangunan: Apakah TNI Masih Memegang Peran?

    Sementara itu, di tingkat nasional, revisi UU TNI ini mencakup perubahan signifikan yang membatasi keterlibatan TNI dalam berbagai sektor sipil.

    Beberapa pihak mempertanyakan apakah penandatanganan MoU ini melanggar batasan yang telah ditetapkan oleh UU yang baru disahkan, terutama mengingat TNI seharusnya berfokus pada pertahanan negara dan bukan terlibat dalam proyek-proyek pembangunan daerah tanpa izin pusat.

    Pemprov Jabar dan TNI AD di Tengah Proyek Besar: Langkah Strategis atau Pelanggaran Aturan?

    Pada sisi lain, Gubernur Dedi Mulyadi tetap yakin bahwa kerja sama ini sejalan dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Jawa Barat.

    Dedi juga menyebutkan bahwa TNI AD dikenal memiliki kecepatan dalam pengambilan keputusan serta kemampuan untuk melibatkan masyarakat dalam berbagai proyek, seperti yang dilaksanakan oleh Babinsa yang tersebar di seluruh desa di Jawa Barat.

    TNI AD juga berkomitmen untuk mengembangkan program penyediaan air bersih di daerah-daerah yang sulit dijangkau, serta membangun berbagai fasilitas yang mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat.

    Sebagai bagian dari kerja sama ini, Dedi berharap bahwa program-program seperti pembangunan jalan, jembatan, dan rumah rakyat dapat memperkuat kesejahteraan masyarakat Jawa Barat, baik dalam aspek ekonomi, ketahanan pangan, dan pengembangan sumber daya manusia.

    Gelombang Aksi Masyarakat: Tantangan bagi Pemerintah

    Namun, meskipun langkah ini mendapat dukungan dari beberapa pihak, gelombang aksi penolakan terhadap revisi UU TNI yang baru terus berkembang.

    Masyarakat sipil, khususnya mahasiswa dan aktivis, menganggap bahwa penglibatan TNI dalam kegiatan sipil bisa membuka jalan bagi kembalinya dwifungsi ABRI, yang telah lama menjadi isu sensitif di Indonesia.

    Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nicky Fahrizal memperkirakan, gelombang aksi massa menolak revisi Undang-Undang (RUU) TNI konsisten berlangsung, jika pemerintah tidak berbenah dan terus memunculkan rencana mengubah peraturan perundang-undangan yang ada.

    Nicky juga menyoroti masyarakat sipil yang belakangan menaruh perhatian pada rencana pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang Polri, Kejaksaan hingga rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

    “Kalau saya katakan, jika pemerintah tidak mau belajar dari peristiwa-peristiwa politik sebelumnya, tetap ugal-ugalan, pengelolaan negara itu seenaknya saja, serampangan saja, maka aksi ini akan semakin konsisten,” kata Nicky dalam diskusi soal RUU TNI, di kantor CSIS, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Saat ini, belum tuntas publik mengkritisi RUU TNI, namun RUU Polri justru telah hadir. Ia memperkirakan, sikap publik akan lebih meriah, sebab institusi yang dipimpin Jenderal Listyo Sigit Prabowo ini punya catatan sepanjang tahun ini.

    “Mungkin revisi UU Polri ini akan lebih semarak lagi karena memang Polri meninggalkan catatan-catatan yang lumayan dari 2024 sampai 2025,” ujar dia.

    “Maka aksi ini akan konsisten dan mungkin akan makin besar apabila pemerintah tidak mau belajar, tidak mau berbenah, mau seenaknya sendiri saja. Maka masyarakat sipil akan selalu menjawab respons pemerintah yang ugal-ugalan,” tambahnya.

     Terakhir, menurutnya, masyarakat sipil memang harus memberikan atensi kepada sikap atau kebijakan pemerintah dalam penyusunan UU.

    “Mengapa demikian? Karena, seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa dalil kegentingan yang memaksa, atau keadaan darurat, itu sudah menjadi lembaga di dalam perumusan kebijakan hukum,” pungkasnya.

