Topik: diabetes

  • Bahaya Konsumsi Jeroan Berlebihan saat Kurban, Begini Kata Dokter

    Bahaya Konsumsi Jeroan Berlebihan saat Kurban, Begini Kata Dokter

    Jakarta

    Daging kurban bukan satu-satunya yang dinantikan dalam perayaan Idul Adha. Bagian yang tak kalah dinanti adalah jeroan atau organ dalam.

    Pada dasarnya, organ memiliki banyak manfaat kesehatan, melebihi daging otot yang umum dikonsumsi.

    Apa Itu Jeroan?

    Jeroan atau organ dalam adalah bagian lain dari hewan selain daging otot, termasuk:

    Darah, tulang, dan kulitOtakJantungGinjal dan hatiUsus dan babat (lapisan lambung)Pankreas dan timusLidah

    Ahli gizi Julia Zumpano, RD, LD, mengatakan organ atau jeroan mengandung banyak nutrisi penting, seperti vitamin A untuk membantu penglihatan dan sistem kekebalan tubuh, vitamin D yang baik untuk sistem kekebalan tubuh dan kesehatan tulang, vitamin E untuk melindungi sel dari kerusakan, vitamin K2 untuk kesehatan tulang, vitamin B6 dan B12 untuk mendukung sistem kekebalan tubuh yang sehat, serta selenium, magnesium, dan zink, maupun riboflavin.

    Adapun kandungan vitamin dan mineralnya bervariasi tergantung pada jenis organ dan hewan sumbernya.

    “Bagi kebanyakan orang, daging organ merupakan tambahan bergizi untuk diet jika dikonsumsi dalam jumlah sedang,” imbuhnya dikutip dari Dikutip dari Cleveland Clinic, Sabtu (7/6/2025).

    Bahaya Konsumsi Jeroan Berlebihan

    Meski memiliki manfaat, jeroan atau organ dalam tak boleh dikonsumsi secara berlebihan lantaran bisa memicu dampak pada tubuh. Berikut penjelasannya.

    1. Peningkatan Asam Urat

    Dokter spesialis penyakit dalam dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr Ray Rattu, SpPD, mengatakan konsumsi jeroan yang berlebihan bisa memicu peningkatan kadar asam urat atau uric acid di dalam tubuh.

    Menurut dr Ray, jeroan mengandung protein dan purin yang tinggi. Ketika protein dengan kadar purin tinggi ini dicerna tubuh, akan dipecah menjadi energi dan sisa metabolisme berupa asam urat.

    “Asam urat atau uric acid itu adalah hasil metabolisme terhadap protein yang mengandung kadar purin yang tinggi, sehingga hasil metabolismenya berupa asam urat,” ucapnya saat berbincang dengan detikcom, Selasa (28/5/2025).

    Menurutnya, kandungan purin dalam jeroan memang tidak setinggi kacang-kacangan, namun tetap signifikan.

    Konsumsi jeroan secara berlebihan bisa menyebabkan kadar asam urat meningkat drastis, baik pada orang dengan kadar normal maupun mereka yang sudah memiliki riwayat kadar asam urat tinggi.

    “Yang normal bisa menjadi tinggi, yang sudah tinggi bisa makin tinggi sekali. Itu memang harus dihindari,” tegasnya.

    2. Mengandung Kolesterol Tinggi

    Jeroan umumnya aman dikonsumsi dalam jumlah sedang oleh kebanyakan orang. Namun, organ atau jeroan juga mengandung kolesterol dan lemak jenuh tinggi yang dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.

    “Jika Anda memiliki faktor risiko penyakit jantung seperti kolesterol tinggi, sebaiknya pilih daging berotot tanpa lemak,” kata Zumpano.

    3. Kelebihan Vitamin A dan Zat Besi

    Mengonsumsi vitamin A dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan cacat lahir. Karena jeroan mengandung vitamin A dalam kadar tinggi, ibu hamil disarankan untuk menghindarinya. Selain itu, jeroan juga kaya akan zat besi, yang bisa menjadi masalah bagi individu dengan gangguan kelebihan zat besi.

    Anak-anak pun memerlukan vitamin A dan zat besi dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan orang dewasa, sehingga konsumsinya perlu dibatasi dan diberikan dalam porsi yang lebih kecil.

    4. Fatty Liver atau Penyakit Hati Berlemak

    Sebuah penelitian besar terhadap orang dewasa menemukan, mengonsumsi jeroan dapat sedikit meningkatkan risiko terkena fatty liver atau penyakit hati berlemak nonalkohol. Namun, para peneliti merekomendasikan studi lebih lanjut untuk mengonfirmasi temuan ini.

