Topik: dwifungsi ABRI

  • Peringatan Keras dari Cikeas & Isu Dwifungsi ABRI Bangkit Lagi

    Peringatan Keras dari Cikeas & Isu Dwifungsi ABRI Bangkit Lagi

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbagi pengalaman kepada 38 pengurus daerah Partai Demokrat di rumah Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/2/2025) lalu.

    SBY memamerkan sejumlah ruangan. Salah satunya ruang kerjanya. Di ruang kerja SBY tampak foto almarhumah Kristiani Herrawati atau Ani Yudhoyono dan sebuah meja kayu berwarna cokelat. Ayah dari Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY kemudian membagian pengalamannya tentang meja kayu yang dia anggap sangat bersejarah.

    “Meja ini, dulu tempat saya bekerja tanpa mengenal waktu. Malam hari,” ujar SBY kepada para pengurus Demokrat. 

    SBY mengatakan bahwa harus bekerja keras karena situasi negara saat itu genting. Terjadi transisi dari otoritarianisme Orde Baru ke reformasi tahun 1998-1999. Salah satu tuntutan reformasi pada waktu itu adalah, reformasi TNI dan penghapusan dwifungsi ABRI.

    “Di sinilah naskah utama reformasi. Di sini. Dwifungsi kita akhiri. Kekaryaan kita akhiri, bisnis TNI yang keluar dari lapangan kita akhiri, sistem hukum kita tata kembali,” kata SBY.

    Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Prabowo Subianto Perbesar

    SBY adalah salah satu jenderal yang mengawal proses transisi Indonesia pada tahun 1998. Pada waktu itu, SBY menjabat sebagai Kepala Staf Teritorial alias Kaster TNI. Seperti yang dicatat sejarah kemudian, dwifungsi berhasil diakhiri dan TNI kembali ke tugas serta fungsinya sebagai penjaga kedaulatan negara.

    Namun demikian, setelah hampir 27 tahun reformasi berlangsung, upaya untuk mengembalikan dwifungsi ABRI mulai tampak. Ada sejumlah perwira aktif yang masuk ke pemerintahan. Padahal UU TNI secara tegas melarang perwira aktif duduk di jabatan sipil.

    SBY sendiri menganggap bahwa anggota, Tentara Nasional Indonesia (TNI) aktif tabu untuk memasuki dunia politik atau politik praktis. “Itu salah satu doktrin yang kita keluarkan dulu pada saat reformasi ABRI yang saya menjadi tim reformasinya, ketuanya, kami jalankan,” katanya.

    “Kalau masih jadi jenderal aktif misalnya, jangan berpolitik. Kalau berpolitik, pensiun,” tegasnya.

    Di sisi lain, Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menepis anggapan bahwa keberadaan TNI aktif di institusi sipil, adalah representasi dari kembalinya doktrin dwifungsi ABRI. Menurutnya, diskursus dwifungsi ABRI sudah tidak relevan, apalagi setelah proses demokratisasi yang berjalan sejak 1998.

    “Kami tuh sudah lupakan pemikiran dwifungsi. Dulu kan dwifungsi bisa sampai pemimpin daerah. Sekarang kan sudah dipilih langsung, demokrasi. Mau gimana lagi dwifungsi?” kata Maruli dilansir dari Antara, Kamis (20/2/2025

    Asal-usul Dwifungsi 

    Isu tentang Dwifungsi ABRI kembali mengemuka setelah pengangkatan Mayor TNI Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet dan Letjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Badan Urusan Logistik alias Bulog.

    Keduanya masih tercatat sebagai prajurit TNI aktif. Alhasil, pengangkatan Mayor Teddy dan Letjen Novi Helmy dianggap bertentangan dengan Undang-undang atau UU TNI.

    Adapun pembatasan ruang gerak militer untuk menduduki jabatan sipil sejatinya merupakan buah dari reformasi. Salah satu tuntutan reformasi pada 1998 adalah penghapusan Dwifungsi ABRI. Dwifungsi ABRI adalah salah satu doktrin militer yang telah hidup sejak era Bung Karno dan menjadi kekuatan mapan pada era rezim Suharto. Pelopor Dwifungsi ABRI atau militer adalah Jenderal AH Nasution.

    Harold Crouch (1999) dalam buku Militer dan Politik di Indonesia menulis bahwa hubungan militer dan politik tidak pernah dipisahkan di Indonesia. Dia mengatakan bahwa pada masa revolusi kemerdekaan yang  berlangsung dari 1945-1949, tentara terlibat aktif dalam tindakan politik maupun militer.

    “Tiadanya tradisi yang apolitis di kalangan tentara lebih memudahkan memainkan pemimpin tentara memainkan peran mereka semacam revolusi,“ tulis Crouch.

    Presiden Prabowo Subianto meninjau pasukan TNI Perbesar

    Tentara kemudian berperan dalam banyak bidang. Di bidang ekonomi, banyak perwira militer yang berperan di sana. Tentara pada era demokrasi liberal, juga memiliki wadah politik termasuk memiliki hak suara dalam Pemilu 1955. Pada perkembangannya, terutama setelah penerapan Demokrasi Terpimpin pada 1959, tentara menjadi kekuatan penyeimbang di pemerintahan.

    Tentara menjadi lawan kubu kiri yakni komunis (PKI) dalam tarik menarik pengaruh kepentingan, khususnya di lingkaran kekuasaan Sukarno. Peristiwa G30S 1965, yang ditandai oleh tindakan pasukan pengaman presiden alias Cakrabirawa menculik dan membunuh jenderal-jenderal Angkatan Darat, membalikkan keadaan.

    Kubu komunis kemudian terpental dari lingkaran kekuasaan. Elite-elitenya dibabar habis. Pengikutnya diburu dan dibantai oleh gelombang ’serangan balasan’ milisi dan militer secara langsung. Peneliti asal Australia Robert Crib menulis bahwa, jumlah korban tewas beragam, namun angka paling optimistis ada di angka 1 juta orang.

