Topik: diabetes

  • Teknik Jalan Kaki ala Jepang Ini Diklaim Bikin Bugar, Cukup 30-60 Menit Sehari

    Teknik Jalan Kaki ala Jepang Ini Diklaim Bikin Bugar, Cukup 30-60 Menit Sehari

    Jakarta

    Jalan kaki memang dikenal sebagai olahraga ringan yang mampu memberikan banyak manfaat kesehatan. Agar tidak begitu-begitu saja, banyak orang yang mulai memberikan variasi pada jalan kaki, untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.

    Dikutip dari Times of India, jalan kaki bisa membuat sistem kardiovaskular lebih sehat, mengurangi tekanan darah, meningkatkan kesehatan pencernaan, bahkan mengurangi kecemasan.

    Melihat potensi ini, orang Jepang mulai memberikan variasi pada latihan jalan kaki yang dinamakan Interval Walking Training (IWT). Ini adalah program jalan kaki yang terstruktur, bergantian antara interval berjalan sedang dan cepat.

    Teknik ini awalnya dikembangkan sebagai latihan untuk para lanjut usia, khususnya mereka yang ingin mengatasi kelemahan otot kaki dan meningkatkan kebugaran fisik.

    Sesi IWT secara umum terdiri dari interval tiga menit bergantian, antara berjalan cepat dan lambat. Jalan cepat bisa dilakukan minimal 70 persen dari kapasitas aerobik maksimal (VO2max), sedangkan jalan lambat sekitar 40 persen.

    Ini dapat dilakukan selama seseorang merasa nyaman, tetapi 30-60 menit dalam sehari saja sudah cukup. Berjalan kaki dengan teknik ini terbukti dapat meningkatkan kebugaran fisik, kekuatan otot, mengurangi risiko penyakit seperti diabetes tipe 2.

    Untuk memulai latihan ini, bisa dari langkah kecil. Kurang dari 20 menit sehari bukanlah masalah, selama konsisten dan perlahan mulai menambah durasinya. Di awal, mungkin kaki akan terasa sakit, namun otot-otot akan kembali normal secara bertahap.

    Terkait waktu, pagi atau malam bisa disesuaikan dengan jadwal dan referensi masing-masing. Menjaga tubuh tetap terhidrasi juga tak kalah penting.

    (dpy/suc)

  • Sebaiknya Dibatasi, 5 Makanan yang Paling Disukai Sel Kanker

    Sebaiknya Dibatasi, 5 Makanan yang Paling Disukai Sel Kanker

    Jakarta

    Kanker adalah penyakit yang kompleks. Ada banyak jenis dan pemicunya. Faktor-faktor kanker termasuk genetik atau riwayat keluarga, juga gaya hidup seseorang.

    Meski begitu, 80 hingga 90 persen tumor ganas yang muncul kemudian berkembang menjadi kanker berkaitan dengan faktor eksternal, dalam hal ini gaya hidup.

    Salah satu faktor gaya hidup terpenting yang perlu dipertimbangkan adalah pola makan. Banyak penelitian menunjukkan beberapa makanan terbukti meningkatkan risiko lebih tinggi jenis kanker tertentu.

    Beberapa makanan dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 dan obesitas, yang dikaitkan dengan jenis kanker tertentu. Makanan yang mengandung karsinogen, zat berbahaya, berpotensi menyebabkan kanker, bergantung pada tingkat dan durasi paparan karsinogen.

    Apa Saja Makanan yang Disukai Sel Kanker?

    Daging olahan

    Dikutip dari Healthline, daging olahan, jenis daging apa pun yang diawetkan dengan cara diasapi, diasinkan, diawetkan, atau dikalengkan. Sebagian besar daging olahan adalah daging merah. Beberapa contoh daging merah yang telah diolah meliputi:

    hot dog
    salami
    sosis
    ham
    kornet sapi
    dendeng sapi

    Metode yang digunakan untuk membuat daging olahan dapat menghasilkan karsinogen. Misalnya, menurut artikel 2018, mengawetkan daging dengan nitrit dapat membentuk karsinogen yang disebut senyawa N-nitroso. Daging asap juga dapat menyebabkan hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) yang bersifat karsinogenik.

    Daging olahan merupakan faktor risiko utama kanker kolorektal. Tinjauan lain pada 2019, juga menemukan daging olahan dikaitkan dengan kanker perut.

    Para peneliti juga melihat konsumsi daging olahan yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara.

    Makanan yang digoreng

    Ketika makanan bertepung dimasak pada suhu tinggi, senyawa yang disebut akrilamida terbentuk. Hal ini dapat terjadi selama menggoreng, membakar, dan memanggang roti.

    Makanan bertepung yang digoreng sangat tinggi kandungan akrilamidanya. Ini termasuk produk kentang goreng, seperti kentang goreng dan keripik kentang.