    Sebelumnya, diketahui bersama bahwa gelombang aksi massa terjadi merespons RUU TNI yang disahkan di DPR pada Kamis pekan lalu.

    Aksi massa ini dilakukan dari kelompok mahasiswa hingga masyarakat sipil di berbagai daerah. Terkini, di Malang, demo menolak RUU TNI yang berlangsung sejak Minggu (23/3/2025) sore berubah menjadi kericuhan. 

    Aksi demo yang dilakukan oleh massa yang mengatasnamakan Arek-Arek Malang ini semula berkumpul di depan gedung DPRD Kota Malang, sembari terus melontarkan orasi terkait penolakan UU TNI.

    Selain berorasi, peserta aksi juga sempat menggelar aksi teatrikal, yaitu mencorat-coret jalan dan menuliskan berbagai kalimat serta membawa spanduk bertuliskan penolakan UU TNI.

    Sementara itu, petugas keamanan baik dari Polresta Malang Kota maupun Kodim 0833/Kota Malang dan Satpol PP Kota Malang dan tim medis juga telah bersiaga di lokasi aksi demo.

    Gedung DPRD Kota Malang, dikabarkan terlibat bentrokan dengan aparat keamanan, hingga menyebabkan kebakaran akibat lemparan molotov.

    Menurut rilis dari Aliansi Suara Rakyat (ASURO), sejumlah korban berjatuhan dalam insiden tersebut.

    Hingga pukul 21.25 WIB, diperkirakan ada 6 hingga 7 orang peserta aksi yang dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka.

    Selain itu, sekitar 10 orang massa aksi dilaporkan hilang kontak, sementara 3 orang lainnya telah diamankan oleh pihak kepolisian.

  • Demo Mahasiswa Tolak UU TNI di Jabar Diwarnai Kericuhan, Bentrok hingga Aksi Bakar Ban – Halaman all

    Demo Mahasiswa Tolak UU TNI di Jabar Diwarnai Kericuhan, Bentrok hingga Aksi Bakar Ban – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  – Aksi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang (UU) TNI yang telah disahkan oleh DPR RI beberapa hari lalu berujung ricuh di berbagai daerah, termasuk Sukabumi, Surabaya, Bandung, dan Cirebon, pada Senin (24/03/2025).

    Di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi, terjadi bentrokan antara massa aksi dan aparat kepolisian.

    Aksi yang digelar oleh Gerakan Mahasiswa Sukabumi dan Aliansi BEM Sukabumi memanas setelah adanya pelemparan dari oknum massa aksi.

    Massa yang berusaha menerobos masuk ke gedung DPRD dihalau dengan tembakan water cannon oleh kepolisian.

    Situasi semakin tidak terkendali, menyebabkan beberapa orang mengalami luka-luka. Informasi di lapangan menyebutkan setidaknya tiga orang harus dievakuasi ke rumah sakit, terdiri dari dua mahasiswa dan satu anggota kepolisian.

    Kapolres Sukabumi Kota, AKBP Rita Suwadi, menolak memberikan keterangan resmi terkait insiden tersebut.

    Sementara itu, Ketua DPRD Kota Sukabumi, Wawan Djuanda, menyayangkan terjadinya kericuhan dan menduga adanya penyusup dalam aksi demonstrasi. “Saya yakin mahasiswa di sini adalah demonstran sejati yang tidak memiliki kepentingan lain,” ujarnya.

     

    Bakar Ban di Bandung

    Di Bandung, aksi menolak revisi UU TNI dilakukan oleh gabungan mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah dan Universitas Islam Nusantara (Uninus) di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro.

    Aksi yang dimulai pukul 16.30 WIB ini diwarnai dengan orasi serta aksi bakar ban sebagai simbol protes terhadap pemerintah dan DPR yang dinilai mengesahkan revisi UU TNI secara terburu-buru.

    Perwakilan massa aksi, John (21), mengatakan bahwa pengesahan revisi UU TNI dilakukan tanpa pertimbangan matang dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. “Sebetulnya ada beberapa aspek yang seharusnya bisa didahulukan, tetapi malah UU ini yang dipercepat,” ujarnya.

