Topik: dwifungsi ABRI

  • Istana soal TNI Bisa Isi 16 Jabatan Sipil: Keahlian Mereka Diperlukan – Page 3

    Istana soal TNI Bisa Isi 16 Jabatan Sipil: Keahlian Mereka Diperlukan – Page 3

    Menurutnya, dengan Revisi UU TNI dijelaskannya, pembatasan penempatan prajurit aktif TNI semakin jelas dan tegas.

    “Saat ini terdapat pembahasan, wacana pengaturan penugasan TNI dari 10 kementerian dan lembaga menjadi 16. Yaitu di Polkam, Kementerian Pertahanan, Dewan Pertahanan Negara, Sekretariat Negara, Intelijen, Sandi Negara, Lemhanas, SAR, kemudian Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Pengelola Perbatasan KKP, BNPB, BNPT, Bakamla, Kejagung, dan Mahkamah Agung,” jelasnya.

    Ia menegaskan, Revisi UU TNI tidak bermaksud untuk mengembalikan dwifungsi ABRI atau militer seperti yang terjadi di era Orde Baru. Karena itu, pria akrab disapa BG ini meminta semua pihak tidak lagi khawatir.

    Menurutnya, tujuan Revisi UU TNI adalah untuk menyesuaikan kebutuhan atas perkembangan zaman. Sehingga, TNI akan semakin profesional.

    “Utamanya dalam menjalankan tugas pokoknya di bidang pertahanan negara sekaligus menyesuaikan peran TNI ke depan sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman, khususnya seperti dalam situasi darurat bencana. Tidak ada (dwifungsi TNI),” pungkas dia. 

  • Istana sebut 16 K/L yang bisa diduduki TNI memang diperlukan keahlian

    Istana sebut 16 K/L yang bisa diduduki TNI memang diperlukan keahlian

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyatakan bahwa penambahan pos menjadi 16 kementerian/lembaga yang bisa diduduki prajurit TNI aktif dalam RUU TNI memang diperlukan keahlian dan beririsan dengan lingkup kerja TNI.

    Pernyataan Hasan kepada media di Jakarta, Senin (17/3) malam itu menanggapi soal revisi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang di dalamnya mengatur soal peluasan penempatan prajurit aktif dari sebelumnya 10 menjadi 16 kementerian/lembaga.

    “Karena posisi-posisi untuk TNI, nggak di-open, tapi dikunci. Dikunci ke-16 posisi yang memang memerlukan ekspertis-nya mereka. Memerlukan keahliannya mereka dan beririsan ruang kerja dengan ekspertis mereka,” kata Hasan.

    Meski terdapat penambahan lembaga yang bisa diisi oleh TNI, Hasan menegaskan bahwa jabatan tersebut memang sudah diisi oleh prajurit TNI aktif namun belum diatur melalui undang-undang.

    Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI saat ini, hanya ada 10 kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif, yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, dan Badan Siber dan Sandi Negara.

    Kemudian, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Dewan Pertahanan Nasional, Badan SAR Nasional (Basarnas), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Mahkamah Agung.

    Lewat RUU TNI, ada tambahan enam pos baru yang bisa dijabat TNI aktif, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kejaksaan Agung dan terbaru, yakni Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

    “Sebelumnya di UU enggak ada, sekarang ada. Ada untuk mengisi kamar peradilan pidana Mahkamah Agung, Bakamla. Jadi yang kayak gitu, yang memang ekspertis-nya membutuhkan ekspertis teman-teman dari TNI,” kata Hasan.

    Oleh karenanya, Hasan kembali menekankan bahwa RUU TNI yang dikhawatirkan mengembalikan dwifungsi ABRI oleh masyarakat hingga lembaga independen tidak terbukti.

