Topik: dwifungsi ABRI

  • TNI Halal Mata-matai Sipil Buntut Pasal Pertahanan Siber? Ini Kata Kemenhan

    TNI Halal Mata-matai Sipil Buntut Pasal Pertahanan Siber? Ini Kata Kemenhan

    PIKIRAN RAKYAT – Usai pengesahan UU TNI, kini tugas pertahanan siber resmi dimiliki para prajurit. Muncul narasi dari kecemasan komunal warga, hal ini berarti dihalalkannya TNI menjadi mata-mata bagi masyarakat sipil. Benarkah demikian?

    Kepala Biro Humas Setjen Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang menanggapi kegelisahan yang belakangan tersebar di kalangan publik. UU TNI memicu berbagai ketakutan dari mulai dwifungsi ABRI hingga kewenangan berlebih bagi para tentara.

    Dalam keterangan terbaru, ia menegaskan bahwa kabar itu sama sekali keliru. Ia memastikan, kegunaan pengamanan siber oleh TNI bukan untuk memata-matai masyarakat sipil.

    Kementerian Pertahanan, imbuhnya, memahami bahwa ada prinsip demokrasi yang harus lestari. Untuk itu, pendapat yang berbeda-beda serta kritik bagi instansi pertahanan atau pemerintah merupakan salah satu bentuk ekspresi yang mesti dilumrahkan.

    “Yang dimaksudkan pertahanan siber ini lebih kepada operasi informasi dan disinformasi yang mengancam kedaulatan negara dan keselamatan bangsa,” kata Frega, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis, 27 Maret 2025.

    Dengan demikian, Frega mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir terhadap UU TNI yang baru. Semua pasalnya dijamin tidak akan menghambat kebebasan berekspresi dan proses penyampaian aspirasi.

    Terlebih, kata dia, tugas pertahanan siber bakal fokus ke dalam konteks yang lebih besar. Misalnya, operasi-operasi yang dilakukan berbagai pihak eksternal dengan tujuan menciptakan persepsi negatif, misinformasi, disinformasi, hingga malinformasi.

    Dia juga memberikan contoh bahwa banyak negara lain telah mengimplementasikan sistem pertahanan siber dengan mendirikan korps atau komando siber. Bahkan, militer Singapura telah memiliki angkatan siber yang independen.

    Sebagai contoh, dia menyebutkan serangan siber yang dapat mengancam kedaulatan dan keamanan negara, seperti serangan terhadap fasilitas data milik negara yang dapat mengganggu sektor energi dan transportasi.

    Menurutnya, ancaman tersebut memiliki dampak yang luas dan bersifat strategis bagi negara.

    “Dan ini tentunya membutuhkan juga kontribusi yang lebih luas, sehingga tentunya nanti Kemhan maupun TNI akan bersinergi dan berkolaborasi dengan stakeholder yang sudah ada, seperti BSSN, Komdigi, Polri,” katanya.

    Seperti diketahui, UU TNI yang baru menambah kategori mengenai operasi militer selain perang (OMSP), dari 14 kategori menjadi 16 kategori. Dua kategori yang ditambah yakni membantu menanggulangi ancaman siber dan membantu penyelamatan WNI di luar negeri. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Aksi unjuk rasa tolak UU TNI, Kapuspen: Kami siap jelaskan

    Aksi unjuk rasa tolak UU TNI, Kapuspen: Kami siap jelaskan

    Kapuspen TNI Brigjen Kristomei Sianturi. Foto: dok Antara

    Aksi unjuk rasa tolak UU TNI, Kapuspen: Kami siap jelaskan
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Kamis, 27 Maret 2025 – 23:13 WIB

    Elshinta.com –  TNI mengajak pihak-pihak yang menolak revisi UU TNI yang baru disahkan untuk berdialog. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi menyatakan, upaya duduk bersama tersebut sebagai upaya yang lebih konstruktif untuk menemukan titik temu.

    “Kita melihat ada kebuntuan komunikasi. Apakah teman-teman pendemo atau mahasiswa sudah memegang draft yang terbaru hasil keputusan DPR yang diresmikan atau belum ? Nanti kan ada sosialisasi pasal-pasal mana sih yang menjadi keraguan,” ungkap Kristomei kepada Radio Elshinta, Kamis (27/3/20205).  

    Kristomei menjelaskan pasal-pasal dalam UU TNI yang baru, tidak sama sekali ingin mengembalikan dwifungsi ABRI, seperti yang dikhawatirkan pihak-pihak yang menolak. Kristomei mencontohkan pada perubahan pasal mengenai perluasan penempatan TNI di jabatan sipil, dilakukan melalui mekanisme seleksi yang kompeten dan transparan.

