Topik: diabetes

  • Kaki Terasa Panas Seperti Terbakar, Waspada Gejala Neuropati

    Kaki Terasa Panas Seperti Terbakar, Waspada Gejala Neuropati

    Jakarta

    Sensasi terbakar yang menyakitkan di kaki sering kali disebut sindrom kaki terbakar atau Grierson-Gopalan syndrome. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai kondisi medis.

    Dikutip dari laman WebMd, salah satu penyebab paling umumnya adalah kerusakan saraf di kaki atau yang disebut dengan neuropati. Sindrom ini sering kali dialami oleh pengidap diabetes.

    Penyebab Kaki Terasa Panas Seperti Terbakar

    Beberapa penyebab dari kaki terasa panas seperti terbakar di antaranya:

    1. Neuropati Diabetik

    Saat gula darah tetap terlalu tinggi dalam jangka waktu yang lama, kerusakan saraf bisa terjadi. Jenis neuropati paling umum yang menyebabkan rasa terbakar pada kaki adalah neuropati perifer. Neuropati ini memengaruhi saraf di kaki, tungkai, dan terkadang di tangan. Hingga 50 persen pengidap diabetes mengalami neuropati perifer. Adapun beberapa gejala dari neuropati perifer yaitu:

    Kesemutan atau nyeri seperti tersengat listrikArea yang terasa panas atau sensasi terbakarMati rasaKelemahan otot, keram atau nyeri

    Gejalanya bisa dimulai dari jari kaki dan ujung jari, lalu menjalar ke lutut dan siku. Sering kali rasa sakitnya memburuk di malam hari.

    Bagi pengidap neuropati diabetik, pengobatannya berarti menjaga kadar gula darah dalam kisaran normal. Biasanya hal ini memerlukan perubahan pola makan, obat oral, dan sering kali suntikan insulin.

    2. Neuropati Alkoholik

    Penyakit ini merupakan konsekuensi umum dari gangguan penggunaan alkohol. Alkohol memiliki efek toksik pada saraf di otak dan sumsum tulang belakang, yang membentuk sistem saraf pusat.

    Alkohol juga memengaruhi saraf perifer, termasuk saraf di kaki. Selain itu, orang yang menyalahgunakan alkohol sering mengalami malnutrisi, yang bisa menyebabkan kerusakan saraf.

    Dua pertiga orang dengan gangguan penggunaan alkohol mengalami neuropati alkoholik. Karena itu, berhenti minum alkohol berat bisa mencegah kerusakan saraf yang berkelanjutan dan memungkinkannya pulih.

    3. Penyakit Arteri Perifer

    Arteri perifer menyebabkan penyempitan arteri yang mengalirkan darah ke kaki dan telapak kaki. Hal ini mengurangi jumlah darah kaya oksigen yang mencapai saraf. Jika penyakit ini parah, kemungkinan pengidapnya akan mengalami rasa terbakar yang hebat di telapak kaki.

    Adapun obat-obatan untuk mengobati penyakit arteri perifer di antaranya statin untuk menurunkan kolesterol jahat, obat diabetes, hingga obat tekanan darah.

    4. Kaki Atlet

    Kaki atlet merupakan infeksi jamur yang berkembang di bagian kulit yang hangat dan lembap. Sepatu dan kaus kaki yang berkeringat, serta kelembapan menciptakan lingkungan yang ideal bagi jamur untuk berkembang biak.

    Selain rasa terbakar, kemungkinan pengidapnya juga merasakan sensasi gatal dan perih di telapak kaki dan sela-sela jari kaki. Obat antijamur bisa menyembuhkan infeksi jamur dan meredakan gejalanya.

    Cara Mengatasi Kaki Terasa Panas di Rumah

    Ada beberapa cara yang bisa dilakukan di rumah untuk membantu meredakan ketidaknyamanan karena kaki terbakar.

    Rendam kaki dengan air sejuk, bukan dingin, selama 15 menit untuk membantu meredakan gejala sementara. Mengarahkan kipas angin dengan embusan udara sejuk juga bisa membantu.Kenakan pakaian yang menyerap keringat saat tidur.Kenakan alas kaki yang nyaman, seperti sepatu penyangga lengkung dan ujung terbukaTidur di ruangan yang sejuk.

    (elk/suc)

  • Pakar Ingatkan Risiko Penyakit Pascabencana di Aceh-Sumut

    Pakar Ingatkan Risiko Penyakit Pascabencana di Aceh-Sumut

    Jakarta

    Di tengah proses evakuasi dan penanganan darurat bencana banjir dan longsor di Aceh serta Sumatera Utara, para ahli kesehatan mengingatkan adanya potensi lonjakan penyakit menular dan memburuknya kondisi pasien penyakit tidak menular (PTM) di wilayah terdampak.

    Polda Sumatera Utara mencatat sedikitnya 34 orang meninggal dunia akibat bencana alam yang melanda sejumlah daerah sejak 24 hingga 26 November 2025. Korban jiwa terbanyak berada di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), yakni 17 orang, disusul Sibolga (8 orang), Tapanuli Tengah (4 orang), Pakpak Bharat (2 orang), Humbang Hasundutan (2 orang), dan Nias Selatan (1 orang).