    Di sisi lain, pemerintah meminta masyarakat tetap mengkritisi dan memantau pelaksanaan undang-undang sebagai bagian dari pengawasan publik.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • RUU TNI Tak Terbukti Bangkitkan Dwifungsi ABRI

    RUU TNI Tak Terbukti Bangkitkan Dwifungsi ABRI

    loading…

    Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi Hasan memastikan tidak terbukti ada pasal maupun ayat dalam RUU TNI yang dicurigai membangkitkan dwifungsi ABRI. Foto/Binti Mufarida

    JAKARTA – Pemerintah memastikan tidak terbukti ada pasal maupun ayat dalam Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dicurigai membangkitkan dwifungsi ABRI.

    “(Kecurigaan) teman-teman dari NGO, teman-teman aktivis, itu tidak ada. Jadi pasal yang dicurigai akan ada, ayat yang dicurigai akan ada (dwifungsi ABRI), itu terbukti tidak ada,” tegas Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi Hasan kepada awak media di Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Lebih lanjut, Hasan memastikan jabatan sipil di kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh TNI lewat revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI itu harus memiliki keahlian atau yang beririsan dengan ruang kerja prajurit TNI.

    “Kecurigaan temen teman NGO itu tidak beralasan karna itu tidak ada, karena posisi-posisi, nggak di-open posisi-posisi untuk TNI, nggak di-open, tapi dikunci. Dikunci ke-15 posisi yang memang memerlukan expertise-nya mereka. Memerlukan keahliannya mereka dan beririsan ruang kerja dengan expertise mereka,” tegas Hasan.

    Meski jumlah jabatan yang diisi akan lebih banyak, Hasan memastikan, jabatan tersebut sudah berjalan lebih dulu. Salah satu contohnya, jabatan untuk Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) yang sebelumnya belum diatur oleh Undang-Undang.

    Diketahui dalam UU TNI saat ini, hanya terdapat 10 jabatan yang bisa diisi oleh prajurit aktif, yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, dan Badan Siber dan Sandi Negara.

    Lalu, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau Basarnas, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

  • Istana: Pasal yang Dicurigai Kembalikan Dwifungsi ABRI Tak Ada, Kecurigaan LSM Tak Beralasan

    Istana: Pasal yang Dicurigai Kembalikan Dwifungsi ABRI Tak Ada, Kecurigaan LSM Tak Beralasan

    Istana: Pasal yang Dicurigai Kembalikan Dwifungsi ABRI Tak Ada, Kecurigaan LSM Tak Beralasan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Komunikasi Kepresidenan/PCO Hasan Nasbi memastikan, pasal maupun ayat yang dicurigai mengembalikan
    dwifungsi ABRI
    tidak ada dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI.
    Oleh karenanya, Hasan menilai bahwa kecurigaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tidak beralasan.
    “Pasal yang dicurigai akan ada, ayat yang dicurigai akan ada, itu terbukti tidak ada. Bahwa kecurigaan teman-teman NGO, LSM itu tidak beralasan karena itu tidak ada (dwifungsi),” kata Hasan saat ditemui di Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).
    Hasan menegaskan bahwa
    RUU TNI
    justru akan membatasi jabatan-jabatan sipil yang bisa dijabat oleh prajurit aktif, bukan sebaliknya.
    Menurut dia, jabatan tersebut diisi karena adanya korelasi dengan kerja-kerja dan tugas fungsi TNI.
    “Karena posisi-posisi, enggak di-
    open
    posisi-posisi untuk TNI, enggak di-
    open
    , tapi dikunci. Dikunci ke-15 posisi yang memang memerlukan ekspertisnya mereka. Memerlukan keahliannya mereka dan beririsan ruang kerja dengan ekspertis mereka,” ujar Hasan.
    Meski jumlah jabatan yang diisi akan lebih banyak, Hasan memastikan bahwa jabatan tersebut sejatinya sudah dipraktikan lebih dulu.
    Salah satu contohnya, jabatan untuk Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) yang sebelumnya belum diatur oleh Undang-Undang.
    Diketahui dalam
    UU TNI
    saat ini, hanya terdapat 10 jabatan yang bisa diisi oleh prajurit aktif, yakni di Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, dan Badan Siber dan Sandi Negara.
    Lalu, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau Basarnas, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
    Lewat RUU TNI, ada tambahan enam pos baru yang bisa ditempati TNI aktif, yakni di Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung (Kejagung), dan BNPP.
    “Sebelumnya di UU enggak ada, sekarang ada. (Jampidmil) Ada untuk mengisi kamar peradilan pidana Mahkamah Agung. Bakamla, Dewan Pertahanan Nasional belum ada juga (sebelumnya di UU TNI). Jadi yang kayak gitu, yang memang ekspertisnya membutuhkan ekspertis teman-teman dari TNI,” kata Hasan.
    Sebelumnya diberitakan,
    revisi UU TNI
    menuai penolakan dari sejumlah LSM lantaran dikhawatirkan mengembalikan dwifungsi militer.
    Namun terbaru, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengatakan bahwa revisi UU TNI hanya akan mengubah tiga pasal krusial.
    Pasal pertama adalah Pasal 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang kedudukan dan koordinasi TNI di bawah Kementerian Pertahanan. Kedua, Pasal 53 yang mengatur tentang usia pensiun TNI.
    Ketiga, Pasal 47 yang mengatur tentang jabatan di kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI yang aktif.
    Karena pada praktiknya, banyak prajurit TNI yang selama ini memang diperbantukan di beberapa kementerian karena keahlian dan kebutuhannya.
    “Misal saya contohkan di Basarnas, seperti itu. Melalui
    Revisi UU TNI
    ini justru memberi batasan yang lebih jelas akan hal tersebut. Saat ini terdapat pembahasan, wacana pengaturan penugasan TNI dari 10 kementerian/lembaga menjadi 16,” kata Budi Gunawan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rapat RUU TNI Dijaga Rantis, Puan: Ada yang Geruduk