    Setelah 1965, militer berhasil menguasai keadaan. Mereka mengendalikan kehidupan masyarakat sipil. Wacana atau diskursus dibatasi. Suharto, jenderal AD yang pada waktu itu menjabat sebagai Pangkostrad, naik ke tampuk kekuasaan. Dia dilantik sebagai presiden menggantikan Sukarno pada 1967. Lahirlah Orde Baru.

    Dwifungsi ABRI menapaki wajah yang paling sempurna. Peran militer tidak terbatas ekonomi dan kaki tangan kekuasaan, bahkan penguasa tertinggi dari pemerintahan sipil pada waktu itu adalah seorang jenderal Angkatan Darat.

    Banyak penulis, salah satunya Max Lane dalam Unfinished Nation; Indonesia Before and After Suharto menyoroti menguatnya peran militer dalam politik Indonesia. Tokoh-tokoh militer memiliki jabatan strategis. Ali Moertopo salah satunya. Dia adalah orang yang menanamkan fondasi-fondasi penting Orde Baru.

    Salah satu strategi Ali Moertopo untuk memisahkan masyarakat dengan politik adalah dengan strategi massa mengambang. Partai-partai disederhanakan menjadi tiga. Gerakan pembangunan berlangsung massif.

    Di sisi lain jabatan-jabatan menteri hingga kepala daerah banyak diisi oleh orang-orang militer. Dwifungsi ABRI runtuh setelah munculnya gerakan demokratisasi pada 1998. Suharto tumbang. Pada tahun 2004 lahir UU TNI yang memisahkan peran TNI dalam kehidupan sipil. TNI kembali ke barak.

    Namun demikian, setelah 20 tahun berlalu, ada upaya untuk membangkitkan kembali ’dwifungsi ABRI’. Perwira-perwira TNI aktif mulai mengisi jabatan sipil. Sementara itu, di DPR kini telah bergulir amandemen UU TNI yang dikhawatirkan kembali membawa militer untuk mengurus persoalan masyarakat sipil.

    Bangkitkan Dwifungsi?

    Sementara itu, Kementerian Pertahanan (Kemhan) memastikan tidak memiliki niat untuk membangkitkan kembali sistem dwi fungsi TNI seperti yang memungkinkan pejabat militer aktif menempati jabatan-jabatan politik.

    “Kementerian Pertahanan dan TNI itu tidak ada sama sekali niat untuk seperti yang dikhawatirkan masyarakat ya, bahwa ada dwi fungsi TNI atau mengembalikan dwi fungsi ABRI,” kata Kepala Biro (Karo) Infohan Setjen Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang dilansir dari Antara.

    Frega menambahkan bahwa penempatan pejabat TNI aktif di beberapa sektor yang umumnya dijabat masyarakat sipil semata-mata untuk membantu kinerja pemerintah dalam memperkuat kedaulatan.

    Dia menilai saat ini penguatan kedaulatan yang menjadi perhatian TNI bukan hanya di bidang pertahanan saja melainkan pangan, ekonomi hingga kebudayaan.

    Frega pun mengambil contoh di bidang kedaulatan pangan. Menurut Frega, TNI juga berperan dalam memperkuat kedaulatan pangan dengan menempatkan orang-orang terbaiknya di sektor pangan negara.

    Tentu orang yang dipilih harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang ketahanan pangan dan teritorial.

    “Berbicara tentang kedaulatan pangan bagian dari pertahanan nirmiliter dimana ada permintaan dari lembaga-lembaga negara yang memang membutuhkan keadilan tertentu pada jabatan tertentu,” kata Frega.

  • 10
                    
                        SBY Ingatkan TNI Aktif Tidak Berpolitik, Kemenhan: Tidak Ada Niat Mengembalikan Dwifungsi ABRI
                        Nasional

    10 SBY Ingatkan TNI Aktif Tidak Berpolitik, Kemenhan: Tidak Ada Niat Mengembalikan Dwifungsi ABRI Nasional

    SBY Ingatkan TNI Aktif Tidak Berpolitik, Kemenhan: Tidak Ada Niat Mengembalikan Dwifungsi ABRI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kementerian Pertahanan
    (Kemhan) menegaskan bahwa tidak ada niat untuk menghidupkan kembali dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
    Hal ini disampaikan menyusul pernyataan mantan Presiden RI
    Susilo Bambang Yudhoyono
    (
    SBY
    ) agar jenderal aktif tidak terlibat dalam politik.
    “Kementerian Pertahanan dan
    TNI
    itu tidak ada sama sekali niat untuk yang dikhawatirkan masyarakat ya, bahwa ada dwifungsi TNI atau mengembalikan
    dwifungsi ABRI
    ,” ujar Kepala Biro Informasi Pertahanan Sekretariat Jenderal Kemhan, Brigjen TNI Frega Wenas, di Kemenhan, pada Selasa (25/2/2025).
    Frega menambahkan bahwa hingga saat ini, Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoeddin, belum memberikan pernyataan resmi terkait hal tersebut.
    “Ya, sementara sih memang beliau belum ada
    statement
    khusus ya. Tapi, kalau kita melihatkan, tentunya ini terkait dengan apa yang disampaikan Pak SBY kemarin, pandangan beliau sebagai mantan Presiden dan juga sebagai mantan militer,” ujar dia.
    Ia menegaskan bahwa fokus utama Kemhan dan TNI adalah menjaga kedaulatan negara, yang kini mencakup aspek fisik, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, digital, dan kognitif.
    Menurut Frega, penugasan perwira aktif di berbagai lembaga negara dilakukan atas pertimbangan strategis dan permintaan dari instansi terkait.
    “Ketika ada permintaan dari kementerian atau pemerintah, semuanya dilakukan secara prosedural dan melalui kajian mendalam. TNI berdiri di atas politik negara dan menjalankan kebijakan pemerintah,” ujar dia.
    Ia juga menekankan bahwa ancaman terhadap Indonesia kini bersifat multidimensional dan berbeda dari era ketika UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 dibuat.
    “Dulu ada deklarasi perang sebelum konflik terjadi. Sekarang kita melihat konflik seperti Rusia-Ukraina atau Israel-Iran berlangsung tanpa deklarasi. Ancaman bukan hanya fisik, tetapi juga ekonomi dan budaya,” papar dia.
    Diberitakan sebelumnya, SBY mengungkapkan, larangan prajurit aktif terlibat dalam politik merupakan salah satu doktrin utama yang diterapkan saat reformasi ABRI.
    Sebagai Ketua Tim Reformasi ABRI, ia dan tim merancang aturan yang mewajibkan anggota militer untuk mundur jika ingin berkarier di dunia politik.
    “Itu salah satu doktrin yang kita keluarkan dulu, pada saat reformasi ABRI, yang saya menjadi tim reformasinya, ketua tim reformasinya, kami jalankan. Benar, saya tergugah, terinspirasi, kalau masih jadi jenderal aktif misalnya, jangan berpolitik. Kalau mau berpolitik, pensiun,” ujar SBY.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sejarah dan Fakta tentang Dwifungsi ABRI