    “Data ini masih bersifat sementara dan terus diperbarui,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan, Jumat (28/11/2025).

    Ancaman Penyakit Menular Pascabencana

    Kondisi lapangan yang masih rentan, bantuan logistik belum merata, sejumlah titik masih terdampak longsor dan banjir, membuat potensi penularan penyakit cukup tinggi.

    Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan setidaknya empat kelompok penyakit menular yang perlu diantisipasi di wilayah bencana, seperti

    Penyakit yang ditularkan melalui air (water-borne diseases) seperti diare, hepatitis A, dan penyakit kulit.Penyakit yang ditularkan lewat makanan (foodborne diseases) akibat higienitas yang buruk, termasuk keracunan makanan.Penyakit paru dan pernapasan, misalnya ISPA dan pneumonia, yang mudah menular di lokasi pengungsian.Penyakit yang menular melalui kontak langsung antar-manusia, seperti infeksi kulit atau penyakit mata.

    “Keempat kelompok penyakit ini saling berkaitan. Dalam situasi bencana, penurunan kualitas air, sanitasi buruk, dan padatnya pengungsian membuat risiko penularan meningkat tajam,” beber pria yang sempat menjadi Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, saat dihubungi detikcom Jumat (28/11/2025).

    Ia menambahkan kelompok rentan pada kondisi pascabencana tidak hanya terbatas pada lansia, anak-anak, pengidap komorbid dan gangguan imunitas.

    “Biasanya kita sebut rentan adalah lansia, anak-anak, dan mereka dengan komorbid atau imunitas lemah. Tetapi pada keadaan bencana, masyarakat umum yang rumah atau desanya terdampak dapat menjadi rentan pula terhadap berbagai penyakit,” jelasnya.

    Perubahan lingkungan yang drastis, stres, kurang tidur, air bersih terbatas, hingga paparan dingin membuat populasi sehat sekalipun menjadi lebih mudah terinfeksi.

    Ketersediaan air bersih menjadi faktor paling krusial dalam mencegah penyakit pascabencana.

    Pakar menegaskan risiko yang muncul tidak hanya penyakit yang secara klasik dikategorikan sebagai water-borne disease, tetapi juga penyakit lain yang mekanisme penularannya dipengaruhi sanitasi yang buruk.

    “Keempat jenis penyakit menular tadi perlu diantisipasi bersamaan. Krisis air bersih memperburuk banyak aspek, dari kebersihan makanan, higiene pribadi, hingga kualitas lingkungan,” katanya.

    Bencana juga berpotensi memperparah kondisi mereka yang mengidap penyakit tidak menular. Diabetes, akibat pola makan dan minum yang tidak teratur. Penyakit paru kronik (PPOK), yang dapat mengalami eksaserbasi akut karena lembap atau paparan debu serta hipertensi dan penyakit jantung, yang bisa kambuh akibat stres dan kurangnya obat rutin.

    “Situasi bencana dapat membuat pasien PTM tidak bisa mengakses obat atau kontrol rutin, sehingga risiko komplikasi meningkat,” ujarnya.

    Simak Video “Video: Menkes Pastikan Korban Longsor dan Banjir Sumut Dapat Layanan Kesehatan “
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Sering Jadi ‘Silent Killer’, Kenali Tanda-tanda Serangan Jantung

    Sering Jadi ‘Silent Killer’, Kenali Tanda-tanda Serangan Jantung

    Jakarta

    Serangan jantung kerap disebut sebagai silent killer karena gejalanya sering muncul tanpa disadari. Bahkan, tak sedikit orang baru menyadari serangan jantung ketika kondisinya sudah parah. Padahal, mengenali gejala awal penyakit jantung dapat meningkatkan peluang penanganan cepat dan menyelamatkan nyawa.

    Dokter Klinik Jantung dan Pembuluh Darah, Bethsaida Hospital Tangerang, dr. Raja Adil C. Siregar menjelaskan serangan jantung (infark miokard) adalah suatu serangan akut (tiba-tiba) yang disebabkan tertutupnya aliran darah pada pembuluh darah koroner. Pembuluh darah koroner bertugas memberi pasokan darah yang berisi makanan dan oksigen ke otot jantung, agar otot jantung dapat memompa darah ke seluruh tubuh.

    “Karena aliran darahnya tertutup maka otot jantung yang tidak mendapat pasokan darah akan ‘menjerit’ secara tiba-tiba. Dapat terjadi nyeri dada (angina) disertai gejala penyerta lain sebagai akibat dari berkurangnya performance jantung,” ujar dr. Raja Adil dikutip dari situs resmi Bethsaida Hospital, Jumat (28/11/2025).

    dr. Raja Adil menjelaskan gejala dan tanda penyakit jantung tergantung dari berbagai faktor, seperti pembuluh koroner mana yang terkena, letaknya dan bentuknya. Kemudian, adanya penyakit penyerta (seperti diabetes), usia, jenis kelamin dan berbagai faktor lainnya.