    Menurut tinjauan pada 2018, akrilamida ditemukan bersifat karsinogenik dalam penelitian yang dilakukan pada tikus. Badan Internasional untuk Penelitian Kanker atau International Agency for Research on Cancer (IARC) menganggap bersifat karsinogenik bagi manusia.

    Menurut sebuah studi pada 2020, akrilamida merusak DNA dan menginduksi apoptosis, atau kematian sel.

    Makan banyak makanan yang digoreng juga meningkatkan risiko untuk diabetes tipe 2 dan obesitas. Kondisi ini dapat meningkatkan stres oksidatif dan peradangan, yang selanjutnya meningkatkan risiko kanker.

    Makanan yang dimasak terlalu lama

    Makanan yang dimasak terlalu lama, terutama daging, dapat menghasilkan karsinogen. Menurut sebuah artikel tahun 2020, memasak daging dengan suhu tinggi menghasilkan Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) karsinogenik dan amina heterosiklik. Zat-zat ini dapat meningkatkan risiko kanker dengan mengubah DNA sel.

    Untuk mengurangi risiko karsinogen akibat memasak dengan suhu tinggi, cobalah menggunakan metode memasak yang lebih sehat seperti:

    memasak dengan api kecil
    memasak dengan tekanan tinggi
    memanggang atau membakar pada suhu yang lebih rendah
    memasak dengan api kecil dalam slow cooker atau slow cooker

    Gula dan karbohidrat olahan

    Makanan manis dan karbohidrat olahan secara tidak langsung dapat meningkatkan risiko kanker. Beberapa contoh makanan ini meliputi:

    minuman manis bergula
    makanan panggang
    pasta putih
    roti putih
    nasi putih
    sereal manis

    Mengonsumsi makanan manis dan bertepung dalam konsentrasi tinggi dapat meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2 dan obesitas. Menurut sebuah studi pada 2020, kedua kondisi tersebut memicu peradangan dan stres oksidatif. Hal ini dapat meningkatkan risiko terhadap jenis kanker tertentu.

    Diabetes tipe 2 meningkatkan risiko kanker ovarium, payudara, dan endometrium (rahim).

    Asupan gula dan karbohidrat olahan yang tinggi juga dapat menyebabkan kadar glukosa darah tinggi, yang dapat menjadi faktor risiko kanker kolorektal.

    Untuk membatasi dampak kesehatan dari karbohidrat olahan, cobalah untuk mengganti makanan ini dengan alternatif yang lebih sehat seperti:

    roti gandum utuh
    pasta gandum utuh
    nasi merah
    gandum

    Alkohol

    Saat mengonsumsi alkohol, liver memecah alkohol menjadi asetaldehida, senyawa karsinogenik.

    Asetaldehida meningkatkan kerusakan DNA dan stres oksidatif. Asetaldehida juga mengganggu fungsi kekebalan tubuh, sehingga menyulitkan tubuh untuk menargetkan sel prakanker dan kanker.

    Pada wanita, alkohol meningkatkan kadar estrogen dalam tubuh, menurut sebuah studi tahun 2015. Hal ini dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terkena kanker payudara reseptor estrogen positif.

    (naf/kna)

  • Bukti Baru Diabetes saat Hamil Picu Masalah Otak dan Saraf Bayi, Termasuk Autisme

    Bukti Baru Diabetes saat Hamil Picu Masalah Otak dan Saraf Bayi, Termasuk Autisme

    Jakarta

    Studi baru menemukan bukti diabetes selama kehamilan meningkatkan risiko masalah otak dan sistem saraf si bayi, termasuk kemungkinan autisme. Presentasinya sekitar 28 persen berdasarkan analisis data yang dikumpulkan dari 202 studi sebelumnya, dengan melibatkan 56 juta ibu dan anak.

    Studi besar ini juga menemukan risiko anak 20 persen lebih tinggi mengalami masalah komunikasi, serta 16 persen lebih berisiko menghadapi gangguan belajar dibandingkan anak-anak yang ibunya tidak mengidap diabetes saat hamil.

    Risiko yang lebih besar terjadi saat ibu hamil mengidap diabetes sebelum kehamilan, yakni 39 persen lebih tinggi mengalami satu atau lebih gangguan perkembangan saraf ketimbang dengan diabetes gestasional yang dimulai pada masa kehamilan dan sering kali sembuh setelahnya, demikian laporan para peneliti The Lancet Diabetes & Endocrinology.

    “Hubungan diabetes ibu dengan autisme pada keturunannya sudah diketahui dengan baik,” kata dr Magdalena Janecka dari NYU Grossman School of Medicine, yang mempelajari hubungan antara paparan dalam rahim dan perkembangan anak, tetapi tidak terlibat dalam penelitian baru tersebut.