    “Dengan revisi UU TNI ini, kita menempatkan prajurit TNI aktif sesuai permintaan K/L. Jadi tidak ujug-ujug bisa masuk, tidak! Itu harus ada permintaan, kemudian dilakukan assessment. Coba kita bongkar sama-sama, pasal-pasal mana yang menurut mereka bisa kembali ke dwi fungsi TNI,” papar jenderal bintang satu tersebut.

    “Kalau dibilang bahwa ini tidak sesuai supremasi sipil, tidak!. Justru revisi ini dalam kerangka supremasi sipil dan negara demokrasi, karena pasal 3 UU 34 2004 justru dijelaskan TNI dibawah koordinasi Kementerian Pertahanan, dibawah sipil,” terangnya.

    Sebagai negara demokratis, TNI tidak mempermasalahkan aksi unjuk rasa menolak UU TNI. Namun akan lebih baik, terjadi upaya-upaya dialog antara masyarakat, pemerintah dan stake holder terkait, sehingga terjadi pemahaman yang sama akan substansi UU TNI.

    “Kami membuka diri, saya sudah sampaikan teman-teman mahasiswa, NGO, media. Silahkan tanyakan kepada kami, mana pasal-pasal yang menurut mereka menjadi keraguan akan bangkitnya dwifungsi TNI, bahkan kalau ada diskusi di kampus, kami siap diundang,” ujar Mantan Kapendam Jaya tersebut.

    TNI berharap kalangan mahasiswa bisa menyampaikan aspirasi secara jalur-jalur akademis, dan tidak ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi tersebut, untuk kepentingan sesaat. TNI juga mengimbau masyarakat untuk melapor ke POM TNI, jika ada prajurit TNI yang melakukan kekerasan terhadap demonstran di aksi unjuk rasa penolakan UU TNI.  

    Diketahui hingga Kamis malam (27/3/2025), massa aksi unjuk rasa masih bertahan di sekitaran gedung DPR RI Jakarta. Sempat terjadi gesekan antara massa pendemo dan aparat, pasca terjadi aksi bakar ban dan upaya provokasi, namun aparat berhasil memukul mundur massa demonstran. Sesuai rencana, aksi unjuk rasa tersebut akan dilakukan hingga Jum’at (28/3/2025).

    Penulis: Antor R /Ter

    Sumber : Radio Elshinta

  • Soal Pengesahan UU TNI,  Anggota DPR RI Bob Hasan Minta Masyarakat Beri Kesempatan Pemerintah Kerja

    Soal Pengesahan UU TNI, Anggota DPR RI Bob Hasan Minta Masyarakat Beri Kesempatan Pemerintah Kerja

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

    TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU – Anggota DPR RI Bob Hasan menilai pro kontra terkait pengesahan Undang-Undang (UU) TNI merupakan hal yang biasa dalam demokrasi.

    Ia meminta masyarakat memberikan kesempatan kepada pemerintahan Prabowo Subianto untuk bekerja.

    “Beri kesempatan kepada Pemerintahan Prabowo Subianto untuk bekerja mensejahterakan masyarakat,” kata Bob Hasan, Kamis (27/3/2025).

    Namun, ia berharap aksi protes tanpa dasar yang jelas harus segera dihentikan.

    “Bahwa wacana dwifungsi ABRI sengaja diembuskan untuk menyudutkan pemerintahan Prabowo Subianto yang fokus bekerja untuk mensejahterakan rakyat,” ucap dia.

    Bob Hasan menilai aksi demonstrasi terkait revisi UU TNI tidak bermakna pada kesejahteraan rakyat dan kehilangan substansi.

    “Maka aksi-aksi tevisi UU TNI dirasakan tidak mewakili pikiran dan harapan rakyat,” ujar dia.

    Menurut dia, isu soal dwifungsi ABRI tidak relevan terhadap isi UU TNI yang dianggap fokus pada penguatan terhadap aktivitas TNI.

    “Revisi UU TNI lebih kepada pembentukan norma atau muatan materi dalam UU TNI dimaksud yaitu sebagai pertahanan negara, di mana selama ini TNI berada pada badan-badan terkait dengan bencana alam, bahaya narkotika, dan lain-lain. Hal di luar daripada terkait dengan pertahanan negara, maka personal TNI harus siap mengajukan pensiun dini,” ucap Bob Hasan.

    Bob Hasan menyebut Prabowo sedang melakukan aksi bersih-bersih baik di dalam maupun luar negeri. Ia menilai aksi bersih-bersih itu berpotensi menimbulkan perlawanan. 

    “Di mana efek dari bersih-bersih ini dimungkinkan berakibat pula adanya kerikil perlawanan, sehingga apapun kebijakan Presiden Prabowo Subianto pasti menuai pro dan kontra,” tutur Bob Hasan.