    Sejarah dan Fakta tentang Dwifungsi ABRI

    Bisnis.com, JAKARTA — Isu tentang Dwifungsi ABRI kembali mengemuka setelah pengangkatan Mayor TNI Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet dan Letjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Badan Urusan Logistik alias Bulog.

    Keduanya masih tercatat sebagai prajurit TNI aktif. Alhasil, pengangkatan Mayor Teddy dan Letjen Novi Helmy dianggap bertentangan dengan Undang-undang atau UU TNI.

    Adapun pembatasan ruang gerak militer untuk menduduki jabatan sipil sejatinya merupakan buah dari reformasi. Salah satu tuntutan reformasi pada 1998 adalah penghapusan Dwifungsi ABRI. Dwifungsi ABRI adalah salah satu doktrin militer yang telah hidup sejak era Bung Karno dan menjadi kekuatan mapan pada era rezim Suharto. Pelopor Dwifungsi ABRI atau militer adalah Jenderal AH Nasution.

    Harold Crouch (1999) dalam buku Militer dan Politik di Indonesia menulis bahwa hubungan militer dan politik tidak pernah dipisahkan di Indonesia. Dia mengatakan bahwa pada masa revolusi kemerdekaan yang  berlangsung dari 1945-1949, tentara terlibat aktif dalam tindakan politik maupun militer.

    “Tiadanya tradisi yang apolitis di kalangan tentara lebih memudahkan memainkan pemimpin tentara memainkan peran mereka semacam revolusi,“ tulis Crouch.

    Tentara kemudian berperan dalam banyak bidang. Di bidang ekonomi, banyak perwira militer yang berperan di sana. Tentara pada era demokrasi liberal, juga memiliki wadah politik termasuk memiliki hak suara dalam Pemilu 1955. Pada perkembangannya, terutama setelah penerapan Demokrasi Terpimpin pada 1959, tentara menjadi kekuatan penyeimbang di pemerintahan.

    Tentara menjadi lawan kubu kiri yakni komunis (PKI) dalam tarik menarik pengaruh kepentingan, khususnya di lingkaran kekuasaan Sukarno. Peristiwa G30S 1965, yang ditandai oleh tindakan pasukan pengaman presiden alias Cakrabirawa menculik dan membunuh jenderal-jenderal Angkatan Darat, membalikkan keadaan.

    Kubu komunis kemudian terpental dari lingkaran kekuasaan. Elite-elitenya dibabar habis. Pengikutnya diburu dan dibantai oleh gelombang ’serangan balasan’ milisi dan militer secara langsung. Peneliti asal Australia Robert Crib menulis bahwa, jumlah korban tewas beragam, namun angka paling optimistis ada di angka 1 juta orang.

    Setelah 1965, militer berhasil menguasai keadaan. Mereka mengendalikan kehidupan masyarakat sipil. Wacana atau diskursus dibatasi. Suharto, jenderal AD yang pada waktu itu menjabat sebagai Pangkostrad, naik ke tampuk kekuasaan. Dia dilantik sebagai presiden menggantikan Sukarno pada 1967. Lahirlah Orde Baru.

    Dwifungsi ABRI menapaki wajah yang paling sempurna. Peran militer tidak terbatas ekonomi dan kaki tangan kekuasaan, bahkan penguasa tertinggi dari pemerintahan sipil pada waktu itu adalah seorang jenderal Angkatan Darat.

    Banyak penulis, salah satunya Max Lane dalam Unfinished Nation; Indonesia Before and After Suharto menyoroti menguatnya peran militer dalam politik Indonesia. Tokoh-tokoh militer memiliki jabatan strategis. Ali Moertopo salah satunya. Dia adalah orang yang menanamkan fondasi-fondasi penting Orde Baru.

    Salah satu strategi Ali Moertopo untuk memisahkan masyarakat dengan politik adalah dengan strategi massa mengambang. Partai-partai disederhanakan menjadi tiga. Gerakan pembangunan berlangsung massif.

    Di sisi lain jabatan-jabatan menteri hingga kepala daerah banyak diisi oleh orang-orang militer. Dwifungsi ABRI runtuh setelah munculnya gerakan demokratisasi pada 1998. Suharto tumbang. Pada tahun 2004 lahir UU TNI yang memisahkan peran TNI dalam kehidupan sipil. TNI kembali ke barak.

    Namun demikian, setelah 20 tahun berlalu, ada upaya untuk membangkitkan kembali ’dwifungsi ABRI’. Perwira-perwira TNI aktif mulai mengisi jabatan sipil. Sementara itu, di DPR kini telah bergulir amandemen UU TNI yang dikhawatirkan kembali membawa militer untuk mengurus persoalan masyarakat sipil.

  • Siapa Tri Budi Utomo? Komisaris Utama BUMN yang Baru Diangkat Dulunya Penjaga Jokowi

    Siapa Tri Budi Utomo? Komisaris Utama BUMN yang Baru Diangkat Dulunya Penjaga Jokowi

    PIKIRAN RAKYAT – Letjen TNI sekaligus Sekjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, Tri Budi Utomo baru saja diangkat menjadi Komisaris Utama (Komut) Perusahaan BUMN, PT Len Industri (Persero). Namanya mendadak menjadi sorotan.

    Setelah gembar-gembor rencana Presiden Prabowo Subianto mengesahkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara untuk mengurusi aset 7 perusahaan raksasa BUMN, kementerian ini menjadi topik perbincangan hangat.