    Sempat Saling Dorong, Demonstrasi di Cirebon Berujung Dialog

    Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Cirebon Menggugat juga menggelar aksi serupa di depan Gedung DPRD Kota Cirebon.

    Aksi ini berlangsung di tengah suasana Ramadan dan mendapat pengawalan ketat dari kepolisian.

    Mahasiswa tiba di lokasi sekitar pukul 14.00 WIB dengan membawa spanduk bertuliskan “Tolak UU TNI” serta melakukan aksi bakar ban.

    Situasi sempat memanas ketika massa mencoba menerobos gerbang DPRD, menyebabkan aksi dorong dengan polisi.

    Akhirnya, mahasiswa diperbolehkan masuk ke halaman gedung untuk berdialog dengan anggota DPRD Kota Cirebon, Ruri Tri Lesmana, serta Kapolres Cirebon Kota, AKBP Eko Iskandar.

    Presiden Mahasiswa Universitas Gunung Jati (UGJ), Andito Galih, dalam orasinya menyatakan bahwa revisi UU TNI dilakukan secara tertutup tanpa keterlibatan publik.

    “Aksi hari ini kami lakukan untuk menuntut pemerintah membatalkan RUU TNI. Karena undang-undang tersebut sudah disahkan, kami mendesak Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk membatalkannya,” ujarnya.

    Ia menilai revisi UU TNI membuka celah bagi militer untuk masuk ke ranah sipil, yang berpotensi mengancam demokrasi.

    “Kami khawatir UU ini akan membawa militer semakin dekat dengan sipil dan mengintervensi ruang-ruang yang seharusnya dikuasai sipil. Ini bisa menjadi langkah mundur bagi demokrasi Indonesia,” tambahnya.

    Di berbagai daerah, mahasiswa menuntut Presiden untuk mengeluarkan Perpu guna membatalkan revisi UU TNI. 

    Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang mengenai tanggapan atas tuntutan tersebut maupun langkah selanjutnya terkait revisi undang-undang ini. (Tribun jabar/dian herdiansyah/Eki Yulianto)

  • Aliansi Mahasiswa Universitas Bhayangkara Gelar Aksi Tolak UU TNI di Gedung DPRD Kota Bekasi

    Aliansi Mahasiswa Universitas Bhayangkara Gelar Aksi Tolak UU TNI di Gedung DPRD Kota Bekasi

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com Yusuf Bachtiar

    TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI TIMUR – Aliansi mahasiswa Universitas Bhayangkara menggelar aksi tolak UU TNI di Gedung DPRD Kota Bekasi Jalan Chairil Anwar, Kecamatan Bekasi Timur, Senin (24/3/2025).

    Massa aksi datang ke gedung parlemen sekira pukul 14.00 WIB, mereka langsung berkumpul di depan gerbang masuk DPRD Kota Bekasi.

    Mahasiswi juga membawa spanduk berisi kalimat penolakan, dibentangkan di depan pintu gerbang DPRD yang dijaga ketat personel gabungan diantaranya aparat TNI.

    Kegiatan aksi diisi dengan orasi, mahasiswa bergantian berpidato menyampaikan pesan penolakan UU TNI dengan menggunakan pengeras suara.

    “Aksi ini adalah aliansi mahasiswa Universitas Bhayangkara Jakarta Raya,” kata Hernanda Presiden Mahasiswa Universitas Bhayangkara.

    Pihaknya sengaja menggelar aksi skala lokal, tujuannya mendesak pemerintah daerah Kota Bekasi menggelar surat rekomendasi ke pemerintah pusat.

    “Kita sama sama mendorong melalui pemerintah daerah, karena pemerintah pusat sudah terlalu tutup telinga dan tutup mata,” ucapnya.

    “Maka dari itu perlu dorongan dari pemerintah daerah agar pemerintah pusat sadar bahwa undang-undang ini perlu dicabut,” tuturnya.

    Pihaknya menilai, UU TNI yang baru disahkan malah justru menjerumuskan Indonesia ke era kelam saat masih berlakunya Dwifungsi ABRI.