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Mengukur dengan tepat melepaskan kita dari simpulan sesat

    Mengukur dengan tepat melepaskan kita dari simpulan sesat

    Jakarta (ANTARA) – Dalam dunia yang semakin kompleks dan banjir informasi, kemampuan untuk mengukur dan menilai dengan tepat menjadi sangat penting, tetapi juga semakin sulit.

    Butuh kemauan untuk menggali dan mendalami informasi untuk bisa menemukan tolok ukur yang tepat yang membawa kita kepada kesimpulan yang akurat.

    Seperti pepatah lama yang mengatakan, “Jika Anda mengukur sesuatu dengan cara yang salah, hasilnya juga pasti akan salah.”

    Coba bayangkan jika kita diminta untuk mengukur jumlah air di waduk Jatiluhur menggunakan sendok kecil. Atau, kita diminta untuk mengukur sekarung beras menggunakan timbangan bayi. Tentu saja, usaha kita akan sia-sia karena alat dan metode yang digunakan sangat tidak sesuai dengan tujuan tersebut. Jadi, jika waktu, metode, dan pembanding yang digunakan tidak tepat, maka kesimpulan yang kita ambil pun niscaya tidak akan tepat.

    Fenomena inilah yang seringkali terjadi ketika kita mencoba untuk menilai kebijakan pemerintah atau isu-isu sosial lainnya tanpa alat ukur yang tepat, kita akhirnya bisa terjebak dalam penilaian yang sesat.

    Oleh karena itu, kita harus lebih teliti dalam memilih metode pengukuran dan pembanding yang digunakan.

    Salah satu contoh nyata dari pengukuran yang tidak tepat bisa kita temukan dalam perdebatan seputar RUU TNI yang sudah disahkan DPR pada 20 Maret 2025. Beberapa pihak menilai dengan adanya penambahan 40 persen jumlah kementerian yang bisa dijabat oleh TNI aktif, menunjukkan bahwa pemerintah dan DPR mau mengembalikan praktik dwifungsi TNI, seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.

    Namun, mari kita lihat dulu alat ukur yang digunakan. Jika kita bandingkan dengan UU Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit ABRI tidak ada batasan bagi anggotanya untuk berperan di mana saja bahkan di ruang politik. Mereka juga bisa menjabat sebagai anggota DPR maupun kepala daerah sesuai dengan pasal 6 tentang Dwifungsi ABRI. Sementara dalam UU TNI terbaru, anggota TNI aktif sangat dibatasi hanya bisa ditugaskan ke dalam 14 kementerian dan lembaga saja yang terkait dengan bidang yang relevan dengan tugas dan kapasitas TNI, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

    Dengan alat ukur tadi, jelas bisa disimpulkan, Pemerintah dan DPR justru sedang berusaha menjaga konsistensi terhadap perjuangan reformasi dengan menjaga supremasi sipil melalui penebalan batas bagi anggota TNI di ranah sipil.

    Contoh lain yang dapat kita cermati adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran. Beberapa pihak menyimpulkan program ini gagal hanya karena sampai pertengahan Maret realisasi belanja MBG baru mencapai kurang dari 1 persen dari anggaran yang dialokasikan. Manfaat dari program ini juga baru diterima sekitar tiga juta anak. Pengukuran yang digunakan sangat tidak tepat.

    Coba kita ganti alat ukurnya bukan melihat dari jangka pendek, tetapi jangka panjang.

    Pemerintah memang merencanakan agar program MBG dijalankan secara bertahap karena menyasar skala yang sangat besar. Pada akhir Februari, targetnya adalah 2,2 juta penerima, dan pada akhir April ditargetkan enam juta penerima. Sementara itu, pada akhir Oktober, jumlah penerima akan meningkat menjadi 45 juta penerima. Nantinya, pada akhir Desember 2025, pemerintah menargetkan ada 82 juta anak dapat merasakan manfaatnya.

    Dengan kata lain, realisasi tiga juta penerima pada pertengahan Maret sudah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, klaim bahwa pemerintah gagal dalam menjalankan program ini jelas tidak tepat.

    Satu lagi contoh pengukuran yang tidak tepat sehingga berakhir dengan simpulan sesat.

    Pembentukan Danantara, Sovereign Wealth Fund (SWF) milik Indonesia. Sejak 1 Januari sampai 18 Maret 2025, terjadi penurunan harga saham di beberapa sektor, termasuk saham bank-bank BUMN, dan juga net sell asing dari pasar saham Indonesia mencapai 1,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp26 triliun. Beberapa pihak langsung menarik kesimpulan bahwa Danantara gagal karena tidak ada kepercayaan dari investor global. Namun, pengukuran ini pun tidak tepat.