    Sebagai langkah pencegahan, individu dengan diabetes tipe 2 dan kolesterol tinggi, dua faktor risiko penyakit hati berlemak nonalkohol, sebaiknya mempertimbangkan untuk menghindari konsumsi jeroan atau organ.

    5. Kanker Kandung Kemih

    Sebuah tinjauan terhadap beberapa penelitian menemukan, mengonsumsi organ atau jeroan secara teratur dapat meningkatkan risiko terkena kanker kandung kemih, meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut (termasuk penelitian berskala besar). Jika memiliki riwayat infeksi kandung kemih, merokok, atau memiliki faktor risiko lainnya, batasi konsumsi jeroan.

    (suc/tgm)

  • 7 Gejala Diabetes pada Anak yang Sering Dianggap Sepele

    7 Gejala Diabetes pada Anak yang Sering Dianggap Sepele

    Jakarta

    Diabetes bukanlah penyakit kronis yang hanya bisa diidap oleh orang dewasa. Anak-anak pun tak luput dari penyakit ini, baik itu diabetes tipe 1 atau tipe 2.

    Dikutip dari Times of India, dalam jangka waktu tertentu, diabetes dapat meningkatkan risiko rusaknya jantung, saraf, dan penglihatan. Namun, masih banyak orang tua yang kadang luput dalam melihat tanda-tanda diabetes ini, terlebih pada anak-anak.

    Sebagai informasi, diabetes dibagi ke dalam dua jenis utama, yakni tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 disebabkan oleh autoimun yang menyerang tubuhnya sendiri, sehingga sistem kekebalan tubuh justru menyerang sel sehat yang dikira sel ‘asing’.

    Sementara, diabetes tipe dua adalah kondisi saat tubuh mengalami resistensi insulin. Tubuh sebenarnya memproduksi insulin, tapi tidak bisa membantu penyerapan dan mengawasi kadar gula dalam darah. Faktor gaya hidup bisa berkontribusi menyebabkan resistensi insulin.

    Berikut, adalah tanda-tanda diabetes pada anak, khususnya diabetes tipe 1.

    1. Sering Pipis

    Salah satu tanda pertama adalah anak yang sering buang air kecil. Ini karena gula darah tinggi bisa menyebabkan ginjal bekerja lebih keras untuk membuang kelebihan gula, sehingga menyebabkan lebih banyak urine.

    2. Rasa Haus Berlebihan

    Tanda-tanda lainnya adalah anak seringkali merasa sangat haus, meski sudah minum lebih banyak air dari biasanya. Kondisi ini bisa diperparah karena sering buang air kecil, sehingga tubuh juga kehilangan banyak air.

    Meskipun makan lebih banyak, anak-anak yang mengidap diabetes dapat mengalami penurunan berat badan. Ini terjadi karena tubuh mulai memecah lemak dan otot untuk menghasilkan energi, saat tidak menggunakan gula dengan baik.

    4. Mudah Lelah dan Lemah

    Kadar gula darah dalam tubuh yang tinggi membuat anak-anak merasa lelah dan lemah. Mereka mungkin memiliki sedikit energi untuk bermain, sekolah, atau kegiatan lain bersama teman-temannya.

    5. Penglihatan Kabur

    Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan cairan tertarik dari lensa mata, sehingga ini dapat memengaruhi kemampuan anak untuk melihat dengan jelas.

    6. Luka Sulit Sembuh

    Diabetes dapat memengaruhi tubuh dalam hal menyembuhkan luka. Hal ini membuat luka memar, atau luka terbuka setelah terjatuh akan sembuh lebih lama.

    7. Infeksi Berulang

    Anak-anak yang mengidap diabetes mungkin akan lebih sering terkena infeksi, terutama infeksi jamur atau infeksi saluran kemih.

    (dpy/up)

  • Sakit Kepala Tandanya Kolesterol Melonjak, Benarkah? Ini Kata Dokter

    Sakit Kepala Tandanya Kolesterol Melonjak, Benarkah? Ini Kata Dokter

    Jakarta

    Banyak yang meyakini jika sakit kepala merupakan alarm dari tubuh bahwa kolesterol sedang melonjak. Lantas, benarkah demikian?

    Spesialis penyakit dalam dr Muthmainnah, SpPD-KAI mengatakan sakit kepala tidak selalu berkaitan dengan meningkatnya kolesterol dalam tubuh. Namun, pada sebagian orang, kolesterol yang tinggi bisa saja ditandai dengan munculnya sakit kepala.

    “Kita harus pemeriksaan kolesterol lengkap. Harus memang pemeriksaan darah. Intinya sakit kepala itu bukan satu-satunya gejala yang disebabkan oleh kolesterol atau hipertensi,” kata dr Muthmainnah saat berbincang dengan detikcom, di Depok, Jawa Barat, Rabu (28/5/2025).

    dr Muthmainnah menambahkan bahwa kolesterol yang tinggi bisa saja terjadi tanpa munculnya gejala.