    Rapat RUU TNI Dijaga Rantis, Puan: Ada yang Geruduk

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua DPR RI, Puan Maharani, memberikan tanggapan terkait keberadaan kendaraan taktis (rantis) dalam pengamanan rapat pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Hotel Fairmont, Jakarta. Menurut Puan, langkah pengamanan tersebut diambil karena adanya pihak yang berusaha masuk tanpa izin ke dalam lokasi rapat.

    “Teman-teman juga tahu bahwa ada pihak yang mencoba masuk tanpa izin. Jadi, dalam acara apa pun, kalau ada yang masuk tanpa izin, tentu tidak diperbolehkan,” ujar Puan di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Puan menegaskan bahwa proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara transparan dan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Oleh karena itu, ia meminta semua pihak untuk menghormati jalannya diskusi serta tidak melakukan tindakan yang mengganggu.

    “Tidak pantas untuk masuk ke dalam ruang yang bukan haknya,” tandasnya.

    Sebelumnya, tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan melakukan aksi protes saat rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TNI berlangsung di Hotel Fairmont, Jakarta, pada Sabtu (15/3/2025). Mereka mencoba masuk ke ruang pertemuan yang terletak di Ruby 1 dan 2 untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi UU TNI.

    Salah seorang aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andrie Yunus, mengenakan pakaian serbahitam dan berusaha menerobos masuk. Namun, dua staf berpakaian batik segera menghalangi langkahnya. Bahkan, dalam insiden tersebut, Andrie sempat terdorong hingga terjatuh sebelum akhirnya bangkit kembali.

    “Woi, Anda mendorong! Teman-teman, lihat bagaimana kami mengalami tindakan represif,” teriak Andrie.

    Setelah gagal masuk, Andrie bersama dua aktivis lainnya melanjutkan aksi protes mereka di depan pintu rapat yang telah tertutup. Mereka dengan lantang menyerukan agar pembahasan RUU TNI dihentikan.

    “Kami menolak pembahasan RUU TNI! Kami menolak dwifungsi ABRI! Hentikan pembahasan ini karena prosesnya dilakukan secara diam-diam dan tertutup!” tegas Andrie.