    Mari kita gunakan alat ukur yang tepat, yakni membandingkan dengan negara-negara lain secara global pada waktu yang sama. Kita akan menemukan fakta bahwa sejak 1 Januari sampai 18 Maret 2025 terjadi net sell asing dari bursa saham India (15,9 miliar dolar AS), Jepang (14,1 miliar dolar AS), dan Korea Selatan (5 miliar dolar AS).

    Sementara, Indonesia di waktu yang sama, net sell asing dari bursa Indonesia sebesar 1,6 miliar dolar AS. Ini menunjukkan bahwa adanya realokasi aset global, di mana net sell asing terjadi di berbagai bursa, berpindah ke bursa Tiongkok dan komoditas emas. Bisa disimpulkan fenomena ini bukan karena pendirian Danantara, tetapi realokasi aset oleh fund manager besar sedang terjadi secara global.

    Sudah saatnya kita membongkar cara ukur yang tidak tepat. Memberikan kritik yang konstruktif tentang kebijakan pemerintah adalah suatu kebajikan. Namun, jika caranya salah maka justru bisa merugikan banyak pihak.

    *) Noudhy Valdryno adalah Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO)

    Copyright © ANTARA 2025

  • Ada Demo Tolak RUU TNI di DPR Jelang Lebaran, Polisi Siapkan 1.824 Personel Pengamanan – Halaman all

    Ada Demo Tolak RUU TNI di DPR Jelang Lebaran, Polisi Siapkan 1.824 Personel Pengamanan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lebih dari 1.000 personel disiagakan untuk mengamankan aksi demo di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025) siang atau H-4 Idul Fitri 2025.

    Dalam pamflet yang tersebar, aksi tersebut digelar oleh Koalisi Masyarakat Sipil dengan sejumlah tuntutan yakni penolakan RUU TNI maupun Polri.

    “1.824 (personel dikerahkan),” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro kepada wartawan, Kamis.

    Adapun ribuan personel yang dikerahkan ini tergabung dalam unsur TNI, Polri hingga Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta yang disebar ke sejumlah titik.

    Di sisi lain, Susatyo mengatakan pihaknya juga menyiapkan rekayasa lalu lintas terkait hal itu.

    Namun, rekayasa lalu lintas akan dilakukan dengan melihat perkembangan situasi di lapangan atau situasional.

    “Kita lihat nanti jumlah massanya, bila massanya cukup banyak dan eskalasi meningkat, maka arus lintas akan dialihkan,” jelasnya.

    Lebih lanjut, dia mengimbau personel yang dikerahkan agar bertindak humanis dan tidak terprovokasi. 

    Dirinya pun berharap demonstran tak anarkis saat aksi. Dia berharap demonstran tidak anarkis dan merusak fasilitas umum.

    “Silakan sampaikan aspirasi secara sejuk dan damai, tidak ada kebencian dan provokatif yang dapat mengganggu stabilitas kamtibmas. Kepada masyarakat pengguna jalan untuk menghindari kawasan tersebut dan mencari rute alternatif lain guna menghindari kepadatan lalu lintas,” tegasnya.

    Sebagai informasi, DPR RI telah mengesahkan Revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi UU.

    Pengesahan itu dilakukan dalam rapat Paripurna DPR RI ke-15 Masa Persidangan II, tahun 2024-2025 yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, pada Kamis (20/3/2025).

    Saat pengesahan beleid tersebut, elemen masyarakat dan mahasiswa melakukan aksi penolakan di depan Gedung DPR RI yang berlangsung ricuh hingga malam hari.

    Publik menolak UU TNI tersebut lantaran khawatir akan hidupnya kembali Dwifungsi ABRI dengan adanya aturan perluasan jabatan TNI di Kementerian/Lembaga atau jabatan sipil.

    Berdasarkan Pasal 47 Ayat (1) UU TNI lama, terdapat pasal yang menyebut prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

    Tetapi, dalam UU TNI baru, poin itu diubah sehingga TNI aktif dapat menjabat di 14 kementerian/lembaga, yaitu:

    Kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara
    Pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional
    ⁠Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden
    Intelijen negara
    Siber dan/atau sandi negara
    Lembaga ketahanan nasional
    Pencarian dan pertolongan
    Narkotika nasional
    Pengelola perbatasan
    Penanggulangan bencana
    Penanggulangan terorisme
    Keamanan laut
    Kejaksaan Republik Indonesia
    Mahkamah Agung

  • Revisi UU TNI Harusnya Fokus pada Reformasi Peradilan Militer

    Revisi UU TNI Harusnya Fokus pada Reformasi Peradilan Militer

    Jakarta, Beritasatu.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan revisi UU TNI harusnya difokuskan pada reformasi peradilan militer serta mengatur mekanisme peradilan bagi prajurit yang melakukan tindak pidana umum, bukan memperluas kewenangan militer dalam jabatan sipil.