    “Banyak kondisi penyakit itu asimtomatik, artinya tidak bergejala seperti hipertensi, diabetes tidak semua penyakit menunjukkan manifestasi atau tanda-tanda khusus spesifik,” katanya.

    “Bisa jadi pada sebagian orang, setelah mengonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak, dia akan pusing kalau memang kadar kolesterolnya tinggi. Tapi, balik lagi nggak semua pasien,” sambungnya.

    Seseorang yang ‘mencuri start’ yakni dengan mengonsumsi obat kolesterol terlebih dahulu sebelum makan makanan berlemak, menurut dr Muthmainnah merupakan tindakan yang sia-sia.

    “Banyak orang yang suka minum obat kolesterol, misalkan ada rencana mau makan sate, terus makan obatnya kolesterolnya siang dan makan satenya malam, itu nggak ngaruh,” tutupnya.

    (dpy/up)

  • Tiap Kali Makan Ini, Kolesterol Saya Langsung Naik! Dokter Sarankan Ganti dengan Ini

    Tiap Kali Makan Ini, Kolesterol Saya Langsung Naik! Dokter Sarankan Ganti dengan Ini

    Jakarta

    Idul Adha merupakan salah satu momen yang besar untuk umat Islam. Warga biasanya memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat acara makan besar bersama dengan keluarga tercinta.

    Tapi, hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga asupan makanan selama Idul Adha tetap sehat dan kadar kolesterol terjaga. Hal ini penting mengingat makanan yang disediakan saat Idul Adha cenderung tinggi lemak dan kolesterol, misalnya gulai daging sapi atau sate kambing.

    Pengajar Departemen Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) University, dr Naufal Muharam Nurdin, MSi mengatakan menjaga pola makan saat lebaran memang cukup sulit. Menurutnya, makan-makanan seperti opor atau sate sebenarnya masih boleh saja dilakukan, asal tidak berlebihan. Penting juga untuk menjaga momen kebahagiaan selama libur Idul Adha bersama keluarga.

    Batasi Konsumsi Tinggi Lemak

    dr Naufal menuturkan kasus masalah kardiovaskular seperti stroke cenderung meningkat setelah lebaran. Kondisi ini disebabkan oleh konsumsi gula, garam, dan lemak yang tidak terkontrol.

    Oleh karena itu, orang-orang dengan kondisi kolesterol tinggi sebaiknya membatasi asupan makanan berlemak.

    Jangan lupa juga untuk membatasi asupan gula berlebih selama makan bersama. Terkadang, masalah kesehatan setelah Idul Adha justru muncul akibat terlalu banyak ngemil camilan, kue lebaran, atau minuman manis.

    “Penderita diabetes sebaiknya menghindari makanan manis sama sekali. Bagi yang memiliki kolesterol tinggi, atau hipertensi juga perlu membatasi makanan berlemak,” kata dr Naufal dikutip dari laman resmi IPB.

    Pakai Piring Kecil

    Jika ingin tetap mencicipi makanan khas Idul Adha, dr Naufal menyarankan penggunaan piring kecil. Cara ini dilakukan untuk membatasi asupan tinggi garam dan lemak yang masuk ke tubuh. Menurut dr Naufal, penggunaan piring besar seringkali membuat orang tidak sadar makan secara berlebihan.

    Selain itu, dr Naufal juga menyarankan pedoman ‘Isi Piringku’ ketika mencicipi makanan Idul Adha. Separuh piring diisi dengan sayur dan buah, sedangkan separuh sisanya dibagi antara karbohidrat dan lauk.

    Jangan Lupa Makan Buah

    dr Naufal juga sangat menyarankan konsumsi buah-buahan seperti pisang, apel, atau pir sebelum makan. Konsumsi buah-buahan yang tinggi serat membuat perut merasakan sensasi kenyang yang lebih lama.

    Langkah ini, menurut dr Naufal penting untuk mengurangi nafsu makan. Kandungan serat dalam buah-buahan juga membantu mengikat lemak.

    “Hal ini bisa membatasi kita mengonsumsi makanan tinggi gula dan lemak. Sebaiknya sajikan buah dan sayuran segar dalam bentuk salad sebagai alternatif makanan sehat saat lebaran,” tandasnya.