    Menyusul ramainya pemberitaan Danantara, Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Komut baru dalam perombakan direksi PT Len Industri (Persero).

    Muncul narasi, ada langkah-langkah dwifungsi ABRI dari gelagat pemerintah belakangan, salah satunya dengan tugas fungsi ganda perwira TNI, salah satunya Tri Budi Utomo. Siapakah dia sebenarnya?

    Profil Letjen TNI Tri Budi Utomo

    Mayjen TNI Tri Budi Utomo, menjabat sebagai Pangdam VI/Mulawarman sejak 27 Juni 2022. Lalu ia mendapatkan tugas baru sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertahanan (Kemhan).

    Penugasan ini tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1264/X/2024 tertanggal 18 Oktober 2024, yang mengatur pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

    Dengan tugas barunya, Tri Budi Utomo otomatis mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Letnan Jenderal (Letjen).

    Lulusan Akademi Militer (Akmil) 1994 ini berasal dari Kecabangan Infanteri dan sebelumnya pernah menjabat sebagai Danpaspampres pada tahun 2021. Pada masa tersebut, ia turut bertugas menjaga Presiden Joko Widodo (Jokowi).

    Riwayat Pendidikan Tri Budi Utomo

    Tri Budi Utomo adalah lulusan Akademi Militer (Akmil) 1994 dari Kecabangan Infanteri. Selain itu, ia telah mengikuti berbagai program pendidikan militer yang menambah keahlian dan kemampuannya.

    Di antaranya, Susarcab Inf, Lat Komando, Lat Sar PARA, Sus Gultor, Kursus Tugas Staf (Seskoad), Sus Pasi Ops, KIBI AD, Sus Danyon, Sus Dandim, dan Sesko TNI.

    Perjalanan Karier Tri Budi Utomo

    Berikut adalah perjalanan karier militer Mayjen TNI Tri Budi Utomo:

    Danyon 811/Aksus Sat 81 Komando Pasukan Khusus (Kopassus) (2011–2012): Menjadi komandan batalyon dalam pasukan elit Kopassus. Dandim 0410/Kota Bandar Lampung (2012): Memimpin Komando Distrik Militer (Kodim) di Kota Bandar Lampung. Aspers Danjen Kopassus (2015–2016): Menjabat sebagai Asisten Personel Komando Jenderal Kopassus. Komandan Satuan-81/Gultor (2016–2017): Menjadi komandan satuan elite yang memiliki tugas khusus dan pengamanan vital. Komandan Grup A Paspampres (2018–2019): Mengawasi pengamanan Presiden Joko Widodo, termasuk dalam kunjungannya ke Afghanistan pada 2018, saat negara tersebut sedang berkonflik. Danrem 052/Wijayakusuma (2020): Dipromosikan menjadi Komandan Resor Militer di wilayah Wijayakusuma. Wakil Komandan Jenderal (Wadanjen) Kopassus (2020–2021): Kembali ke Kopassus dan menjabat sebagai Wakil Komandan Jenderal. Komandan Paspampres (Danpasprampres) (2021): Menggantikan Mayjen TNI Agus Subiyanto, bertanggung jawab atas pengamanan Presiden Jokowi, termasuk persiapan kunjungan ke Ukraina dan Rusia pada Juli 2022 di tengah ketegangan militer antara kedua negara. Pangdam VI/Mulawarman (2022): Setelah pergantian posisi Danpaspampres, Tri Budi Utomo dipromosikan menjadi Pangdam VI/Mulawarman, menggantikan Mayjen Teguh Pujo Rumekso. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Kemhan) (2024): Mendapatkan tugas baru sebagai Sekjen Kemhan berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1264/X/2024.

    Sepanjang kariernya, Tri Budi Utomo juga menjalani penugasan di luar negeri, seperti ke Singapura (1999), India (2007), Malaysia (2007), dan Australia (2011).

    Ia juga terlibat dalam sejumlah operasi militer di Tanah Air, di antaranya Operasi Timor-Timur (1998), Operasi Irian Jaya (2001), Operasi Aceh (2004), dan menjadi Kepala Operasi Nemangkawi TNI pada tahun 2020. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Akademisi: Penambahan Kewenangan Penegak Hukum Tidak Diperlukan, Bisa Ancam Kebebasan Sipil – Halaman all

    Akademisi: Penambahan Kewenangan Penegak Hukum Tidak Diperlukan, Bisa Ancam Kebebasan Sipil – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan, TNI, dan Polri dinilai memicu polemik di tengah masyarakat. 

    Sebab revisi tersebut memberikan kewenangan berlebihan sehingga bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. 

    Demikian hal ini mengemuka dalam diskusi “Quo Vadis Penambahan Kewenangan Penegakan Hukum dan Urgensi Pengawasan Publik di Jakarta, Kamis (20/2/2025).

    Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Prof Dr Ali Syafaat, menilai, saat ini tidak diperlukan adanya penambahan kewenangan penegakan hukum, baik kejaksaan, Polri hingga TNI.

    “Perubahan terhadap UU Kejaksaan belum memiliki urgensi. Begitupula RUU Polri dan RUU TNI. Jika ada penambahan Kewenangan pasti akan ada konflik kepentingan dan tumpang tindih kewenangan,” katanya.

    Menurutnya, penambahan kewenangan aparat pada RUU tersebut akan membuka potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan. 

    Jika ada permasalahan terkait penegakan hukum harusnya kewenangan lembaga pengawasan yang diperkuat bukan dengan memperluas kewenangan. Perubahan-perubahan terhadap UU ini yang disebut sebagai autocratic legalisme, berbahaya bagi demokrasi dan HAM juga negara hukum.

    Tidak ada kewenangan yang kurang dan sempit dari UU yang sekarang ada ketika penegak hukum dan Militer menjalankan tugasnya, sehingga tidak perlu adanya revisi terhadap UU Polri, UU Kejaksaan dan RUU TNI.”

    Ia menambahkan, kalau revisi tersebut terus dipaksakan justru akan mengganggu dan mengancam kebebasan sipil. 

