Topik: diabetes

  • 7 Khasiat Rutin Minum Air Rebusan Jahe dan Kunyit, Ada Efek Sampingnya?

    7 Khasiat Rutin Minum Air Rebusan Jahe dan Kunyit, Ada Efek Sampingnya?

    Jakarta

    Jahe dan kunyit termasuk rimpang yang banyak dipakai di Tanah Air. Selain digunakan sebagai bumbu masakan, keduanya kerap dijadikan obat herbal yang diyakini bisa mengatasi migrain, batuk, pilek, hingga kelelahan.

    Air rebusan jahe-kunyit menjadi olahan populer dari kedua rimpang. Kunyit dan jahe direbus selama beberapa waktu, sisa airnya kemudian diminum rutin atau beberapa hari sekali.

    Namun, benarkah air rebusan keduanya bermanfaat? Apa saja khasiatnya? Apakah konsumsi air rebusan jahe dan kunyit mempunyai efek samping jika diminum rutin?

    Khasiat Air Rebusan Jahe dan Kunyit

    Air rebusan kunyit-jahe memiliki banyak manfaat, mulai dari mengurangi peradangan hingga berpotensi mencegah kanker. Dilansir Health, berikut penjelasannya:

    1. Bersifat Antioksidan

    Antioksidan dapat mencegah stres oksidatif akibat radikal bebas. Seiring berjalannya waktu, stres oksidatif bisa menyebabkan diabetes, obesitas, penyakit jantung, dan beberapa jenis kanker.

    Jahe dan kunyit mengandung senyawa bersifat antioksidan kuat seperti gingerol, shogaol, dan kurkumin. Penelitian menunjukkan rempah-rempah ini dapat menawarkan potensi antioksidan lebih besar jika dikombinasikan.

    2. Mengurangi Peradangan

    Peradangan jangka panjang (peradangan kronis) dikaitkan dengan berkembangnya kondisi kesehatan, seperti depresi, diabetes, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung, serta asma. Gejala rheumatoid arthritis dan penyakit radang usus juga bisa memburuk akibat inflamasi kronis.

    Antioksidan dalam jahe dan kunyit memiliki sifat anti peradangan kuat yang dapat mencegah peradangan jangka panjang ini. Shogaol pada jahe dan kurkumin kunyit menjadi senyawa utama yang bantu mengurangi peradangan, menurut sebuah studi.

    3. Meningkatkan Imun Tubuh

    Efek anti peradangan serta antioksidan dari jahe dan kunyit dapat menjaga sistem kekebalan tubuh. Jahe dan kurkumin juga memiliki sifat antimikroba kuat yang bantu membunuh dan mencegah pertumbuhan bakteri.

    Beberapa penelitian menunjukkan jahe, khususnya, berkhasiat meningkatkan kekebalan tubuh. Kurkumin juga dapat mempengaruhi sel darah putih sehingga memperkuat pertahanan alami tubuh.

    4. Meredakan Nyeri Kronis

    Baik jahe dan kunyit bantu mengurangi rasa sakit akibat peradangan, terutama radang sendi.

    Penelitian terhadap 60 pengidap osteoartritis lutut membandingkan efek ekstrak kunyit, lada hitam, dan jahe dengan Aleve (naproxen). Ditemukan bahwa kombinasi ketiga herbal sama efektifnya dengan Aleve dalam mengurangi rasa sakit dan peradangan jika dikonsumsi 2 kali sehari selama 4 minggu.

    5. Mengatasi Mual dan Gangguan Pencernaan

    Jahe sudah digunakan sejak lama untuk mengatasi mual akibat kemoterapi, morning sickness, operasi, hingga mabuk perjalanan. Kandungan gingerol dan shogaolnya diduga membantu perut lebih cepat kosong dan melancarkan pencernaan.

    Di sisi lain, kunyit bantu mengatasi refluks asam. Penelitian 2023 menemukan kurkumin sama efektifnya dengan Prilosec (omeprazole) dalam menghambat pompa proton (PPI) yang digunakan untuk mengobati kondisi tersebut.

    6. Menjaga Kesehatan Jantung

    Kunyit dan jahe bantu meningkatkan kesehatan jantung dengan menurunkan peradangan yang menjadi penyebab penyakit jantung.

    Menurut studi 2016, konsumsi 2-4 gram jahe segar setiap hari bantu menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit jantung. Tekanan darah tinggi diketahui termasuk salah satu faktor utama penyakit jantung.

    Penelitian lainnya menunjukkan risiko kematian akibat penyakit jantung lebih rendah pada orang yang rutin mengkonsumsi kunyit. Kunyit bekerja dengan mencegah atau memperlambat penumpukan plak di arteri. Saat plak menumpuk maka arteri menyempit sehingga mengurangi aliran darah dan bisa menyebabkan nyeri dada atau serangan jantung.

    7. Berpotensi Mencegah Kanker

    Mengutip Canadian Digestive Health Foundation, kurkumin bantu menurunkan risiko terkena kanker kolorektal pada orang dengan risiko tinggi. Senyawa yang ditemukan pada kunyit ini juga bisa meningkatkan kesehatan umum pengidap kanker usus besar.

    Untuk jahe, penelitian 2011 menemukan bahwa konsumsi 2 gram jahe setiap hari dapat menurunkan eikosanoid, penanda inflamasi yang berkaitan dengan kanker, di usus besar.

    Efek Samping Air Rebusan Jahe dan Kunyit

    Meskipun secara umum aman dikonsumsi, air rebusan jahe dan kunyit yang diminum berlebihan dapat menimbulkan efek samping atau risiko. Efek yang bisa terjadi meliputi maag, diare, sakit kepala, ruam kulit, rasa tidak nyaman di perut, serta iritasi mulut dan tenggorokan. Efek samping yang dialami setiap orangnya bisa berbeda.

    Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), konsumsi lebih dari 4 gram jahe saja setiap hari dapat menyebabkan aritmia (detak jantung tidak teratur), reaksi alergi, masalah pencernaan, depresi sistem saraf pusat, dan pendarahan berkepanjangan.

    Jahe juga dapat mengurangi proses pembekuan darah dan mengganggu pengencer darah jika dikonsumsi dalam dosis tinggi. Jika mengalami efek samping ini sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter.

    (azn/row)

  • Cegah Diabetes Kumat Usai Lebaran, Begini Tipsnya – Halaman all

    Cegah Diabetes Kumat Usai Lebaran, Begini Tipsnya – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Hari Raya Idulfitri identik dengan berbagai hidangan lezat. Namun, bagi penderita diabetes, momen ini dapat menjadi tantangan tersendiri. 

    Makanan tinggi gula dan lemak yang sering tersaji rentan membuat kadar gula jadi tidak stabil. 