    (avk/kna)

  • Pengakuan TKI Jadi Kurir Sabu 7 Kg dari Malaysia, Dijanjikan Imbalan Rp 175 Juta
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        5 Juni 2025

    Pengakuan TKI Jadi Kurir Sabu 7 Kg dari Malaysia, Dijanjikan Imbalan Rp 175 Juta Surabaya 5 Juni 2025

    Pengakuan TKI Jadi Kurir Sabu 7 Kg dari Malaysia, Dijanjikan Imbalan Rp 175 Juta
    Tim Redaksi
    PAMEKASAN, KOMPAS.com
    – Salah satu tersangka peredaran narkotika yang berhasil diungkap Badan Narkotika Nasional (
    BNN
    ) Jawa Timur adalah Rusdi bin Jimat, warga Desa Waru Barat, Kecamatan Waru,
    Pamekasan
    ,
    Madura
    .
    Ia mengaku nekat menanggung risiko untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selain untuk kebutuhan sehari-hari, ibunya yang sudah lama sakit diabetes juga butuh uang untuk pengobatan.
    “Saya terpaksa melakukan ini. Meskipun saya mengetahui risikonya, karena selalu butuh uang,” katanya saat diinterogasi BNN Jatim usai pemusnahan barang bukti sabu di Kabupaten Pamekasan, Rabu (4/6/2025).
    Rusdi mengatakan, pengobatan terhadap ibunya harus rutin. Sehingga, setiap minggu ia harus mempersiapkan biaya Rp 500.000 hingga Rp 1 juta.
    Rusdi mengatakan, narkoba yang dibawanya berasal dari Malaysia. Bandar di Malaysia menjanjikan imbalan Rp 175 juta jika narkoba itu sampai ke tangan penerima.
    “Saya kenal bandar yang nyuruh saya karena sudah lama di Malaysia. Tapi saya berani pertama kali sudah ditangkap,” katanya.
    Risiko itu dia pilih karena bayarannya lebih tinggi dari bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia.
    “Barang itu disuruh antarkan ke orang Sampang. Teman saya ada yang berhasil lolos dan sekarang kembali ke Malaysia,” katanya.
    Rusdi sempat lolos masuk ke Indonesia membawa sabu. Sesampainya di wilayah Jatim, keberadaannya terdeteksi dan ditangkap pada 10 Mei 2025.
    Pria yang menjadi TKI ilegal itu berusaha mengelabui petugas dengan menaruh sabu di bungkus air mineral.
    Total, Rusdi membawa sabu seberat 6.869,095 gram atau hampir 7 kilogram.
    Barang itu sudah diamankan BNN dan sudah dibakar sebelum jatuh ke tangan Syamsuri alias Syarif, warga Sampang.
    Kepala BNN RI, Marthinus Hukom mengatakan, kasus tersebut akan terus dikembangkan, termasuk jaringan Malaysia yang menjadi bandar.
    “Tim dari BNNP akan terus melakukan pemeriksaan. Kami akan awasi semua wilayah yang potensi jadi pintu masuk,” ucapnya usai pemusnahan sabu di Pamekasan.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keju Ternyata Punya Bakteri yang Tingkatkan Kesehatan Mental

    Keju Ternyata Punya Bakteri yang Tingkatkan Kesehatan Mental

    Jakarta, Beritasatu.com –  Asosiasi Ahli Gizi Olahraga Indonesia (ISNA) mengungkap jumlah keju yang dikonsumsi memiliki hubungan kuat dengan peningkatan kondisi kesehatan mental seseorang.

    Disampaikan Ketua Pengurus Pusat ISNA periode 2018-2024, Dr Rita Ramayulis, hal tersebut karena terkait adanya kandungan bakteri asam laktat dalam keju, berasal dari spesies Lactobacillus yang berperan penting dalam kesehatan mental.

    “Bakteri asam laktat ini ditemukan dalam proses pembuatan keju untuk meningkatkan cita rasa. Jika keju tidak dipanaskan sebelum dikonsumsi dan langsung disantap sebagai camilan, bakteri tersebut dapat diterima dengan baik oleh saluran pencernaan,” ujar Rita, dikutip dari Antara, Rabu (4/6/2025).

    Rita menuturkan,  organ pencernaan adalah  otak kedua manusia. Kehadiran bakteri tersebut dapat membuka komunikasi homeostatik dua arah melalui jalur persyarafan otak, yang memengaruhi perasaan, kognitif, dan emosi.

    “Bakteri ini menstimulasi otak untuk mengeluarkan hormon dopamine yang membuat seseorang merasa bahagia,” imbuhnya.

    Selain itu, keju juga kaya protein, terutama tirosin dan peptida bioaktif, yang dapat meningkatkan produksi hormon dopamine tersebut.

    Secara singkat ia menggambarkan di Indonesia, sayangnya kebanyakan orang mendapatkan hormon dopamin melalui makanan dan minuman manis yang bisa memicu penyakit diabetes.