    Dalam reformasi peradilan militer, revisi UU TNI harus memastikan transparansi dan akuntabilitas hukum bagi prajurit yang melanggar hukum, serta mengembalikan TNI pada tugas utamanya sebagai penjaga pertahanan negara, bukan alat politik atau kekuasaan.

    Dalam catatan AJI, berdasarkan data kekerasan terhadap jurnalis pada 2024 saja, TNI menduduki posisi kedua sebagai pelaku. Sementara hingga Maret 2025, institusi TNI sudah melakukan kekerasan pada jurnalis sebanyak satu kali.

    Saat ini, anggota TNI yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil, termasuk jurnalis, hanya diadili di peradilan militer dengan hukuman yang ringan dan jauh dari efek jera. Seharusnya, anggota TNI yang melanggar hukum pidana diadili di pengadilan sipil, bukan militer.

    “Jika mereka melakukan tindak pidana umum, seperti kekerasan terhadap jurnalis, maka (seharusnya) pengadilan yang berwenang adalah pengadilan sipil,” kata Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida dalam keterangannya, Rabu (26/3/2025).

    Ia menjelaskan, hukuman yang dijatuhkan di pengadilan sipil bisa mencapai tahunan, menciptakan efek jera yang lebih kuat dan memastikan keadilan bagi korban. Berbeda dengan pengadilan militer, yang hukumannya pasti lebih rendah.

    Untuk itu, AJI menolak tegas hasil revisi UU TNI yang sudah disahkan DPR pada Kamis (20/3/2025), karena dinilai sebagai bentuk kemunduran demokrasi Indonesia.

    “Disahkannya RUU TNI ini merupakan tanda kemunduran demokrasi,” kata Nany.

    AJI menilai UU TNI yang sudah disahkan DPR tersebut sebagai upaya memperluas kewenangan militer dalam jabatan sipil dan berpotensi mengancam prinsip supremasi sipil dalam demokrasi, sekaligus membuka ruang bagi keterlibatan militer dalam ranah pemerintahan yang seharusnya dijalankan oleh warga sipil.

    Menurut AJI, kehadiran UU TNI makin menunjukkan keinginan untuk memperkuat posisi kekuasaan dengan cara melibatkan militer dalam ranah sipil.

    AJI juga menyoroti proses pengesahan RUU TNI yang mengabaikan aspirasi dan partisipasi publik. Sejumlah aksi di berbagai kota, seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Manado, Purwokerto, Bandung, dan lainnya membuktikan rakyat tidak menghendaki pengesahan revisi UU TNI.

    Tagar #TolakRUUTNI menyatukan masyarakat sipil prodemokrasi di media sosial.

    Menurut Nany, yang menyedihkan adalah anggota DPR justru amnesia terhadap sejarah buruk dwifungsi ABRI/TNI yang terjadi saat era Orde Baru. “Mereka seolah melupakan perjuangan reformasi untuk mengembalikan militer kembali ke barak dan menjadi tentara professional,” ujarnya.

    AJI mengingatkan Indonesia pernah mengalami pengalaman buruk terkait situasi kemerdekaan pers pada masa rezim militer Orde Baru. Kebebasan berekspresi dihambat dan belasan media massa dibredel. Puncaknya adalah pembredelan majalah Tempo, Editor, dan Detik yang memberitakan soal korupsi pembelian kapal perang bekas dari Jerman Timur pada 1994.

    Kekerasan terhadap jurnalis juga terjadi, salah satunya pembunuhan wartawan Bernas Udin yang mengkritisi bupati Bantul, seorang militer aktif. Aktivis buruh, seperti Marsinah juga dihabisi oleh tentara yang jadi beking perusahaan.

    “Keterlibatan militer dalam ranah sipil hampir tidak mungkin berjalan bersama dengan kebebasan pers. Militer mempunyai budaya komando dan tidak memberi ruang pada kritik yang menjadi isi berita media massa sebagai lembaga kontrol sosial,” kata Nany.

    Menurutnya Revisi UU TNI seharusnya bukan tentang memperluas jabatan sipil bagi militer, tetapi memastikan bahwa anggota TNI agar tetap profesional dan berada di barak untuk mengurusi persoalan pertahanan.

    Alasan AJI Indonesia Menolak Pengesahan Revisi UU TNI:

    1. UU TNI menandai ancaman serius masa depan demokrasi, supremasi sipil, dan kebebasan pers.

    2. Menghambat profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan karena sibuk mengurusi urusan sipil dan melalaikan tugas utamanya untuk pertahanan negara.