    “Ada kekhawatiran bangkitnya dwifungsi ABRI, tidak sesuai dengan TAP MPR tahun 2000, fokus kita adalah membangun supremasi sipil, UU ini terlalu mengedepankan supremasi militer,” tegas dia. 

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

     

  • DPR Klaim Tidak Miliki Keinginan Kembalikan Dwifungsi ABRI

    DPR Klaim Tidak Miliki Keinginan Kembalikan Dwifungsi ABRI

    PIKIRAN RAKYAT – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tidak memiliki keinginan untuk kembalikan Dwifungsi ABRI atau TNI dengan cara mengesahkan Undang-undang TNI baru-baru ini.

    Hal tersebut ditegaskan oleh Wakil Ketua Dewan DPR RI Saan Mustopa, saat menghadiri acara bakti sosial DPW Partai NasDem Jabar. Tepatnya di Jalan Cipaganti, Kota Bandung pada Minggu, 23 Maret 2025.

    Menurut Saan DPR dan pemerintah itu berkomitmen bahwa undang-undang ini tetap mengedepankan supremasi sipil.

    “Jadi tidak ada keinginan sama sekali dari DPR untuk mengembalikan Dwifungsi TNI, Itu enggak ada,” katanya.

    Sehingga DPR pun kata Saan akan berusaha menjaga semangat reformasi bahwa supremasi sipil itu tetap menjadi komitmen.

    Selain tetap mengedepankan supremasi sipil, Saan juga berharap TNI dapat bekerja dengan profesional. Bahkan dengan tetap mempertahankan negara melalui kemampuannya. 

    “Yang kedua, kita tidak berkeinginan, bahkan tidak pernah berniat sama sekali untuk mengembalikandwi fungsi ABRI untuk masuk ke wilayah politik. Jadi kita tetap menginginkan yang namanya TNI tetap profesional, TNI kita tetap punya kemampuan di bidang pertahanan. Jadi ini yang menjadi komitmen kita” katanya. 

    Mengenai adanya ketidapuasan publik atas pengesahan UU TNI belum lama ini, Saan menyarankan agar hal tersebut dapat diproses melalui mekanisme pengajuan ke Mahkamah Konstitusi, sama seperti Undang-Undang yang lainnya. 

    “Ketika dibahas di DPR pasti saja ada yang pro maupun yang kontra. Tpi kan juga ada ruang. Kalau mereka yang tidak ini (setuju) ada Mahkamah Konstitusi, itu sudah ada yang beberapa kelompok untuk berniat melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi,” katanya. 

    Bagi Saan, sebagai negara demokrasi, sangat wajar bila ada pihak yang merasa tidak setuju dengan produk yang dihasilkan oleh DPR. Sehingga DPR, kata dia selalu membuka ruang bagi pihak yang merasa tidak puas. 

    “Dan menurut saya itu enggak ada masalah dalam alam demokrasi, ini hal yang biasa. Jadi kita selalu memberikan ruang atau jalan, selain membuka partisipasi publik tapi juga ketika tidak puas dengan hasil dari sebuah produk undang-undang yang sudah ditetapkan kan ada mekanisme lainnya,” katanya

    “Jadi, enggak ada masalah, tapi sekali lagi, komitmen DPR terhadap supremasi sipil, terhadap demokrasi, tidak berniat apalagi berkeinginan untuk mengembalikan Dwifungsi, itu kita clear,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Mantan Panglima GAM Dukung UU TNI Baru

    Mantan Panglima GAM Dukung UU TNI Baru

    Jakarta, Beritasatu.com – Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Sayed Mustafa Usab angkat bicara terkait polemik pro dan kontra UU TNI baru. Menurut Sayed, ada upaya sistematis untuk membelokkan persoalan dengan sentimen traumatik sejarah yaitu dengan kebangkitan dwifungsi ABRI. 

    ‎Sayed meminta berbagai elemen masyarakat tidak memainkan emosi rakyat untuk mendiskreditkan UU TNI baru dan institusi TNI itu sendiri. Menurut Sayed, TNI yang ditempatkan di lembaga atau kementerian sipil dipastikan tidak membawa gerbong mereka.