    “Sayangnya selama ini masyarakat Indonesia lebih banyak memicu hormon dopamin melalui konsumsi makanan dan minuman manis,” tandas Rita.

    Berdasarkan survei kesehatan Indonesia tahun 2023, sebanyak 42,90% anak usia 10-14 tahun mengonsumsi gula, sirup, konfeksi, dan olahan sejenis setiap hari.

  • COVID-19 Naik Lagi, Benarkah Cuma Propaganda? Ini Faktanya

    COVID-19 Naik Lagi, Benarkah Cuma Propaganda? Ini Faktanya

    Jakarta

    Setelah pencabutan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) oleh WHO pada Mei 2023, ancaman COVID-19 perlahan memang mulai terabaikan. Namun sebenarnya, virus ini belum sepenuhnya hilang. Kasus penularan tetap ada dan fluktuatif, dengan lonjakan terbaru terjadi di berbagai negara akibat varian baru NB.1.8.1, turunan dari Omicron JN.1.

    India mencatat lonjakan signifikan, dari 257 kasus aktif pada 22 Mei menjadi 3.758 kasus pada awal Juni 2025. Lonjakan serupa terjadi di West Bengal, dengan peningkatan lebih dari 20 kali lipat dalam dua minggu terakhir. Meskipun sebagian besar kasus bersifat ringan, rumah sakit di Kolkata telah menambah kapasitas isolasi untuk mengantisipasi peningkatan pasien.

    Di Australia, varian NB.1.8.1 menyebabkan peningkatan kasus, terutama di Tasmania. Otoritas kesehatan mendesak warga untuk mendapatkan vaksinasi booster COVID-19 dan vaksin flu, mengingat rendahnya tingkat vaksinasi pasca status PHEIC dicabut.

    Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi di Singapura dan Thailand. Dalam sepekan, kedua negara tersebut mencatat lebih dari 15 ribu kasus. Bahkan, Thailand melaporkan sekitar 200 ribu infeksi COVID-19 sepanjang 2025.

    Lain halnya dengan Indonesia, imbas testing COVID-19 menurun, ‘hanya’ terlaporkan 75 kasus sejak awal 2025. Pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai total kasus di lapangan bisa jauh lebih tinggi dari yang tercatat resmi.

    “Kalau naik pun nggak terdeteksi juga, nggak ada yang mau testing. Siapa sekarang yang mau testing, orang mungkin juga nggak bergejala. Testing kan nggak murah dan bukan jaman seperti COVID-19 yang tesnya bisa gratis,” jelas Pandu kepada detikcom, Senin (2/6/2025).

    Kenaikan kasus COVID-19 yang terkesan ‘tiba-tiba’ memicu beragam spekulasi, termasuk dugaan adanya propaganda terselubung. Ada yang menganggap tren tersebut seolah-olah dibuat dengan maksud dan kepentingan tertentu.

    Faktanya, meski status PHEIC atau ‘pandemi’ dalam istilah awam, dicabut, seluruh dunia belum benar-benar ‘terbebas’ dari virus COVID-19. Artinya, virus tetap bersirkulasi atau menularkan, tetapi menjadi tidak ‘ganas’ dan hanya memicu gejala ringan, atau bisa tidak bergejala sama sekali.

    Hal ini terjadi karena program vaksinasi COVID-19 yang sudah dilakukan di banyak negara. Indonesia misalnya, lebih dari 80 persen masyarakat di Tanah Air sudah menerima dua dosis vaksin COVID-19.

    Pandu juga menilai hal ini yang menjadi keuntungan Indonesia dalam menghadapi virus maupun mutasi COVID-19 belakangan. Kasus kematian bisa ditekan hingga 0 laporan, berdasarkan catatan Kemenkes RI sepanjang 2025. Pandu juga meyakini kenaikan kasus COVID-19 di banyak negara tidak perlu disikapi dengan kepanikan, termasuk mendadak berburu vaksinasi COVID-19 tambahan.

    “Kalau divaksinasi lagi nggak perlu, nggak ada evidence based vaksinasi ulang itu bisa menangani, karena imunitas yang ada saat ini sudah cukup memadai. Nanti kan jadi kontraproduktif Menkes (dituduh) jualan vaksin lagi,” beber Pandu.

    “Kita juga kan sangat beruntung sama menggunakan Sinovac, vaksin yang cukup andal, Sinovac kan virus utuh, kalau mRNA kan cuma bagian dari virus, yang suka berubah nah itu yang mengkhawatirkan di banyak negara, kalau Indonesia sih nggak perlu khawatir,” pungkasnya.

    NEXT: COVID-19 Cuma Propaganda?