    “Salah satu gejala penyakit jantung adalah apabila ada gejala nyeri dada kiri seperti tertekan benda berat, menjalar ke lengan kiri/punggung/leher, keringat dingin, sesak nafas, berdebar dll, kita dapat mencurigai itu sebagai tanda serangan jantung, tetapi apabila tidak ada gejala atau tidak berat gejalanya, tidak berarti bukan serangan jantung. Itu sebabnya serangan jantung disebut sebagai ‘silent killer’ (pembunuh diam-diam), artinya bisa saja tanpa gejala sekalipun dapat langsung fatal,” paparnya

    Tips Menghindari Serangan Jantung

    dr. Raja Adil pun membagikan tips menghindari serangan jantung. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan (cek) ke dokter lebih awal, jangan menunggu ada gejala.

    “Apabila menunggu gejala baru melakukan pemeriksaan, sering ternyata penyakit sudah lanjut, sehingga lebih sukar diobati dan tentu saja lebih berisiko untuk terjadi komplikasi. Periksakanlah diri anda seawal mungkin,” katanya.

    Saat ini, Bethsaida Hospital menyediakan berbagai paket untuk mendeteksi dini resiko kelainan pada jantung, dengan pengecekan nilai kalsium pada pembuluh darah. Ada pula Calcium Scoring, yakni pemeriksaan nilai kalsium pada pembuluh darah jantung menggunakan CT Scan.

    Metode ini merupakan cara non – invasif untuk memperoleh informasi tentang keberadaan, lokasi dan kadar sumbatan di arteri koroner (pembuluh darah yang mensuplai darah yang mengandung energi dan oksigen ke otot jantung).

    (akd/ega)

  • Peneliti Unair Temukan Mikroplastik dalam Air Ketuban-Urine, Bisa Begini Dampaknya

    Peneliti Unair Temukan Mikroplastik dalam Air Ketuban-Urine, Bisa Begini Dampaknya

    Jakarta

    Penelitian mengenai keberadaan mikroplastik dalam tubuh manusia kembali menunjukkan kenyataan yang mengkhawatirkan. Hal itu diungkapkan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Dr Lestari Sudaryanti dr MKes dalam penelitian yang dilakukan di daerah Gresik, Jawa Timur.

    Ia mengungkap temuan mikroplastik tidak hanya pada pekerja pemilah sampah, tetapi juga pada air ketuban ibu hamil, darah, dan urine.

    Fakta tersebut ia temukan berdasarkan sampel yang diambil dari pekerja pemilah sampah di tiga daerah, yakni (Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ngitik, Bawean, dan Wringin Anom. Juga, pada air ketuban ibu hamil di Puskesmas dan rumah sakit di Gresik, berkolaborasi dengan NGO Wonjin dari Korea untuk analisis darah dan urine.

    “Untuk air ketuban itu, total sampel sekitar 48 dan semuanya positif mengandung mikroplastik,” ungkapnya, dikutip dari laman Unair, Kamis (27/11/2025).

    Dr Lestari menambahkan mikroplastik juga ditemukan dalam urine dengan jumlah partikel yang berbeda-beda. Semua perhitungan dilakukan menggunakan mikroskop untuk mengetahui jumlah partikel per mililiter.

    Adapun hasil identifikasi lengkap dari Korea masih dalam proses, namun secara garis besar diketahui bahwa jenis mikroplastik yang ditemukan terutama dari golongan phthalates. Selain itu, analisis awal menunjukkan keberadaan berbagai senyawa seperti naphthalene, fluorine, pyrene, styrene, serta logam berat seperti kadmium (Cd), timbal, krom (Cr), dan nikel.

    “Plastik yang lentur-lentur itu banyak mengandung phthalates, terutama plastik sekali pakai,” jelasnya.

    Menurutnya, logam berat dapat melekat pada plastik sebagai stabilisator sehingga ikut masuk ke dalam. Untuk memahami bagaimana mikroplastik masuk ke air ketuban, tim peneliti juga menganalisis darah ibu.

    Pengiriman sampel ke luar negeri dilakukan dalam bentuk plasma dan whole blood karena lebih memungkinkan daripada membawa sampel air ketuban.

    Dampak Mikroplastik

    Secara teori, paparan mikroplastik dapat memicu stres oksidatif dan inflamasi, yang kemudian mempengaruhi metabolisme tubuh, termasuk hormon.

    “Plastik itu bersifat estrogenik, jadi berisiko pada penyakit-penyakit yang terkait estrogen, misalnya PCOS,” jelasnya.

    Dr Lestari memaparkan bahwa mikroplastik dapat masuk melalui inhalasi, oral, maupun kulit. Pada sistem pernapasan, mikroplastik dapat terdeposit di alveoli dan berdampak pada gangguan pernapasan seperti PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

    Lebih jauh lagi, akumulasi plastik dapat mempengaruhi insulin dan metabolisme, sehingga berpotensi meningkatkan risiko diabetes, hipertensi, dan obesitas.

    “Berdasarkan pengukuran objektif pada petugas pemilah sampah perempuan itu, kita melihat angka temuan obesitasnya tinggi, sekitar 48 persen kemudian gizi lebihnya itu 17 persen.” ungkapnya.