    ‎”Penempatan TNI di lembaga sipil tentunya berdasarkan kemampuan dan kelayakan mereka. Kemarin saya dengar berita Panja revisi UU TNI meminta kepada anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil diminta mengundurkan diri dari jabatan TNI. Nah, itu kan bagus,” ujar Sayed Mustafa kepada wartawan, Minggu (23/3/2025).

    “Jadi kan tidak lagi kembali ke masa Orde Baru karena posisi TNI sekarang ingin membantu bagaimana pemerintah ini bisa berjalan dengan baik. Makanya tidak perlu memastikan emosi rakyat dengan pengesahan RUU TNI,” ungkap Sayed menambahkan.

    ‎Menurut Sayed, penempatan prajurit TNI aktif di 14 kementerian dan lembaga tergantung keputusan pemerintah. Dia menilai TNI hanya mengajukan nama dan pemerintah yang memutuskan menerima atau tidak.

    “Menurut saya tempat-tempat yang mereka duduki, bukan tempat strategis juga yang dilemparkan di luar daripada ranah teknik itu. Sifatnya hanya membantu kekuatan pemerintah untuk menyelesaikan masalah,” tandas Sayed.

    ‎Sayed mengatakan, di Aceh, tempat asalnya, tidak terpengaruh dengan isu yang saat ini dibangun yang mengatasnamakan bangkitnya dwifungsi ABRI. Menurutnya, siapapun TNI merupakan warga negara Indonesia yang berhak menduduki lembaga sipil walaupun ada aturan-aturan yang sudah ada aturannya. 

    ‎Sebagai mantan orang yang berseberangan dengan pemerintah pada saat itu, kata dia, tak terpengaruh dengan hal-hal yang mendiskreditkan upaya pemerintah dalam memajukan sebuah negara melalui aturan-aturan yang ditentukan.  

    ‎”Pemikiran pemberontakan seperti dahulu sudah tamat. Cuma apa yang kita mau itu adalah kesejahteraan yang sama di Aceh dengan di Papua, dengan di Ambon, di mana-mana, di Nusa, semua orang itu minta kesejahteraan. Tidak ada manusia yang minta kesusahan,” terang dia mengenai UU TNI.

  • AHY Jamin UU TNI Tak Akan Bangkitkan Dwifungsi ABRI, Peran Sipil Prajurit Punya Relevansi

    AHY Jamin UU TNI Tak Akan Bangkitkan Dwifungsi ABRI, Peran Sipil Prajurit Punya Relevansi

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjamin bahwa pengesahan UU TNI tidak akan mengembalikan Indonesia ke era dwifungsi ABRI lagi, sebagaimana orde baru.

    Ia menilai RUU TNI yang baru saja disahkan beberapa hari lalu sejatinya perlu ditelaah dengan saksama sehingga publik tak lantas mudah salah sangka.

    Hal ini dikatakan AHY saat ditemui di lingkungan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu, 22 Maret 2025.

    “Tidak benar kalau kemudian ini akan mengembalikan ke masa orde baru dwifungsi ABRI. Memang simpang siur narasi yang beredar di masyarakat luas dan sebetulnya kita harus bisa melihat dengan sabar dan detail apa saja yang menjadi perbedaan dari UU sebelumnya,” kata Agus.

    AHY menjelaskan, berbanding terbalik dari tudingan berbagai pihak, RUU TNI yang baru disahkan justru membatasi perwira TNI dalam memasuki instansi sipil.

    Menurutnya, poin-poin dalam ketentuan terbaru justru memperjelas koridor TNI agar tidak merambah lagi ke jabatan di kementerian atau lembaga lain di luar 14 instansi yang dikehendaki UU.

    “Lembaga lembaga tersebut juga masih banyak peran yang bisa dijalankan dan memang ada relevansinya dengan tugas tugas TNI khususnya dalam operasi militer selain perang (OMSP),” ucapnya.

    Peraih penghargaan Adhi Makayasa Akmil angkatan 2000 ini, di satu sisi mengaku paham, masih banyak masyarakat yang salah persepsi dalam mengartikan seluruh pasal dalam UU TNI.