    COVID-19 Cuma Propaganda?

    Mari dilihat dari laporan kasus COVID-19 setiap tahun. Catatan Our Wold in Data menunjukkan puncak kasus COVID-19 dunia terjadi pada 21 Juni 2022 dengan hampir 4 juta kasus dalam 24 jam. Sementara puncak kematian terjadi di tahun sebelumnya yakni 21 Januari 2021, mencapai 17.049 per hari.

    Tren kasus maupun kematian karena COVID-19 berangsur menurun signifikan tetapi tidak pernah benar-benar ‘lenyap’.

    Terendah konsisten di angka 2 ribu kasus selama periode Juni 2023 hingga akhir 2024. Pemicunya tidak lain karena kondisi kekebalan imunitas tubuh dan mutasi virus yang dapat memengaruhi tingkat penularan dan efektivitas vaksin.

    Kabar baiknya, sifat virus COVID-19 belakangan sudah tidak lagi mematikan, meskipun catatan infeksi melonjak. Meski begitu, pakar epidemiologi Dicky Budiman mengingatkan risiko yang bisa muncul di balik infeksi berulang.

    “Memang beruntungnya kita saat ini COVID-19 secara akut tidak menjadi masalah, ketika terinfeksi yasudah gejala-nya ringan,” beber dia kepada detikcom, Selasa (2/6).

    “Tapi ingat COVID-19 ini kalau berulang-ulang ada fase kronis lanjutan yang serius yang disebut dengan long COVID-19 yang cuma tidak bermasalah pada bagian paru-paru, tetapi ke jantung, dan organ lain,” sorot dia.

    Dihubungi terpisah, Hermawan Saputra dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) juga mewanti-wanti kemungkinan risiko fatal tidak hilang sepenuhnya. Terutama pada mereka dengan kelompok rentan. Hal ini terlihat dari laporan Thailand yang mencatat 50-an kasus kematian dari 200 ribu infeksi COVID-19.

    “Kasus-kasus lupus, kelainan-kelainan bawaan, orang dengan hipersensitivitas, itu sangat berisiko. Artinya daya tahannya, imunitasnya tidak optimal, kedua adalah orang-orang lanjut usia dan orang-orang yang punya penyakit komorbid, istilahnya, terutama pneumonia berat karena asma, kemudian ada penyakit-penyakit diabetes, itu yang harus dilindungi lebih awal,” beber dia, kepada detikcom Senin (2/6).

    Menurutnya, pemerintah perlu melakukan skrining utamanya di pintu-pintu masuk dan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) memastikan subvarian yang dominan menyebar, meski sebagian besar karakteristik virus bersifat ringan. Hal ini tetap perlu dilakukan sebagai kewaspadaan menghadapi risiko lonjakan kasus.

    Ia tidak menampik kemungkinan beberapa orang kemudian berspekulasi dan menganggap COVID-19 sebagai teori konspirasi saat lonjakan terkesan tiba-tiba terjadi.

    “Yang perlu dipahami adalah COVID-19 itu masih ada, dia selalu ada di sekitar kita, yang membedakan saat status PHEIC dicabut, karakteristik virus maupun gejalanya saat ini relatif ringan, tidak lagi memicu gejala berat, atau kasus rawat inap, karena sudah terbentuk imunitas atau kekebalan terhadap infeksi di masyarakat, baik dari paparan maupun vaksinasi,” lanjutnya.

    NEXT: Endemik tak berarti hilang dari peredaran

    Hermawan menyebut status COVID-19 saat ini sudah menjadi endemik seperti penyakit menular lain, misalnya demam berdarah dengue (DBD). Artinya, virus tetap ada tetapi dinilai tidak lagi mengkhawatirkan.

    Senada, Dicky menyebut penyangkalan akan keberadaan COVID-19 akan selalu terjadi. Terlebih, secara psikologis pandemi COVID-19 kala itu membuat banyak orang terganggu dalam segala aktivitas dan memicu kerugian serta dampak besar bagi beberapa orang secara finansial, karena mobilitas yang mendadak dibatasi. Tidak heran, kemudian muncul penyangkalan dari situasi COVID-19 belakangan.

    “Kita tidak bisa mengandalkan penyangkalan untuk kemudian meniadakan penyakit itu. Tidak akan hilang,” tegas dia.

    “Lebih bijak yang bisa dilakukan saat ini tetap menjaga perilaku hidup bersih sehat, memakai masker, mencuci tangan,” tutupnya.