    Studi ini muncul ketika pejabat kesehatan pemerintahan Trump menyerukan penelitian lebih lanjut tentang apakah vaksin merupakan penyebab autisme, klaim yang telah lama diperjuangkan oleh Menteri Kesehatan baru Robert F. Kennedy Jr, dan telah dibantah oleh ilmu pengetahuan.

    (naf/kna)

  • Peneliti: Vaksin Herpes Zoster Berpotensi Kurangi Risiko Demensia

    Peneliti: Vaksin Herpes Zoster Berpotensi Kurangi Risiko Demensia

    Jakarta, Beritasatu.com – Seiring meningkatnya jumlah penderita demensia dan alzheimer, para ilmuwan terus mencari solusi baru untuk menekan dampak penyakit tersebut. Salah satunya, menggunakan vaksin herpes zoster.

    Dilansir dari Medical Daily, pada Selasa (8/4/2025), sebuah penelitian terbaru mengungkap vaksin herpes zoster, yang umumnya digunakan untuk mencegah ruam akibat infeksi virus, juga dapat menurunkan risiko demensia pada kelompok usia lanjut.

    Beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan adanya penurunan risiko demensia pada orang yang telah menerima vaksin herpes zoster. 

    Namun, hasil tersebut sempat diragukan karena adanya potensi bias terhadap individu yang divaksin biasanya memiliki kesadaran kesehatan yang lebih tinggi, seperti menjalani pola makan sehat dan aktif berolahraga, sehingga menyulitkan untuk mengetahui apakah manfaat tersebut berasal dari vaksin atau gaya hidup sehat.

    Untuk mengatasi bias ini, peneliti dari Stanford Medicine memanfaatkan kebijakan vaksinasi di Wales yang cukup unik. Pada 2013, program vaksin herpes zoster diberlakukan dengan ketentuan usia yang ketat, yakni hanya warga yang tepat berusia 79 tahun telah memenuhi syarat menerima vaksin tahun itu. 

    Sementara itu, mereka yang telah genap berusia 80 tahun sebelum tanggal tersebut tidak lagi memenuhi kriteria. Kedua kelompok ini memiliki latar belakang pendidikan, kebiasaan menerima vaksin, serta tingkat penyakit penyerta seperti diabetes dan penyakit jantung yang relatif sama. 

    Perbedaan utama hanyalah pada akses terhadap vaksin sehingga memberikan peluang langka bagi peneliti untuk mengamati dampak vaksin secara lebih objektif tanpa campur tangan faktor gaya hidup.

    “Penelitian ini sangat istimewa karena secara tidak langsung menciptakan kondisi seperti uji klinis acak, kelompok kontrol adalah mereka yang terlalu tua untuk menerima vaksin dan kelompok intervensi adalah mereka yang masih memenuhi syarat usia,” ujar Dr Pascal Geldsetzer, peneliti utama studi tersebut.

    Hasil penelitian menunjukkan, seseorang yang menerima vaksin herpes zoster memiliki risiko demensia 20% lebih rendah dalam periode tujuh tahun dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksin. 

    Menariknya, efek perlindungan ini terlihat jauh lebih signifikan pada perempuan dibandingkan laki-laki yang diduga berkaitan dengan perbedaan biologis dalam respons sistem imun atau cara demensia berkembang berdasarkan jenis kelamin.

    “Untuk pertama kalinya kami dapat mengatakan dengan lebih yakin bahwa vaksin herpes zoster memang dapat mengurangi risiko demensia. Jika efek ini bersifat kausal, maka temuan ini sangatlah penting dalam konteks kesehatan masyarakat,” pungkas Geldsetzer.

  • BAB Berdarah, Itu Gejala Kanker Kolon atau Wasir? Ini Penjelasan Dokter – Halaman all

    BAB Berdarah, Itu Gejala Kanker Kolon atau Wasir? Ini Penjelasan Dokter – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kanker kolon atau dikenal juga dengan sebutan kanker kolorektal (kanker usus besar) akhir-akhir ini mulai menyerang kalangan muda berusia 20 tahun ke atas.

    Karena itu, waspada dan segera deteksi dini jika muncul gejala kanker kolon.

    Kanker kolon menjadi salah satu kanker yang bersifat silent killer, lantaran awal kemunculannya seringkali tidak disadari.

    “Kanker kolon ini tidak  serta merta muncul melainkan berproses. Sebagian besar berasal dari polip yang kecil dan terus tumbuh mengalami mutasi genetik, hingga akhirnya pertumbuhan tumor tidak terkendali dan menjadi  ganas,” ujar Dokter spesialis penyakit dalam dr. Randy Adiwinata, Sp.PD ditulis di Jakarta, Senin (7/4/2025).