    3. UU TNI memperlambat proses reformasi di tubuh TNI.

    AJI menyerukan agar seluruh lapisan masyarakat secara bersama-sama menolak UU TNI agar Indonesia tidak kembali ke masa Orde Baru yang mengarah pada rezim junta militer ala Thailand atau Myanmar.

  • Salim Said ungkap risiko kembalinya militer ke politik

    Salim Said ungkap risiko kembalinya militer ke politik

    GELORA.CO – Kenangan akan Dwifungsi di masa Orde Baru kembali mencuat ke publik setelah DPR mengesahkan RUU TNI.

    Isu kembali militer ke urusan sipil telah disuarakan beberapa kali oleh Salim Said di beberapa kesempatan.

    Prof. Dr. Salim Said atau Salim Said adalah salah satu akademisi yang turut mengawal reformasi militer di Indonesia, khususnya dalam penghapusan konsep Dwifungsi ABRI.

    Dalam wawancara 2 tahun yang lalu dengan Fadli Zon, Salim Said mengungkapkan bagaimana transisi peran militer di era reformasi dan tantangan yang dihadapi dalam proses tersebut.

    Menurut Salim Said, penghapusan Dwifungsi ABRI adalah langkah besar dalam sejarah militer Indonesia.

    Salim menekankan bahwa dibandingkan negara lain, seperti Myanmar, reformasi militer di Indonesia berjalan lebih baik karena adanya kesadaran dari dalam tubuh TNI sendiri.

    “Kalau kita bandingkan dengan Myanmar, di sana militernya tetap berkuasa karena tidak ada kesadaran untuk berubah,” ujarnya.

    Sementara di Indonesia, TNI sendiri yang memutuskan keluar dari politik,” tambahnya.

    Salim Said juga menjelaskan bahwa peran militer dalam politik sudah berlangsung sejak era kolonial.

    Pada masa Orde Baru, militer memiliki peran ganda sebagai alat pertahanan dan kekuatan politik.

    Namun, setelah reformasi 1998, paradigma itu mulai berubah.

    “Sejak tahun 2000, TNI benar-benar keluar dari politik praktis. Ini adalah pencapaian besar dalam demokrasi kita,” kata Salim.

    Meski demikian, Salim Said mengingatkan bahwa keberhasilan reformasi militer tidak serta-merta menjamin kualitas pemerintahan sipil.

    “Kalau politisi sipilnya tidak becus, rakyat bisa saja kembali melihat militer sebagai solusi. Itu yang harus diwaspadai,” ujarnya.

    Bagi Salim, demokrasi yang sehat tidak hanya bergantung pada militer yang profesional, tetapi juga pada politisi sipil yang kompeten.

    Pandangan Salim Said menunjukkan bahwa reformasi Dwifungsi ABRI adalah hasil dari dinamika internal TNI dan tekanan publik.

    Namun, Salim Said juga menegaskan bahwa tantangan berikutnya adalah memastikan bahwa pemerintahan sipil mampu menjalankan demokrasi dengan baik agar tidak ada dorongan bagi militer untuk kembali ke ranah politik.***

  • Prajurit TNI Aktif Bisa Duduki 14 Jabatan Sipil, Kapuspen TNI Ingatkan untuk Jaga Nama Baik TNI – Halaman all

    Prajurit TNI Aktif Bisa Duduki 14 Jabatan Sipil, Kapuspen TNI Ingatkan untuk Jaga Nama Baik TNI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Prajurit TNI aktif kini sudah bisa menduduki jabatan sipil di 14 kementerian dan lembaga setelah RUU TNI resmi disahkan menjadi UU TNI oleh DPR.

    Menanggapi hal tersebut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Kristomei Sianturi pun memberikan peringatan kepada anggota TNI.

    Kristomei meminta agar para prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil tidak melakukan hal-hal yang membuat malu nama TNI.

    Karena selama mereka menduduki jabatan sipil, mereka juga masih tercatat sebagai anggota TNI aktif.

    “Jangan sampai bikin malu saja.”

    “Ngapain? Kita juga ingin walaupun dia bertugas di kementerian/lembaga, dia juga membawa nama TNI,” kata Kristomei dilansir Kompas TV, Rabu (26/3/2025).

    Kristomei juga menegaskan bahwa nama baik TNI harus bisa dipertanggungjawabkan.

    Terutama saat para prajurit TNI ini menduduki jabatan sipil.

    “Nama baik TNI harus bisa dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan saat dia berdinas di kementerian/lembaga atau yang tadi membutuhkan,” 

    Seleksi Ketat dan Pembatasan Jabatan

    Dalam memenuhi jabatan sipil ini, Kristomei menuturkan sebelumnya terdapat proses seleksi oleh Mabes TNI.

    Nantinya Mabes TNI yang akan melakukan seleksi untuk menentukan prajurit yang layak menempati posisi yang diminta.