    Mikroplastik Bisa Masuk ke Organ Penting Termasuk Otak

    Tak hanya itu, Dr Lestari juga memaparkan mikroplastik bisa menyebar secara sistemik melalui darah dan mencapai organ-organ penting, termasuk otak. Sejumlah riset juga menunjukkan kemampuan mikroplastik menembus sawar otak.

    Dalam pengujian mikroskopis, mikroplastik memiliki beragam bentuk seperti fiber, filament, dan microbeads.

    “Dan microbeads ini yang banyak pada produk skincare yang untuk kaya pembersih muka, untuk mengurangi jerawat.”

    Masuknya mikroplastik ke tubuh manusia juga berkaitan dengan berbagai proses lingkungan, mulai dari kondensasi di awan, turunnya hujan, absorbsi oleh tanaman, hingga masuk ke rantai makanan melalui plankton dan ikan.

    Dampak Mikroplastik pada Bayi

    Di sisi lain, temuan seluruh air ketuban pada 48 sampel mengandung mikroplastik memunculkan kekhawatiran tersendiri.

    Dr Lestari menjelaskan pemeriksaan Malon DLDH menunjukkan peningkatan kadar pada sebagian sampel, meski analisis korelasi dengan jumlah partikel mikroplastik masih berlangsung.

    “Bayi itu makan air ketuban. Jadi pasti ada impact-nya,” ujarnya.

    Meski begitu, ia menegaskan untuk mengetahui dampak lebih spesifik, perlu adanya penelitian lebih lanjut termasuk studi pada hewan coba. Pada penelitian ini, sebagian besar berat badan bayi berada dalam kategori normal, meski ditemukan sejumlah kasus berat badan lahir rendah.

    Ia memberikan beberapa langkah pencegahan terutama bagi masyarakat yang berisiko tinggi terpapar mikroplastik, seperti pekerja di lingkungan TPA. “

    Harus pakai alat pelindung diri, masker, dan cuci tangan dengan bersih. Otomatis juga harus rutin kontrol kesehatan. Karena kecenderungan obesitas dan gizi yang lebih banyak, perempuan yang lebih rentan terhadap plastik membawa risiko itu saat hamil. Bayi dalam lingkungan penuh stres oksidatif pun akan mengalami dampaknya pada metabolisme,” pungkas Dr Lestari.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Menkes Ungkap Cara Simpel Cegah Gula Darah Melonjak Meski Porsi Makan Banyak

    Menkes Ungkap Cara Simpel Cegah Gula Darah Melonjak Meski Porsi Makan Banyak

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membagikan cara simpel agar tetap menikmati makanan dengan porsi cukup tanpa memicu gula darah melonjak drastis. Menkes menyoroti pentingnya urutan menyantap makanan terhadap respons glukosa tubuh.

    Budi mencontohkan konsep hidangan yang lazim ditemukan di restoran, yakni appetizer, main course, dan dessert. Menurutnya, susunan tersebut bukan hanya soal estetika penyajian, tetapi juga berkaitan dengan cara tubuh merespons makanan.

    “Saya mau kasih tips biar kita makannya tetap enak, lumayan banyak, tapi gula darahnya tidak naik melesat,” jelas Budi dalam akun Instagram pribadinya, Rabu (26/11/2025).

    Dimulai dari Sayuran

    Budi menceritakan pengalamannya menggunakan alat pemantau glukosa yang ditempel di kulit. Dari situ, ia menemukan kadar gula darah meningkat lebih cepat jika langsung memilih main course.

    “Makanya mulainya harus appetizer dulu, dan usahakan appetizer-nya itu sayur-sayuran,” katanya.

    Menurutnya, konsumsi serat di awal dapat membantu memperlambat penyerapan glukosa. Setelah sayuran, barulah seseorang dianjurkan menyantap sumber protein.

    Setelah sayur dan protein, barulah mengonsumsi makanan karbohidrat. Dessert atau hidangan penutup diletakkan paling akhir.

    “Nah kalau urutan disesuaikan seperti ini, gula darah kita pasti jauh di bawah, dibandingkan kita langsung makan main course,” beber Budi.

    Budi menekankan pengaturan urutan makan ini dapat menjadi langkah sederhana untuk membantu masyarakat menjaga kadar gula darah, terutama di tengah tingginya prevalensi diabetes di Indonesia.

    Meski begitu, ia tetap mengingatkan pola makan seimbang, aktivitas fisik, dan pemantauan kesehatan secara berkala tetap diperlukan, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko atau sudah terdiagnosis diabetes. Pemilihan penyajian makanan juga tak kalah penting dengan memperbanyak makanan yang diolah dengan cara dikukus dan direbus.

    (naf/naf)

  • Makan Buah Bikin Diabetes? Salah, Nggak Semua yang Manis Itu Jahat

    Makan Buah Bikin Diabetes? Salah, Nggak Semua yang Manis Itu Jahat

    Jakarta

    Belakangan, marak ajakan untuk mengurangi konsumsi buah karena dianggap bisa memicu diabetes. Anggapan seperti ini membuat banyak orang mendadak ragu makan buah padahal buah adalah salah satu sumber vitamin dan serat yang justru mendukung pengendalian gula darah.