    Berikut gejala-gejala yang dapat menandai kanker kolon, antara lain:

    1.     Perubahan pola dan konsistensi feses

    Frekuensi BAB yang menjadi lebih sering atau lebih jarang dari biasanya, serta perubahan bentuk atau tekstur feses tanpa penyebab yang jelas.

    2.     BAB (Buang Air Besar) berdarah

    Adanya darah segar atau darah yang bercampur dengan feses, yang dapat menjadi tanda perdarahan dalam saluran pencernaan.

    Namun kerap kali gejala pendarahan saat BAB kanker kolon mirip dengan wasir.

    Perdarahan akibat kanker usus besar biasanya ditandai dengan darah berwarna segar yang bercampur dengan feses, disertai dengan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, serta perubahan pola dan konsistensi feses.

    Sementara itu, pendarahan akibat wasir umumnya tidak menimbulkan rasa nyeri, dengan darah yang tidak bercampur dengan feses, melainkan menetes setelah BAB, dan sering terjadi pada feses yang keras.

    Meski mirip, untuk membedakan secara tepat perlu pemeriksaan penunjang yang lebih akurat.

    Jika mengalami gejala yang mencurigakan, segera konsultasikan dengan tenaga medis untuk pemeriksaan lebih lanjut.

    ”Pada prinsipnya  semua perdarahan pada kotoran merupakan alarm bahwa seorang  pasien  memerlukan evaluasi  dari dokter. Sering kali pasien menganggap ini wasir. Setelah diperiksa lebih lanjut ternyata itu kanker usus besar stadium lanjut,” tutur dokter Randy.

    Diagnosis kanker kolon utamanya dilakukan melalui tindakan kolonoskopi. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan selang endoskopi melalui dubur untuk memeriksa permukaan dalam usus. Dengan kolonoskopi, dokter akan mengambil sampel atau biopsi dari massa kanker. Sampel ini kemudian diperiksa di laboratorium untuk mengetahui jenis kanker serta mutasi genetiknya. 

    Selain itu, dokter juga bisa menggunakan CT scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), bahkan Positron Emission Tomography (PET) scan untuk memeriksa lebih lanjut penyebaran kanker.

    Dokter Randy mengatakan, American College of Gastroenterology merekomendasikan skrining kolonoskopi pada semua orang dengan atau tanpa gejala pada usia 45 tahun.

    3.     Perasaan BAB tidak tuntas

    Sensasi seolah-olah usus belum sepenuhnya kosong setelah buang air besar, meskipun sudah dilakukan berkali-kali.

    4.     Anemia

    Kekurangan sel darah merah yang dapat menyebabkan kelelahan, pucat, dan lemas, sering kali akibat perdarahan kronis di usus besar.

    5.     Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

    Berat badan turun secara signifikan tanpa perubahan pola makan atau aktivitas fisik yang berbeda.

    6.     Adanya benjolan pada perut atau dubur

    Teraba massa atau pembengkakan yang bisa menjadi tanda adanya pertumbuhan abnormal di dalam usus besar atau di sekitar area dubur.

    7.     Sumbatan usus yang parah

    Kanker yang membesar dapat menghalangi saluran usus, menyebabkan kesulitan buang air besar dan buang angin, yang bisa berujung pada kondisi darurat medis.

    8.     Perut membesar

    Akumulasi gas atau cairan di dalam rongga perut akibat gangguan pada usus, yang bisa menjadi indikasi kanker kolon stadium lanjut.

    Faktor Risiko

    Faktor risiko kanker kolon bersifat multifaktorial dan dipengaruhi oleh berbagai aspek, diantaranya faktor genetik, yaitu riwayat keluarga dengan kanker kolon.

    Risiko kanker kolon ini meningkat pada usia di atas 45 tahun.

    Gaya hidup dan kondisi kesehatan tertentu turut menjadi pemicu, seperti obesitas dan diabetes melitus yang dapat meningkatkan risiko. Keberadaan polip usus yang tidak ditangani juga berpotensi berkembang menjadi kanker.

    Kebiasaan tidak sehat, seperti merokok, kurangnya asupan serat dalam pola makan, serta tingginya konsumsi daging merah, turut berkontribusi terhadap peningkatan risiko kanker kolon. Selain itu, kondisi medis tertentu seperti penyakit radang usus kronik (Inflammatory Bowel Disease).

    Pada kanker kolon stadium awal, terapi pembedahan umumnya menjadi pilihan. Tujuannya untuk mengangkat seluruh kanker usus besar.

    Sedangkan pengobatan lanjutan dengan kemoterapi tergantung pada stadium kanker. Pada beberapa kasus, kemoterapi dilakukan  lebih dulu untuk mengecilkan kanker agar pembedahan bisa dilakukan. Radiasi  juga bisa menjadi tambahan pengobatan.