    “Kandidat tadi, kita serahkan kembali kepada kementerian/lembaga yang bersangkutan yang meminta tadi, silakan diasesmen sesuai kebutuhannya,” tutur Kristomei.

    Kristomei memastikan  bahwa revisi UU TNI bukan untuk memperluas kewenangan prajurit aktif dalam menduduki jabatan sipil, melainkan justru membatasi ruang lingkupnya.

    “Jadi, revisi UU TNI ini bukan memperluas kewenangan, tetapi justru membatasi,” jelasnya.

    Kristomei juga menekankan aturan ini dibuat untuk memastikan bahwa perwira aktif yang menduduki jabatan sipil tetap berada dalam kendali dan sesuai dengan kepentingan nasional.
     
    Saat ini, dalam revisi UU TNI, prajurit aktif diperbolehkan menempati jabatan di 14 kementerian/lembaga. Sebelumnya, dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, prajurit hanya diizinkan menduduki jabatan di 10 kementerian/lembaga.

    “Setelah disahkan nanti, RUU TNI ini ada 14 lembaga, tambahannya yaitu BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan), BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Bakamla (Badan Keamanan Laut), serta Kejaksaan Agung,” ujar Kristomei.

    DPR: UU TNI Baru Bisa Disosialisasikan Setelah Diteken oleh Presiden

    Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menyatakan, pihaknya sejauh ini belum bisa melakukan sosialisasi terhadap Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru.

    Tak hanya sosialisasi, pihaknya juga hingga kini belum bisa mengunggah draft UU TNI yang baru tersebut di situs resmi DPR RI untuk bisa diakses publik.

    Kata Hasanuddin, hal itu bisa terjadi apabila draft UU TNI yang baru sudah disahkan atau diteken oleh pemerintah dalam hal ini Presiden RI dan dikeluarkan oleh Kementerian Sekretariat Negara.

    “Ya begini biasanya itu diubah kalau sudah diundangkan, jadi nanti itu akan dikirim ke pemerintah, oleh pemerintah nanti diperiksa gitu, setelah itu kalau sudah seizin Presiden baru dimasukkan ke dalam lembaran negara, lalu dikasih nomer, ya, Undang-Undang nomor berapa tahun berapa gitu ya, setelah itu diundangkan,” kata Hasanuddin saat dihubungi awak media, Senin (24/3/2025).

    Setelah tahapan tersebut selesai, maka kata dia, UU TNI yang sudah diberi nomor tersebut disosialisasikan kepada publik.

    Selanjutnya kata purnawirawan TNI bintang dua tersebut, DPR RI mengunggah draft resmi UU TNI ke situs DPR RI.

    “Ketika diundangkan disosialisasikan nah baru DPR mengunggah ya diunggah itu, mengunggah ya itu biasanya,” kata dia.

    Dengan begitu kata Hasanuddin, hingga kini publik belum dapat mengakses draft Revisi UU TNI yang sudah disahkan pada, Kamis (20/3/2025) lalu tersebut.

    “Tidak boleh ada yang diunggah sebelum resmi diundangkan, kan itu pengumuman resmi dari pemerintah bukan dari DPR, itu ya,” kata dia.

    “Yang (resmi) dikeluarkan oleh Kemensesneg,” tandas Hasanuddin.

    Sebelumnya, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI (MPR) Ahmad Muzani meyakini kalau Presiden RI Prabowo Subianto akan menandatangani pengesahan Revisi Undang-Undang TNI menjadi UU yang baru disahkan oleh DPR RI, Kamis (20/3/2025).

    Meski begitu, Muzani belum dapat memastikan kapan Prabowo akan menekan beleid yang hingga kini pengesahannya masih mendapatkan penolakan dari elemen masyarakat dan mahasiswa tersebut.

    “Saya kira iya (akan ditandatangani oleh Presiden Prabowo). Saya tidak tahu (tanggalnya),” kata Muzani saat ditemui awak media di Kawasan Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Saat ditanyakan soal respons dirinya terhadap gelombang penolakan terhadap pengesahan UU TNI tersebut, menurut Muzani beragam kekhawatiran yang muncul di publik sejauh ini sudah dibantahkan, baik oleh pemerintah maupun DPR RI.

    Termasuk kata Muzani, perihal adanya potensi hidupnya kembali Dwifungsi ABRI seperti di masa orde baru juga itu sudah dijelaskan tidak akan terjadi.

    “Ya karena ada kekhawatiran ada kekhawatiran militerisasi, dan kekhawatiran itu kan sudah dijawab dalam pengesahan Undang-Undang itu, bahwa apa yang dikhawatirkan adanya dominasi militer dalam kehidupan masyarakat sipil itu sudah cukup jelas tidak terjadi,” tutur dia.