    Karenanya dia berharap ada UU TNI ini dapat disosialisasikan dengan maksimal sehingga masyarakat tahu tujuan utama dari UU tersebut.

    14 Bidang yang Halal Diisi TNI

    Berikut 14 bidang jabatan sipil yang bisa diisi oleh TNI aktif:

    Koordinator bidang politik dan keamanan negara Pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden Intelijen negara Siber dan/atau sandi negara Lembaga ketahanan nasional Pencarian dan pertolongan Narkotika nasional Pengelola perbatasan Penanggulangan bencana Penanggulangan terorisme Keamanan laut Kejaksaan Republik Indonesia Mahkamah Agung. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • AHY: UU TNI tidak akan bawa Indonesia ke era dwifungsi ABRI

    AHY: UU TNI tidak akan bawa Indonesia ke era dwifungsi ABRI

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menilai RUU TNI yang baru saja disahkan beberapa hari lalu tidak akan membawa Indonesia menuju era dwifungsi ABRI layaknya orde baru.

    “Tidak benar kalau kemudian ini akan mengembalikan ke masa orde baru dwifungsi ABRI. Memang simpang siur narasi yang beredar di masyarakat luas dan sebetulnya kita harus bisa melihat dengan sabar dan detail apa saja yang menjadi perbedaan dari UU sebelumnya,” kata Agus saat ditemui di lingkungan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu.

    Menurut pria yang akrab disapa AHY ini, RUU TNI yang baru disahkan justru membatasi perwira TNI dalam memasuki instansi sipil.

    Hal tersebut, lanjut AHY, justru akan memperjelas koridor TNI agar tidak merambah lagi ke jabatan di kementerian atau lembaga lain di luar yang diatur UU.

    “Lembaga lembaga tersebut juga masih banyak peran yang bisa dijalankan dan memang ada relevansinya dengan tugas tugas TNI khususnya dalam operasi militer selain perang (OMSP),” jelas pria peraih penghargaan Adhi Makayasa Akmil angkatan 2000 ini.

    Di satu sisi, AHY memahami masih banyak masyarakat yang salah persepsi dalam mengartikan seluruh pasal dalam UU TNI. Karenanya dia berharap ada UU TNI ini dapat disosialisasikan dengan maksimal sehingga masyarakat tahu tujuan utama dari UU tersebut.

    Untuk diketahui, daftar lembaga yang bisa dimasuki prajurit aktif berdasar revisi UU TNI.

    Daftar Kementerian/Lembaga eksisting:

    1. Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara

    2. Pertahanan Negara termasuk Dewan Pertahanan Nasional

    3. Sekretaris Militer Presiden (dalam revisi UU TNI menjadi Kesekretariatan Negara yang menangani urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden)

    4. Intelijen Negara,

    5. Siber dan/atau Sandi Negara,

    6. Lembaga Ketahanan Nasional,

    7. Search and Rescue (SAR) Nasional,

    8. Narkotika Nasional, dan

    9. Mahkamah Agung,

    Daftar 5 Kementerian/Lembaga tambahan:

    1. Pengelola Perbatasan,

    2. Penanggulangan Bencana,

    3. Penanggulangan Terorisme,

    4. Keamanan Laut, dan

    5. Kejaksaan Republik Indonesia.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Soal UU TNI, Puan Maharani Pastikan DPR dan Pemerintah Segera Sosialisasi Isi Substansinya

    Soal UU TNI, Puan Maharani Pastikan DPR dan Pemerintah Segera Sosialisasi Isi Substansinya

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi soal aksi penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dilakukan mahasiswa di depan Gedung DPR. 

    Puan menyatakan DPR dan Pemerintah akan segera menyosialisasikan isi substansi dari perubahan UU TNI. Dia menyebut, sosialisasi itu dilakukan guna meluruskan kesalahpahaman karena banyak masyarakat khawatir UU TNI yang baru akan kembali mengaktifkan dwifungsi ABRI seperti era orde baru. 