    Terkait hal ini, dokter spesialis penyakit dalam dr Andi Khomeini Takdir Harini, SpPD(K) pun bagikan tips cegah diabetes kumat usai lebaran. 

    Pertama, boleh mencicipi makanan yang tersaji, tapi ambil porsi yang kecil. 

    “Mungkin disiasati, ambil kue yang potongannya paling kecil,” ungkapnya pada talk show kesehatan yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan, Sabtu (12/5/2025). 

    Makan dengan jumlah sedikit dapat memberikan kesempatan orang diabetes untuk mencicipi beragam jenis menu. 

    Setelah itu, untuk menurunkan risiko tidak stabilnya gula darah, pasien diabetes bisa mengurangi porsi pada makanan lain, misalnya nasi. 

    “Saya tadi makan kue satu. Iya sudah , nanti saya kurangin satu sendok nasi. Saya kurangi sebagai kompensasi,” imbuhnya. 

    Kedua, tetapkan pola makan yang sehat. Selain membatasi porsi, makanan, perlu juga untuk memperhatikan jenis makanan dan minuman yang akan dikonsumsi. 

    Minuman manis atau bersoda sebaiknya dihindari.  Karena dapat menyebabkan lonjakan gula darah secara drastis. 

    Alternatif lain adalah bisa dengan  mengonsumsi buah potong atau sayur sebagai camilan sehat

    Ketiga, tetap berkonsultasi dan patuhi pantangan yang ditetapkan dokter. 

    Perencanaan pola makan yang matang sangat penting, baik untuk individu sehat maupun pasien diabetes. 

    Rencana makan tersebut meliputi keseimbangan protein, lemak, serat, dan karbohidrat. Serta, pemenuhan kebutuhan serat, mineral, vitamin dari sayur dan buah, dan cairan. 

    Semua ini harus disesuaikan dengan rekomendasi dokter masing-masing.

    “Dokter bilang oke nih, gua bisa nyicipi kue atau anggur paling satu. Nah itu boleh saja kok,” tutupnya.

  • Segini Waktu yang Diperlukan untuk Olahraga agar Tidak Kena Gagal Ginjal Kronis

    Segini Waktu yang Diperlukan untuk Olahraga agar Tidak Kena Gagal Ginjal Kronis

    Jakarta

    Melakukan olahraga merupakan saran standar untuk mencegah dan mengelola diabetes tipe 2. Penelitian selama bertahun-tahun yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik membantu mengelola kadar gula darah.

    Kini, sebuah studi baru menunjukkan manfaat potensial lainnya: Mengurangi risiko penyakit ginjal kronis pada pasien diabetes tipe 2 yang juga mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

    Studi yang dipublikasikan pada Februari 2025 di British Journal of Sports Medicine dan menunjukkan bahwa peserta dengan diabetes tipe 2 yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas memiliki peluang lebih rendah untuk mengalami penyakit ginjal kronis jika rutin olahraga dibandingkan mereka yang tidak melakukannya.

    “Banyak pasien diabetes yang akhirnya mengalami penyakit ginjal, dan menjalani dialisis, jadi apa pun yang dapat mengurangi risiko menjalani dialisis akan baik untuk kualitas hidup pasien,” kata Dr Kenar Jhaveri, MD, kepala asosiasi di Divisi Penyakit Ginjal dan Hipertensi di Northwell Health dikutip dari Healthline, Sabtu (12/4/2025).

    Studi selama delapan tahun ini melibatkan 1.746 orang dan mengevaluasi dampak aktivitas fisik sedang hingga berat terhadap perkembangan penyakit ginjal kronis pada orang yang kelebihan berat badan atau obesitas.

    Peserta yang melakukan aktivitas fisik sedang hingga berat selama 329 hingga 469 menit per minggu memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami penyakit ginjal kronis dibandingkan mereka yang melakukan aktivitas fisik kurang dari 220 menit per minggu. Semakin banyak menit aktivitas fisik yang dilakukan seseorang setiap minggu, semakin rendah risiko mereka terkena penyakit ginjal kronis.

    Peneliti mengatakan sekitar satu jam per hari, tujuh hari per minggu, memberikan manfaat paling besar bagi pasien dengan diabetes tipe 2 yang juga mengalami kelebihan berat badan atau obesitas yang ingin mengurangi risiko penyakit ginjal kronis.

    (kna/kna)

  • 4 Perbedaan Nyeri Dada karena Asam Lambung dan Serangan Jantung

    4 Perbedaan Nyeri Dada karena Asam Lambung dan Serangan Jantung

    YOGYAKARTA – Penyakit asam lambung (sebutan lain untuk GERD/Gastro Eshophageal Reflux Disease) dan penyakit jantung, sama-sama bisa menimbulkan nyeri dada pada penderitanya. Lantas, apa perbedaan nyeri dada karena asam lambung dan serangan jantung?

    Dikutip dari AI-Care, GERD merupakan sebuah kondisi di mana cairan lambung yang mengandung asam secara terus-menerus mengalir kembali ke kerongkongan (saluran yang menghubungkan mulut dan lambung).

    Gejala GERD yang paling sering dirasakan adalah rasa tidak nyaman di dada yang biasanya terasa seperti nyeri yang membakar, dimulai dari ulu hati dan bergerak naik ke atas serta tenggorokan. Rasa terbakar, tertekan, atau nyeri ulu haati bisa berlangsung selama 2 jam.

    Sekilas, gejala GERD cukup mirip dengan gejala serangan jantung, sebuah kondisi di mana aliran darah ke jantung sangat berkurang karena ada penyumbatan di dalam arteri koroner.

    Seseorang yang mengalami serangan jantung umumnya mengalami nyeri dada yang terasa seperti ditekan dan sesak.

    Nah, untuk mengetahui perbedaan nyeri dada karena asam lambung dan serangan jantung, simak ulasan di bawah ini.

    Perbedaan Nyeri Dada karena Asam Lambung dan Serangan Jantung

    Dihimpun dari berbagai sumber, perbedaan nyeri dada karena asam lambung dan penyakit jantung dapat kenali melalui beberapa faktor, mulai dari rasa nyeri yang timbul, waktu kemunculan, hingga riwayat penyakit penderitanya. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

    Rasa nyeri di dada

    Rasa nyeri dada yang disebabkan oleh penyakit asam lambung digambarkan seperti sensasi terbakar di dada atau nyeri pada ulu hati. Dalam medis, kondisi ini dikenal dengan istilah heartburn.

    Pada serangan jantung, nyeri dada yang dirasakan penderita terasa seperti ditekan, diremas, atau tertimpa benda berat di bagian dada kiri. Selain itu, sakit dada yang disebabkan oleh sakit jantung bisanya menjalar hingga ke lengan bagian kiri. Kondisi ini dikenal dengan istilah angin duduk alias angina pectoris.