    ”Penanganan kanker kolon di RS Siloam MRCCC Semanggi dilakukan secara multidisiplin. Kami melakukan multidisciplinary team meeting, mendiskusikan rencana tindak lanjut baik diagnostik maupun terapi. Tim terdiri dari ahli yang berpengalaman di bidangnya.  Ada konsultan onkologi, konsultan gastroenterologi, tim radioterapi, spesialis bedah, spesialis gizi, spesialis radiologi  yang saling menunjang satu sama lain untuk merawat pasien kanker kolon. Selain itu, terdapat perawat ahli luka untuk stoma dan juga unit paliatif untuk para pasien kanker kolon stadium lanjut,” jelas dokter Randy.

  • Riset Harvard Ungkap Kebiasaan Makan yang Bikin Badan Masih Bugar di Usia Tua

    Riset Harvard Ungkap Kebiasaan Makan yang Bikin Badan Masih Bugar di Usia Tua

    Jakarta

    Sebuah tim peneliti yang dipimpin para ilmuwan Harvard T.H. Chan School of Public Health mengungkap apa yang terjadi pada tubuh seseorang di usia lanjut atau lansia, dibandingkan dengan kebiasaan makan mereka saat muda.

    Riset dilakukan dalam waktu tiga dekade kepada para peserta sejak usia 40-an, ke 50, hingga 60-an. Hasil penelitian yang dipublikasikan 24 Maret di jurnal Nature Medicine menemukan pola makan sehat di awal kehidupan menunjukkan penuaan yang lebih sehat, bahkan setelah memperhitungkan faktor gaya hidup lain, termasuk aktivitas fisik dan status merokok.

    Tim studi kemudian mengklasifikasikan konsumsi makanan, mengukur seberapa dekat pola konsumsi tersebut dengan delapan jenis pola makan sehat dan dengan konsumsi makanan ultraproses yang tidak sehat.

    Pada akhir periode studi tiga dekade kemudian, para peneliti menemukan 9.771 dari 105.015 peserta, atau sekitar 9,3 persen di antaranya, mencapai apa yang mereka definisikan sebagai ‘healthy aging’ atau menua dengan sehat, berhasil hidup hingga usia 70 tahun tanpa penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung, serta tidak memiliki gangguan kesehatan kognitif, fisik, atau mental.

    Tim studi menemukan untuk masing-masing dari delapan pola makan sehat, kepatuhan yang lebih tinggi dikaitkan dengan kemungkinan penuaan secara sehat yang lebih besar.

    Selain itu, para peneliti menemukan konsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, kacang-kacangan, polong-polongan, lemak tak jenuh, dan produk susu rendah lemak yang lebih tinggi dikaitkan dengan kemungkinan penuaan sehat lebih besar.

    Semenatra di sisi lain, konsumsi lemak trans, natrium, minuman manis, dan daging merah atau olahan yang lebih tinggi dikaitkan dengan peluang penuaan sehat yang lebih rendah.

    “Meskipun sebagian besar fokus penelitian adalah pada jenis diet dan makanan yang dikaitkan secara positif dengan penuaan sehat, ada juga makanan yang dikaitkan secara negatif. Khususnya, ini termasuk minuman manis, seperti soda dan minuman buah dengan tambahan gula, serta makanan dan barang ultraproses dengan kadar natrium dan lemak trans yang tinggi,” tutur pakar kesehatan dr Leana Wen, dikutip dari CNN, Senin (7/4/2025).

    “Setiap orang dapat melakukan upaya sadar untuk mengurangi konsumsi soda, minuman buah, dan minuman manis lainnya. Mereka juga dapat mencoba mengurangi konsumsi makanan ultraproses, yang telah dikaitkan dalam banyak penelitian lain dengan risiko kematian lebih tinggi,” sambung dia.

    (naf/naf)

  • Harus Cek Kesehatan Apa Saja setelah Lebaran?

    Harus Cek Kesehatan Apa Saja setelah Lebaran?

    Jakarta, Beritasatu.com – Perayaan Idulfitri identik dengan sajian makanan khas yang lezat, tetapi perubahan pola makan saat Lebaran dapat berdampak pada kesehatan. Karena itu, penting untuk melakukan cek kesehatan guna menjaga kondisi tubuh tetap prima.

    Setelah masa perayaan berakhir, banyak orang tidak menyadari kebiasaan makan yang berubah, misalnya meningkatnya konsumsi gula, garam, dan lemak, dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan.

    Cek kesehatan pasca-Lebaran menjadi langkah preventif yang sangat penting untuk mengetahui kondisi tubuh secara menyeluruh dan mengantisipasi masalah yang mungkin muncul.

    Berikut ini beberapa jenis pemeriksaan kesehatan yang disarankan setelah Lebaran.