    Di tengah kondisi Indonesia yang konsumsi buahnya masih rendah, munculnya pesan menakutkan seperti ini akhirnya membuat masyarakat semakin jauh dari makanan sehat.

    Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar 96,7 persen penduduk belum memenuhi anjuran konsumsi sayur dan buah setiap hari. Angka ini masih sangat jauh dari rekomendasi dua hingga tiga porsi buah sehari.

    Ketika konsumsi buah masih serendah ini, kecenderungan takut makan buah jelas bisa memperburuk situasi. Padahal memperbanyak buah dalam keseharian adalah langkah sederhana yang dapat meningkatkan kualitas gizi Indonesia untuk mendapatkan vitamin, serat, serta antioksidan.

    Beberapa manfaat makan buah adalah sebagai berikut:

    1. Membantu Kontrol Gula Darah

    Salah satu alasan mengapa buah penting bagi kesehatan adalah karena kandungan serat larutnya. Serat jenis ini membantu memperlambat penyerapan glukosa sehingga kenaikan gula darah terjadi lebih stabil. Serat juga membantu menjaga rasa kenyang sehingga membantu pola makan lebih teratur sepanjang hari.

    2. Mencegah Resistensi Insulin

    Buah memiliki berbagai antioksidan alami yang mendukung fungsi metabolik tubuh. Publikasi di jurnal Antioxidants tahun 2021 menjelaskan bahwa antioksidan dari makanan mampu menekan stres oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas sehingga berkontribusi pada penurunan risiko resistensi insulin. Ketika tubuh memiliki perlindungan yang lebih baik terhadap radikal bebas, fungsi insulin dapat bekerja lebih optimal dan risiko diabetes dapat ditekan.

    3. Membantu Metabolisme

    Kandungan serat dan air dalam buah membuat metabolisme tubuh bekerja lebih efisien. Rutin makan dua hingga tiga porsi buah sesuai anjuran “Tumpeng Gizi Seimbang” memberi efek positif pada pencernaan, hidrasi dan pengaturan nafsu makan. Dalam banyak penelitian, konsumsi buah berkaitan dengan risiko lebih rendah terhadap sindrom metabolik yang merupakan salah satu pintu awal terjadinya diabetes. Semua manfaat ini akan hilang jika orang terus menghindari buah.

    Manisnya Buah Beda dengan Gula Tambahan

    Gula alami yang ada dalam buah berada dalam matriks yang terdiri dari air, serat, vitamin dan mineral. Semua komponen ini membuat proses penyerapan glukosa berlangsung lebih lambat dibandingkan gula tambahan dari minuman manis atau kue. Kandungan gula pada mayoritas buah pun tergolong rendah. Selama buah dimakan dalam porsi wajar, gula alami yang ada di dalamnya tidak menimbulkan masalah bagi orang sehat.

    Banyak orang yang hidup dengan diabetes merasa harus menghindari buah sepenuhnya. Pengidap diabetes harus tetap mengonsumsi buah tiap hari dengan catatan porsinya terukur dan jenisnya dipilih sesuai indeks glikemik yang rendah. Hal ini agar tetap mendapat vitamin dan mineral tanpa mengganggu kestabilan gula darah. Memilih buah dengan indeks glikemik rendah membuat pengidap diabetes tetap bisa menikmati manfaat buah sekaligus menjaga gula darah tetap stabil.

    Masalah kesehatan seringkali dipandang dari satu sisi sehingga buah ikut disalahpahami sebagai pemicu diabetes. Padahal kondisi ini dipengaruhi banyak faktor mulai dari berat badan berlebih, kurang aktivitas fisik, kebiasaan makan tinggi kalori, kualitas tidur yang buruk hingga faktor genetik. Ketika fokus salah arah, justru melewatkan hal hal yang sebenarnya jauh lebih berperan dalam memicu diabetes.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Gula Berlebihan, Bahaya Mengintai!”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • Ini Gejala Stroke ‘Tersembunyi’ yang Jarang Disadari Orang Usia Muda

    Ini Gejala Stroke ‘Tersembunyi’ yang Jarang Disadari Orang Usia Muda

    Jakarta

    Stroke sering muncul tanpa peringatan. Dalam hitungan menit, ketidakseimbangan tiba-tiba, penglihatan kabur, atau bicara cadel yang bisa berubah menjadi kondisi darurat yang mengancam nyawa.

    Sel-sel otak mulai mati, kemampuan bicara, berpikir, hingga bergerak dapat hilang selamanya. Menurut ahli bedah saraf Dr Sunil Kutty dari New Era Hospital, Navi, Mumbai, kunci keselamatan selalu sama, yaitu kenali dengan cepat dan bertindak dengan cepat.

    “Stroke membutuhkan penanganan yang tepat waktu. Pengenalan dini dapat membuat perbedaan besar dalam mencegah kecacatan atau kematian,” tuturnya yang dikutip dari Times of India.

    Dr Kutty menegaskan stroke kini bukan hanya berisiko pada orang lanjut usia. Orang-orang yang berusia muda juga semakin rentan, terutama jika faktor risiko tersembunyi seperti gangguan tidur tidak disadari.