    Waktu kemunculan

    Beda nyeri dada karena asam lambung dan serangan jantung yang berikutnya bisa dikenali dari waktu kemunculannya.

    Nyeri dada yang disebabkan oleh asam lambung biasanya muncul setelah mengonsumsi makanan tertentu atau ketika belum makan sama sekali. Selain itu, gejala GERD juga dapat dipicu oleh stres yang berlebih, serta kebiasaan berbaring atau tidur setelah makan.

    Pada serangan jantung, rasa nyeri di dada yang muncul tidak berkaitan dengan konsumsi makanan atau pola waktu makan. Umumnya, kondisi ini terjadi secara tiba-tiba atau saat melakukan aktivitas fisik berat.

    Gejala penyerta

    Nyeri dada akibat GERD dan serangan jantung memiliki gejala penyerta yang berbeda. Pada penderita GERD, gejala penyerta yang muncul dapat berupa:

    Perut kembung.Sendawa terus-menerus.Rasa pahit di mulut.Nyeri saat menelan.

    Sementara pada serangan jantung, nyeri dada dapat disertai gejala berikut:

    Sesak napas.Keringat dingin.Sensasi seperti tercekik pada leher.Jantung berdebar.Sakit kepala atau pusing.Mual dan muntah.

    Riwayat penyakit penderitanya

    Perbedaan nyeri dada karena asam lambung dan serangan jantung yang terakhir, bisa dilihat dari riwayat penyakit penderitanya.

    Nyeri dada akibat asam lambung sering kali dialami oleh seseorang yang memiliki riwayat gangguan sistem pencernaan serta pola makan tidak teratur.

    Sementara nyeri dada akibat serangan jantung rentan terjadi pada penderita diabetes, hipertensi, ataupun obesitas.

    Demikian informaasi tentang perbedaan nyeri dada akibat asam lambung dan serangan jantung. Dapatkan update berita pilihan lainnya hanya di VOI.ID.  

  • Terbukti Ilmiah, Ini 8 Kebiasaan yang Bisa Bikin Panjang Umur

    Terbukti Ilmiah, Ini 8 Kebiasaan yang Bisa Bikin Panjang Umur

    Jakarta

    Hidup sehat dan panjang umur adalah impian setiap orang. Kabar baiknya, mencapai semua itu tidaklah sesulit yang dibayangkan.

    Sejumlah kebiasaan sehari-hari yang dilakukan dapat menjadi kunci untuk berumur panjang. Beberapa kebiasaan tertentu, seperti berolahraga dan mengonsumsi makanan sehat, dapat membantu memangkas risiko penyakit kronis, yang turut berkontribusi dalam meningkatkan peluang panjang umur.

    Lantas, apa saja hal-hal yang bisa membantu seseorang berumur panjang? Dikutip dari WebMD, berikut daftarnya.

    Tips panjang umur

    1. Menerapkan Diet Mediterania

    Seperti yang disebutkan sebelumnya, pola makan sehat dan seimbang merupakan salah satu kunci panjang umur. Salah satu pola makan yang kerap dikaitkan dengan panjang umur adalah diet Mediterania.

    Diet Mediterania adalah pola makan yang fokus pada konsumsi buah, sayuran, biji-bijian utuh, minyak zaitun, dan ikan. Pola makan ini juga dapat membantu memangkas risiko sindrom metabolik, yaitu sejumlah kondisi yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes, seperti obesitas, gula darah tinggi, hipertensi, dan lain sebagainya.

    2. Berteman

    Sejumlah studi menunjukkan interaksi sosial memberikan dampak positif bagi kesehatan, termasuk dalam peluang panjang umur.

    Kendati demikian, jangan sembarangan pilih teman. Lingkungan pertemanan yang tepat dapat menularkan hal-hal positif yang baik bagi kesehatan.

    3. Stop Merokok

    Sudah bukan rahasia lagi kalau merokok menjadi salah satu faktor pemicu berbagai macam penyakit, termasuk yang bisa mengancam nyawa.

    Sebuah studi di Inggris selama 50 tahun menunjukkan bahwa berhenti merokok pada usia 30 tahun dapat memperpanjang hidup selama satu dekade. Sementara itu, menghentikan kebiasaan merokok pada usia 40, 50, atau 60 tahun dapat memperpanjang hidup masing-masing selama 9, 6, atau 3 tahun.

    4. Tidur Siang

    Penelitian telah menunjukkan tidur siang dapat membantu seseorang hidup lebih lama.

    Satu penelitian menemukan mereka yang tidur siang secara teratur memiliki risiko 37 persen lebih kecil meninggal karena penyakit jantung. Para peneliti berpendapat tidur siang dapat membantu jantung dengan menekan hormon stres.

    Berat badan yang sehat dan ideal membantu melindungi dari beragam penyakit, seperti diabetes, penyakit jantung, dan kondisi lain yang dapat memperpendek usia.

    Lemak yang menumpuk di area perut dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Usahakan untuk meningkatkan asupan serat dan berolahraga secara teratur untuk memangkas lemak di area tersebut.

    6. Olahraga Secara Teratur

    Olahraga merupakan salah satu kunci utama untuk hidup sehat dan panjang umur. Berbagai penelitian telah menunjukkan mereka yang berolahraga rata-rata hidup lebih lama dibandingkan mereka yang tidak.

    Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu menurunkan risiko terkena penyakit jantung, stroke, diabetes, dan beberapa jenis kanker tertentu. Olahraga secara teratur juga dapat membantu menjaga otak dan kognitif tetap tajam di usia tua.

    7. Tidak Menyimpan Dendam

    Belajarlah untuk memaafkan dan tidak menyimpan dendam terhadap orang lain. Kemarahan kronis dapat memicu munculnya beragam penyakit, seperti penyakit jantung, masalah paru-paru, dan kondisi medis lainnya.

    Memaafkan juga mengurangi kecemasan, menurunkan tekanan darah, dan membantu melancarkan pernapasan.

    8. Kelola Stres dengan Baik

    Seseorang tidak akan pernah bisa terhindar sepenuhnya dari stres. Kuncinya adalah belajar untuk mengelola stres agar tidak mengganggu ke kehidupan sehari-hari dan memengaruhi kesehatan.

    Cobalah untuk melakukan yoga, meditasi, atau pernapasan dalam beberapa menit sehari untuk membantu menurunkan tingkat stres.

    (ath/kna)

  • Apa Itu Prediabetes dan Dapatkah Disembuhkan?

    Apa Itu Prediabetes dan Dapatkah Disembuhkan?

    Jakarta

    Prediabetes adalah kondisi ketika kadar gula darah seseorang berada di atas normal, namun belum cukup tinggi untuk dikategorikan sebagai diabetes tipe 2. Meski sering tidak menimbulkan gejala, prediabetes bukan kondisi yang bisa dianggap sepele.

    Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka sedang berada di fase awal menuju diabetes. Jika tidak ditangani dengan tepat, prediabetes bisa berkembang menjadi diabetes penuh, yang memerlukan penanganan jangka panjang.

    Kondisi ini menjadi peringatan penting bahwa tubuh mulai mengalami gangguan dalam mengatur kadar gula darah. Tapi, prediabetes masih bisa dikendalikan dengan gaya hidup yang sehat dan disiplin.

    Apa Itu Prediabetes?

    Disadur dari laman Cleveland Clinic, prediabetes merupakan kondisi saat kadar gula darah berada di atas batas normal, namun belum cukup tinggi untuk dikategorikan sebagai diabetes tipe 2. Keadaan ini sering juga disebut sebagai diabetes batas atau Impaired Glucose Tolerance (IGT).

    Kadar gula darah (glukosa) yang sehat adalah 70-99 miligram per desiliter (mg/dL). Jika kamu memiliki prediabetes yang tidak terdiagnosis, kadar gula darah biasanya adalah 100-125 mg/dL.

    Menurut laman WebMD, hampir semua penderita diabetes tipe 2 sebelumnya pernah mengalami prediabetes. Penyebab pradiabetes sama dengan penyebab diabetes tipe 2, yakni resistensi insulin. Hal ini terjadi ketika sel-sel di otot, lemak, dan hati tidak merespons insulin sebagaimana mestinya.

    Insulin adalah hormon yang diproduksi pankreas, yang penting untuk mengatur kadar gula darah. Jika kamu tidak memiliki cukup insulin atau tubuh tidak meresponnya dengan benar, kamu akan mengalami peningkatan kadar gula darah.

    Beberapa faktor dapat menyebabkan resistensi insulin, yakni penyakit riwayat keturunan keluarga, memiliki lemak tubuh berlebih terutama di perut dan sekitar organ, kurangnya aktivitas fisik, sering mengkonsumsi makanan olahan yang tinggi karbohidrat dan lemak jenuh.

    Selain itu stres kronis; kurang tidur, memiliki kelebihan berat badan atau obesitas, hingga memiliki sindrom ovarium polikistik (PCOS) juga menjadi salah satu faktor pemicu prediabetes.

    Gejala Prediabetes

    Kebanyakan orang dengan prediabetes tidak mengalami gejala apa pun. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemeriksaan rutin, seperti tes glukosa puasa. Jika kamu khawatir tentang prediabetes, kamu dapat menghubungi dokter umum dan meminta tes darah.

    Dilansir dari laman The British Diabetic Association, tes yang paling umum adalah memeriksa kadar HbA1c, yaitu kadar glukosa (gula) darah rata-rata selama dua hingga tiga bulan terakhir. Jika kadar HbA1c antara 42 mmol/mol (6%) – 47 mmol/mol (6,4%), ini berarti kadarnya lebih tinggi dari normal dan berisiko terkena diabetes tipe 2.

    Namun pada sebagian kasus, gejala yang mungkin muncul yakni kulit menghitam di area leher, ketiak, atau bagian tubuh tertentu. Selain itu, ditandai dengan kemunculan kutil kecil di kulit. Bisa juga ditandai dengan penglihatan yang berhubungan dengan retinopati diabetik.

    Apakah Prediabetes Bisa Disembuhkan?

    Ahli Endokrinologi, Eleanna De Filippis, M.D., Ph.D dalam laman Mayo Clinic menjelaskan bahwa prediabetes masih dapat dikendalikan dan bahkan disembuhkan ke kadar normal. Caranya dengan melakukan perubahan gaya hidup sehat.

    Adapun langkah-langkahnya seperti memperbaiki pola makan dan rutin berolahraga. Hal ini terbukti dapat mencegah atau memperlambat peralihan menuju diabetes.

    Makan makanan sehat, banyak melakukan aktivitas fisik sebagai bagian dari rutinitas harian, dan menjaga berat badan yang sehat dapat membantu mengembalikan kadar gula darah menjadi normal. Perubahan gaya hidup yang sama yang dapat membantu mencegah diabetes tipe 2.

    Penanganan Prediabetes

    Temui tenaga medis atau dokter terkait, jika kamu khawatir tentang diabetes atau jika melihat gejala diabetes tipe 2. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menangani prediabetes, dilansir dari laman Mayo Clinic:

    1. Makan Makanan Bergizi

    Utamakan konsumsi makanan yang kaya nutrisi dan serat, seperti sayuran, buah, serta biji-bijian. Hindari makanan olahan serta minuman tinggi gula.

    2. Aktif Berolahraga

    Aktivitas fisik rutin, seperti berjalan kaki selama 30 menit setiap hari, dapat membantu menurunkan risiko diabetes dan menjaga gula darah tetap stabil.

    3. Mengontrol Berat Badan

    Sebuah studi yang diterbitkan di National Library of Medicine tahun 2017 oleh Donna H. Ryan dan Sarah Ryan Yockey menyebutkan bahwa penurunan berat badan sekitar 1 kg dapat menurunkan risiko diabetes tipe 2 hingga 16% pada penderita prediabetes.

    4. Konsultasi Gizi dan Jauhi Kebiasaan Buruk

    Jika tidak ditangani, prediabetes berpotensi berkembang menjadi diabetes tipe 2 dan dapat menyebabkan komplikasi serius seperti gangguan pada ginjal, jantung, pembuluh darah, dan mata. Maka dari itu, penting untuk mencegahnya dengan konsultasi ke ahli gizi dan menyusun pola makan sehat, lakukan diet jika berat badan berlebih.

    Hentikan kebiasaan merokok, kurangi stres, dan atasi gangguan tidur jika ada. Pemeriksaan rutin dan konsultasi dengan tenaga medis sangat disarankan untuk mengetahui risiko serta mencegah perkembangan kondisi ini lebih lanjut.

    (aau/fds)

  • Waspadai Kolesterol Tinggi, si Pembunuh Senyap yang Picu Serangan Jantung dan Stroke

    Waspadai Kolesterol Tinggi, si Pembunuh Senyap yang Picu Serangan Jantung dan Stroke

    JAKARTA – Kondisi tubuh harus sangat diperhatikan karena terdapat berbagai masalah kesehatan terjadi tanpa disadari. Salah satunya adalah hiperlipidemia atau kolesterol tinggi, kondisi di mana kadar lipid atau lemak dalam darah melebihi batas normal.

    Pada banyak kasus, hiperlipidemia tidak menimbulkan gejala sehingga tidak disadari. Namun, hiperlipidemia harus diwaspadai karena dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan bisa berujung kematian.

    Mengenal Hiperlipidemia

    Hiperlipidemia sebenarnya adalah istilah medis akan kondisi kolesterol tinggi atau trigliserida. Kolesterol terbagi menjadi dua jenis, yakni kolesterol baik (high density lipoprotein atau HDL) dan kolesterol jahat (low density lipoprotein atau LDL).