    Pengamanan ketat dalam rapat ini menjadi sorotan publik, terutama setelah munculnya aksi demonstrasi dari kelompok sipil yang menolak revisi UU TNI. Hingga kini, perdebatan mengenai transparansi dan isi dari RUU TNI masih terus berlanjut di berbagai kalangan.

  • Sikap PDIP di Revisi UU TNI Disorot, Puan Bilang Begini

    Sikap PDIP di Revisi UU TNI Disorot, Puan Bilang Begini

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani mengungkapkan posisi partainya dalam pembahasan revisi Undang-Undang No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

    PDIP sebelumnya sempat menolak amandemen UU TNI. Namun belakangan, salah satu anggota fraksi partai banteng, Utut Adianto, bahkan menjadi Ketua Panitia Kerja alias Panja revisi UU TNI. 

    Adapun, Puan berdalih bahwa partisipasi PDIP untuk terlibat dalam panitia kerja (Panja) revisi UU TNI untuk memastikan rancangan beleid tersebut benar-benar dibahas dengan sebaik-baiknya.

    “Kehadiran PDI justru untuk meluruskan jika kemudian ada hal-hal yang kemudian tidak sesuai dengan apa yang kemudian kami anggap itu tidak sesuai,” katanya kepada wartwan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).

    Pernyataan tersebut sekaligus menanggapi soal sikap keras Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menegaskan tidak setuju dengan revisi UU TNI dan Polri. Puan berdalih, saat itu Megawati berpandangan demikian lantaran karena belum mengetahui bentuk amandemennya.

    Adapun kala itu, menurut Megawati revisi ini tak perlu menyertakan aspek-aspek yang berbeda antara TNI dan Polri, misalnya usia pensiun hingga alutsista.

    “Ya itu kan sebelum kita bahas bersama dan hasilnya seperti apa, tadi kan dalam konferensi pers sudah disebarkan hasil dari Panja yang akan diputuskan. Jadi silakan dilihat hasil Panja,” tegas Puan.

    Lebih jauh, Puan menuturkan dalam revisi UU TNI ada tiga pasal yang dibahas dan juga sudah mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat. 

    “Dan tidak ada pelanggaran, sudah tidak ada hal yang kemudian melanggar hal-hal yang dicurigai akan kemudian membuat hal-hal yang ke depannya itu tercederai,” ungkapnya.

    Dia juga ikut menyikapi soal kekhawatiran publik bahwa revisi UU TNI ini dapat memunculkan dwifungsi ABRI. Puan menekankan bahwa sesuai dengan konferensi pers yang disampaikan Ketua Panja, Utut Adianto dan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad revisi UU TNI tidak memunculkan dwifungsi ABRI.

    “Ya dalam penjelasan konferensi pers tadi kan harusnya sudah jelas, bahkan kemudian sudah diberikan revisi tiga pasal yang kemudian menyatakan apa saja yang direvisi dan itu tidak merubah hal-hal yang kemudian dicurigai,” pungkasnya.

    Revisi UU TNI Hanya Bahas 3 Pasal

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa draf revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang beredar di media sosial berbeda dengan yang dibahas di Komisi I DPR. 

    Dasco mengemukakan bahwa ada tiga pasal yang masuk dalam revisi UU TNI. Ketiga pasal ini adalah Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 53 tentang Usia Pensiun, dan Pasal 47 tentang prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga (K/L).

    “Dalam revisi UU TNI hanya ada 3 pasal; pasal 3, pasal 53, dan pasal 47. Tidak ada pasal-pasal lain yang kemudian di draft yang beredar di medsos itu saya lihat banyak sekali dan kalaupun ada pasal-pasal yang sama yang kita sampaikan itu juga isinya sangat berbeda,” tukasnya.

  • Sikap PDIP di Revisi UU TNI Disorot, Puan Bilang Begini

    Sikap PDIP di Revisi UU TNI Disorot, Puan Bilang Begini

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani mengungkapkan posisi partainya dalam pembahasan revisi Undang-Undang No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

    PDIP sebelumnya sempat menolak amandemen UU TNI. Namun belakangan, salah satu anggota fraksi partai banteng, Utut Adianto, bahkan menjadi Ketua Panitia Kerja alias Panja revisi UU TNI. 