    Tanda-tanda Stroke yang Sering Tak Terlihat

    “Stroke terjadi saat aliran darah ke otak tersumbat atau pembuluh darah pecah, memutus suplai oksigen. Yang dalam hitungan menit, bisa menyebabkan kerusakan serius,” jelas Dr Kutty.

    Penanganan yang cepat sangat menentukan hasil. Berdasarkan studi tahun 2020 di Neurology, menunjukkan pasien yang mendapat perawatan dalam 0-90 menit memiliki waktu pemulihan 3 bulan yang jauh lebih baik.

    Dari studi tahun 2024 di Journal of Clinical Medicine juga menegaskan bahwa pengenalan dini adalah kunci mengurangi keterlambatan terapi.

    Faktor Risiko Stroke Tersembunyi

    Salah satu faktor risiko terbesar yang sering terlewat adalah apnea tidur obstruktif atau obstructive sleep apnea (OSA). Dr Amit Kulkarni dari Sakra World Hospital menyebut OSA sebagai penyebab ‘diam-diam’ stroke pada pasien muda.

    “Sekitar 50-70 persen orang yang mengalami stroke juga mengidap apnea tidur. OSA kini diakui sebagai salah satu faktor risiko utama stroke berulang,” terangnya.

    Penelitian 2005 di New England Journal of Medicine menemukan bahwa OSA meningkatkan risiko stroke atau kematian hampir dua kali lipat. Bahkan, setelah memperhitungkan hipertensi dan diabetes.

    Tinjauan tahun 2019 di Sleep Disorders & Stroke kembali menekankan perlunya skrining rutin.

    “Jika OSA tidak diobati pada pasien yang pernah mengalami stroke, risiko kekambuhan bisa mencapai 50 persen dalam dua tahun,” kata Dr Kulkarni.

    Maka dari itu, gejala seperti dengkuran berat, napas tersengal saat tidur, atau kantuk ekstrem di siang hari bukan hal sepele.

    ‘Golden Time’ Penanganan Stroke

    Pada stroke iskemik, obat pengencer darah harusnya diberikan maksimal 4,5 jam setelah gejala muncul. Pada kasus oklusi besar, prosedur trombektomi mungkin dibutuhkan. Jika terlambat sedikit saja bisa mengubah hidup seseorang.

    Sementara pada stroke hemoragik, intervensi cepat sama pentingnya. Tindakan terlambat dapat meningkatkan risiko kematian dan kecacatan permanen.

    “Setiap menitnya sangat berharga. Maka dari itu, kenali tanda-tandanya tanpa menunda,” beber Dr Kutty.

    Kecepatan mengenali dan mengatasi faktor risiko stroke dapat mencegah terjadinya keparahan. Salah satu tanda yang ditekankan adalah apnea tidur obstruktif.

    “Apnea tidur obstruktif adalah risiko tersembunyi. Bukan hanya untuk penyakit jantung, tetapi juga untuk stroke,” pungkas Dr Kulkarni.

    Halaman 2 dari 3

    (sao/kna)

  • Terungkap Lewat Studi, Kebiasaan Makan Ini Ternyata Bisa Bikin Depresi

    Terungkap Lewat Studi, Kebiasaan Makan Ini Ternyata Bisa Bikin Depresi

    Jakarta

    Makanan junkfood, seperti pizza, ayam goreng krispi, dan es krim memang lezat. Namun, beberapa penelitian menunjukkan makanan-makanan ini bisa membahayakan kesehatan fisik, bahkan mental.

    Faktanya, penelitian terbaru memperingatkan bahwa makanan ultra-olahan atau ultra-processed food bisa memicu ‘pandemi’ penyakit kronis. Hal tersebut tidak mengheranlan, sebab makanan ini biasanya tinggi kalori, lemak, gula, dan garam tambahan, sehingga bisa meningkatkan risiko obesitas serta kondisi terkait, seperti penyakit jantung, strike, dan diabetes tipe 2.

    Para ahli di dunia juga memperingatkan bahwa pola makan kaya makanan ultra olahan bisa menyebabkan penyakit ginjal, penyakit radang usus, dan kanker tertentu.

    Dikutip dari laman New York Post, ada satu dampak utama yang tidak terlalu menarik perhatian dibandingkan lainnya yaitu depresi. Penelitian terbaru dari Pakistan mengaitkan konsumsi banyak makanan ultra-olahan dengan risiko 20 persen hingga 50 persen lebih terkena depresi. Hal itu ditandai dengan hilangnya keinginan untuk beraktivitas dan perasaan sedih dan putus asa yang terus menerus.

    “Hubungan ini tetap signifikan bahkan setelah disesuaikan dengan potensi faktor pengganggu,” tulis para penulis studi minggu ini di European Medical Journal Gasroenterology.

    Para peneliti meninjau sembilan studi dengan lebih dari 79.700 peserta untuk menarik kesimpulan ini. Terdapat beberapa teori yang mendukung hubungan ini.

    Salah satunya adalah makanan cepat saji dapat langsung menyebabkan lonjakan gula darah, yang dikaitkan dengan suasana hati yang negatif, stres, dan kecemasan. Makanan ini juga kekurangan nutrisi penting, seperti vitamin B, vitamin D, magnesium, dan asam lemak omega-3, yang penting untuk kesehatan otak. Hubungan antara otak dan usus adalah kuncinya.