    Hiperlipidemia disebabkan karena terlalu banyaknya kolesterol jahat dalam darah dan tidak memiliki cukup kolesterol baik untuk membersihkannya. Kondisi ini akhirnya menyebabkan sumbatan atau plak dada di dinding pembuluh darah, yang dapat meluas dan menyumbat arteri hingga menyebabkan penyakit jantung dan stroke.

    Gejala Hiperlipidemia

    Hiperlipidemia sebenarnya hampir tidak menunjukkan tanda dan gejala. Timbulnya gejala juga sering tidak disadari dan dianggap sepele, seperti kram kaki terutama di betis dan nyeri pada jari kaki.

    Namun, pada hiperlipidemia turunan dapat muncul gejala seperti pertumbuhan lemak kekuningan di sekitar mata dan persendian. Untuk komplikasi hiperlipidemia gejala yang muncul nyeri dada, kesulitan bernapas, tekanan darah tinggi, pusing, hingga mati rasa atau kesemutan di berbagai anggota tubuh.

    Faktor Risiko Terjadinya Hiperlipidemia

    Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya hiperlipidemia, salah satunya adalah gaya hidup tidak sehat. Gaya hidup tidak sehat seperti konsumsi makanan berlemak, kebiasaan merokok, minum alkohol berlebihan, hingga malas berolahraga yang membuat kolesterol jahat meningkat pesat.

    Faktor risiko lainnya yang menyebabkan hiperlipidemia adalah konsumsi obat-obatan tertentu, seperti antidepresan. Kemudian faktor kondisi kesehatan tertentu seperti diabetes, hingga faktor genetik atau keturanan.

    Penanganan Hiperlipidemia

    Kolesterol tinggi sebenarnya dapat diatasi dengan sederhana, yakni mengubah dan menerapkan gaya hidup sehat. Namun, pada beberapa kasus hiperlipidemia yang sudah parah harus ditangani oleh medis dan biasanya mengharuskan pasien untuk mengonsumsi obat dengan rutin.

  • Meksiko Larang Sekolah Jual Jajanan Cepat Saji demi Perangi Obesitas Anak

    Meksiko Larang Sekolah Jual Jajanan Cepat Saji demi Perangi Obesitas Anak

    Jakarta

    Pemerintah Meksiko melarang penjualan makanan cepat saji (junk food) di sekolah-sekolah. Ini sebagai langkah pemerintah untuk menekan angka obesitas dan diabetes warganya, khususnya anak-anak.

    Dikutip dari CNN, produk olahan asin dan manis memang menjadi makanan pokok anak-anak sekolah Meksiko. Permasalah terkait pola makan ini yang ingin dibenahi oleh pemerintah setempat.

    Berdasarkan aturan baru Meksiko, pihak sekolah wajib menghentikan penjualan makanan atau minuman dengan logo peringatan berwarna hitam. Logo ini menandakan bahwa makanan atau minuman tersebut mengandung kadar garam, gula, kalori, dan lemak yang tinggi.

    Pihak sekolah juga diharuskan untuk menyediakan makanan alternatif cepat saji yang lebih bergizi seperti taco kacang dan air putih.

    “Jauh lebih baik makan taco kacang daripada sekantong keripik kentang,” kata Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum, dikutip dari dari CNN, Jumat (11/4/2025).

    Menurut United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF), anak-anak di Meksiko mengonsumsi lebih banyak junk food dibandingkan negara-negara lain di Amerika Latin. Minuman manis dan makanan olahan menyumbang 40% dari total kalori yang dikonsumsi anak-anak dalam sehari.

    Menurut data pemerintah setempat, sepertiga anak-anak di Meksiko sudah dianggap obesitas. Inilah alasan mengapa pemerintah berlaku tegas terkait aturan pola makan anak.

    Sekolah yang melanggar aturan tersebut akan dikenai sanksi denda, mulai dari 545-5.450 dolar (Rp 9,1-91 juta).

    Larangan yang dilakukan pemerintah Meksiko tersebut menjadi langkah untuk menjadikan sekolah sebagai ruang edukasi sekaligus penerapan gaya hidup sehat. Pemerintah berharap kepada orang tua untuk berperan aktif menyiapkan makanan sehat bagi anak-anak mereka di rumah.

    (dpy/kna)

  • 1,5 Juta Warga RI Ikut Cek Kesehatan Gratis, Penyakit Ini Paling Banyak Ditemukan

    1,5 Juta Warga RI Ikut Cek Kesehatan Gratis, Penyakit Ini Paling Banyak Ditemukan

    Jakarta

    Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sudah dinikmati oleh banyak masyarakat Indonesia. Hingga 10 April 2025, tercatat sebanyak 1,5 juta warga di seluruh Indonesia sudah mengikuti program ini.

    Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono berharap program ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk mengetahui kondisi kesehatan dirinya atau keluarganya.

    Menurutnya, jika seseorang teridentifikasi penyakit lebih dini, maka pengobatan bisa segera dilakukan, sehingga peluang untuk sembuh menjadi lebih besar.

    “Temuannya cek kesehatan gratis banyak ya, ada yang hipertensi banyak, yang diabetes, kelainan gigi, kelainan telinga juga banyak,” kata Dante di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/4/2025).

    “Pemeriksaan lab yang berhubungan dengan penyakit jantung dan pembuluh darah juga banyak,” lanjut dia.

    Dante menambahkan bahwa pemeriksaan dini ini akan memberikan efek positif kepada pembiayaan kesehatan Indonesia di masa yang akan datang.

    “Mungkin sekarang puskesmasnya menjadi sibuk, tapi nanti antrean BPJS di RS untuk gejala parah itu nanti lebih sedikit,” tutupnya.

    (avk/kna)

  • Ironi 1.000 Hari Pertama, Anak-Anak Pelosok dalam Labirin Stunting – Halaman all

    Ironi 1.000 Hari Pertama, Anak-Anak Pelosok dalam Labirin Stunting – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sri Juliati dan Facundo Chrysnha P

    TRIBUNNEWS.COM – Stunting masih menjadi isu nasional yang mengancam pemenuhan hak dasar bagi anak-anak.

    Hak anak juga termasuk dalam HAM dan pada dasarnya hak tersebut wajib untuk dipenuhi. 

    Mengutip data dari Bank Data Perlindungan Anak pada laman Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terangkum perbandingan jumlah kasus perlindungan anak pada 2023 dan 2024.

    Kasus terbagi dalam dua indikator, yakni Pemenuhan Hak Anak (PHA) dan Perlindungan Khusus Anak (PKA).

    Permasalahan stunting anak termasuk dalam klaster Pemenuhan Hak Anak, yang di dalamnya terdapat sejumlah penggolongan. Antara lain lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif hingga Kesehatan dasar dan kesejahteraan.