    Adapun, Puan berdalih bahwa partisipasi PDIP untuk terlibat dalam panitia kerja (Panja) revisi UU TNI untuk memastikan rancangan beleid tersebut benar-benar dibahas dengan sebaik-baiknya.

    “Kehadiran PDI justru untuk meluruskan jika kemudian ada hal-hal yang kemudian tidak sesuai dengan apa yang kemudian kami anggap itu tidak sesuai,” katanya kepada wartwan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).

    Pernyataan tersebut sekaligus menanggapi soal sikap keras Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menegaskan tidak setuju dengan revisi UU TNI dan Polri. Puan berdalih, saat itu Megawati berpandangan demikian lantaran karena belum mengetahui bentuk amandemennya.

    Adapun kala itu, menurut Megawati revisi ini tak perlu menyertakan aspek-aspek yang berbeda antara TNI dan Polri, misalnya usia pensiun hingga alutsista.

    “Ya itu kan sebelum kita bahas bersama dan hasilnya seperti apa, tadi kan dalam konferensi pers sudah disebarkan hasil dari Panja yang akan diputuskan. Jadi silakan dilihat hasil Panja,” tegas Puan.

    Lebih jauh, Puan menuturkan dalam revisi UU TNI ada tiga pasal yang dibahas dan juga sudah mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat. 

    “Dan tidak ada pelanggaran, sudah tidak ada hal yang kemudian melanggar hal-hal yang dicurigai akan kemudian membuat hal-hal yang ke depannya itu tercederai,” ungkapnya.

    Dia juga ikut menyikapi soal kekhawatiran publik bahwa revisi UU TNI ini dapat memunculkan dwifungsi ABRI. Puan menekankan bahwa sesuai dengan konferensi pers yang disampaikan Ketua Panja, Utut Adianto dan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad revisi UU TNI tidak memunculkan dwifungsi ABRI.

    “Ya dalam penjelasan konferensi pers tadi kan harusnya sudah jelas, bahkan kemudian sudah diberikan revisi tiga pasal yang kemudian menyatakan apa saja yang direvisi dan itu tidak merubah hal-hal yang kemudian dicurigai,” pungkasnya.

    Revisi UU TNI Hanya Bahas 3 Pasal

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa draf revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang beredar di media sosial berbeda dengan yang dibahas di Komisi I DPR. 

    Dasco mengemukakan bahwa ada tiga pasal yang masuk dalam revisi UU TNI. Ketiga pasal ini adalah Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 53 tentang Usia Pensiun, dan Pasal 47 tentang prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga (K/L).

    “Dalam revisi UU TNI hanya ada 3 pasal; pasal 3, pasal 53, dan pasal 47. Tidak ada pasal-pasal lain yang kemudian di draft yang beredar di medsos itu saya lihat banyak sekali dan kalaupun ada pasal-pasal yang sama yang kita sampaikan itu juga isinya sangat berbeda,” tukasnya.

  • Menkopolkam Budi Gunawan Tegaskan RUU TNI Tidak Kembalikan Dwifungsi ABRI

    Menkopolkam Budi Gunawan Tegaskan RUU TNI Tidak Kembalikan Dwifungsi ABRI

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam), Budi Gunawan menegaskan RUU TNI tidak bertujuan untuk mengembalikan Dwifungsi ABRI.

    Hal tersebut disampaikan Budi usai menghadiri buka bersama TNI-Polri di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/3/2025).

    “Pemerintah sekali lagi menegaskan bahwa revisi UU TNI ini tidak dimaksudkan mengembalikan TNI pada Dwifungsi militer seperti masa lalu,” ujar pria akrab disapa BG itu.

    Dia menambahkan, tujuan pembahasan RUU TNI ini murni sesuai untuk kebutuhan pemerintahan yang berkaitan dengan perkembangan zaman.