    “Penelitian menunjukkan bahwa mikrobiota usus individu yang depresi berbeda secara signifikan dibandingkan individu yang sehat,” catat para peneliti dari Pakistan.

    “Dari data yang ada, penulis dapat menyimpulkan bahwa bakteri usus dapat bereaksi dengan sistem saraf dan mengakibatkan depresi.”

    Para penulis studi menekankan, bakteri usus menghasilkan zat kimia yang berkaitan dengan suasana hati, yaitu serotonin, dopamin, dan Gamma-Aminobutyric Acid (GABA). Mengganggu keseimbangan bakteri yang sensitif ini bisa mengubah kadar neurotransmitter.

    Dikutip dari laman Cleveland Clinic, neurotransmitter membawa pesan dari satu sel saraf melintasi ruang ke sel saraf otot, atau kelenjar berikutnya. Pesan-pesan ini membantu dalam menggerakkan anggota tubuh, merasakan sensasi, hingga merespons semua informasi yang diterima tubuh dari bagian dalam dan lingkungan sekitar.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/suc)

  • Urolog Beberkan 4 Minuman yang Tak Baik untuk Ginjal, Kerap Dikonsumsi Warga +62

    Urolog Beberkan 4 Minuman yang Tak Baik untuk Ginjal, Kerap Dikonsumsi Warga +62

    Jakarta

    Banyak orang menikmati soda bersoda, hingga minuman berenergi tanpa menyadari bahwa kebiasaan sehari-hari ini dapat perlahan memengaruhi kesehatan ginjal. Ginjal bekerja tanpa henti untuk menyaring racun, mengatur tekanan darah, menyeimbangkan mineral, dan menjaga hidrasi tubuh.

    Saat minuman tertentu memberi beban tambahan yang tidak diperlukan, dampaknya sering kali tidak terasa di awal. Namun, ‘stres’ yang menumpuk dapat memengaruhi fungsi ginjal jauh sebelum gejala muncul. Banyak orang yang memilih minuman manis untuk kepraktisan atau dorongan energi sering kali tidak menyadari bahwa kandungannya dapat menambah beban kerja ginjal.

    dr Tarek Pacha, urolog asal Michigan, membagikan empat jenis minuman yang menurutnya berpotensi merusak kesehatan ginjal.

    1. Soda

    Soda sangat sering diminum saat makan karena dianggap membantu pencernaan dan membuat makanan lebih mudah ditelan. Namun, soda berada di posisi teratas dalam daftar minuman ‘pengganggu’ kesehatan ginjal menurut dr Pacha.

    “Mereka mengandung banyak asam fosfat yang dapat memicu batu ginjal dan, dalam jangka panjang, merusak fungsi ginjal. Kandungan gulanya yang tinggi juga menyebabkan obesitas, hipertensi, dan diabetes, tiga faktor risiko utama kerusakan ginjal,” jelasnya, dikutip dari Hindu Times.

    Soda memang telah lama dikaitkan dengan kenaikan berat badan, lonjakan gula darah, dan tekanan darah tinggi, semuanya menjadi pemicu kerusakan ginjal.

    2. Kopi berlebihan

    Saat merasa lelah, banyak orang cenderung mencari kopi atau minuman energi untuk meningkatkan fokus dan tetap terjaga. Namun, kadar kafein yang tinggi pada minuman ini justru dapat membahayakan ginjal. dr Pacha menekankan bahwa dehidrasi adalah salah satu efek utama dari konsumsi kafein berlebih.

    Dehidrasi membuat ginjal bekerja lebih keras, dan dalam jangka panjang menambah beban yang dapat meningkatkan risiko kerusakan ginjal.

    Sebagai gantinya, dr Pacha menyarankan memilih kopi berkualitas baik dan bebas jamur, serta membatasinya 2-3 cangkir per hari.

    3. Sports drinks

    Setelah aktivitas fisik berat, sports drink sering dianggap sebagai solusi cepat untuk mengganti elektrolit. Namun, dr Pacha memperingatkan bahwa banyak minuman olahraga mengandung bahan yang tidak sehat. Salah satu kekhawatiran utamanya adalah pewarna makanan. Selain itu, minuman ini juga tinggi gula, terutama pemanis buatan, yang dapat memicu lonjakan gula darah dan memberikan tekanan tambahan pada ginjal.

    4. Smoothie

    Smoothie mungkin terasa mengejutkan sebagai bagian dari daftar minuman yang bisa mengganggu kesehatan ginjal. Meski sering dianggap sehat, tidak semua smoothie ramah bagi ginjal.

    Banyak smoothie mengandung sayuran berdaun seperti bayam dan kale. Meskipun bermanfaat, porsinya perlu diperhatikan karena dalam jumlah besar dapat mengandung banyak oksalat, zat yang dapat meningkatkan risiko batu ginjal.

    dr Pacha menyarankan untuk tetap mengutamakan hidrasi dengan cairan yang ‘bersih’ dan sederhana.