    Pada Data Perlindungan Anak 2023 jumlah kasus sebanyak 1.800 kasus terdiri dari Pemenuhan Hak Anak sebanyak 1.237 kasus atau 68,7 persen dan Perlindungan Khusus Anak sebanyak 563 atau 31,3 persen.

    Sementara Data Perlindungan Anak 2024 jumlah kasus sebanyak 2.057 kasus terbagi menjadi Pemenuhan Hak Anak sebanyak 1.378 kasus atau 67 persen dan Perlindungan Khusus Anak sebanyak 679 atau 33 persen.

    Data Perlindungan Anak 2023 dan 2024 sumber KPAI (Grafis:TRIBUNNEWS)

    Anak yang menderita stunting harus segera ditangani agar pemenuhan haknya dapat dilaksanakan secara optimal.

    Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

    Anak stunting ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dari standar pertumbuhan anak dibandingkan usia dan jenis kelaminnya. 

    Kondisi stunting membuat sebagian anak memiliki kesempatan lebih kecil untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. 

    Selama ini, orang memahami, anak yang mengalami stunting karena kekurangan gizi semata. 

    Padahal di balik kekurangan gizi itu, ada masalah yang lebih kompleks, mencakup permasalahan sosial dan budaya.

    Di Indonesia, angka prevalensi stunting anak balita sudah menunjukkan tren penurunan, meski masih jauh dari target penurunan sebesar 14 persen pada 2024. 

    Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting nasional sebesar 21,5 persen, turun sekitar 0,8 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya.

    Untuk itu, perlu langkah yang lebih serius lagi untuk mempercepat penurunan kasus stunting. Sebab menurunkan angka stunting bukanlah persoalan yang mudah.

    Kisah dan perjuangan dalam mengatasi stunting datang dari Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

    Desa Sokawera adalah desa yang berada di ujung utara Kabupaten Banyumas dengan ketinggian 1.099 mdpl sehingga menjadikannya sebagai desa tertinggi di Kecamatan Cilongok. 

    Desa Sokawera berbatasan langsung dengan wilayah kehutanan milik Perhutani di sebelah utara. 

    Sementara di sisi timur dan selatan, berbatasan langsung dengan Desa Sunyalangu dan Desa Singasari, Kecamatan Karanglewas. Batas desa di sebelah barat adalah Desa Gununglurah.

    Berdasarkan data per 31 Desember 2023, Desa Sokawera dihuni 8.957 jiwa dan tersebar di 64 RT. Mayoritas warganya berprofesi sebagai petani dan penderes kelapa.

    Di balik damai dan tenangnya daerah tersebut, masalah tingginya jumlah kasus anak stunting di Desa Sokawera mendesak untuk segera diatasi.

    Jumlah balita stunting per Desember 2023 mencapai 84 anak dari 388 balita. 

    Jumlah ini menjadikan Desa Sokawera sebagai salah satu desa ‘penyumbang’ angka stunting tertinggi di Banyumas yang kini berada di angka 20,9 persen berdasarkan SKI 2023.

    Kepala Desa Sokawera, Mukhayat menjelaskan, kasus balita stunting di desanya disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pola makan yang tidak baik dan kurangnya asupan protein hewani

    “Kondisi mereka terkait pola makan misalnya males makan. Kedua adalah protein yang kurang seperti protein hewani,” ucapnya pada 10 September 2023.

    Berangkat dari hal tersebut, sebuah lembaga filantropi yaitu Tanoto Foundation mendirikan pusat pengasuhan untuk pencegahan stunting di Lereng Gunung Slamet.

    Bekerjasama dengan pemerintah Desa Sokawera serta Pemkab Banyumas, Tanoto Foundation mendirikan Rumah Anak SIGAP.

    Hal ini sebagai bentuk komitmen dan dukungan kepada pemerintah setempat dalam program pencegahan stunting serta memajukan sumber daya manusia melalui peningkatan pola pengasuhan anak usia dini.

    Koordinator Rumah Anak SIGAP Sokawera, Ani mengatakan, sebenarnya ada tiga desa di Banyumas yang saat itu diasesmen oleh pihak Tanoto Foundation. 

    “Yang dipilih adalah Sokawera karena kasus stuntingnya paling tinggi,” kata dia, Selasa (19/11/2024).

    Selama setahun ini, Ani bersama empat fasilitator yang merupakan kader Posyandu Desa Sokawera mendampingi para orang tua dalam pengasuhan anak.

    Mereka menjalankan sejumlah program yang berfokus pada upaya pencegahan stunting. 

    Upaya ini dilakukan dengan strategi mengubah perilaku masyarakat dalam hal pola makan, pola asuh, serta pola hidup bersih dan sehat.

    “Jadi fokus kami adalah perubahan pola asuh pada penerima manfaat seperti ibu hamil, ibu dengan anak usia 0-3 tahun,” tutur Ani.

    Di Rumah Anak SIGAP Sokawera, para ibu akan mendapatkan ilmu tentang pencegahan stunting dari sejumlah narasumber berkompeten.

    Misalnya dengan materi pemberian ASI eksklusif, pemenuhan kebutuhan gizi sejak hamil, kehamilan yang sehat, mempersiapkan kelahiran, hingga menikmati proses mengasihi.

    “Meski materi atau informasi tersebut bersifat dasar, nyatanya banyak ibu yang belum mengetahui,” ujar dia.

    Materi lain yang berkaitan dengan pencegahan stunting juga diberikan kepada para ibu yang memiliki anak usia 0-6 bulan. 

    Yaitu pentingnya imunisasi dan vitamin A untuk anak usia dini; gizi seimbang untuk keluarga, dan Makanan Pendamping ASI (MPASI).

    “Ibu dengan anak usia 6-12 bulan, usia 12-24 bulan, dan usia 24-36 bulan mendapatkan materi yang berbeda, tetapi saling berkaitan dengan pencegahan stunting,” tambahnya.

    Bentuk dukungan lain yang diberikan Rumah Anak SIGAP Sokawera adalah rutin memantau tinggi dan berat badan anak secara berkala.

    “Jika ada anak yang berat badan dan tinggi badan tidak naik sebulan saja, kami sarankan untuk segera konsultasi dengan bidan atau dokter,” tambahnya.

    Keberadaan Rumah Anak SIGAP sebagai usaha percepatan penurunan stunting di Desa Sokawera mendapatkan apresiasi dari Kepala Bidang Kesehatan Masyarat Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, dr Novita Sabjan.

    Novita mengaku salut dengan langkah para pengurus Rumah Anak SIGAP Sokawera. Terlebih pendampingan yang diberikan berfokus pada anak-anak dengan masalah gizi.

    “Permasalahan gizi atau stunting erat kaitannya dengan pola asuh, sehingga intervensi ini lebih tepat karena akan ada investasi jangka panjang.”