    Cek Kesehatan yang Disarankan setelah Lebaran

    1. Pemeriksaan berat badan dan indeks massa tubuh (IMT)

    Konsumsi makanan berlebihan saat Lebaran dapat meningkatkan risiko obesitas. Dengan memantau berat badan dan menghitung IMT, Anda bisa mengetahui apakah berat badan sudah dalam batas ideal atau perlu dikontrol.

    2. Tes kadar gula darah

    Setelah banyak mengonsumsi makanan manis dan karbohidrat, pemeriksaan kadar gula darah menjadi penting untuk mendeteksi potensi diabetes tipe 2. Jika kadar gula menunjukkan angka tinggi, perlu dilakukan perubahan pola makan dan gaya hidup.

    3. Pemeriksaan tekanan darah

    Makanan tinggi garam dan lemak bisa memicu hipertensi. Pemeriksaan tekanan darah dapat membantu mengetahui risiko penyakit jantung atau strok yang bisa timbul bila tekanan darah tidak terkontrol.

    4. Pemeriksaan profil lipid

    Jenis makanan selama Lebaran bisa meningkatkan kolesterol jahat (LDL) dan trigliserida. Melalui tes profil lipid, Anda bisa mengetahui risiko penyakit jantung dan segera mengambil tindakan jika diperlukan.

    5. Pemeriksaan fungsi ginjal

    Pola makan tinggi lemak dan natrium bisa membebani ginjal. Tes kreatinin dan urinalisis bisa mendeteksi apakah ada gangguan fungsi ginjal yang perlu ditangani sejak dini.

    6. Pemeriksaan tambahan untuk pencernaan

    Jika mengalami gangguan pencernaan setelah Lebaran, seperti perut kembung atau nyeri, sebaiknya lakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebabnya dan mendapatkan penanganan yang tepat.

    Sebagai langkah pencegahan, kontrol porsi makan dan pilihlah makanan yang sehat serta seimbang sangat dianjurkan setelah perayaan. Tidak kalah penting, lakukan cek kesehatan secara berkala agar kondisi tubuh tetap optimal dan risiko penyakit akibat perubahan pola makan bisa diminimalkan.

  • Tegas! Singapura Bakal Larang Iklan Mi Instan-Bumbu Dapur yang Tak Sehat

    Tegas! Singapura Bakal Larang Iklan Mi Instan-Bumbu Dapur yang Tak Sehat

    Jakarta

    Singapura melanjutkan strategi suksesnya untuk menekan peningkatan kasus penyakit tidak menular. Berkaca dari keberhasilan NutriGrade pada minuman dan gerai-gerai pangan siap saji, konsumsi gula harian berkurang dari 60 gram pada 2018 menjadi 56 gram pada 2022. Jumlahnya bisa jadi menurun jauh lebih signifikan pada satu tahun belakangan.

    Hal ini jelas berdampak pada penanganan kasus diabetes. Walhasil, cara yang sama akan diterapkan pada pembatasan konsumsi garam, hingga lemak jenuh. Kandungan yang memicu kolesterol hingga tekanan darah tinggi, bila dikonsumsi melampaui ambang batas harian. Kondisi-kondisi tersebut juga menjadi pengaruh besar seseorang terkena serangan jantung.

    Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung menyebut tren kasus serangan jantung relatif tinggi di Negeri Singa.

    Pada 2022, 36 warga Singapura didiagnosis infark miokard akut atau serangan jantung setiap hari.

    “Itu lebih dari satu orang setiap jam. Sepuluh tahun sebelumnya, jumlahnya 25 per hari,” kata Ong, dikutip dari Channel News Asia.

    Sebagai gambaran, berikut model atau kemungkinan penetapan NutriGrade untuk makanan tinggi garam dan lemak. Dari bumbu dapur hingga mi instan, seluruhnya dibagi berdasarkan abjad level A, B, C, dan D:

    Kecap asin:

    Level A: sodium lebih dari 1.200 mg/100g, gula lebih dari 21 g/100g
    Level B: sodium 1.200 sampai 1.600 mg/100g, gula lebih dari 21 g/100g
    Level C: sodium 1.600 sampai 2.100 mg/100g, gula 21 sampai 36 g/110g
    Level D: sodium lebih dari 2.100 mg/100g, gula 36 g/100g

    Saus cabai dan lain-lain:

    Level A: sodium lebih dari 1.200 mg/100g, gula lebih dari 21 g/100g
    Level B: sodium 1.200 sampai 1600 mg/100g, gula lebih dari 21 g/100g
    Level C: 1.600 sampai 2.100 mg/100g, gula 21 sampai 36 g/110g
    Level D: sodium lebih dari 2.100 mg/100g, gula 36 g/100g

    Mi instan:

    Level A: sodium lebih dari 1.400 mg/100g, saturated fat (lemak jenuh) lebih dari 8 g/100 g
    Level B: sodium 1.400 sampai 1.800 mg/100g, saturated fat lebih dari 8 g/100g
    Level C: sodium 1.800 ke 2.500 mg/100 g, saturated fat 8 ke 9 g/100gr
    Level D: sodium lebih dari 2.500 mg/100g, saturated fat lebih dari 9 gr.