    Di samping itu, RUU ini juga utamanya dilakukan oleh prajurit sesuai dengan masing-masing keahliannya. Misalnya, berkaitan dengan penanganan bencana.

    “Tujuan revisi ini memang murni untuk sesuai kebutuhan zaman agar TNI kita semakin profesionalismenya meningkat begitu, utamanya dalam menjalankan tugas pokoknya di bidang pertahanan,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, RUU TNI ini pada intinya membahas tiga pasal di antaranya soal kedudukan TNI, usia pensiun dan keterkaitan Kementerian/Lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit aktif.

  • Satpam Hotel Fairmont Merasa Dirugikan Usai Aktivis Geruduk Rapat RUU TNI – Halaman all

    Satpam Hotel Fairmont Merasa Dirugikan Usai Aktivis Geruduk Rapat RUU TNI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – RYK, petugas keamanan Hotel Fairmont Jakarta, merasa dirugikan setelah aktivis Koalisi Masyarakat Sipil menggeruduk rapat RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta, pada Sabtu (15/3/2025).

    Atas dasar itu, RYK melaporkan kepada aparat Polda Metro Jaya.

    Hal itu diungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, di Mapolda Metro Jaya, pada Senin (17/3/2025).

    “Korban merasa dirugikan, kemudian membuat laporan,” ujarnya pada Senin (17/3/2025).

    Upaya membuat laporan itu dilakukan pada Sabtu pekan lalu.

    Berdasarkan keterangan RYK ada tiga orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk ke hotel dan berteriak di depan pintu ruang rapat pembahasan RUU TNI.

    Rapat pembahasan RUU TNI itu dilakukan sejumlah anggota DPR RI.

    “(Koalisi Masyarakat SIpil meminta,-red) Agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup,” kata Ade

    Kini, kasus itu ditangani aparat Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

    Barang Bukti

    Polisi mengungkapkan adanya dua barang bukti yang diamankan terkait aksi demonstrasi yang menggeruduk rapat Panitia Kerja Revisi UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat.

    Aksi tersebut dilakukan tiga aktivis Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan pada Sabtu, 15 Maret 2025.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam, menyatakan bahwa dua barang bukti yang diamankan adalah satu unit CCTV dari Hotel Fairmont dan satu unit video dokumentasi terkait peristiwa tersebut.

    “Ada dua barang bukti. Yang pertama, satu unit elektronik video CCTV. Kemudian, satu unit elektronik video atau video dokumentasi,” kata Ade Ary, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Saat ini, penyelidikan masih terus berlangsung. Pihak kepolisian mendalami laporan yang diterima dari seorang petugas keamanan Hotel Fairmont berinisial RYR.

    “Saat ini penyelidik sedang melakukan pendalaman,” jelasnya.

    Laporan tersebut tercatat dengan nomor LPB/1876/III/2025/SPKT POLDA METRO JAYA, yang mencatat dugaan tindak pidana terkait gangguan ketertiban umum dan ancaman kekerasan, serta penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.

     “Laporan ini berasal dari RYR, seorang petugas keamanan di Hotel Fairmont,” tambah Kombes Ade Ary.

    Terlapor dalam kasus ini disangkakan melanggar berbagai pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), termasuk Pasal 172, 212, 217, 335, 503, dan 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.

    Pihak kepolisian memastikan bahwa proses penyelidikan akan terus berjalan untuk mengungkap lebih lanjut fakta-fakta terkait peristiwa yang menjadi sorotan ini.

    Tiga Pasal RUU TNI

    Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memberikan penjelasan terkait tiga pasal dalam Revisi Undang-undang TNI (RUU TNI) yang dibahas Komisi I DPR RI bersama pemerintah.

    Pasal pertama, yakni Pasal 3 yang berisikan tentang kedudukan TNI.

    “Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, jadi ini sifatnya internal. Ayat 1 misalnya dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI berkedudukan di bawah Presiden, itu tidak ada perubahan.”