    “Saya berharap semuanya bisa menahan diri, dan tentu saja kami DPR RI dan pemerintah akan segera mensosialisasikan hal itu (UU TNI baru),” ujar Puan usai menghadiri buka puasa bersama di NasDem Tower, Menteng, Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025 malam.

    “Sehingga publik dan masyarakat bisa segera mengetahui isinya tanpa kemudian ada kecurigaan atau kemudian kesalahpahaman,” kata dia lagi.

    Kapan Sosialisasi UU TNI?

    Soal kapan sosialisasi UU TNI baru akan dilakukan, Puan mengatakan sesegera mungkin.

    “Insya Allah secepatnya,” ungkapnya.

    Sebelumnya, Puan menyatakan DPR telah melakukan proses pembahasan RUU TNI sesuai mekanisme yang berlaku dan melibatkan partisipasi publik, termasuk mahasiswa.

    “Kami dari DPR dan Pemerintah menerima masukan dan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat yang dianggap penting, dan perlu tentu saja juga masukan dari perwakilan mahasiswa juga sudah kami dengarkan,” katanya.

    Terkait kekhawatiran yang berkembang di kalangan masyarakat soal perubahan dalam UU TNI, Puan menegaskan bahwa tidak ada substansi yang akan memungkinkan TNI terlibat dalam politik atau bisnis. Isu ini sempat menimbulkan kekhawatiran publik.

    Puan: TNI tetap dilarang bisnis!

    “TNI tetap dilarang berbisnis dan berpolitik. Ini adalah prinsip yang kami jaga dengan baik. Kami ingin menegaskan bahwa hal ini tidak akan berubah,” tegasnya.

    Puan juga memastikan, perubahan UU TNI dimaksudkan untuk menguatkan pertahanan negara dari berbagai ancaman dan dinamika yang terjadi. Meski begitu, UU TNI yang baru tetap berpegangan pada prinsip alam demokrasi Indonesia.

    “Kami berkomitmen untuk mengutamakan supremasi sipil dan menjaga hak-hak demokrasi serta HAM sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku di Indonesia dan internasional,” katanya memungkas.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Supratman Pastikan Tak Ada Dwifungsi ABRI dalam RUU TNI

    Supratman Pastikan Tak Ada Dwifungsi ABRI dalam RUU TNI

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas memastikan bahwa tidak ada unsur Dwifungsi ABRI dalam UU TNI yang baru disahkan oleh pemerintah dan DPR.

    Menurutnya, aturan yang ada justru memberikan kepastian batasan mengenai jabatan sipil yang boleh diisi oleh anggota militer aktif.  

    “Kekhawatiran terkait dengan dwifungsi TNI kan gak ada. Justru ini memberi batasan dan kepastian terkait jabatan mana yang boleh diisi oleh militer dalam jabatan sipil,” kata Supratman.  

    Supratman mengamini bahwa RUU TNI ini mendapatkan berbagai respons, terutama di media sosial, termasuk kritik dan aksi protes. Menanggapi hal tersebut, Supratman mengakui bahwa dalam demokrasi, perbedaan pendapat adalah hal wajar.  

    “Pasti ada penolakan. Kemarin saya berdialog dengan teman-teman, adik-adik mahasiswa, bahkan mobil saya sempat dicegat. Saya datang lagi untuk menjelaskan. Kita tidak mungkin bisa sepakat dalam semua hal, itu bagian dari takdir kita dalam berdemokrasi,” ujarnya.  

    Dia juga menegaskan bahwa ada saluran hukum yang dapat digunakan, seperti judicial review, bagi pihak yang masih merasa keberatan dengan aturan dalam RUU tersebut.  

    Terkait anggapan bahwa RUU ini dibahas secara kilat tanpa sosialisasi yang cukup, Supratman membantahnya. Dia menyatakan bahwa pembahasan RUU TNI bukan tiba-tiba, melainkan merupakan carry-over dari periode sebelumnya.  

    “Jadi kalau dibilang pembahasan kilat, itu gak ada. Ini sudah sejak 2024, tapi waktu itu pemerintah belum menyelesaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)-nya,” pungkas Supratman.