    Iklan Bakal Dilarang

    Pemerintah Singapura tak main-main melarang iklan pangan siap saji yang termasuk level D. Karenanya, para industri diberikan waktu untuk melakukan reformulasi produknya agar bisa masuk kategori lebih sehat di level A atau B. Mengingat saat ini, 82 persen mi instan yang dijual di Singapura masuk pada makanan level C dan D.

    “Iklan untuk produk berlabel D akan dilarang,” kata Kementerian Kesehatan atau Ministry of Health (MOH) Singapura, dikutip dari CNA.

    (naf/kna)

  • Ini Kategori Mi Instan-Bumbu Dapur Paling Tak Sehat di Aturan Baru Singapura

    Ini Kategori Mi Instan-Bumbu Dapur Paling Tak Sehat di Aturan Baru Singapura

    Jakarta

    Lebih dari satu warga Singapura meninggal setiap jam karena serangan jantung. Hal ini didasari riwayat kondisi seseorang, termasuk kolesterol tinggi hingga tekanan darah tinggi.

    Menteri Kesehatan Singapura menilai kondisi tersebut jelas berkaitan dengan tingginya konsumsi garam dan lemak. Ada 23 subkategori makanan kemasan yang kemudian regulasinya akan diperketat, bukan hanya saat penjualan tetapi saat mengiklankan produknya.

    Pasalnya, empat dari 10 produk yang dibeli warga Singapura saat ini berada di kelas D ‘Nutrigrade’ atau sangat tidak sehat, termasuk salah satunya mi instan. Sebanyak 82 persen mi instan yang dijual di Singapura masuk pada makanan level C dan D.

    “Iklan untuk produk berlabel D akan dilarang,” kata Kementerian Kesehatan atau Ministry of Health (MOH) Singapura, dikutip dari CNA.

    Garam, saus, bumbu, mi instan, dan minyak goreng harus diberi kelas A, B, C, atau D berdasarkan kandungan natrium, gula, dan lemak jenuhnya.

    Kelas A adalah untuk makanan dengan kadar natrium, gula, atau lemak jenuh terendah. Sebaliknya, yang tertinggi diberi kelas D.

    Produk akan diberi kelas berdasarkan zat gizi yang menjadi perhatian dengan kadar tertinggi. Misalnya, jika suatu produk memiliki kadar natrium C dan kadar lemak jenuh dalam kelas D, kelas akhir penentuan produk akan dimasukkan pada level D.

    Label tersebut kemudian akan menyorot zat gizi yang menjadi perhatian, yang dalam hal ini adalah lemak jenuh.

    Subkategori produk yang berbeda akan memiliki ambang batas berbeda untuk pemberian level, serta harus dibandingkan dengan produk lain dalam kategori yang sama.

    Untuk produk yang dinilai C atau D, tanda Nutri-Grade harus dipajang di bagian depan kemasan produk.

    “Untuk memberi pelaku industri waktu yang cukup untuk melakukan reformulasi produk mereka, pelabelan akan mulai berlaku pada pertengahan 2027. MOH mendukung perumusan kembali produk yang lebih sehat dengan hibah,” jelas otoritas terkait.

    Ong mengatakan kementerian memutuskan setiap subkategori produk akan memiliki serangkaian level ambang batasnya sendiri untuk natrium atau lemak jenuh karena ada berbagai macam produk yang digunakan untuk masakan berbeda, dan digunakan dalam jumlah berbeda.

    “Tidak mungkin untuk menilai kecap manis, kecap asin, dan kecap ikan berdasarkan serangkaian ambang batas yang sama, mengingat perbedaan yang melekat pada kandungan natrium dan gulanya, dan yang lebih penting, perbedaan yang melekat pada cara kita menggunakan saus tersebut,” katanya.

    “Jika kita membiarkan setiap saus menggunakan ambang batas yang sama, bahan seperti kecap ikan yang secara inheren memiliki kandungan natrium tinggi dan digunakan dengan hemat, akan dikutuk untuk dinilai D dengan sedikit harapan untuk perbaikan. Produsennya juga tidak akan memiliki insentif untuk melakukan perbaikan.”

    Dia mengatakan dengan menetapkan tingkat ambang batas yang berbeda untuk setiap kategori saus, konsumen memiliki dasar untuk memilih versi yang lebih sehat sementara industri akan memiliki insentif untuk reformulasi praktis dan progresif.