    “Kemudian ayat 2 kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI itu berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan,” kata Dasco, dilansir Kompas TV, Senin (17/3/2025).

    Dasco mengungkapkan, revisi UU TNI pada Pasal 3 ini dilakukan supaya lebih sinergis dan lebih rapi.

    Pasal selanjutnya yang direvisi adalah Pasal 53, berisikan tentang aturan usia pensiun anggota TNI.

    “Kemudian pasal 53 itu tentang usia pensiun, yaitu mengacu pada undang-undang institusi lain, ada kenaikan batas usia pensiun, yaitu bervariatif. Antara 55-62 tahun,” terang Dasco.

    Terakhir adalah Pasal 47, yang membahas soal aturan prajurit TNI bisa menduduki jabatan di Kementerian atau Lembaga.

    “Kemudian pasal ketiga, yaitu pasal 47, yaitu prajurit dapat menduduki jabatan pada Kementerian atau lembaga.”

    “Jadi prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada Kementerian lembaga, pada saat ini sebelum direvisi ada 10, kemudian ada penambahan,” jelas politisi Gerindra itu.

    Salah satu contohnya adalah di Kejaksaan Agung, karena dalam Kejaksaan Agung ada jabatan Jaksa Agung Pidana Militer.

    “Karena di masing-masing institusi di undang-undangnya dicantumkan, sehingga kita masukkan ke dalam revisi undang-undang TNI.”

    “Seperti Kejaksaan Agung misalnya karena ada di situ Jaksa Agung Pidana Militer yang di Undang-undang Kejaksaan itu dijabat oleh TNI di sini kita masukkan.”

    “Kemudian untuk pengelola perbatasan, karena itu beririsan dengan tugas pokok dan fungsi,” ungkap Dasco.

    Selanjutnya, pada Pasal 47 ayat 2, dijelaskan bahwa prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil selain yang dijelaskan pada ayat 1, maka harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

    “Kemudian selain itu pada pasal 47 ayat 2, selain menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga sebagai pada mana dimaksud pada ayat 1, yang tadi saya sudah terangkan.”

    “Prajurit dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” imbuh Dasco.

    Ketua Komisi I DPR Sebut Panglima TNI Tetap Junjung Tinggi Supremasi Sipil

    Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, memastikan Panglima TNI menjunjung tinggi supremasi sipil.

    Hal itu dikatakan Utut merujuk ke pembahasan rapat RUU TNI bersama Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada pekan lalu.

    “Panglima TNI pada rapat Kamis pekan lalu itu tegas, kesimpulannya hanya satu, bahwa dari Undang-Undang (RUU TNI) ini, jelas supremasi sipil dalam konsep negara demokrasi,” kata Utut kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Dia mengeklaim, RUU TNI bukan untuk memperluas jabatan sipil yang diduduki TNI.

    “Kalau kekhawatiran Dwifungsi ABRI saya sudah berkali-kali bicarakan, justru ini melimitasi,” pungkas Politisi PDIP itu

    Diketahui, Komisi I DPR dan pemerintah memang tengah membahas revisi UU TNI.

    Revisi tersebut, meliputi penambahan usia dinas keprajuritan hingga peluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.

    Bahkan pada hari Jumat (14/3/2024) dan Sabtu (15/3/2025) lalu, Komisi I DPR dan pemerintah menggelar rapat tertutup di Hotel Fairmont untuk membahas RUU TNI.

    Pembahasan RUU tersebut, sempat diwarnai penolakan unsur sipil yang merangsek masuk ke ruang rapat dan menyuarakan penolakan terhadap RUU TNI.

  • Daftar 3 Pasal yang Dibahas DPR di RUU TNI: Kedudukan TNI, Usia Pensiun, & Jabatan di Lembaga Sipil – Halaman all

    Daftar 3 Pasal yang Dibahas DPR di RUU TNI: Kedudukan TNI, Usia Pensiun, & Jabatan di Lembaga Sipil – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memberikan penjelasan terkait tiga pasal dalam Revisi Undang-undang TNI (RUU TNI) yang dibahas Komisi I DPR RI bersama pemerintah.