    Ditinjau oleh: Mhd. Aldrian, S.Gz, lulusan ilmu gizi Universitas Andalas, saat ini menjadi penulis lepas di detikcom.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Dialami Wanita Wonogiri, Neurolog Beberkan Alasan Stroke Bisa Terjadi di Usia Muda

    Dialami Wanita Wonogiri, Neurolog Beberkan Alasan Stroke Bisa Terjadi di Usia Muda

    Jakarta

    Stroke tidak hanya menyerang orang lanjut usia, tetapi juga dapat terjadi pada usia muda. Hal ini dialami oleh Delia, seorang wanita asal Wonogiri, Jawa Tengah, yang terkena stroke pada 29 Agustus 2025, saat usianya baru 20 tahun.

    Ia mengaku kondisi tersebut dipicu oleh banyaknya masalah yang membuatnya mengalami stres berat. “Awalnya emang lagi ada masalah yang menurutku ni bener-bener buat aku down gitu. Jadinya kepikiran berat,” ucapnya melalui akun TikTok-nya atas izin yang bersangkutan, Sabtu (22/11/2025).

    Gejala awal yang dirasakan Delia berupa pusing hebat disertai kesulitan berbicara. Tubuhnya masih dapat digerakkan, tetapi terasa sangat lemas.

    Delia sempat menunggu karena mengira gejalanya akan membaik dengan sendirinya. Namun hingga dua jam berlalu, kemampuan bicaranya tak juga pulih. Walhasil dirinya langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.

    “Pas di rumah sakit di Wonogiri deket rumah, itu cuma pembengkakan otak itu sudah di CT scan. Tapi dokter spesialisnya bilang kalau cuma pembengkakan otak kok nggak bisa ngomong, ini harus di MRI gitu kan mangkanya dirujuk ke rumah sakit yang ada di Solo,” katanya.

    Setelah dirujuk, Delia menjalani MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT scan (Computed Tomography), dan serangkaian pemeriksaan lainnya. Bahkan Ia ditempatkan di ruang High Care Unit (HCU) untuk pemantauan intensif karena gejalanya mengarah pada stroke.

    “Di rumah sakit solo. Transcranial Doppler (TCD) nya itu hasilnya penyumbatan di pembuluh darah dan kaku gitu pembuluh darahnya. Jadi kalo banyak pikiran pembuluh darahnya bakal mengkaku dan menyumbat lagi,” tuturnya lagi.

    Setelah lima hari di HCU dan menjalani terapi, kondisinya berangsur membaik. Kemampuan bicaranya perlahan kembali, meski masih terdengar pelo. Delia kemudian diperbolehkan pulang dengan terapi lanjutan dan obat pengencer darah yang harus diminum setiap hari.

    Meski kondisi berangsur membaik, ia mengaku sempat kembali ‘kolaps’. Menurutnya, hal itu terjadi karena ia kembali mengalami stres.

    “Kambuh itu. Hampir gak ada. Sumpah kayak aduh sampe matanya udah (madep) keatas. Nggak bisa ngomong lagi. Tangan udah dingin, kaki udah dingin. Ah udah gitu lah pokoknya. Itu juga karena aku ada pikiran lagi, berlebihan lagi. Kayak terlalu apa yang aku pikirin itu kayak terlalu over gitu loh,” sambungnya.

    Pemicu stroke di usia muda

    Direktur Medik dan Keperawatan RS PON, dr Reza Aditya Arpandy, SpS, menjelaskan penyebab stroke di usia muda kerap kali berbeda dengan usia lanjut. Beberapa pemicu yang cukup sering ditemukan antara lain kelainan pembuluh darah bawaan, seperti aneurisma (pelebaran pembuluh darah yang mudah pecah) dan AVM/arteriovenous malformation (hubungan abnormal antara arteri dan vena).

    Selain itu, lanjutnya, ada penyakit jantung tertentu yang bisa membuat bekuan darah naik ke otak, misalnya kelainan katup jantung, PFO/patent foramen ovale (lubang kecil yang tidak menutup sejak lahir), atau aritmia seperti atrial fibrillation.

    “Gangguan pembekuan darah juga bisa meningkatkan risiko, misalnya kondisi trombofilia, antiphospholipid syndrome, atau kelainan genetik yang membuat darah terlalu mudah menggumpal,” katanya saat dihubungi detikcom, Senin (24/11/2025).

    “Stroke pada usia muda juga bisa dipicu oleh cedera leher yang menyebabkan robekan pembuluh darah, serta penyakit seperti lupus, vaskulitis, atau infeksi tertentu. Pada sebagian kecil kasus, migrain berat juga berperan,” lanjutnya.

    Sementara dari sisi gaya hidup, dr Reza mengatakan faktor risiko seperti merokok, kurang tidur, obesitas, konsumsi minuman berenergi berlebihan, serta penggunaan pil kontrasepsi pada perempuan yang merokok atau memiliki migrain turut meningkatkan risiko. Terlebih banyak anak muda tidak menyadari bahwa mereka memiliki tekanan darah tinggi atau diabetes tanpa gejala.

    “Karena itu, stroke pada usia muda biasanya terjadi karena kombinasi faktor bawaan dan gaya hidup, bukan hanya karena stres,” lanjutnya.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)