    Atas hal itu, Sekjen DPP Partai Gerindra tersebut berharap agar setiap stakeholder dapat menerima keputusan yang sudah ditetapkan oleh DPR RI.

    “Undang-Undang itu sudah disahkan sehingga dari sisi mekanisme itu sudah menjadi Undang-Undang tentu saja pemahaman itu harus terus dilakukan oleh para stakeholders hingga kawan-kawan atau pihak-pihak yang masih berpandangan berbeda mungkin perlu mendapatkan penjelasan lebih komprehensif lagi,” beber dia.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rizki Sandi Saputra)

    Baca berita lainnya terkait Revisi UU TNI.

  • Demo Tolak UU TNI, Massa Sempat Duduki Ruang Paripurna DPRD Kota Bekasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        26 Maret 2025

    Demo Tolak UU TNI, Massa Sempat Duduki Ruang Paripurna DPRD Kota Bekasi Megapolitan 26 Maret 2025

    Demo Tolak UU TNI, Massa Sempat Duduki Ruang Paripurna DPRD Kota Bekasi
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com
    – Aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Selasa (25/3/2025), berakhir ricuh.
    Puluhan massa aksi yang mengenakan pakaian serba hitam sempat merangsek ke ruang sidang paripurna sekitar pukul 15.00 WIB.
    Di ruang tersebut, sejumlah fasilitas seperti kursi, CCTV, hingga meja sidang menjadi sasaran vandalisme.
    “Mereka masuk ke dalam kemudian mewarnai CCTV menggunakan cat semprot, menutupi CCTV,” kata Sekretaris DPRD Kota Bekasi Lia Erliani kepada wartawan, Selasa.
    Saat mereka merangsek ke Gedung DPRD Kota Bekasi, Eli bilang, tak ada satu pun legislator yang berada di lokasi.
    “Di dalam kebetulan anggota DPRD tidak ada,” ungkap dia.
    Setelah menumpahkan kekecewaannya, massa kemudian keluar dari Gedung DPRD Kota Bekasi dan dipukul mundur oleh aparat dari lokasi aksi.
    Massa lantas meninggalkan lokasi tanpa sempat bertemu dengan anggota DPRD Kota Bekasi. 
    Diberitakan sebelumnya,
    RUU TNI
    disahkan oleh DPR RI pada Kamis (20/3/2025) melalui rapat paripurna.
    Rapat ini dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani dan dihadiri oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin hingga Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
    Pengesahan aturan ini dianggap sejumlah pihak akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI atau TNI. Mahasiswa dari berbagai daerah pun menggelar aksi demo menolak aturan ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kapuspen sebut generasi muda TNI tidak mau dwifungsi, tapi profesional

    Kapuspen sebut generasi muda TNI tidak mau dwifungsi, tapi profesional

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi mengatakan bahwa generasi muda TNI pada saat ini tidak mau dwifungsi terjadi, tetapi ingin menjadi tentara yang profesional.

    “Ingat, saat ini, generasi muda TNI berapa persen sih yang pernah merasakan nikmatnya dwifungsi ABRI? Saya saja, seorang Kapuspen TNI. Saya lulusan Akademi Militer tahun 1997, pangkat bintang satu saat ini, tidak pernah saya merasakan nikmatnya dwifungsi ABRI,” kata Kristomei dalam webinar yang disaksikan dari Jakarta, Selasa (25/3).

    Ia melanjutkan, “Ngapain tetap dwifungsi ABRI? Justru kami pengin sebagai tentara yang profesional untuk ke depan sesuai dengan jati-jati TNI tadi, yakni sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, tentara profesional.”

    Ia lantas mengatakan bahwa generasi muda TNI seperti dirinya tidak ingin kembali merasakan dwifungsi TNI seperti pada masa lalu.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tidak berusaha mengaktifkan kembali dwifungsi.

    “Jadi, perubahan-perubahan di Pasal 7 dalam tugas-tugas TNI, Pasal 47 (penempatan prajurit di jabatan sipil, red.), tidak ada bahwa kami ingin untuk kembali mengaktifkan dwifungsi ABRI atau dwifungsi TNI,” ujarnya.

    Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa kerisauan mengenai pengaktifan dwifungsi TNI tidak beralasan.

    Sementara itu, untuk mewujudkan tentara yang profesional, dia mengatakan bahwa perlunya penyediaan alat utama sistem senjata (alutsista), sehingga prajurit dapat berlatih dan bertugas dengan baik.

    Pada kesempatan sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 pada Kamis (20/3) menyetujui RUU TNI untuk disahkan menjadi undang-undang.

    “Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” kata Ketua DPR RI Puan Maharani yang dijawab setuju oleh para peserta rapat.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Junaydi Suswanto
    Copyright © ANTARA 2025