    “Tidak hanya satu atau dua bulan, tapi implementasinya pun akan long lasting melalui sejumlah program yang dilakukan,” katanya.

    Novita pun berharap, intervensi semacam ini dapat diadopsi di banyak desa di Banyumas. 

    Hal senada juga disampaikan Kepala Bidang KKB Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Banyumas, Diah Pancasila Ningrum.

    Diah berharap, sejumlah program percepatan penurunan stunting yang dilakukan Rumah Anak SIGAP Sokawera terus berjalan dan berkelanjutan.

    “Saya berharap, program di Rumah Anak SIGAP Sokawera tidak berhenti serta bisa menjadi program yang berkelanjutan,” kata dia.

    Lebih lanjut Diah menjelaskan, program Rumah Anak SIGAP Sokawera pun melengkapi usaha lain yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyumas demi mempercepat penurunan angka stunting.

    Di antaranya pemberian makanan tambahan (PMT) yang dibagikan secara berkala, Orang Tua Asuh/Bapak dan Bunda Asuh Anak Stunting, serta Program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat).

    “Kami juga mendampingi para ibu hamil agar mereka tidak melahirkan anak stunting,” ucapnya.

    Kisah dari Pelosok NTT

    Bidan Dini (berkaus hijau) bersama sejumlah warga Desa Uzuzozo, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, NTT. Tujuh tahun menjadi bidan di sebuah desa terpencil di NTT, Dini sukses mengatasi masalah kesehatan ibu-anak, termasuk stunting. (Instagram/dwiaudn_)

    Kisah perjuangan mengatasi stunting juga dialami oleh Bidan Theresia Dwiaudina bertugas di Desa Uzuzozo, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Secara geografis, Desa Uzuzozo dikelilingi kawasan perbukitan, hutan, dan sejumlah sungai besar yang kerap meluap saat musim hujan datang.

    Jaraknya sekitar 2 jam dari pusat Kabupaten Ende. Sinyal pun hilang timbul di sini.

    Hanya ada satu fasilitas kesehatan yaitu pos kesehatan desa (poskesdes) dengan peralatan medis sederhana. 

    Itu pun lokasinya masih terbilang jauh dari 3 dusun dan 3 anak kampung yang ada di Desa Uzuzozo. Belum lagi medan ekstrem yang memisahkan.

    Menjadi satu-satunya tenaga kesehatan yang di desa terpencil itu, perempuan yang karib disapa Bidan Dini ini menghadapi sejumlah masalah besar terkait kesehatan ibu dan anak.

    Banyak anak di Desa Uzuzozo yang mengalami stunting atau tengkes.

    Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya pelayanan kesehatan dasar seperti imunisasi, kegiatan Posyandu, pemberian obat cacing, hingga pembagian vitamin A bagi anak-anak.

    “Yang remaja juga tidak mendapatkan tablet tambah darah,” kata Dini pada Tribunnews.com, Kamis (17/10/2024).

    Belum lagi, Dini harus ‘melawan’ sejumlah mitos kesehatan yang selama ini dipercaya oleh sejumlah masyarakat.

    Misalnya ada kepercayaan masyarakat yang sebaiknya tidak memberitahukan kabar kehamilan pada banyak orang. Cukup suami dan istri saja yang tahu.

    “Rasanya sulit sekali menemukan ibu hamil yang mau mengaku bahwa dirinya hamil,” tambah Dini.

    Saat bertugas di desa ini, Bidan Dini mulai melakukan sejumlah pendekatan. Terlebih pemerintah desa juga menargetkan agar kasus stunting dapat turun.

    Sejumlah pendekatan itu diselaraskan dengan kepercayaan di desa, tapi tetap sesuai prinsip kesehatan.

    Lewat kegiatan posyandu, ia mengajarkan para ibu tentang pola asuh yang baik dan nutrisi yang sehat untuk anak.

    Sebab, selama ini, tidak semua orang tua di Desa Uzuzozo tahu tentang jadwal dan cara pemberian makan.

    Dalam pengakuannya, Dini bahkan tak segan ribut saat mengetahui ada orang tua yang tidak memberikan makan bergizi pada sang anak.

    Usaha gigih Dini itu pun nyatanya membuahkan hasil. Jumlah anak stunting di Uzuzozo terus berkurang hingga 80 persen.

    “Dari 15 sekarang pada tahun 2019, sisa tiga,” katanya.

    Tak hanya itu, Dini melihat adanya perubahan gaya hidup dari masyarakat. Kini, sudah tidak ada lagi ibu hamil yang melahirkan di rumah atau orang tua yang menolak anaknya diimunisasi.

    Belum lagi, program pencegahan stunting yang dilaksanakan Dini juga menyasar kalangan remaja. Salah satunya melalui pemberian tablet tambah darah.

    Dini tak menampik adanya kerjasama lintas sektor yang dilakukan di tengah keberhasilannya dalam melakukan revolusi kesehatan pada warga Desa Uzuzozo.

    Bahkan sejumlah program seperti posyandu untuk balita dan lansia yang digelar setiap sebulan sekali juga tak lepas dari bantuan pihak desa.

    Dana Desa dianggarkan untuk menyiapkan makanan sehat yang bisa dikonsumsi secara gratis termasuk pendirian poskesdes dan penunjang peralatan medis.

    Kehadiran kader posyandu juga membantu Dini dalam melakukan pemantauan tentang kondisi kesehatan ibu dan anak, meski hasil evaluasi tetap ada di tangannya.

    Dini pun berharap agar lebih banyak lagi peran serta dari sejumlah pihak dalam pencegahan stunting, utamanya di desa-desa terpencil.

    “Jadi untuk kesejahteraan desa-desa ini bisa lebih diperhatikan lagi, entah dari pemerhati atau masyarakatnya. Apapun yang terjadi, keberhasilan sebuah negara dari komunitas-komunitas terkecil ini, apalagi sebuah desa,” kata dia.

    Stunting dan Masa Depan Anak

    Dokter spesialis anak asal Solo, Ardi Santoso, memberikan pengobatan gratis untuk pengungsi Rohingya di Aceh, 25-26 Desember 2023. Pengobatan itu dilakukan Ardi atas dasar panggilan kemanusiaan dengan merogoh kocek pribadi. (Tribunnews/ist)

    Di antara berbagai hak anak yang dilindungi oleh negara, hak atas kesehatan menjadi salah satu yang paling vital. 

    Anak-anak membutuhkan gizi yang cukup serta layanan kesehatan yang memadai agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. 

    Masalah kekurangan gizi kronis, yang saat ini lebih dikenal dengan istilah stunting, menjadi sorotan penting dunia, termasuk di Indonesia.