    Saksikan Live DetikSore:

  • CKG di Kabupaten Kediri, Selain Masyarakat Umum Mas Dhito Terjunkan Tim Sasar Kalangan Pelajar

    CKG di Kabupaten Kediri, Selain Masyarakat Umum Mas Dhito Terjunkan Tim Sasar Kalangan Pelajar

    Kediri (beritajatim.com) – Hingga minggu terakhir Mei 2025 ini, Pemerintah Kabupaten Kediri telah melakukan Cek Kesehatan Gratis (CKG) kepada belasan ribu penduduk. Di usia sekolah, program ini di awali dari SMA Dharma Wanita 1 Pare Boarding School.

    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri Ahmad Khotib mengatakan, berdasarkan instruksi Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana CKG juga menyasar kalangan pelajar dengan usia 5 hingga 18 tahun. Khusus bagi kalangan pelajar ini, CKG rencananya akan dilakukan setelah memasuki tahun ajaran baru 2025/2026 mendatang.

    “Diawali dari SMA Dharma Wanita Boarding School, nanti (akan menyasar) sekolah-sekolah di tahun ajaran baru,” terang Khotib pada Selasa, 27 Maret 2025.

    Menurutnya CKG ini ditujukan untuk mendeteksi dini berbagai resiko penyakit. Mulai dari diabetes, jantung, kanker, hipertensi, sampai potensi stroke. Jika ditemukan risiko tersebut, petugas CKG akan memberikan rekomendasi kepada warga untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan menggunakan jaminan kesehatan yang dimiliki.

    “Pentingnya masyarakat mempunyai jaminan kesehatan, kalau ada indikasi penyakit tertentu. Masyarakat bisa menggunakan jaminan kesehatan ke faskes sehingga ada tindakan lebih lanjut,” ujar Khotib.

    Per 27 Mei 2025, program CKG di Kabupaten Kediri berhasil menyasar sejumlah 12.189 warga. Lebih lanjut Khotib menyebut, sebagaimana harapan Mas Dhito, sapaan bupati Kediri, kegiatan deteksi dini ini diharapkan bisa meningkatkan umur harapan hidup masyarakat. Melalui CKG pula, petugas sekaligus memberikan imbauan kepada masyarakat pentingnya meningkatkan kesadaran untuk hidup sehat dan produktif.

    Sebagaimana diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka harapan hidup masyarakat Kabupaten Kediri tahun 2024 diangka 75,07 tahun atau meningkat 0,22 tahun dibanding tahun sebelumnya.

    Sementara itu, CKG di SMA Dharma Wanita 1 Pare dilaksanakan berbarengan dengan kegiatan seleksi penerimaan siswa baru. Dimana menjadi salah satu persyaratan bagi siswa didik yakni lolos kesehatan baik fisik maupun mental.

    Sub Koordinator Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri, menambahkan, pemeriksaan kepada pada calon siswa SMA Boarding School ini meliputi screening penyakit tidak menular.

    Hasil pemeriksaan kemudian akan dilaporkan kepada pihak sekolah sebagai rekapitulasi sekaligus data rujukan jika ditemukan resiko penyakit yang dialami calon siswa. Hal ini dinilai sangat penting mengingat para siswa nantinya akan menjalani kehidupan asrama.

    “Nantinya hasil pemeriksaan ini kalau ditemukan faktor resiko (tensi tinggi, gula darah tinggi) nanti akan kita rujuk ke Puskesmas, dan kalau memang harus ada penanganan lanjutan akan dilanjutkan ke rumah sakit,” bebernya. [ADV PKP/nm]

  • Kata Epidemiolog soal MB.1.1, Varian Baru COVID-19 yang Dominan di Indonesia

    Kata Epidemiolog soal MB.1.1, Varian Baru COVID-19 yang Dominan di Indonesia

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengungkap beberapa varian COVID-19 yang terkait peningkatan kasus di Asia belakangan ini. Jika di Thailand dan Malaysia didominasi varian XEC, di Indonesia varian COVID-19 yang dominan adalah MB.1.1.

    “Dengan varian dominan yang beredar adalah MB.1.1,” tulis Plt Dirjen Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, Murti Utami, dalam edaran tentang kewaspadaan COVID-19 tertanggal 23 Mei 2025 tersebut.

    Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan tidak perlu kaget dan panik dengan kemunculan beberapa subvarian dari COVID-19. Menurutnya, mutasi dan kemunculan varian baru adalah mekanisme alami karena virus harus bisa bertahan dengan lebih mudah menginfeksi manusia.

    “Karena kalau di luar tubuh manusia, dia (virus) tidak akan bertahan lama, tidak lebih dari setengah hari. Dengan dia bisa cepat menginfeksi, virus akan terus bertahan dan berkembang, termasuk subvarian yang saat ini cukup dominan di Asia, Asia Tenggara,” terangnya saat dihubungi detikcom, Sabtu (31/5/2025).