    “Kalau terus dipaksakan, justru kita jadi curiga ada apa ini terus dipaksakan, apa ada kepentingan kekuasaan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, CENTRA Initiative menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU TNI, UU Polri, dan UU Kejaksaan. 

    CENTRA menyoroti pembahasan RUU yang tidak memiliki urgensi.

    “RUU TNI sesungguhnya tidak memiliki urgensi yang mendesak untuk dibahas. Dalam rangka melakukan transformasi militer ke arah yang profesional,” kata Ketua Badan Pengurus CENTRA Initiative Al Araf kepada wartawan, Selasa (18/2/2025) lalu.

    Secara umum, Al Araf menolak RUU TNI, Polri, dan Kejaksaan. Sebab, ketiga UU ini membuka peluang penyalahgunaan wewenang.

    “Lembaga penegak hukum maupun militer dengan kewenangan yang ada sekarang saja sudah berulangkali menyalahgunakan kewenangannya sehingga terjadi praktik korupsi, kekerasan dan penyimpangan lainnya,” ujarnya.

    “Apalagi jika ditambah kewenangan-kewenangan lagi dalam RUU yang mereka ajukan (RUU Polri, RUU Kejaksaan, RUU TNI) maka akan menjadi jadi potensial penyalahgunaan kewenangannya,” lanjutnya.

    DPR Membantah

    Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membantah rancangan revisi Undang-undang Tentara Negara Indonesia (RUU TNI) akan mengembalikan dwifungsi atau memperluas fungsi militer.

    Revisi terhadap UU Nomor 34 tahun 2004 tersebut diklaim hanya melanjutkan draf beleid yang didasarkan pada surat presiden (surpres) di akhir masa jabatan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

    Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan, RUU TNI yang masuk pada Prolegnas Prioritas 2025 sama dengan draf sebelumnya. RUU hanya diajukan kembali oleh pemerintah karena butuh penyesuaian isi Surpres usai Presiden Prabowo Subianto mengubah sejumlah nomenklatur kementerian atau lembaga; termasuk yang terkait dengan pembahasan RUU TNI di DPR.

    “Itu yang Dwifungsi ABRI segala macam itu nggak. Nggak. Kita lihat nanti sama-sama. Tapi sekarang kan yang ada beberapa [anggota TNI] yang masuk juga tapi sedikit sekali kan. Itu kebutuhan kementeriannya aja. Sedikit kali kalau kita lihat TNI. Lebih banyak pensiunan dari Polri,” kata Adies, Selasa lalu.

  • 10
                    
                        Revisi UU TNI Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Apa Saja yang Dulu Jadi Sorotan?
                        Nasional

    10 Revisi UU TNI Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Apa Saja yang Dulu Jadi Sorotan? Nasional

    Revisi UU TNI Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Apa Saja yang Dulu Jadi Sorotan?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pada Selasa (18/2/2025), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi menyetujui Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
    Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Adies Kadir.
    “Kami meminta persetujuan rapat paripurna hari ini terhadap RUU tersebut diusulkan masuk pada program legislasi nasional prioritas tahun 2025, apakah dapat disetujui?” tanya Adies kepada seluruh peserta rapat.
    Seluruh peserta rapat menyatakan setuju. Ketukan palu dari Adies Kadir pun meramaikan seisi ruang rapat paripurna.
    Pengusulan
    RUU TNI
    ini didasarkan pada Surat Presiden (Surpres) Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025.
    Pada kesempatan itu, rapat paripurna
    DPR
    juga menyepakati bahwa Komisi I DPR yang bakal ditugaskan membahas RUU TNI.
    Adapun Revisi
    UU TNI
    telah menjadi topik perdebatan di kalangan publik dan berbagai elemen masyarakat.
    Pembahasan RUU ini, sejatinya sudah bergulir di DPR periode 2019-2024. Namun, pembahasan belum juga selesai hingga periode kepemimpinan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) berakhir.
    Beberapa poin utama dalam RUU TNI yang mendapat sorotan publik antara lain:
    Salah satu perubahan yang diusulkan dalam RUU ini adalah penambahan usia pensiun bagi prajurit TNI.
    Usia pensiun yang sebelumnya ditetapkan pada 58 tahun untuk perwira dan 53 tahun untuk bintara dan tamtama, diusulkan untuk diperpanjang.
    Pada draf RUU TNI yang diterima
    Kompas.com
     pada Mei 2024, Pasal 53 disebutkan usia pensiun bagi perwira diperpanjang dari semula 58 tahun ke 60 tahun.
    “Usulan perpanjangan usia pensiun sudah melalui pembahasan dan analisis, disesuaikan dengan usia produktif masyarakat indonesia,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI saat itu, Mayjen Nugraha Gumilar melalui pesan tertulis pada 28 Mei 2024.
    Alasan di balik usulan ini adalah untuk memanfaatkan keahlian dan pengalaman prajurit yang masih produktif, serta menyesuaikan dengan standar usia produktif yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS).
    Kendati demikian, penambahan usia pensiun menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya penumpukan perwira tinggi non-
    job
    . Meski hingga kini tidak diketahui berapa jumlah perwira tinggi non-
    job
    tersebut.
    RUU TNI juga disinyalir membuka pintu perluasan penempatan prajurit TNI aktif di berbagai kementerian dan lembaga sipil.
    Pasal 47 UU TNI yang sebelumnya membatasi penempatan prajurit TNI aktif hanya pada sepuluh kementerian/lembaga, diusulkan untuk diperluas dengan menambahkan frasa ”
    serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden
    “.
    Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil. Sebab, dianggap berpotensi mengembalikan peran dwifungsi ABRI di masa lalu.
    Kritik ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa keterlibatan TNI dalam ranah sipil dapat mengancam supremasi sipil dan prinsip-prinsip demokrasi.
    Namun, Adies Kadir selaku pimpinan DPR memastikan bahwa TNI tidak memiliki niat untuk menduduki jabatan-jabatan pemerintahan.
    Menurut dia, TNI hanya mengisi posisi yang memang diperlukan dalam sektor pemerintahan, terutama pada beberapa posisi yang dibutuhkan oleh kementerian tertentu.
    Oleh karena itu, Adies menepis anggapan bahwa RUU TNI akan mengembalikan konsep dwi fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) atau TNI
    “Enggak lah, enggak. Soal itu dwifungsi ABRI segala macam itu, enggak, enggak lah. Kita lihat lah nanti sama-sama,” ujar Adies di Gedung DPR RI, Selasa.
    Isu lain yang menjadi sorotan pada RUU TNI adalah wacana keterlibatan prajurit aktif dalam aktivitas bisnis.
    Meskipun tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, namun keterlibatan TNI dalam bisnis dikhawatirkan dapat mengganggu profesionalisme dan netralitas TNI sebagai institusi pertahanan negara.
    “Rencana revisi mencabut larangan berbisnis dalam UU TNI adalah sesuatu yang berbahaya dalam pembangunan profesionalisme militer itu sendiri,” kata pengamat militer, Al Araf saat dihubungi Kompas.com pada 15 Juli 2024.
    Dia menyatakan, gagasan itu sangat tidak tepat dan menjadi langkah mundur bagi proses reformasi TNI.
    Selain itu, pengalaman di masa lalu menunjukkan bahwa keterlibatan militer dalam bisnis dapat menimbulkan konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang.
    “Keterlibatan dalam bisnis bisa menghadirkan konflik kepentingan, di mana kebijakan, keputusan dan langkah TNI berpeluang dipengaruhi oleh kepentingan bisnis daripada kepentingan nasional,” ujar pengamat militer, Khairul Fahmi kepada Kompas.com, Sabtu, 13 Juli 2024.
     