    Dalam konstitusi, perlindungan terhadap anak ditegaskan melalui Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 

    Namun, meskipun sudah dilindungi oleh berbagai undang-undang seperti UU Perlindungan Anak dan UU Kesehatan, angka stunting di Indonesia masih berada di atas ambang batas standar WHO, yaitu 20 persen.

    Kondisi ini menjadi cerminan bahwa stunting bukan hanya persoalan gizi semata, tetapi juga soal keseriusan semua pihak dalam menjamin masa depan generasi bangsa.

    Dokter spesialis anak dari RS Kasih Ibu Solo, dr. Ardi Santoso, Sp.A., M.Kes menjelaskan bahwa stunting adalah masalah yang serius dan berdampak luas. 

    “Stunting tidak hanya berdampak pada individu, tapi juga pada kualitas generasi masa depan dan produktivitas bangsa,” ujarnya Ketika diwawancarai pada Kamis (10/4/2025).

    Penyebab utama stunting, lanjutnya, adalah kekurangan gizi jangka panjang yang sering kali tidak disadari sejak dini. 

    Selain itu, infeksi berulang, pola asuh yang tidak optimal, sanitasi yang buruk, dan akses layanan kesehatan yang terbatas juga menjadi faktor pemicu.

    Dalam masa 1.000 hari pertama kehidupan—mulai dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun—segala hal yang berkaitan dengan nutrisi dan kesehatan ibu dan anak menjadi sangat krusial. 

    Nutrisi ibu hamil, pemberian ASI eksklusif, makanan pendamping ASI (MPASI) yang tepat, imunisasi lengkap, serta lingkungan bersih dan aman adalah penentu utama tumbuh kembang anak.

    Status gizi ibu saat hamil pun tidak kalah penting. 

    Bila ibu mengalami kekurangan gizi, pertumbuhan janin bisa terganggu, dan anak berisiko lahir dengan berat badan rendah, yang kemudian bisa berkembang menjadi stunting bila tidak mendapat penanganan segera.

    Masih banyak masyarakat yang menganggap anak pendek adalah hal wajar, mungkin karena faktor keturunan. 

    Padahal, menurut dr. Ardi, anggapan ini keliru. 

    “Banyak yang mengira anak pendek itu wajar karena faktor genetik. Padahal, bisa jadi itu stunting,” katanya.

    Dampak stunting tidak hanya terlihat dari segi fisik. 

    Dalam jangka pendek, anak menjadi lebih mudah sakit dan mengalami keterlambatan perkembangan. 

    Jangka panjangnya, kemampuan belajar bisa menurun, produktivitas saat dewasa rendah, dan anak lebih rentan mengidap penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes.

    Stunting juga memengaruhi perkembangan otak dan kecerdasan anak. 

    Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki IQ lebih rendah serta kesulitan bersosialisasi dan belajar.

    Orang tua memiliki peran besar dalam pencegahan stunting sejak dini. 

    Dimulai dari memberikan gizi seimbang pada masa kehamilan, menyusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama, hingga memberikan MPASI yang bergizi. 

    Selain itu, menjaga kebersihan lingkungan serta memantau tumbuh kembang anak secara rutin ke posyandu atau dokter juga sangat penting.

    Pemberian imunisasi juga tak kalah penting dalam pencegahan stunting karena dapat melindungi anak dari infeksi yang bisa memperburuk kondisi gizi. 

    Sementara ASI eksklusif memberikan nutrisi dan kekebalan alami terbaik bagi bayi.

    Untuk anak yang terlanjur mengalami stunting, meski sulit dibalikkan sepenuhnya, dr. Ardi menganggap intervensi gizi dan stimulasi dini masih bisa membantu memperbaiki beberapa aspek perkembangan, terutama bila dilakukan sebelum anak menginjak usia dua tahun.

    Tantangan di Pedesaan Masih Tinggi

    Landscape sekitar bangunan Rumah Anak SIGAP Sokawera Desa Sokawera, Cilongok, Banyumas, Selasa (19/11/2024). (Tribunnews.com/Chrysnha Pradipha)

    Tantangan pencegahan stunting di daerah pedesaan jauh lebih kompleks dibandingkan di perkotaan. 

    Kurangnya edukasi, keterbatasan akses layanan kesehatan, dan masih kuatnya mitos seputar makanan menjadi kendala utama.

    Namun bukan berarti tidak bisa diatasi. 

    Pendekatan berbasis komunitas dinilai efektif. 

    Penguatan peran posyandu, pelatihan kader kesehatan, dan pemberdayaan ibu-ibu muda dengan pendekatan budaya lokal terbukti mampu menurunkan angka stunting di beberapa wilayah.

    Peran kader posyandu, bidan desa, dan tokoh masyarakat sangat krusial. Mereka adalah ujung tombak edukasi dan pendampingan langsung kepada masyarakat. 

    “Kader dan bidan menjadi sumber informasi yang pertama kali dicari oleh ibu-ibu,” kata dr. Ardi.

    Dalam menangani stunting, peran tenaga kesehatan seperti dokter anak, bidan, perawat, hingga ahli gizi sangat dibutuhkan. Mereka bertugas memberikan diagnosis, edukasi, serta intervensi yang dibutuhkan oleh keluarga.

    Program pemerintah seperti posyandu dan Puskesmas sejauh ini dinilai sudah cukup efektif, apalagi bila didukung dengan pelatihan kader yang memadai dan keterlibatan masyarakat. 

    Namun, dr. Ardi menekankan bahwa “konsistensi dan keberlanjutan program menjadi kunci keberhasilan.”

    Tentu saja, tantangan tetap ada. 

    Di lapangan, para tenaga medis kerap menghadapi keterbatasan sumber daya, beban kerja tinggi, dan akses ke wilayah terpencil yang sulit dijangkau. 

    Belum lagi tantangan dalam mengubah pola pikir dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan anak.

    Stunting bukan hanya tanggung jawab keluarga, tapi juga negara. 

    Itulah sebabnya, penanganan stunting masuk dalam program prioritas nasional. 

    Menurut dr. Ardi, saat ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya maksimal, dan hasilnya terlihat dari angka stunting yang mulai menunjukkan penurunan.

    Meski begitu, upaya harus terus dilakukan. 

    “Edukasi dan jaminan kesehatan ibu-anak selama 1.000 HPK itu kuncinya,” jelasnya. 

    Pemerintah harus memastikan tidak hanya program berjalan, tapi juga benar-benar menyentuh masyarakat hingga ke lapisan bawah.

    Pesan dari dr. Ardi untuk para orang tua sederhana namun penting. 

    “Jangan menunggu anak terlihat kurus atau kecil. Cek tumbuh kembang secara rutin, berikan makanan bergizi, dan jangan ragu bertanya pada tenaga kesehatan.”

    Karena anak yang sehat, cerdas, dan tumbuh optimal bukan hanya dambaan keluarga, tapi juga aset penting bangsa. 

    (***)