    Dicky menyebut saat ini ada beberapa varian yang dominan, seperti LF-7, NB.1.8, MB.1.1 hingga LP.8.1. Menurutnya, semuanya memiliki karakter yang serupa, yaitu efektif dalam menginfeksi.

    Namun begitu, gejala yang muncul juga semakin ringan atau bahkan tidak bergejala. Sebab, imunitas yang terbentuk dapat mengatasi keparahan dari varian tersebut.

    “Mayoritas manusia saat ini sudah memiliki kekebalan terhadap subvarian-subvarian SARS-CoV-2 ini. Tidak seperti sebelum-sebelumnya,” tutur Dicky.

    Meskipun sebagian besar sudah memiliki imunitas atau kekebalan terhadap COVID-19, Dicky mengingatkan masih ada kelompok-kelompok yang rentan. Misalnya seperti lansia, anak-anak, dan orang-orang dengan komorbid, seperti diabetes tak terkendali hingga autoimun.

    NEXT: Antisipasi penularan

    Lantas, Apa yang Harus Dilakukan?

    Oleh karena itu, Dicky menyarankan untuk tetap menerapkan 3M yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjauhi kerumunan bisa tidak ada keperluan yang mendesak.

    Terkait vaksinasi, Dicky masih belum melihat adanya urgensi pada kelompok-kelompok, kecuali yang sangat rawan, mungkin perlu mendapatkan booster. Tetapi, harus dipastikan vaksinnya sudah diperbarui untuk menghadapi subvarian baru.

    “Tapi, bukan berarti vaksin lama sama sekali tidak memiliki manfaat ya. Bisa saja dia (vaksin) tidak cukup selektif untuk menghadapi subvarian baru ini,” terang Dicky.

    “Tapi, secara umum tidak perlu khawatir,” pungkasnya.

    Simak Video “Video Varian Covid-19 yang Mendominasi Indonesia Saat Ini “
    [Gambas:Video 20detik]

  • Gurih-Renyah Cuma di Lidah, Ini Risiko Jangka Panjang Mengonsumsi Minyak Babi

    Gurih-Renyah Cuma di Lidah, Ini Risiko Jangka Panjang Mengonsumsi Minyak Babi

    Jakarta – Minyak babi mengandung lemak jenuh yang tidak baik untuk kesehatan. Di luar faktor non halal, minyak babi dapat menimbulkan risiko berbagai penyakit jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

    Spesialis Gizi dari Alia Hospital, dr Dessy Suci Rachmawati, SpGK mengatakan minyak babi biasanya digunakan untuk menggoreng atau menumis. Karena faktor pemanasan, konsumsi minyak babi bisa berpotensi meningkatkan kolesterol.

    “Jadi dia akan menyebabkan peningkatan kolesterol. Kemudian dari segi kalori pun, minyak ini, kalau lemak dibandingkan dengan protein dan karbohidrat dia memang kalorinya paling tinggi,” kata dr Dessy kepada detikcom, Jumat (30/5/2025.)

    “Artinya kalau penumpukan kalori-kalori yang cukup tinggi ini, berarti dia akan menyumbang kalori yang cukup besar, yang nanti akhirnya ke surplus kalori yang menyebabkan obesitas. Nah obesitasnya ini dia juga berisiko ke penyakit metabolik. Selain dari penumpukan si plak kolesterolnya itu, yang sering kita dengar atherosclerosis itu ya. Kemudian kondisi obesitasnya ini sendiri, dia juga menyebabkan penyakit metabolik, seperti diabetes, hipertensi,” tambahnya

    Menurut dr Dessy, dari komposisinya saja, minyak babi sudah kurang baik, yaitu mengandung saturated fatty acid atau asam lemak jenuh. Ditambah dengan proses pemanasan dalam menggoreng, struktur lemaknya berubah jadi lemak jahat.

    “Jadi tetap disarankannya adalah dengan minyak-minyak yang nabati tadi yang kandungannya lebih baik, jadi seperti olive oil, minyak canola,” kata dr Dessy.

    Selain itu, minyak ikan juga lebih direkomendasikan. Meski demikian, proses memasaknya tetap perlu diperhatikan.

    “Kalaupun pakai minyak zaitun, sebetulnya tidak diperbolehkan untuk deep fried itu juga. Strukturnya akan rusak dan akhirnya tidak memberikan manfaat juga.
    Jadi lebih baik adalah kita perhatikan juga cara pengolahan makanannya itu bukan yang dengan menggoreng dengan minyak yang banyak itu deep fried itu, tapi lebih ke minyaknya Itu tadi bisa untuk dressing salad, Seperti itu yang tidak dipanaskan,” tambah dr Dessy.

    (elk/up)