    Revisi UU TNI
    juga mendapat penolakan dari kalangan mahasiswa yang tercermin dalam aksi demonstrasi, sebagai contoh pada Senin, 17 Februari 2025.
    Mereka mengkhawatirkan bahwa perubahan yang diusulkan dengan memperbanyak prajurit TNI aktif mengisi jabatan-jabatan sipil, berpotensi mengancam demokrasi dan reformasi TNI yang telah berjalan sejak era reformasi.
    Demonstrasi dan aksi protes telah dilakukan di berbagai daerah sebagai bentuk penolakan terhadap revisi ini.
    Dalam tuntutannya, kalangan mahasiswa yang berdemonstrasi menolak RUU TNI, Polri, dan Kejaksaan sebab revisi ini berpotensi menguatkan impunitas para aparat juga militer dan memperlemah penguasaan terhadap aparat.
    Jika tuntutan mahasiswa ini tidak dipenuhi, mereka menyatakan akan menggelar unjuk rasa kembali.
    Dalam draf RUU TNI tahun sebelumnya, beberapa pihak menyoroti proses pembahasan yang dianggap terburu-buru.
    Hal ini mengingat kompleksitas dan dampak signifikan dari perubahan yang diusulkan.
    Contohnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang mengkritik jangka waktu pembahasan yang terkesan dipaksakan pada masa transisi menjelang akhir jabatan anggota DPR RI periode 2019-2024.
    Muhammadiyah menekankan pentingnya pembahasan yang mendalam dan partisipatif, agar
    revisi UU TNI
    tidak menimbulkan polemik dan dapat diterima oleh semua pihak.
    “Untuk itu, tidak perlu dilakukan secara terburu-buru, ada baiknya diserahkan kepada Anggota DPR-RI periode 2024-2029,” ujar Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo dalam acara Webinar pada Rabu, 12 Juni 2024.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri Hukum: RUU TNI Tak Beri Kewenangan Lebih ke Militer

    Menteri Hukum: RUU TNI Tak Beri Kewenangan Lebih ke Militer

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas memastikan tidak ada ketentuan yang memberikan kewenangan lebih kepada militer atau TNI dalam amandemen Undang-undang atau UU No.34/2004.

    Supratman mengemukakan bahwa substansi amandemen UU TNI tidak ada yang berbeda dari poin-poin perubahan yang termuat dalam RUU pada periode lalu.

    Dia menerangkan UU tersebut adalah inisiatif dari DPR, surat presidennya pun kala itu sudah turun, bahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)-nya juga sudah dibahas oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).

    “Nah sekarang kan nomenklaturnya berubah menjadi Menkopolkam. Karena itu terkait dengan poin-poin yang ada di dalam nanti bisa dicek tentang usulan revisi undang-undang TNI, tidak ada bedanya dengan yang lalu,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2025).

    Dia menyebut bahwa surpres RUU TNI sudah terbit pada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Oleh karena itu, kata Supratman, RUU TNI masuk kembali ke Prolegnas Prioritas pada tahun ini adalah sebuah proses carry over dalam rangka pembahasan Undang-Undang (UU).

    Dia juga memastikan tak ada ketentuan-ketentuan yang akan memberikan kewenangan lebih pada TNI melalui RUU itu. Dia menekankan prinsip RUU itu akan menyangkut soal perpanjangan usia pensiun, karena sekarang pegawai negeri sipil (PNS) usia pensiunnya 60 tahun.

    “Sementara untuk TNI/Polri itu masih 58 tahun. Tentu di TNI juga nggak boleh rata, karena usia pensiun bagi prajurit yang berpangkat bawah, sersan ataupun yang dibawahnya itu kalau nggak salah kan 45 tahun sudah pensiun. Karena itu pasukan tempur. Nah ini akan kita sesuaikan dengan dinamika dan perkembangan yang ada,” jelasnya.

    Senada, Wakil ketua DPR RI Adies Kadir menepis anggapan bahwa RUU TNI ini bisa mengembalikan konsep dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) atau TNI. Menurut dia, semua pihak lebih baik melihat jalannya pembahasan revisi UU TNI bersama-sama. 

    “Enggak lah, enggak lah, itu dwifungsi ABRI segala macem itu? Enggak lah. Kita lihat lah nanti sama-sama,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2025).

  • DPR Bantah Revisi RUU TNI untuk Bangkitkan Dwifungsi ABRI

    DPR Bantah Revisi RUU TNI untuk Bangkitkan Dwifungsi ABRI

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir merespons soal isu Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang kini masuk Prolegnas Prioritas 2025.