    Health Promotion Board (HPB), badan pemerintah Singapura untuk mempromosikan gaya hidup sehat, juga melibatkan operator makanan dan minuman serta pedagang kaki lima untuk mendorong mereka beralih ke bahan-bahan yang rendah natrium. Ini adalah bagian dari gerakan “Kurangi Garam, Perbanyak Rasa” yang diluncurkan pada 2023, bertujuan untuk mengurangi asupan natrium warga Singapura hingga 15 persen.

    Dorongan untuk mengurangi asupan natrium mengikuti perang melawan diabetes untuk mengurangi konsumsi gula di Singapura.

    Pelabelan Nutri-Grade dan kampanye kesehatan masyarakat membantu menurunkan konsumsi gula. Total asupan gula harian berkurang dari 60 gram pada 2018 menjadi 56 gram pada 2022.

    HPB merekomendasikan pembatasan gula tidak lebih dari 10 persen dari asupan energi harian, yaitu sekitar 50 gram, atau 10 sendok teh gula, berdasarkan diet 2000 kalori.

    (naf/kna)

  • Warga Singapura Banyak yang Kolesterol Tinggi, Aturan Mi Instan-Bumbu Dapur Diperketat

    Warga Singapura Banyak yang Kolesterol Tinggi, Aturan Mi Instan-Bumbu Dapur Diperketat

    Jakarta

    Aturan label Nutrigrade di Singapura bakal diperluas, tidak hanya berkaitan dengan kandungan tinggi gula di minuman. Mulai 2027, mi instan, bumbu dapur, dan minyak goreng wajib mencantumkan nilai gizi yang menjadi tanda seberapa sehat produk mereka.

    Pelabelan gizi Nutrigrade memberi nilai produk A, B, C, atau D, untuk setiap produk. Produk A paling sehat, dan D paling tidak sehat.

    Penetapan label yang diperluas mencakup seberapa tinggi kandungan natrium dan lemak jenuh. Ini juga akan diberlakukan pada produk makanan yang merupakan sumber utama natrium dan lemak jenuh warga Singapura.

    Meskipun wacana ini sudah diumumkan pada bulan Agustus tahun lalu oleh Kementerian Kesehatan Singapura, rincian tentang bagaimana hal itu akan diluncurkan baru dirilis pada Minggu (6/5/2025), oleh Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung.

    Dalam sebuah acara yang menandai ulang tahun ke-55 Singapore Heart Foundation (SHF) di Galeri Nasional Singapura, Ong mengatakan jumlah warga Singapura yang didiagnosis dengan penyakit jantung telah meningkat dalam dekade terakhir.

    Pada 2022, 36 warga Singapura didiagnosis infark miokard akut atau serangan jantung setiap hari.

    “Itu lebih dari satu orang setiap jam. Sepuluh tahun sebelumnya, jumlahnya 25 per hari,” kata Ong, dikutip dari CNA.

    “Ini bukan sekadar statistik, karena setiap korban adalah anggota keluarga, teman, atau kolega.”

    Selain deteksi dini melalui pemeriksaan rutin, warga Singapura harus mewaspadai tiga penyakit utama termasuk diabetes, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi, yang semuanya meningkatkan risiko penyakit jantung.

    Berdasarkan statistik nasional terbaru pada 2022, prevalensi hipertensi dan kolesterol darah tinggi di antara penduduk Singapura tetap tinggi, kata MOH.

    Lebih dari satu dari tiga atau sekitar 37 persen warga Singapura mengalami hipertensi, atau tekanan darah tinggi, jumlahnya hampir dua kali lipat sejak 2010. Hampir sepertiga atau 31,9 persen mengalami kolesterol tinggi, atau hiperlipidemia.

    Mengonsumsi terlalu banyak garam dan lemak jenuh merupakan faktor risiko utama untuk kondisi kronis ini.

    Sembilan dari 10 penduduk Singapura mengonsumsi lebih dari jumlah natrium yang direkomendasikan, yaitu 2.000 mg per hari. Jumlah natrium yang mereka konsumsi juga meningkat menjadi 3.620 mg per hari dari 3.480 mg pada 2019.

    Asupan lemak jenuh warga Singapura juga melebihi pedoman. Lemak jenuh membentuk 36 persen dari total asupan lemak makanan penduduk Singapura, yang lebih tinggi dari batas atas 30 persen yang direkomendasikan. Sumber utama lemak jenuh dalam makanan mereka adalah minyak goreng.

    “Dalam hal diet, sebagian besar warga Singapura akan mendapat manfaat besar, bukan dengan mengikuti program diet mewah apa pun, tetapi (dengan) sekadar mengurangi konsumsi ‘tiga S’ – gula, natrium, lemak jenuh,” kata Ong.

    (naf/naf)