    Pasal pertama, yakni Pasal 3 yang berisikan tentang kedudukan TNI.

    “Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, jadi ini sifatnya internal. Ayat 1 misalnya dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI berkedudukan di bawah Presiden, itu tidak ada perubahan.”

    “Kemudian ayat 2 kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI itu berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan,” kata Dasco, dilansir Kompas TV, Senin (17/3/2025).

    Dasco mengungkapkan, revisi UU TNI pada Pasal 3 ini dilakukan supaya lebih sinergis dan lebih rapi.

    Pasal selanjutnya yang direvisi adalah Pasal 53, berisikan tentang aturan usia pensiun anggota TNI.

    “Kemudian pasal 53 itu tentang usia pensiun, yaitu mengacu pada undang-undang institusi lain, ada kenaikan batas usia pensiun, yaitu bervariatif. Antara 55-62 tahun,” terang Dasco.

    Terakhir adalah Pasal 47, yang membahas soal aturan prajurit TNI bisa menduduki jabatan di Kementerian atau Lembaga.

    “Kemudian pasal ketiga, yaitu pasal 47, yaitu prajurit dapat menduduki jabatan pada Kementerian atau lembaga.”

    “Jadi prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada Kementerian lembaga, pada saat ini sebelum direvisi ada 10, kemudian ada penambahan,” jelas politisi Gerindra itu.

    Salah satu contohnya adalah di Kejaksaan Agung, karena dalam Kejaksaan Agung ada jabatan Jaksa Agung Pidana Militer.

    “Karena di masing-masing institusi di undang-undangnya dicantumkan, sehingga kita masukkan ke dalam revisi undang-undang TNI.”

    “Seperti Kejaksaan Agung misalnya karena ada di situ Jaksa Agung Pidana Militer yang di Undang-undang Kejaksaan itu dijabat oleh TNI di sini kita masukkan.”

    “Kemudian untuk pengelola perbatasan, karena itu beririsan dengan tugas pokok dan fungsi,” ungkap Dasco.

    Selanjutnya, pada Pasal 47 ayat 2, dijelaskan bahwa prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil selain yang dijelaskan pada ayat 1, maka harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

    “Kemudian selain itu pada pasal 47 ayat 2, selain menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga sebagai pada mana dimaksud pada ayat 1, yang tadi saya sudah terangkan.”

    “Prajurit dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” imbuh Dasco.

    Ketua Komisi I DPR Sebut Panglima TNI Tetap Junjung Tinggi Supremasi Sipil

    Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, memastikan Panglima TNI menjunjung tinggi supremasi sipil.

    Hal itu dikatakan Utut merujuk ke pembahasan rapat RUU TNI bersama Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada pekan lalu.

    “Panglima TNI pada rapat Kamis pekan lalu itu tegas, kesimpulannya hanya satu, bahwa dari Undang-Undang (RUU TNI) ini, jelas supremasi sipil dalam konsep negara demokrasi,” kata Utut kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Dia mengeklaim, RUU TNI bukan untuk memperluas jabatan sipil yang diduduki TNI.

    “Kalau kekhawatiran Dwifungsi ABRI saya sudah berkali-kali bicarakan, justru ini melimitasi,” pungkas Politisi PDIP itu

    Diketahui, Komisi I DPR dan pemerintah memang tengah membahas revisi UU TNI.

    Revisi tersebut, meliputi penambahan usia dinas keprajuritan hingga peluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.

    Bahkan pada hari Jumat (14/3/2024) dan Sabtu (15/3/2025) lalu, Komisi I DPR dan pemerintah menggelar rapat tertutup di Hotel Fairmont untuk membahas RUU TNI.

    Pembahasan RUU tersebut, sempat diwarnai penolakan unsur sipil yang merangsek masuk ke ruang rapat dan menyuarakan penolakan terhadap RUU TNI.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Reza Deni)

    Baca berita lainnya terkait Revisi UU TNI