    Adies menepis anggapan bahwa RUU TNI ini bisa mengembalikan konsep dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) atau TNI. Menurut dia, semua pihak lebih baik melihat jalannya pembahasan revisi UU TNI bersama-sama. 

    “Enggak lah, enggak lah, itu dwifungsi ABRI segala macem itu? Enggak lah. Kita lihat lah nanti sama-sama,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2025).

    Bahkan, dia menyebut saat ini pensiunan TNI yang masuk dalam pemerintahan tidak banyak, ada pun juga hanya karena kebutuhan kementerian itu.

    “Ya sekarang kan ada beberapa yang masuk juga, tapi sedikit sekali kan, itu kebutuhan kementeriannya aja. Sekarang sedikit sekali kalau kita lihat yang TNI. Banyak pensiunan-pensiunan dari kepolisian kan malah,” urainya.

    Tak hanya itu, Politikus Golkar ini juga menanggapi soal wacana penghapusan larangan TNI untuk berbisnis. Pihaknya akan meminta banyak masukan dari berbagai pihak mengenai hal itu.

    “Kita akan lihat pembahasannya, usulan dari mana, kita lihat nanti. Kita pasti meminta banyak masukan ya kalau bisnis, bisnisnya seperti apa. Tugas TNI kan jelas mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, kita akan lihat nanti,” tuturnya.

    Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menjadi prolegnas prioritas 2025.

    Persetujuan itu dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-13 yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2025).

    “Kami meminta persetujuan rapat paripurna hari ini terhadap RUU tersebut diusulkan masuk pada program legislasi nasional RUU prioritas tahun 2025 apakah dapat disetujui?” tanyanya yang dijawab setuju oleh para anggota dewan.

  • Pimpinan DPR Yakin Revisi UU TNI Tak Perluas Penempatan Prajurit Aktif

    Pimpinan DPR Yakin Revisi UU TNI Tak Perluas Penempatan Prajurit Aktif

    Pimpinan DPR Yakin Revisi UU TNI Tak Perluas Penempatan Prajurit Aktif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pimpinan
    DPR RI
    meyakini revisi Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tak akan memperluas penempatan prajurit aktif untuk menduduki
    jabatan sipil
    .
    “Enggak lah, enggak. Soal itu dwifungsi ABRI segala macam itu, enggak, enggak lah. Kita lihat lah nanti sama-sama,” ujar Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, di Gedung DPR RI, Selasa (18/2/2025).
    Adies berpandangan, pada masa pemerintahan saat ini pun tak banyak prajurit aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil.
    Hal ini pun dilakukan hanya karena memenuhi kebutuhan di masing-masing kementerian/lembaga.
    “Ya sekarang kan ada beberapa yang masuk juga, tapi sedikit sekali kan. Itu pun kebutuhan Kementeriannya saja kan. Sekarang sedikit sekali kalau kita lihat yang TNI. Banyaknya pensiunan. Banyaknya pensiunan dari kepolisian kan malah,” kata Adies.
    Adies menekankan bahwa salah satu poin dalam pembahasan perubahan UU TNI yang akan datang, hanya berkaitan dengan usai pensiun prajurit.
    “Enggak ada. Itu-itu saja pembahasannya, masa pensiun, seputar itu,” ujar Adies.
    Dia pun meminta semua pihak menunggu dimulainya pembahasan
    revisi UU TNI
    yang akan dilakukan oleh Komisi I DPR RI bersama perwakilan pemerintah.
    “Nah, nanti ditanya ke Komisi I kapan mereka mulai bahas,” pungkas dia.
    Diberitakan sebelumnya, DPR RI resmi menetapkan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2025.
    Pimpinan DPR RI pun bersepakat menugaskan Komisi I untuk melakukan pembahasan RUU TNI bersama perwakilan pemerintah.
    Sebagai informasi, pembahasan tentang revisi UU TNI sudah bergulir di DPR RI periode 2019-2024, meski belum terselesaikan hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir.
    Wacana revisi UU TNI menjadi sorotan karena disinyalir bakal membuka pintu bagi anggota TNI untuk menduduki lebih banyak jabatan sipil.
    Selain itu, muncul wacana untuk menghapus larangan bagi anggota TNI untuk berbisnis.
    Banyak pihak khawatir, ketentuan-ketentuan tersebut dapat mengembalikan
    dwifungsi militer
    seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.
    Namun, revisi UU TNI kembali diusulkan masuk Prolegnas jangka menengah DPR RI periode 2025-2029.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 14 Tuntutan Mahasiswa di Aksi ‘Indonesia Gelap’, Kritik Sejumlah Kebijakan Pemerintah, Termasuk MBG

    14 Tuntutan Mahasiswa di Aksi ‘Indonesia Gelap’, Kritik Sejumlah Kebijakan Pemerintah, Termasuk MBG

    TRIBUNJATIM.COM – Aksi demo bertajuk ‘Indonesia Gelap’ digaungkan ribuan mahasiswa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (17/2/2025).

    Tak hanya aksi di Jakarta, mahasiswa di Bandung dan Surabaya turut turun.

    Sebelumnya, tanda pagar Indonesia Gelap juga sempat trending di media sosial.

    Dalam aksi ini, mereka menuntut tiga hal terhadap pemerintah.

    Hal ini buntut kebijakan-kebijakan era pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang tak memihak rakyat.

    Salah satunya adalah makan gratis bergizi yang disebut mengacaukan anggaran pendidikan.

    Lantas, apa saja tuntutan para mahasiswa ini?

    Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunJatim.com

    Mahasiswa dan koalisi masyarakat sipil menggelar aksi bertajuk Indonesia Gelap di sejumlah daerah, Senin (17/2/2025).

    Di Jakarta, aksi Indonesia Gelap berpusat di sekitar Istana Negara, Jakarta Pusat.

    Sebanyak 1.623 personel polisi dikerahkan untuk melakukan pengamanan, menurut Kapolres Metro Jakarta Pusat.

    Sementara di Bandung, mahasiswa dari berbagai kampus di Bandung berkumpul, di depan Gedung DPRD Jawa Barat (Jabar), Jalan Diponegoro, Kota Bandung. 

    Dikutip dari TribunJabar, aksi bertema Indonesia Gelap ini dimulai sekitar pukul 14.30 WIB, masa aksi datang dengan mengenakan almamater kampus masing-masing, seperti Unpad, Unpas, Unikom dan perguruan tinggi lainnya sambil membawa spanduk bertuliskan kritikan untuk Pemerintah Prabowo Subianto.

    Aksi Indonesia Gelap juga digelar di depan Gedung DPRD Jawa Timur.

    Aksi ini bahkan berakhir ricuh.

    Petugas keamanan menyemprotkan water cannon ke arah mahasiswa hingga mereka berpencar.

    Apa makna #IndonesiaGelap?

    Tagar #IndonesiaGelap menjadi trending topik di X hari ini, Senin.

    Sebagian besar pengguna X mengungkapkan keresahan mereka terkait kondisi Indonesia terkini.

    Tagar ini mewarnai unggahan terkait aksi penolakan program makan siang gratis di Wamena, Papua, pada Senin (17/2/2025) yang berujung ricuh setelah kepolisian memblokade demonstrasi pelajar.

    Mereka menuntut pendidikan gratis dan penarikan militer dari Papua.

    Sebelumnya, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia dalam unggahan di X menyebut “banyak kebijakan ugal-ugalan nirsubstansi yang menyebabkan penderitaan rakyat terus berlanjut”.

    Dalam unggahannya, mereka juga menyematkan sejumlah tuntutan.

    Plt Ketua BEM Kema Unpad, Rhido Anwari Aripin, menyatakan aksi ini juga digelar serentak di sejumlah daerah lain dan disertai dengan 14 poin tuntutan.

    “Aliansi Amarah Rakyat Jabar menyatakan sikap dengan tegas dan menuntut pemerintah untuk dapat menyadari dan membenahi permasalahan yang ada melalui beberapa poin tuntutan,” tegas Rhido.

    Berikut adalah 14 poin tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa:

    1. Naikkan anggaran pendidikan, batalkan seluruh pemangkasan, cabut instruksi presiden nomor 1 tahun 2025, kembalikan anggaran pendidikan ke pagu awal, Naikkan anggaran pendidikan terutama dana operasional PTN-BH, PTS, dan Beasiswa! Perluas akses pendidikan tinggi kepada anak kelas buruh dan kaum tani yang selama ini dihalangi oleh biaya pendidikan yang tinggi. Hadirkan sarana prasarana pendidikan berkualitas, buka seluas-luasnya ruang demokrasi, dan selesaikan masalah kekerasan seksual dalam dunia pendidikan.

    2. Mengalihkan efisiensi pendidikan ke tunjangan-tunjangan pejabat.

    3.Anggarkan tunjangan kinerja pendidikan guru dan dosen. Jamin kesejahteraan guru, dosen dan tenaga kependidikan dengan upah dan tunjangan yang layak.

    4. Mengevaluasi total program MBG dan mengeluarkannya dari anggaran pendidikan.

    5. Hentikan pembahasan RUU Sisdiknas, hentikan transformasi PTN BLU menjadi PTN BH, Cabut UU PT Permendikbud Ristek No. 2 tahun 2024 dan semua peraturan turunan yang melanggengkan liberalisasi dan privatisasi pendidikan. Wujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat, berbasis reform agraria dan industrialisasi nasional.

    6. Pertimbangkan ulang sektor pendidikan dan kesehatan dari prioritas pendukung menjadi prioritas utama.

    7. Menuntut Prabowo untuk mengefisienkan dan merombak total kabinet merah putih secara struktural dan teknis.

    8. Menuntut pemerintah untuk mengingat kembali hal-hal yang dijanjikan pada rakyatnya.

    9. Tolak ijin usaha pertambahan bagi perguruan tinggi dalm RUU Minerba! Tolak mobilisasi mahasiswa dan dosen sebagai tenaga kerja murah demi industri pro-imperialis dan pro-feodal.

    10. Hentikan pelibatan aparat bersenjata dalam ruang sipil! Tolak militerisasi melalui pembangunan KODAM baru dan peningkatan anggaran militer kepolisian yang akan digunakan untuk melancarkan perampasan tanah rakyat dan represifitas.

    11. Tolak Dwifungsi ABRI/TNI.

    12. Restitusi hak kementerian kesehatan untuk menjamin efisiensi layanan kesehatan, pengembangan SDM layanan kesehatan, infrastruktur layanan kesehatan dan lainnya yang ada dibawah kementerian kesehatan.

    13. Efisiensi dana di sektor infrastruktur.

    14. Cabut UU Ciptaker dan UU turunannya.

    15. Sahkan RUU PPRT dan perkuat landasan hukum perlindungan kekerasan terhadap perempuan.

    Kritik efisiensi anggaran

    Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Iqbal Cheisa Wiguna, menilai efisiensi anggaran pendidikan ini kurang tepat.

    Efisiensi anggaran pendidikan justru berdampak pada terancamnya 600 ribu mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah) harus putus kuliah.

    Tak cukup disitu saja, pendaftaran KIP Kuliah tahun 2025 yang tengah berjalan ini juga terancam tak dilanjutkan imbas efisiensi anggaran pendidikan.

    “Seperti yang kita lihat sudah beredar berita yang cukup mencemaskan yang cukup bisa mencekik teman-teman mahasiswa, yaitu terkait dengan penghematan anggaran pendidikan yang kiranya kurang tepat.”

    “Dan ujungnya adalah terancamnya 600 ribu lebih mahasiswa yang ada di Indonesia, penerima KIP K terancam putus kuliah.”

    “Lalu ditambah lagi pendaftaran KIP K yang sudah dimulai pada tahun 2025 itu terancam untuk tidak dilanjutkan,” kata Iqbal dalam wawancara Program ‘Sapa Indonesia Malam’ Kompas TV, Senin (17/2/2025). 

    Atas dasar itulah yang membuat mahasiswa marah dan sedih akan nasib teman-teman mereka yang terancam putus kuliah.

    “Hal tersebut yang membuat kami mahasiswa marah, yang membuat kami sedih karena teman-teman kami terancam putus kuliah,” imbuhnya.

    —– 

    Berita Jatim dan berita viral lainnya.